Princes masuk dari pintu yang dibuka Zyandru.Kakak sepupunya itu ternyata sudah pulang."Hai Sean." Zyandru menyapa, suaranya masih bisa terdengar oleh Princes yang kini tengah menaiki anak tangga.Princes menempati salah satu kamar di lantai dua dan karena hatinya sedang terluka jadi ia hanya ingin merebahkan dirinya di atas ranjang saja sekarang."Hai ...." Sean balas menyapa lalu berpelukan secara masculin dengan Zyandru."Princes kenapa?" Zyandru bertanya pada Sean karena tadi melihat wajah Princes memberengut."Katanya dia enggak enak badan ... mau aku bawa ke dokter tapi enggak mau ... mungkin kecapean abis liburan kemarin," tutur Sean menjelaskan.Kini ia sudah berada di ruang televisi mengikuti langkah Zyandru.Cowok itu mengangguk mengerti."Sebentar, aku ambilkan minum." Zyandru pergi ke dapur dan kembali dengan dua kaleng minuman di tangannya."Sepi." Sean berujar ketika Zyandru memberikan minuman kaleng padanya.Maksudnya Sean ingin menanyakan keberadaan Kanaya."Kaluna p
"Jadi, apa yang disukai Kanaya?" Sean melontarkan pertanyaan pertama, kedua tangannya sedang memegang iPad karena akan mencatat banyak hal yang perlu ia ketahui tentang Kanaya. Princes menyeruput Caramel Machiato-nya sebelum menjawab. Mereka sedang berada di coffe shop dekat kampus Princes. Hari pertama kuliah sudah kembali dimulai dan baru saja Princes menyelesaikan mata kuliah terakhirnya. Sambil menunggu Evangeline—Princes bersedia ketika Sean mengajaknya bertemu. Beberapa malam lalu Princes telah menyetujui permintaan Sean untuk membuat pria itu bisa dekat dengan Kanaya. "Sukanya apa dulu, nih?" Princes meminta agar Sean lebih spesifik. "Makanan?" Sean berujar sambil mengetik sesuatu di layar iPad. Sepertinya Sean benar-benar serius dengan usahanya mendekati Kanaya. "Kak Aya suka makanan Korea, Jepang, Tiongkok ... kalau
Masih di tempat yang sama, hanya saja sekarang Sean dan Ryley pindah meja terpisah dari Princes, Evangeline dan Zyandru agar mereka bisa fokus membahas bisnis. Ada tambahan personil yaitu Kaluna dan Brian di meja itu. Jangan tanya ke mana Kanaya karena Kanaya sudah biasa menghilang. "Princes ... Ryley ganteng ya?" Evangeline memang sedang mempromosikan Ryley kepada Princes. Sama seperti Sean yang meminta bantuan Princes untuk mendekati Kanaya—Ryley juga meminta bantuan Evangeline-sepupunya untuk bisa dekat dengan Princes, itu kenapa Princes meminta Zyandru agar tidak menceritakan perihal perasaannya tentang Sean untuk menjaga perasaan Evangeline. "Lho ... bukannya Princes sukanya sama Se—" Kaluna tidak melanjutkan kalimatnya karena Zyandru meremat tangan sang kakak di bawah meja. Lalu tersadar dengan kondisi yang sedang terjadi maka untuk menjaga perasaan E
"Aku enggak ...." Sean mengusap wajahnya kasar, ia mencoba menjelaskan."Aku sama Princes, enggak ...." Namun Sean malah tergagap karena gugup dan salah tingkah.Berusaha menjelaskan kepada Kanaya pun Kanaya sudah melihatnya mencium Princes dengan mata kepala sendiri.Bisa gawat kalau Kanaya berpikir jika ia menyukai Princes."Enggak apa-apa, tapi kalian bisa pindah ke kamar ... aku mau nonton tv," kata Kanaya santai. Tuh 'kan, Kanaya berpikir ada hubungan asmara antara Sean dengan Princes."Tadi hanya ketidaksengajaan, Kanaya." Sean memegang tangan Kanaya ketika perempuan itu melewatinya untuk duduk di sofa di mana sekarang Princes sudah menegakan punggung.Kanaya menatap Sean dingin kemudian melirik pada tangan Sean yang memegang tangannya."Lepas," pintanya datar.Sean melepaskannya sehingga Kanaya bisa lewat dan duduk di sofa.Mata Sean memberi kode kepada Princes agar menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi.Dan dengan tatapan matanya juga Princes menenangkan Sean."Tadi aku ket
Tuuut ...Tuuuuut ...Kanaya memutus panggilan lebih dulu, Princes menjauhkan ponsel dari telinga lalu menatap layarnya dengan ekspresi tidak percaya. "Yaaah ... kok dia mau sih?" Princes melirih."Apa katanya?" Sean yang duduk tepat di depan Princes sampai mendorong wajahnya agar lebih dekat dengan sang gadis.Mata pria itu juga berbinar penuh harap."Kak Aya mau." Princes menjawab, menghasilkan tepuk tangan dari Sean yang tengah merasa bahagia bukan kepalang.Pelayan datang membawa pesanan ice cream Sean."Makan! Setelah itu kita shopping!" Sean memerintah."Kamu suka seenaknya deh ... gimana kalau ternyata kak Aya enggak mau coba? Udah maksa-maksa aku ke sini." Princes misuh-misuh sambil memakan ice cream."Ya berarti kamu yang temenin aku ke pesta." Dengan entengnya Sean menjawab."Ah ... tau gitu 'kan tadi pura-pura aja telepon kak Ayanya," gerutu Princes di
"Kenapa manyun?" Zyandru menyenggol lengan Princes yang duduk di sampingnya sambil makan keripik.Sudah satu jam lamanya mereka berdua menonton film di Netflix tapi Princes tidak juga bersuara.Wajahnya memberengut namun sorot matanya tampak sendu."Sean ngajak kak Aya ke pesta." Princes memberitahu kegundahannya."Terus kak Aya mau?" Princes menganggukan kepala."Kok bisa?" Cowok itu berkerut kening bingung."Soalnya aku bilang sama kak Aya kalau aku udah janji sama Sean mau nemenin dia ke pesta tapi tiba-tiba aku ada ujian besok jadi enggak bisa nemenin Sean malam ini dan aku minta kak Aya gantiin aku karena kalau enggak, khawatir akan berdampak sama kerjasama bisnis antara papa dengan Sean," tutur Princes menceritakan."Dan itu enggak benar, ya 'kan?" tebak Zyandru.Princes mengangguk lagi."Jadi ... kamu setuju bantuin Sean deket sama kak Aya?" Sekarang anggukan Princes begitu lambat.Raut wajahnya semakin sendu saja."Tapi aku enggak kuat." Bibirnya mengerucut.Zyandru mengembu
"Aku menyapa Ryley dulu, dia sendirian ... nanti aku kembali," bisik Sean sengaja mendekatkan bibirnya ke telinga Kanaya dan ia bisa melihat bintik-bintik kecil di tengkuk Kanaya tanda bila perempuan itu sedang meremang."Kamu kenal sama Ryley?" Kanaya memang tidak tahu.Dia tidak ada, waktu Ryley dan Sean juga para Gunadhya sedang nongkrong di Caffe dekat kampus mereka tempo hari."Ya ... selain kami pernah satu sekolah ... kami sama-sama pengusaha, sesama pengusaha pasti saling mengenal." Kanaya mengangguk mengerti dengan penjelasan Sean yang masuk akal."Oke ... pergilah," kata Kanaya mendorong sisi tubuh Sean.Tubuh Sean sempat condong ke kanan karena Kanaya mendorongnya dari sebelah kiri tapi kemudian ia condongkan lagi tubuhnya ke kiri hanya untuk mengecup pelipis Kanaya."Aku segera kembali," kata Sean meminta Kanaya menunggu.Perempuan mana yang hatinya tidak meleyot diperlakukan s
"Zyandru!" Sean berseru memanggil nama Zyandru dari ujung lorong.Pria itu berlari cepat seperti atlet lari marathon setelah sebelumnya mengemudikan kendaraan seperti dalam film fast and furrious. Kanaya tahu bila alergi yang sedang dialami Princes bisa menyebabkan kematian tapi mereka juga tidak perlu sampai mempertaruhkan nyawa untuk tiba di sini, kan?Ada Zyandru yang sudah membawa Princes ke rumah sakit untuk mendapat pertolongan. "Gimana keadaan Princes?" Sean bertanya setelah sosoknya berada di depan Zyandru."Udah membaik, tapi di dalam Princes lagi mendapat pengecekan ulang." Zyandru memberitahu."Dia makan apa? Kenapa sampai bisa kena alergi?" Kanaya bertanya.Wanita itu kemudian duduk di kursi tunggu, kakinya pegal mengikuti Sean sampai ke sini.Ah, Kanaya jadi menyesal kenapa juga ia harus ikut berlari."Dia makan makanan Italy yang ada kacangnya, Ryley yang kirim ... tapi kata Eva, kayanya Ryley enggak tahu kalau Princes alergi kacang," tutur Zyandru menceritakan. Sean
"Kamu saja yang datang ... ah, tidak ... aku saja ...." Kanaya berulang kali mengatakan hal tersebut sambil mondar-mandir di kamarnya yang luas.Ryley sudah terbiasa melihat pemandangan ini jadi dia hanya bisa meluruskan kakinya di sofa kemudian bersandar nyaman dengan kedua tangan di lipat di belakang kepala. "Ryley!" seru Kanaya menghentikan langkah."Yes Babe." Ryley menegakan punggung juga menurunkan kakinya."Bantu aku memikirkan apakah aku atau kamu yang datang ke Baby shower anaknya Princes? Atau kita tidak perlu datang saja sekalian?" Kanaya menghentakan kakinya kemudian duduk menyamping di atas pangkuan Ryley.Kedua tangannya melingkar di leher Ryley namun sayangnya wajah cantik itu terus memberengut. "Bagaimana kalau kita berdua datang ... kamu dan Princes adalah sepupu, kita sudah mendapat kebahagiaan kita sendiri ... kamu tidak perlu cemburu lagi dengan Princes dan aku juga tidak akan mengungkit masa lalu kamu dengan Sean."Tentu saja Ryley bisa dengan mudah mengatakan
Kanaya memang tega, tanpa perasaan melarang Ryley untuk mengundang Princes ke pesta pernikahan mereka yang dirayakan di New York."Bagaimana aku mengatakannya kepada Sean, Babe?" Ryley mengesah, dia stress karena tidak berhasil membujuk Kanaya, meluluhkan hatinya selama seminggu ini."Kamu tinggal mengatakan kalau Sean boleh datang tapi istrinya tidak," jawab Kanaya santai tanpa beban.Kanaya sedang memoles blushon di pipinya.Hari ini mereka akan pergi memilih kue dan mencicipi catering untuk pesta pernikahan yang akan berlangsung dua minggu lagi."Dia sepupumu." Ryley mengingatkan."Betul, dan dia merebut priaku." Kanaya mengarahkan ujung blushon pada Ryley yang duduk di kursi di bagian kaki ranjang.Ryley mengesah panjang. "Aku tidak tega mengatakannya kepada Sean... Princes pasti akan sakit hati...." Ryley menggantung kalimatnya."Memangnya kamu belum bisa melupakan Sean?" tanya Ryley hati-hati tidak ingin si ibu hamil dengan hormon yang membuat mood berubah-ubah itu mengamuk."
Perut buncit Princes menjadi daya tarik sendiri bagi Sean, dia suka sekali mengusap perut Princes dan menurutnya dengan kehamilan itu—Princes tampak berkali-kali lipat lebih seksi.Selama resepsi berlangsung, Sean mati-matian menahan gairahnya.Dan akhirnya sekarang dia bisa berdua saja dengan Princes melewati malam pertama setelah mereka resmi menjadi suami istri."Aku bantu," ujar Sean menahan tangan Princes yang tengah membuka sleting di belakang punggung.Princes mengumpulkan rambutnya di pundak agar Sean mudah membuka sleting.Perlahan tangan pria itu menurunkan resleting lalu menarik bagian atas gaun ke bawah namun tertahan di pinggang karena perut Princes yang besar.Princes harus menggunakan kedua tangan dan menggoyangkan sedikit bokong agar bisa menurunkan gaun itu melewati perutnya."Bisa?" tanya Sean perhatian."Bisa ...." Princes menjawab setelah berhasil melepas gaun menyisakan camisol sebagai dalaman.Dia membalikan badan mengajadap Sean."Aku bantu buka kemejanya ya?""
Princes seringkali menonton film di Netflix yang menceritakan tentang hubungan calon mempelai pengantin yang sering kali tidak sependapat ketika mempersiapkan pernikahan sampai berujung dibatalkannya pernikahan tersebut.Awalnya ketika Sean mengatakan dia mengambil cuti untuk membantu mempersiapkan pesta pernikahan—jujur, Princes khawatir kalau kisahnya dan Sean akan berakhir seperti film di Netflix.Tapi nyatanya yang terjadi pada Princes, mempersiapkan pernikahan bersama orang dicintai menjadi pengalaman paling seru dan menarik.Karena Sean selalu mendukung keinginan Princes tapi terkadang dia juga memberikan masukan yang tidak mendapat penolakan dari Princes.Malah selisih paham terjadi antara Princes dengan ayahnya, tapi Papa Juna segera mengalah.Shamika Princes benar-benar menjadi seorang Princes yang keinginannya selalu diikuti oleh Raja dan Ratu juga semua orang.Dan hari yang dinanti-nanti oleh Princes juga Sean telah tiba.Princes dan Sean tentu menjadi orang paling bahagia
Hari pernikahan semestinya menjadi hari yang paling bahagia bagi pasangan pengantin tapi tidak dengan Kanaya yang sejak pagi buta mengalami morningsick hingga siang hari bahkan berlanjut di malam hari saat acara resepsi berlangsung.Dia juga mengusir MUA yang hendak mendandaninya tanpa alasan.Entah kenapa Kanaya tidak menyukai wajah MUA dan asistennya jadi dia tidak mau didandani oleh wanita itu.Akhirnya pihak Wedding Organizer harus mencari MUA pengganti detik itu juga.Kanaya lebih menyukai terbaring di atas ranjang di dalam kamar hanya menggunakan camisol panjang dan mengusir semua orang yang masuk ke dalam kamar termasuk ayah dan bunda.Kanaya belum siap menghadapi ayah.Menghadapi bunda saja tadi malam yang tidak sengaja mengetahui kehamilannya membuat dia kesulitan untuk terlelap dan tidak berhenti mual muntah karena stress.Sekalinya acara besar itu dimulai, Kanaya tidak mau di foto, padahal momen ini adalah momennya yang mengharuskan dirinya mendapatkan banyak dokumentasi.
"Jaga diri ya, aku pulang."Sean mengusap kepala Princes, mengecup keningnya lalu berlutut mengecup perut Princes di mana ada anaknya yang sedang berjuang hidup di dalam sana."Hati-hati ya Sean, aku tunggu bulan depan di pesta pernikahan kita." Princes memeluk Sean setelah pria itu bangkit berdiri."Minggu depan aku datang." Sean memberitahu kalau Princes tidak perlu menunggu hingga bulan depan untuk bertemu dengannya.Karena dia juga kesulitan menghabiskan weekend tanpa Princes."Jangaaaan, kamu ke sini lagi bulan depan aja ... ketika kita akan menikah." Princes mendongak dan dia mendapat kecupan di kening dari Sean."Aku enggak tahu mau ngapain weekend nanti, sayang.""Kita bisa video Call seharian ...." Princes memberi ide."Kita akan menikah Sean, kita akan hidup selamanya ... jadi aku minta beberapa minggu sebelum pernikahan kita—kamu pikirkan kembali tentang ini ... bukan hanya kamu tapi juga aku ...." Raut wajah Sean berubah tegang mendengar ucapan Princes.Jangan bilang kala
"Apa yang kamu lakukan di sini?" Kanaya menggeram tertahan, matanya juga melotot menatap Ryley."Menjemput tunanganku." Ryley menjawab dengan santai."Aku bisa pulang sendiri." Kanaya mendorong dada Ryley agar menyingkir dari jalannya."Ayolah Babe, jangan mengusirku ... aku ayah dari anak yang ada di rahimmu."Kanaya menghentikan langkah kemudian membalikan badan."Ssssttt!" Dia mendesis sambil menempelkan telunjuknya di bibir.Matanya menatap nyalang Ryley yang malah cengengesan membuatnya dua kali lipat lebih kesal.Sungguh sangat menyebalkan."Sekalian saja kamu umumkan di media cetak kalau aku hamil anak kamu." Kanaya bersarkasme."Ide bagus, aku akan suruh sekertarisku me—""Ryley!!" Jeritan Kanaya menghentikan jemari Ryley yang hendak menghubungi sekertarisnya."Yes baby." Ryley mendekat, mengangkat kedua tangan untuk memeluk Kanaya.Kanaya menghela tangan Ryley kasar, dia membalikan badan dan kembali melangkah."Apa kamu mual muntah tadi pagi?" Ryley bertanya lagi sambil meran
"Sean ...." Princes beranjak dari kursi, bibirnya tersenyum lebar dan matanya juga berbinar.Princes langsung memburu Sean yang tengah berjalan mendekat bersama keluarganya kemudian memeluk pria itu erat."Aku kangen, anak kita juga." Princes mengurai pelukan kemudian mengusap perutnya.Sean berlutut dengan satu kaki dia mengecup perut Princes setelah mengusapnya lembut.Dan semua itu tertangkap jelas oleh indra penglihatan Papa Juna.Ada cemburu yang menyelinap namun tidak bisa ia pungkiri kalau hatinya menghangat melihat kebahagiaan di wajah Princes ketika bertemu Sean.Sekeras apapun Papa mencari alasan untuk tidak merelakan Princes bersama Sean namun selalu menemukan jalan buntu.Papa selalu luluh dengan kenyataan kalau putrinya bahagia bersama Sean.Satu persatu keluarga Sean memperkenalkan diri.Papa sudah pernah bertemu beberapa kali dengan tuan Maverick-daddynya Sean.Papa Juna menghargai kedatangan beliau dan menyambut dengan ramah.Mama bersalaman dengan Mommy Jeniffer, mere
"Aku tidak ingin Mom bersedih bertemu dengan Dad," kata Sean sambil menggenggam tangan Mom Jeniffer. Mom malah terkekeh, beliau balas menggenggam tangan Sean dan melingkupinya dengan tangan yang lain. "Tadinya justru Mom senang akan bertemu istri papamu, Mom selalu tenang setiap kali bertemu dan berbincang dengannya ... tapi kamu bilang Laura tidak ikut ke Jerman, Mom jadi sedih." Mom mengesah. "Mom ... aku yang mengatakan kepada Kenzo agar aunty Laura tidak perlu datang, selain aku tidak ingin menyakiti Mom ... aku juga tidak ingin kedua orang tua Princes berpikir yang tidak-tidak." "Baiklah, kamu atur saja ... kamu sudah dewasa." Tapi Mom mengulurkan tangannya mengusap kepala Sean di depan banyak orang di ruang tunggu Bandara. Sean mengangguk-anggukan kepala dan saat dia menoleh ke samping, dia mendapati sosok sang ayah sedang berjalan mendekat diikuti adik tirinya. Sean beranjak berdiri. "Dad," sapanya dengan mata merah dan dada bergemuruh haru. Ada rindu yang mendesa