Keesokan paginya, Sean menyempatkan untuk sarapan pagi bersama kakak beserta kakak ipar dan sang Mommy tercinta.
Mereka duduk di satu meja bulat dan besar. "Aku tidak suka bawang, Max ... kamu yang makan bawangnya." Daisy yang semenjak mengandung semakin manja tidak pernah bisa membuat hidup Max tenang. Dan tanpa membantah—Max pasti akan mengabulkan permintaan Daisy atau mengikuti perintahnya dan mewujudkan keinginannya. "Kamu mau orange juice?" Keith bertanya sebelum beranjak dari kursinya. "Boleh." Audrey menjawab. "Dan tolong bawakan salad lagi," tambahnya kemudian dan mendapat anggukan dari Keith sebelum meninggalkan meja. Perlu diketahui, dua kakak Sean yaitu Keith dan Max menikah dengan istri mereka berdasarkan perjodohan. Awalnya Max menolak keras perjodohan tersebut tapi sekarang bucinnya setengah mati kepada Daisy- istrinya. Berbeda halnya dengan Keith yang memang tidak pernah menolak perintah daddy tapi Sean tahu kalau Keith berusaha keras mencintai Audrey dan begitu juga sebaliknya hingga sekarang keduanya saling jatuh cinta. Beruntung, sekarang Daddy sudah pensiun dari bisnis dan menikahi wanita asli Indonesia sehingga beliau tidak perlu menjodohkan Sean dengan anak klien bisnis seperti yang terjadi pada Keith dan Max. Beberapa saat kemudian Keith kembali, bukan hanya salad—ia juga membawa banyak menu sarapan pagi lain untuk Audrey agar istrinya itu tidak perlu bolak-balik mengambil makanan karena konsep sarapan pagi di restoran ini adalah prasmanan. Jeniffer-sang mommy menoleh ke samping di mana Sean duduk dan tidak bersuara, mengerutkan kening melihat si bungsu senyum-senyum sendiri sambil menatap layar ponsel. Bola matanya lantas melirik kepada si sulung Keith dan yang bersangkutan mengangkat kedua bahunya memberi kesan kalau ia juga tidak mengerti kenapa pagi ini Sean bertingkah seperti itu. "Apa kamu sakit, Sean?" Jeniffer akhirnya bertanya. Keith dan Max beserta istri mereka sontak mengangkat pandangan menatap Sean. "Tidak Mom ... aku berkenalan dengan seorang gadis asli Indonesia di Bar tadi malam dan aku sedang mencari tahu tentangnya." "Apakah dia cantik, Sean? Beritau Mommy siapa orangnya." Jeniffer merebut ponsel dari tangan Sean, membuka kaca mata hitamnya lantas menggulir layar alat komunikasi canggih yang terdapat banyak foto seorang gadis. "Kamu stalking dia di I*******m?" Sean mengangguk menjawab pertanyaan sang Mommy dengan senyum lebar lalu merebut kembali ponselnya dari tangan Jeniffer. Dan Mommy tahu siapa dia?" Sean bertanya dengan ekspresi misterius. "Siapa?" Keith jadi penasaran. "Dia seorang Gunadhya," jawab Sean bangga. Sebagai orang yang berkecimpung dalam dunia bisnis, mereka mengenal nama Gunadhya dan kesuksesannya dalam bisnis selama beberapa dekade terakhir. "Salah satu perusahaannya pernah menjalin kerjasama bisnis dengan perusahaan kita di Indonesia," celetuk Max. Selama ini dia yang memantau perusahaan di Indonesia sehingga mengetahui betul tentang perusahaan tersebut. "Oh ya? Berarti kita bisa menjalin kerjasama bisnis lagi dengan perusahaan mereka?" Sean begitu antusias. Karena bila perusahaan mereka menjalin bisnis, Sean jadi punya alasan untuk bertemu orang tua Kanaya dan meminta gadis itu untuk menjadi istrinya. Kurang gentle gimana coba Sean? "Kamu lupa, kalau perusahaan Maverick di Jakarta sudah menjadi milik bayi bernama Cantik itu dan sekarang di kelola oleh Kenzo?" Keith mengingatkan, menatap malas sang adik. Kenzo Maverick adalah adik tiri Sean, anak Daddynya dari wanita Indonesia yang baru tahun lalu beliau nikahi. Karena pengkhianatan Daddy di masa lalu yang sampai mendapat keturunan dari wanita lain—Mommy akhirnya menceraikan Daddy dan hanya diberikan perusahaan yang berada di Indonesia dan karena Daddy hanya ingin hidup sederhana dan bahagia di sisa umurnya bersama orang yang ia cintai—perusahaan itu pun diberikan untuk cucunya yang bernama Cantik-anak dari Kenzo Maverick. "Memangnya gadis Gunadhya itu mau tinggal di New York dan meninggalkan keluarganya? Kenapa kamu selalu ingin membuat susah hidupmu sendiri?" Max mencibir. Sean bersandar punggung, semangat di wajahnya langsung padam. Kenapa ia tidak pernah berpikir sampai ke sana? "Tadi malam, apa saja yang sudah kamu lakukan dengannya? Jangan sampai kamu menanam benih di rahim perempuan itu." Keith mengingatkan. "Keith," tegur Jeniffer dan malah Keith yang mendapat tatapan peringatan dari sang Mommy. Sedang Sean tersenyum mengingat kebersamaannya tadi malam dengan si gadis Gunadhya. Nyaris saja ia bisa mencium bibir penuh gadis pujaan hatinya. Max dan Keith merotasi bola matanya jengah melihat senyum kasmaran Sean. "Siapa namanya?" Audrey yang bertanya. "Kanaya Shaqeenarava Gunadhya." Sean menjawab, senyumnya belum luntur, matanya berbinar. Pria itu benar-benar sedang jatuh cinta. Pokoknya, bagaimana pun caranya ia harus mendapatkan Kanaya. *** Princes tersenyum sendiri menatap layar ponselnya. Diam-diam Zyandru yang sedang duduk tepat di samping Princes—melongokan kepala sedikit mengintip apa yang sedang Princes lihat di layar ponselnya itu. Ternyata Princes sedang melihat ruang pesan antara dirinya dengan Sean. Zyandru bisa langsung mengetahui karena tertulis nama 'Sean Ganteng' di sana. Mata Princes berbinar saat melihat tulisan online di bawah nama Sean, ia berharap Sean mengirim pesan kepadanya. Misalnya ucapan selamat pagi. "Ck ... Ck ... Ck ... cuma liat dia lagi online aja udah seneng banget ... gitu ya kalau lagi kasmaran." Sindir Zyandru seraya menegakan kembali punggungnya. Princes menoleh dramatis. "Apaan sih?" Mata Princes memicing. "Kamu naksir si Sean itu?" Zyandru hanya ingin mendengarnya langsung dari Princes. "Ssttt." Princes meletakan telunjuknya di depan mulut. Baru hanya mereka berdua di meja itu, yang lain masih berburu sarapan dengan mengelilingi restoran—menyambangi setiap stand dan prasmanan. Zyandru merotasi bola matanya malas, karena ia tahu yang disukai Sean adalah Kanaya tapi tidak tega memberitau Princes. Zyandru duduk di depan Sean tadi malam, jadi ia bisa melihat jelas sorot mata penuh minat Sean pada Kanaya. Sedangkan Princes duduk di sebelah Sean sehingga ia tidak menyadari itu. "Ya udah, chat aja dia." "Iiiih ... gengsi, biar dia aja yang maju duluan." Zyandru jadi iba, hanya tinggal menunggu waktu sampai Princes terluka. "Sean itu salah satu Maverick, kamu tahu 'kan perusahaan Maverick terkenal sukses di Amerika ... umur dia juga udah masuk kepala tiga sedangkan kamu baru dua puluh ... dia pasti lebih suka yang dewasa dari pada anak kecil kaya kamu yang ke kampus masih dikuncir dua." Zyandru menarik rambut panjang Princes membuat sang gadis memberengut. "Kata siapa? Gimana kalau aku bilang dia juga suka sama aku?" Princes tampak begitu percaya diri. "Enggak mungkin Princes, lagian ya ... saingan kamu itu para sosialita muda atau wanita karir atau mahasiswa tingkat akhir dengan kepribadian kalem dan dewasa." Zyandru menyinggung Kanaya di akhir kalimatnya, mencoba menyadarkan Princes agar tidak terlalu berharap apalagi menaruh hati pada Sean. Bibir mungil Princes mencebik. "Dia bilang mau jemput aku kok di Bandara." Lalu Princes menjulurkan lidahnya. "Dia bilang gitu?" Zyandru tidak percaya. Princes mengangguk penuh keyakinan. "Wah ... brengsek nih si Sean," umpat Zyandru di dalam hati. "Zyan ... jangan kasih tahu kak Aya sama kak Luna ya dan biar aku yang cerita sama Eva tentang Sean." Setelah tadi Princes begitu sombong karena akhirnya memiliki crush, sekarang malah memberikan tatapan memohon pada Zyandru. "Okeeee, tapiiii ... kamu yang nyetir ke kampus setiap hari selama satu bulan." "Deal!" Mereka berjabat tangan agar perjanjian tersebut Syah. Namun sesungguhnya Zyandru merasa resah, khawatir Kanaya juga menyukai Sean sehingga Princes akan patah hati. Kanaya adalah kakak kandung Zyandru tapi Princes juga adik sepupunya. Jangan sampai keutuhan keluarga mereka retak hanya karena seorang pria. Tapi wanita mana yang tidak akan jatuh hati pada Sean? Pria itu seorang Maverick, tampan juga mapan di usianya yang telah matang. Zyandru harus bisa menyadarkan Princes sebelum adik sepupunya itu benar-benar jatuh cinta pada Sean.Sean Ganteng : Hallo 👋Princes mengerjap, nyaris menjatuhkan ponsel yang sedari tadi ia pandangi saat ternyata tiba-tiba Sean mengirim pesan dan langsung terbaca olehnya.Apakah nanti pria itu akan berpikir kalau Princes sedang online sambil membuka ruang pesan dengan Sean tapi tidak mengirim pesan apapun.Maka, buru-buru Princes mengetik sesuatu di sana.Princes : Aku baru mau chat kamu.Sean Ganteng : Jadi, kita satu hati?Princes mendekap ponsel di dada, pipinya seketika merona.Princes : Kami pulang hari ini, aku sedang berada di Bandara.Princes mencoba mengalihkan pertanyaan Sean tadi yang telah membuatnya baper.Sean Ganteng : Sendiri?Princes : Sama yang lain donk.Sean Ganteng : Oh ya? 🤔Padahal Sean tidak mengatakan kalau ia tidak mempercayai ucapan Princes tapi Princes merasa perlu meyakinkan Sean bila ucapannya benar."Kak ... ayo kita selfie," ajak Princes seraya mengangkat ponselnya.Kanaya yang berada di samping Princes langsung tersenyum tipis pada kamera.Tentu Kana
Zyandru seumuran dengan Princes, dia tahu kalau Princes tidak akan percaya apapun nasihatnya jadi menurut cowok itu lebih baik menjodoh-jodohkan Sean dengan Princes saja sekalian.Princes memelototkan mata tapi bibirnya tersenyum kepada Zyandru."Jangan pulang pagi ya Princes." Kaluna berpesan sambil tersenyum penuh makna.Mungkin Kaluna menduga kalau Sean sedang melakukan pendekatan dengan Princes dan Princes juga sebenarnya sudah menyukai Sean.Princes pun balas memberikan senyum teramat manis kepada Kaluna, di luar kebiasaannya karena Princes bukan lah gadis anggun.Meski anak pertama dan memiliki dua adik laki-laki, tapi Princes adalah anak gadis satu-satunya di keluarga Folke yang begitu dimanja oleh sang Papa-Arjuna Bernard Folke.Zyandru sudah berlalu lebih dulu diikuti Kaluna juga Brian meninggalkan Princes yang kemudian menjadi canggung salah tingkah sementara Sean yang sedang berusaha menutupi kecewanya.
"Kenapa tidak membalas pesanku?" Pria tampan di samping Kanaya bertanya."Oh maaf ... aku sibuk." Kanaya menjawab santai.Pria tampan teman dekat Kanaya mengerutkan kening, menyempatkan menoleh sekilas untuk melihat wajah Kanaya."Sibuk apa?" Pria itu bertanya lagi kemudian mengembalikan tatap ke depan karena ia sedang mengemudi."Liburan." Kanaya menjawab tanpa dosa.Sudah pria itu duga kalau Kanaya akan menjawab demikian.Pria itu mendengus kesal."Dua minggu sama sekali tidak ada kabar darimu, kamu membuat aku nyaris gila." Kanaya menghadapkan wajah pada pria di sampingnya, kepalanya miring mengamati pria itu baik-baik."Apa?" Pria itu bertanya maksud dari tindakan Kanaya menatapnya begitu intens."Aku tidak melihat tanda-tanda awal sakit jiwa di diri kamu ... kamu bercukur, sepertinya juga kamu mandi sebelum bertemu denganku dan pakaianmu rapi ... tidak Dean, kamu tidak gila." Kanaya memberitahu hasil penelitiannya.Dean berdecak lidah kesal disertai rotasi mata jengah."Bukan it
Princes masuk dari pintu yang dibuka Zyandru.Kakak sepupunya itu ternyata sudah pulang."Hai Sean." Zyandru menyapa, suaranya masih bisa terdengar oleh Princes yang kini tengah menaiki anak tangga.Princes menempati salah satu kamar di lantai dua dan karena hatinya sedang terluka jadi ia hanya ingin merebahkan dirinya di atas ranjang saja sekarang."Hai ...." Sean balas menyapa lalu berpelukan secara masculin dengan Zyandru."Princes kenapa?" Zyandru bertanya pada Sean karena tadi melihat wajah Princes memberengut."Katanya dia enggak enak badan ... mau aku bawa ke dokter tapi enggak mau ... mungkin kecapean abis liburan kemarin," tutur Sean menjelaskan.Kini ia sudah berada di ruang televisi mengikuti langkah Zyandru.Cowok itu mengangguk mengerti."Sebentar, aku ambilkan minum." Zyandru pergi ke dapur dan kembali dengan dua kaleng minuman di tangannya."Sepi." Sean berujar ketika Zyandru memberikan minuman kaleng padanya.Maksudnya Sean ingin menanyakan keberadaan Kanaya."Kaluna p
"Jadi, apa yang disukai Kanaya?" Sean melontarkan pertanyaan pertama, kedua tangannya sedang memegang iPad karena akan mencatat banyak hal yang perlu ia ketahui tentang Kanaya. Princes menyeruput Caramel Machiato-nya sebelum menjawab. Mereka sedang berada di coffe shop dekat kampus Princes. Hari pertama kuliah sudah kembali dimulai dan baru saja Princes menyelesaikan mata kuliah terakhirnya. Sambil menunggu Evangeline—Princes bersedia ketika Sean mengajaknya bertemu. Beberapa malam lalu Princes telah menyetujui permintaan Sean untuk membuat pria itu bisa dekat dengan Kanaya. "Sukanya apa dulu, nih?" Princes meminta agar Sean lebih spesifik. "Makanan?" Sean berujar sambil mengetik sesuatu di layar iPad. Sepertinya Sean benar-benar serius dengan usahanya mendekati Kanaya. "Kak Aya suka makanan Korea, Jepang, Tiongkok ... kalau
Masih di tempat yang sama, hanya saja sekarang Sean dan Ryley pindah meja terpisah dari Princes, Evangeline dan Zyandru agar mereka bisa fokus membahas bisnis. Ada tambahan personil yaitu Kaluna dan Brian di meja itu. Jangan tanya ke mana Kanaya karena Kanaya sudah biasa menghilang. "Princes ... Ryley ganteng ya?" Evangeline memang sedang mempromosikan Ryley kepada Princes. Sama seperti Sean yang meminta bantuan Princes untuk mendekati Kanaya—Ryley juga meminta bantuan Evangeline-sepupunya untuk bisa dekat dengan Princes, itu kenapa Princes meminta Zyandru agar tidak menceritakan perihal perasaannya tentang Sean untuk menjaga perasaan Evangeline. "Lho ... bukannya Princes sukanya sama Se—" Kaluna tidak melanjutkan kalimatnya karena Zyandru meremat tangan sang kakak di bawah meja. Lalu tersadar dengan kondisi yang sedang terjadi maka untuk menjaga perasaan E
"Aku enggak ...." Sean mengusap wajahnya kasar, ia mencoba menjelaskan."Aku sama Princes, enggak ...." Namun Sean malah tergagap karena gugup dan salah tingkah.Berusaha menjelaskan kepada Kanaya pun Kanaya sudah melihatnya mencium Princes dengan mata kepala sendiri.Bisa gawat kalau Kanaya berpikir jika ia menyukai Princes."Enggak apa-apa, tapi kalian bisa pindah ke kamar ... aku mau nonton tv," kata Kanaya santai. Tuh 'kan, Kanaya berpikir ada hubungan asmara antara Sean dengan Princes."Tadi hanya ketidaksengajaan, Kanaya." Sean memegang tangan Kanaya ketika perempuan itu melewatinya untuk duduk di sofa di mana sekarang Princes sudah menegakan punggung.Kanaya menatap Sean dingin kemudian melirik pada tangan Sean yang memegang tangannya."Lepas," pintanya datar.Sean melepaskannya sehingga Kanaya bisa lewat dan duduk di sofa.Mata Sean memberi kode kepada Princes agar menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi.Dan dengan tatapan matanya juga Princes menenangkan Sean."Tadi aku ket
Tuuut ...Tuuuuut ...Kanaya memutus panggilan lebih dulu, Princes menjauhkan ponsel dari telinga lalu menatap layarnya dengan ekspresi tidak percaya. "Yaaah ... kok dia mau sih?" Princes melirih."Apa katanya?" Sean yang duduk tepat di depan Princes sampai mendorong wajahnya agar lebih dekat dengan sang gadis.Mata pria itu juga berbinar penuh harap."Kak Aya mau." Princes menjawab, menghasilkan tepuk tangan dari Sean yang tengah merasa bahagia bukan kepalang.Pelayan datang membawa pesanan ice cream Sean."Makan! Setelah itu kita shopping!" Sean memerintah."Kamu suka seenaknya deh ... gimana kalau ternyata kak Aya enggak mau coba? Udah maksa-maksa aku ke sini." Princes misuh-misuh sambil memakan ice cream."Ya berarti kamu yang temenin aku ke pesta." Dengan entengnya Sean menjawab."Ah ... tau gitu 'kan tadi pura-pura aja telepon kak Ayanya," gerutu Princes di
"Kamu saja yang datang ... ah, tidak ... aku saja ...." Kanaya berulang kali mengatakan hal tersebut sambil mondar-mandir di kamarnya yang luas.Ryley sudah terbiasa melihat pemandangan ini jadi dia hanya bisa meluruskan kakinya di sofa kemudian bersandar nyaman dengan kedua tangan di lipat di belakang kepala. "Ryley!" seru Kanaya menghentikan langkah."Yes Babe." Ryley menegakan punggung juga menurunkan kakinya."Bantu aku memikirkan apakah aku atau kamu yang datang ke Baby shower anaknya Princes? Atau kita tidak perlu datang saja sekalian?" Kanaya menghentakan kakinya kemudian duduk menyamping di atas pangkuan Ryley.Kedua tangannya melingkar di leher Ryley namun sayangnya wajah cantik itu terus memberengut. "Bagaimana kalau kita berdua datang ... kamu dan Princes adalah sepupu, kita sudah mendapat kebahagiaan kita sendiri ... kamu tidak perlu cemburu lagi dengan Princes dan aku juga tidak akan mengungkit masa lalu kamu dengan Sean."Tentu saja Ryley bisa dengan mudah mengatakan
Kanaya memang tega, tanpa perasaan melarang Ryley untuk mengundang Princes ke pesta pernikahan mereka yang dirayakan di New York."Bagaimana aku mengatakannya kepada Sean, Babe?" Ryley mengesah, dia stress karena tidak berhasil membujuk Kanaya, meluluhkan hatinya selama seminggu ini."Kamu tinggal mengatakan kalau Sean boleh datang tapi istrinya tidak," jawab Kanaya santai tanpa beban.Kanaya sedang memoles blushon di pipinya.Hari ini mereka akan pergi memilih kue dan mencicipi catering untuk pesta pernikahan yang akan berlangsung dua minggu lagi."Dia sepupumu." Ryley mengingatkan."Betul, dan dia merebut priaku." Kanaya mengarahkan ujung blushon pada Ryley yang duduk di kursi di bagian kaki ranjang.Ryley mengesah panjang. "Aku tidak tega mengatakannya kepada Sean... Princes pasti akan sakit hati...." Ryley menggantung kalimatnya."Memangnya kamu belum bisa melupakan Sean?" tanya Ryley hati-hati tidak ingin si ibu hamil dengan hormon yang membuat mood berubah-ubah itu mengamuk."
Perut buncit Princes menjadi daya tarik sendiri bagi Sean, dia suka sekali mengusap perut Princes dan menurutnya dengan kehamilan itu—Princes tampak berkali-kali lipat lebih seksi.Selama resepsi berlangsung, Sean mati-matian menahan gairahnya.Dan akhirnya sekarang dia bisa berdua saja dengan Princes melewati malam pertama setelah mereka resmi menjadi suami istri."Aku bantu," ujar Sean menahan tangan Princes yang tengah membuka sleting di belakang punggung.Princes mengumpulkan rambutnya di pundak agar Sean mudah membuka sleting.Perlahan tangan pria itu menurunkan resleting lalu menarik bagian atas gaun ke bawah namun tertahan di pinggang karena perut Princes yang besar.Princes harus menggunakan kedua tangan dan menggoyangkan sedikit bokong agar bisa menurunkan gaun itu melewati perutnya."Bisa?" tanya Sean perhatian."Bisa ...." Princes menjawab setelah berhasil melepas gaun menyisakan camisol sebagai dalaman.Dia membalikan badan mengajadap Sean."Aku bantu buka kemejanya ya?""
Princes seringkali menonton film di Netflix yang menceritakan tentang hubungan calon mempelai pengantin yang sering kali tidak sependapat ketika mempersiapkan pernikahan sampai berujung dibatalkannya pernikahan tersebut.Awalnya ketika Sean mengatakan dia mengambil cuti untuk membantu mempersiapkan pesta pernikahan—jujur, Princes khawatir kalau kisahnya dan Sean akan berakhir seperti film di Netflix.Tapi nyatanya yang terjadi pada Princes, mempersiapkan pernikahan bersama orang dicintai menjadi pengalaman paling seru dan menarik.Karena Sean selalu mendukung keinginan Princes tapi terkadang dia juga memberikan masukan yang tidak mendapat penolakan dari Princes.Malah selisih paham terjadi antara Princes dengan ayahnya, tapi Papa Juna segera mengalah.Shamika Princes benar-benar menjadi seorang Princes yang keinginannya selalu diikuti oleh Raja dan Ratu juga semua orang.Dan hari yang dinanti-nanti oleh Princes juga Sean telah tiba.Princes dan Sean tentu menjadi orang paling bahagia
Hari pernikahan semestinya menjadi hari yang paling bahagia bagi pasangan pengantin tapi tidak dengan Kanaya yang sejak pagi buta mengalami morningsick hingga siang hari bahkan berlanjut di malam hari saat acara resepsi berlangsung.Dia juga mengusir MUA yang hendak mendandaninya tanpa alasan.Entah kenapa Kanaya tidak menyukai wajah MUA dan asistennya jadi dia tidak mau didandani oleh wanita itu.Akhirnya pihak Wedding Organizer harus mencari MUA pengganti detik itu juga.Kanaya lebih menyukai terbaring di atas ranjang di dalam kamar hanya menggunakan camisol panjang dan mengusir semua orang yang masuk ke dalam kamar termasuk ayah dan bunda.Kanaya belum siap menghadapi ayah.Menghadapi bunda saja tadi malam yang tidak sengaja mengetahui kehamilannya membuat dia kesulitan untuk terlelap dan tidak berhenti mual muntah karena stress.Sekalinya acara besar itu dimulai, Kanaya tidak mau di foto, padahal momen ini adalah momennya yang mengharuskan dirinya mendapatkan banyak dokumentasi.
"Jaga diri ya, aku pulang."Sean mengusap kepala Princes, mengecup keningnya lalu berlutut mengecup perut Princes di mana ada anaknya yang sedang berjuang hidup di dalam sana."Hati-hati ya Sean, aku tunggu bulan depan di pesta pernikahan kita." Princes memeluk Sean setelah pria itu bangkit berdiri."Minggu depan aku datang." Sean memberitahu kalau Princes tidak perlu menunggu hingga bulan depan untuk bertemu dengannya.Karena dia juga kesulitan menghabiskan weekend tanpa Princes."Jangaaaan, kamu ke sini lagi bulan depan aja ... ketika kita akan menikah." Princes mendongak dan dia mendapat kecupan di kening dari Sean."Aku enggak tahu mau ngapain weekend nanti, sayang.""Kita bisa video Call seharian ...." Princes memberi ide."Kita akan menikah Sean, kita akan hidup selamanya ... jadi aku minta beberapa minggu sebelum pernikahan kita—kamu pikirkan kembali tentang ini ... bukan hanya kamu tapi juga aku ...." Raut wajah Sean berubah tegang mendengar ucapan Princes.Jangan bilang kala
"Apa yang kamu lakukan di sini?" Kanaya menggeram tertahan, matanya juga melotot menatap Ryley."Menjemput tunanganku." Ryley menjawab dengan santai."Aku bisa pulang sendiri." Kanaya mendorong dada Ryley agar menyingkir dari jalannya."Ayolah Babe, jangan mengusirku ... aku ayah dari anak yang ada di rahimmu."Kanaya menghentikan langkah kemudian membalikan badan."Ssssttt!" Dia mendesis sambil menempelkan telunjuknya di bibir.Matanya menatap nyalang Ryley yang malah cengengesan membuatnya dua kali lipat lebih kesal.Sungguh sangat menyebalkan."Sekalian saja kamu umumkan di media cetak kalau aku hamil anak kamu." Kanaya bersarkasme."Ide bagus, aku akan suruh sekertarisku me—""Ryley!!" Jeritan Kanaya menghentikan jemari Ryley yang hendak menghubungi sekertarisnya."Yes baby." Ryley mendekat, mengangkat kedua tangan untuk memeluk Kanaya.Kanaya menghela tangan Ryley kasar, dia membalikan badan dan kembali melangkah."Apa kamu mual muntah tadi pagi?" Ryley bertanya lagi sambil meran
"Sean ...." Princes beranjak dari kursi, bibirnya tersenyum lebar dan matanya juga berbinar.Princes langsung memburu Sean yang tengah berjalan mendekat bersama keluarganya kemudian memeluk pria itu erat."Aku kangen, anak kita juga." Princes mengurai pelukan kemudian mengusap perutnya.Sean berlutut dengan satu kaki dia mengecup perut Princes setelah mengusapnya lembut.Dan semua itu tertangkap jelas oleh indra penglihatan Papa Juna.Ada cemburu yang menyelinap namun tidak bisa ia pungkiri kalau hatinya menghangat melihat kebahagiaan di wajah Princes ketika bertemu Sean.Sekeras apapun Papa mencari alasan untuk tidak merelakan Princes bersama Sean namun selalu menemukan jalan buntu.Papa selalu luluh dengan kenyataan kalau putrinya bahagia bersama Sean.Satu persatu keluarga Sean memperkenalkan diri.Papa sudah pernah bertemu beberapa kali dengan tuan Maverick-daddynya Sean.Papa Juna menghargai kedatangan beliau dan menyambut dengan ramah.Mama bersalaman dengan Mommy Jeniffer, mere
"Aku tidak ingin Mom bersedih bertemu dengan Dad," kata Sean sambil menggenggam tangan Mom Jeniffer. Mom malah terkekeh, beliau balas menggenggam tangan Sean dan melingkupinya dengan tangan yang lain. "Tadinya justru Mom senang akan bertemu istri papamu, Mom selalu tenang setiap kali bertemu dan berbincang dengannya ... tapi kamu bilang Laura tidak ikut ke Jerman, Mom jadi sedih." Mom mengesah. "Mom ... aku yang mengatakan kepada Kenzo agar aunty Laura tidak perlu datang, selain aku tidak ingin menyakiti Mom ... aku juga tidak ingin kedua orang tua Princes berpikir yang tidak-tidak." "Baiklah, kamu atur saja ... kamu sudah dewasa." Tapi Mom mengulurkan tangannya mengusap kepala Sean di depan banyak orang di ruang tunggu Bandara. Sean mengangguk-anggukan kepala dan saat dia menoleh ke samping, dia mendapati sosok sang ayah sedang berjalan mendekat diikuti adik tirinya. Sean beranjak berdiri. "Dad," sapanya dengan mata merah dan dada bergemuruh haru. Ada rindu yang mendesa