Share

bab 4

Author: Tikha
last update Last Updated: 2025-01-12 14:21:20

Setelah selesai sholat subuh, Hafizah mengaji. Baru saja hendak memulai ngajinya, ia mendadak mual-mual. Dengan cepat Hafizah berlari menuju kamar mandi.

Setengah jam berlalu, dan matahari sudah mulai menunjukkan sinarnya. Hafizah masih saja mual dan ia benar-benar lemas.

"Sayang, jangan gini dong. Bunda udah lemas ini," Hafizah memegang perut ratanya. Ia menarik napas dan menghembuskannya secara perlahan.

Hafizah tersenyum kecil karena ia sudah berhenti mual. "Terima kasih udah ngertiin Bunda, Sayang."

Hafizah keluar dari kamar mandi dan membereskan tempat beribadahnya tadi. Ia melepaskan mukenanya dan memasang hijab yang langsung pakai.

Sebelum turun ke bawah untuk membantu Bibi memasak, ia memeriksa ponselnya. Senyum manisnya terukir kala melihat pesan dari suaminya.

**Mas Adi:** [De, hari ini Mas akan pulang. Tunggu Mas ya, Sayang...]

**Me:** [Aku menunggumu, Mas. Ada sesuatu yang akan ku berikan padamu. Jadi, cepatlah pulang.]

Setelah membalas pesan dari suaminya, Hafizah memikirkan sebuah ide kejutan untuk suaminya itu. Ia akan izin mengajar hari ini pada pihak sekolah dengan alasan ada yang dikerjakan. Ia tidak berbohong, ia berencana akan menghias kamarnya itu dengan mainan dan pernak-pernik bayi.

"Papa akan pulang. Kita harus memberi kejutan padanya, bukan?" Hafizah mengelus perutnya, dan sekarang ia akan membiasakan untuk berbicara dengan anaknya itu.

Dengan semangat 100, Hafizah turun dan akan mengajak pembantunya itu keluar guna membeli pernak-pernik bayi serta mainannya juga.

"Bibi..." panggil Hafizah semangat.

"Di dapur, Fizah..."

Hafizah sedikit berlari menuju dapur. Ia memeluk pembantunya itu dari belakang dengan manja, layaknya seorang anak yang memeluk ibunya.

"Bi, ayo kita ke toko bayi..." ajak Hafizah.

Bibi tersenyum karena senang melihat majikannya itu bahagia. "Ini masih pagi buta. Tokonya belum buka."

Hafizah cemberut karena yang dikatakan pembantunya itu benar adanya. Mana ada toko yang buka pagi-pagi begini.

"Yah, padahal Fizah udah semangat mau ke toko terus rias kamar. Hari ini Mas Adi pulang," lirihnya sedih.

Kegiatan memotong bawang terhenti, Bibi membalik badannya menghadap sang majikan. "Jangan sedih, bentar lagi buka kok. Sekarang kamu duduk dulu nunggu Bibi masak."

"Fizah bantuin aja."

Bibi menggeleng tanda menolak. "Selama hamil, kamu gak boleh ke dapur lagi. Biar semua Bibi yang kerjakan," tolaknya.

Hafizah tersenyum menatap pembantunya itu. Ia sudah menganggap pembantunya itu sebagai keluarganya sendiri. Untuk itu, Hafizah melarang pembantunya itu memanggilnya dengan sebutan 'Bu' dan 'Nyonya.'

"Gak apa-apa, Bi. Lagian, perut Fizah masih kecil kok."

"Justru itu, kamu itu hamil muda dan jangan capek-capek. Jadi, diam saja ya?"

Hafizah menghela napas. "Baiklah," pasrahnya.

"Gitu dong," Bibi terkekeh karena majikannya itu cemberut.

***

"Saya akan kasih uang 100 juta asal pernikahan ini tidak terjadi," ujar Adi yang membuat Pak Ahmad dan sang istri saling tatap.

"Heiii... Kamu sudah menyentuh putri Pak Ahmad dan dengan tak punya hatinya kamu merendahkan harga diri Pak Ahmad dengan uang kamu itu? Jangan sombong jadi orang. Uang tidak dibawa mati," celetuk salah satu warga yang baru datang itu.

Adi dan Putra terkejut karena banyak warga yang datang. Fokus Adi pada seorang pria yang berpakaian rapi.

Lia tersenyum puas karena warga sudah berdatangan. Itu artinya, Adi tidak akan bisa menolak dengan alasan apapun lagi.

"Tamu sudah datang, Pak. Anda harus menikahi putri saya," ujar Pak Ahmad mendesak.

"Saya tidak ingin menikahi putri bapak!" tolak Adi sarkas.

"Kalian harus menikah, karena kalian sudah tidur satu kamar! Dasar pria kota, seenak jidat meniduri gadis desa terus gak mau tanggung jawab!"

"Benar itu. Kalian harus menikah!"

"Tanggung jawab!"

"Jangan bikin malu agama karena jadi pria pengecut!"

Adi menatap seluruh warga yang datang itu. Kenapa malah seperti ini? Seakan ia melakukan zina, padahal kejadian tadi malam tidak ia sengaja.

"Saya tidak melakukan zina dan kalian tidak berhak memaksa saya untuk menikahi gadis itu," tunjuknya pada Lia dengan sorot mata yang begitu tajam.

"Tidak melakukan zina tapi tidur satu kamar? Itu zina namanya!"

Adi diam, semakin ia melawan maka semakin warga mendesaknya. "Maafin Mas, De," batinnya pasrah.

"Saya setuju," putus Adi yang membuat mereka tersenyum puas, apalagi Lia. Tidak masalah cuma menikah siri, yang penting menikah dulu.

"Berarti kita bisa mulai akadnya?" tanya Pak penghulu.

Pak Ahmad mengangguk mengiyakan. Ia meminta putrinya yang sudah dirias dan memakai kebaya sederhana itu mendekat bersamaan dengan Adi.

Perlahan namun pasti, acara akad dilakukan. Dengan perasaan tidak ikhlas Adi mengucapkan kalimat ijab itu kembali. Tiga kali percobaan karena Adi salah mengucapkan nama. Ia malah mengucapkan nama istri tercintanya, Hafizah. Entah bagaimana reaksi istrinya nanti setelah mengetahui ia menikah lagi. Sakit itu pasti, bagaimana kalau istrinya meminta cerai? Ia tidak akan mau menceraikan istrinya itu.

"Sah."

"Alhamdulillah."

Semua orang bernapas lega dan tersenyum karena pernikahan sudah selesai dan dinyatakan sah. Cuma Adi dan Putra yang tidak bahagia.

Setelah para tamu pulang, Adi berbicara pada Lia dan keluarganya itu. "Jangan menuntut saya mencintai kamu, karena cinta saya sudah habis pada istri pertama saya. Jika kamu tidak terima, kita akan cer—"

"Aku tidak masalah, Mas," potong Lia cepat sebelum kata yang dilarang itu keluar dari mulut Adi.

Adi menatap datar perempuan yang jauh berbeda penampilannya itu dengan istri pertamanya. Hafizah menggunakan hijab, sedangkan Lia tidak.

"Aku pulang hari ini. Putra, sudah siap?" tanya Adi pada sekretarisnya itu.

"Sudah, Pak."

"Aku ikut?" tanya Lia menatap Adi.

"Kalau tidak mau, dengan senang hati saya tidak membawamu," pungkas Adi pedas.

Pak Ahmad menghela napas karena melihat putrinya diperlakukan seperti itu. "Kamu jangan seperti itu sama putri saya, Adi. Walau bagaimanapun, Lia adalah istri kamu. Kamu harus memberikan dia nafkah sebagai istri dan kamu harus adil."

"Bukan kehendak saya memperistri dia," sahut Adi telak. Pak Ahmad langsung terdiam dan hanya bisa menatap putrinya itu.

Lia mengangguk memberikan isyarat kalau ia tidak apa-apa pada ayah dan ibunya itu. Ia beralih menatap suaminya itu.

"Aku ke kamar buat siapin baju dulu, Mas." izinnya.

***

Siang harinya setelah sholat zuhur, Hafizah sudah tidak sabar menunggu suaminya pulang dan menunjukkan kamar yang ia hias bersama dengan pembantunya tadi.

**HELLO PAPA, THIS IS YOUR KIDS**

**AKU SUDAH LAUNCHING DI RAHIM BUNDA, PAPA.**

Tulisan besar yang begitu terpampang jelas di headboard ranjang. Dan balon-balon kecil, mainan, dan pernak-pernik lainnya berhamburan di atas kasur. Ah, Hafizah sungguh tidak sabar menunggu suaminya pulang dan melihat isi kamar mereka itu.

Hafizah tersenyum lebar kala mendengar suara mobil suaminya telah tiba. Ia bergegas keluar kamar dan turun ke bawah.

"Biar Fizah yang buka, Bi," kata Hafizah yang melihat pembantunya itu hendak membukakan pintu.

Bibi tertawa kecil karena melihat semangat dari majikannya itu. Ia berhenti melangkah dan membiarkan sang majikan membuka pintu.

"Ceklek..."

"Assalamu'alaikum."

"Walaikumsalam, Mas..."

Hafizah mengernyit kala melihat seorang perempuan di belakang suaminya itu. Ia menatap suaminya yang menunduk itu.

"Mas, siapa dia?" tanya Hafizah langsung.

Adi yang menunduk itu pun lantas mengangkat kepalanya menatap sang istri tercinta. Ia meraih kedua tangan istrinya dan diciumnya dengan sayang.

"Maafin Mas, De. Mas menikah lagi dan dia istri kedua mas."

deg!

Related chapters

  • Bertahan Karena Terlalu Mencintaimu   bab 5

    "Maafin Mas, De. Mas menikah lagi dan dia istri kedua Mas." Deg! "Ya Allah, mimpi itu?" Langkah Hafizah mundur beberapa langkah karena mendengar pengakuan suaminya. Hafizah menggeleng tak percaya dengan kenyataan yang ada di depannya sekarang. Tapi, dengan segera ia mengkondisikan ekspresinya. Kalau kalian kira Hafizah akan menangis di depan mereka, itu salah. Hafizah tipe orang yang berani di luar, namun dalam kesendirian ia menangis. Biasanya orang seperti ini menjalani masa kecil atau masa lalu yang kelam. "De," panggil Adi yang hendak mendekati istri pertamanya itu. "Fizah aja, Mas," ujar Hafizah yang kembali mendekat. Ia meraih tangan suaminya itu dan mencium punggung tangan Adi dengan takzim. Lia yang melihat itu mengernyit heran karena istri pertama dari suaminya itu tidak mengeluarkan reaksi berlebihan, bahkan tidak sampai memarahinya. "Sesabar itu?" batin Lia. "Ayo masuk, Mas," Hafizah melirik perempuan seksi yang di belakang suaminya itu. "Liat, Mbak," ucap Lia se

    Last Updated : 2025-01-12
  • Bertahan Karena Terlalu Mencintaimu   bab 1

    Sepasang suami-istri tengah memadu kasih di malam sunah yang dianjurkan Nabi, yaitu malam Jumat. Di tengah permainan, si suami berhenti bergerak dan menatap istrinya lekat."De, boleh Mas ngomong serius?" tanya si suami."Apa, Mas? Kalau mau ngomong, ngomong aja," sahut si istri yang menekan punggung suaminya agar milik suaminya menusuk hingga terdalam."Mas mau poligami, boleh?"Deg!Hafizah, wanita cantik yang berumur 23 tahun itu, menatap suaminya lekat. Ia yang tadinya bergairah dengan permainan itu tiba-tiba merasakan kehambaran."Jangan bercanda, Mas," ujar Fizah lembut. Pasalnya, rumah tangganya dan sang suami baik-baik saja. Terlebih, mereka baru saja menjalani biduk rumah tangga selama 4 bulan. Masih baru dan hangat-hangatnya."Mas serius," kata lelaki di atas Hafizah itu.Hafizah menarik napas panjang. "Minggir, Mas," pintanya. Sakit? Tentu. Siapa yang tidak sakit hati saat suaminya meminta izin untuk menikah lagi? Meminta izin saat sedang santai saja sakit hati. Apalagi ini

    Last Updated : 2025-01-12
  • Bertahan Karena Terlalu Mencintaimu   bab 2

    Adi mengernyit heran kala istrinya itu hanya diam. Padahal biasanya istrinya itu suka berceloteh sepanjang jalan."De,""Eh iya, Mas?" kaget Hafizah karena tersentak dari lamunannya.Saat ini mereka tengah di perjalanan menuju tempat kerja. Sebelum ke kantor, Adi mengantarkan istrinya itu bekerja di salah satu sekolah menengah pertama di kota tempat mereka tinggal.Ya, Hafizah menjadi guru di sekolah SMP negeri. Istrinya itu baru saja lulus CPNS, yang artinya tidak menjadi guru honorer lagi."Kamu kenapa diam saja dari tadi?" tanya Adi.Hafizah sedikit memiringkan badannya dan menatap suaminya itu serius. "Kamu benar-benar ingin poligami, Mas?" tanyanya.Mendapat pertanyaan seperti itu, Adi lantas tertawa. "Tidak akan, Sayang. Tadi malam Mas hanya bercanda, jangan dibawa serius, oke?""Bercanda sampai dua kali?" Hafizah menunduk sedih. Jujur, pagi tadi ia sengaja bercanda saat suaminya itu menawarkan madu. Ia tahu arah bicara dari suaminya itu.Melihat istrinya menunduk, ada perasaan

    Last Updated : 2025-01-12
  • Bertahan Karena Terlalu Mencintaimu   bab 3

    Adi menyunggingkan senyumnya kala membaca pesan absurd dari istrinya itu. Ah, rasanya ia ingin pulang karena sudah merindukan istrinya itu."Dia begitu lucu," gumamnya."Mari, Pak." ajak Putra yang membuat Adi terperanjat kaget.Adi mengangguk dan mengikuti sekretarisnya itu. Mereka baru saja tiba di bandara dan sekarang sedang mencari taksi untuk ke penginapan."Pak, kita menginap di hotel atau di desa itu?" tanya Putra."Kita menginap di hotel aja, Put." jawab Adi."Kita pesan online saja hotelnya, Pak. Soalnya, rekan bisnis Bapak ingin kita langsung ke desa untuk melihat tanah yang dijual warga desa itu," jelas Putra."Tidak ada waktu istirahat sebentar?" tanya Adi yang ingin istirahat setelah penerbangan mereka.Putra menggeleng sebagai jawaban. "Pak Wibowo ingin langsung survei sekarang juga, Pak,"Perusahaan Adi bekerjasama dengan perusahaan Wibowo untuk pembangunan klinik kesehatan di desa terpencil itu. Walaupun klinik tersebut untuk membantu warga desa, tetap saja mereka memb

    Last Updated : 2025-01-12

Latest chapter

  • Bertahan Karena Terlalu Mencintaimu   bab 5

    "Maafin Mas, De. Mas menikah lagi dan dia istri kedua Mas." Deg! "Ya Allah, mimpi itu?" Langkah Hafizah mundur beberapa langkah karena mendengar pengakuan suaminya. Hafizah menggeleng tak percaya dengan kenyataan yang ada di depannya sekarang. Tapi, dengan segera ia mengkondisikan ekspresinya. Kalau kalian kira Hafizah akan menangis di depan mereka, itu salah. Hafizah tipe orang yang berani di luar, namun dalam kesendirian ia menangis. Biasanya orang seperti ini menjalani masa kecil atau masa lalu yang kelam. "De," panggil Adi yang hendak mendekati istri pertamanya itu. "Fizah aja, Mas," ujar Hafizah yang kembali mendekat. Ia meraih tangan suaminya itu dan mencium punggung tangan Adi dengan takzim. Lia yang melihat itu mengernyit heran karena istri pertama dari suaminya itu tidak mengeluarkan reaksi berlebihan, bahkan tidak sampai memarahinya. "Sesabar itu?" batin Lia. "Ayo masuk, Mas," Hafizah melirik perempuan seksi yang di belakang suaminya itu. "Liat, Mbak," ucap Lia se

  • Bertahan Karena Terlalu Mencintaimu   bab 4

    Setelah selesai sholat subuh, Hafizah mengaji. Baru saja hendak memulai ngajinya, ia mendadak mual-mual. Dengan cepat Hafizah berlari menuju kamar mandi.Setengah jam berlalu, dan matahari sudah mulai menunjukkan sinarnya. Hafizah masih saja mual dan ia benar-benar lemas."Sayang, jangan gini dong. Bunda udah lemas ini," Hafizah memegang perut ratanya. Ia menarik napas dan menghembuskannya secara perlahan.Hafizah tersenyum kecil karena ia sudah berhenti mual. "Terima kasih udah ngertiin Bunda, Sayang."Hafizah keluar dari kamar mandi dan membereskan tempat beribadahnya tadi. Ia melepaskan mukenanya dan memasang hijab yang langsung pakai.Sebelum turun ke bawah untuk membantu Bibi memasak, ia memeriksa ponselnya. Senyum manisnya terukir kala melihat pesan dari suaminya.**Mas Adi:** [De, hari ini Mas akan pulang. Tunggu Mas ya, Sayang...]**Me:** [Aku menunggumu, Mas. Ada sesuatu yang akan ku berikan padamu. Jadi, cepatlah pulang.]Setelah membalas pesan dari suaminya, Hafizah memikir

  • Bertahan Karena Terlalu Mencintaimu   bab 3

    Adi menyunggingkan senyumnya kala membaca pesan absurd dari istrinya itu. Ah, rasanya ia ingin pulang karena sudah merindukan istrinya itu."Dia begitu lucu," gumamnya."Mari, Pak." ajak Putra yang membuat Adi terperanjat kaget.Adi mengangguk dan mengikuti sekretarisnya itu. Mereka baru saja tiba di bandara dan sekarang sedang mencari taksi untuk ke penginapan."Pak, kita menginap di hotel atau di desa itu?" tanya Putra."Kita menginap di hotel aja, Put." jawab Adi."Kita pesan online saja hotelnya, Pak. Soalnya, rekan bisnis Bapak ingin kita langsung ke desa untuk melihat tanah yang dijual warga desa itu," jelas Putra."Tidak ada waktu istirahat sebentar?" tanya Adi yang ingin istirahat setelah penerbangan mereka.Putra menggeleng sebagai jawaban. "Pak Wibowo ingin langsung survei sekarang juga, Pak,"Perusahaan Adi bekerjasama dengan perusahaan Wibowo untuk pembangunan klinik kesehatan di desa terpencil itu. Walaupun klinik tersebut untuk membantu warga desa, tetap saja mereka memb

  • Bertahan Karena Terlalu Mencintaimu   bab 2

    Adi mengernyit heran kala istrinya itu hanya diam. Padahal biasanya istrinya itu suka berceloteh sepanjang jalan."De,""Eh iya, Mas?" kaget Hafizah karena tersentak dari lamunannya.Saat ini mereka tengah di perjalanan menuju tempat kerja. Sebelum ke kantor, Adi mengantarkan istrinya itu bekerja di salah satu sekolah menengah pertama di kota tempat mereka tinggal.Ya, Hafizah menjadi guru di sekolah SMP negeri. Istrinya itu baru saja lulus CPNS, yang artinya tidak menjadi guru honorer lagi."Kamu kenapa diam saja dari tadi?" tanya Adi.Hafizah sedikit memiringkan badannya dan menatap suaminya itu serius. "Kamu benar-benar ingin poligami, Mas?" tanyanya.Mendapat pertanyaan seperti itu, Adi lantas tertawa. "Tidak akan, Sayang. Tadi malam Mas hanya bercanda, jangan dibawa serius, oke?""Bercanda sampai dua kali?" Hafizah menunduk sedih. Jujur, pagi tadi ia sengaja bercanda saat suaminya itu menawarkan madu. Ia tahu arah bicara dari suaminya itu.Melihat istrinya menunduk, ada perasaan

  • Bertahan Karena Terlalu Mencintaimu   bab 1

    Sepasang suami-istri tengah memadu kasih di malam sunah yang dianjurkan Nabi, yaitu malam Jumat. Di tengah permainan, si suami berhenti bergerak dan menatap istrinya lekat."De, boleh Mas ngomong serius?" tanya si suami."Apa, Mas? Kalau mau ngomong, ngomong aja," sahut si istri yang menekan punggung suaminya agar milik suaminya menusuk hingga terdalam."Mas mau poligami, boleh?"Deg!Hafizah, wanita cantik yang berumur 23 tahun itu, menatap suaminya lekat. Ia yang tadinya bergairah dengan permainan itu tiba-tiba merasakan kehambaran."Jangan bercanda, Mas," ujar Fizah lembut. Pasalnya, rumah tangganya dan sang suami baik-baik saja. Terlebih, mereka baru saja menjalani biduk rumah tangga selama 4 bulan. Masih baru dan hangat-hangatnya."Mas serius," kata lelaki di atas Hafizah itu.Hafizah menarik napas panjang. "Minggir, Mas," pintanya. Sakit? Tentu. Siapa yang tidak sakit hati saat suaminya meminta izin untuk menikah lagi? Meminta izin saat sedang santai saja sakit hati. Apalagi ini

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status