Tiara membeku. Kejadian yang berlalu sangat cepat membuat Tiara tidak bisa berpikir. Tiba-tiba Rian menamparnya lalu menuduh sudah mengadu pada ibu mertuanya. Tiara tidak senekat itu karena mengetahui kondisi kesehatan ibu mertuanya. Karena Tiara juga sudah menganggap ibu Rian sebagai ibu kandungnya sendiri.
“Aku tidak pernah mengadu pada Ibu kalau kau akan menikah dengan Dina.” Tiara menatap Rian marah. Dia tidak gentar sama sekali dengan kemarahan sang suami.
“Jangan bohong. Dina sampai stres karena makian Ibu. Selain itu, kamu juga tidak memikirkan kondisi Ibu saat memberi tahu hubunganku dan Dina.” Rian mencengkram bahu Tiara semakin erat. Wanita itu berusaha menahan erangan sakitnya.
Dia memilih bertahan menerima perlakuan buruk ini, untuk mendapat bukti kekerasan fisik yang sudah dilakukan sang suami. Meski hatinya terasa sangat sakit, Tiara berusaha tegar. Matanya balas menatap tajam. “Aku berkata jujur. Kalau kau tidak percaya periksa saja ponselku. Buka semuanya. Mulai dari WA, sosial media hingga email.”
“Percuma aku membuka ponselmu. Kau pasti sudah menghapus semuanya.”
“Kalau kau masih tidak percaya, kita bisa pergi ke toko service ponsel. Semua data yang terhapus bisa dikembalikan dengan mudah.” Tantang Tiara membuat Rian terdiam.
“Kita bisa buktikan aku atau Dina yang berbohong.”
“Baik. Besok aku akan mengajak Dina ke toko service ponsel langgananku. Kita bertemu disana.”
Rian pergi begitu saja. Dia tidak pamit. Tiara menghela nafas. Entah kenapa perasaannya tidak enak. Tiara tidak pernah tahu jika Rian sering pergi ke toko service ponsel. Untuk apa? Toh dia bisa membeli ponsel mahal dengan logo apel. Ponsel yang juga Rian berikan di hari jadi pernikahan mereka yang pertama. Tiba-tiba kenangan masa lalu seperti kaset yang berputar di kepalanya.
Tiga belas tahun berumah tangga membuat Rian berubah jadi pria yang tak acuh. Sikapnya tidak sehangat dulu saat mereka masih pacaran. Di awal pernikahan manisnya madu masih bisa ia teguk. Kehamilan Tiara tidak lama setelah mereka menikah membuat Rian sangat bahagia.
Masa pacaran yang singkat selama enam bulan sudah membuat Tiara tahu watak Rian yang keras, egois dan tidak suka dibantah. Namun Tiara tetap menyukainya karena Rian adalah pacar yang romantis dan mau mendengar keluh kesahnya. Dia mantap menerima pinangan sang kekasih karena orang tua Rian juga menyukainya.
Kelahiran anak pertama dan anak kedua mereka membuat Tiara mulai sibuk. Tidak bisa memberikan perhatian untuk suaminya lagi. Meski begitu, Rian tetap memberi perhatian sebagai suami dan ayah yang baik. Dia tidak segan membantu Tiara melakukan pekerjaan rumah, mengurus anak-anak lalu melakukan deep talk atau percakapan antara suami istri sebelum tidur.
Sayangnya sebelum kehamilan anak ketiga empat tahun lalu, sikap Rian mulai berubah. Dia sering pulang malam dengan alasan lembur atau pergi ke rumah teman. Mengabaikan anak-anak yang membutuhkan perhatian ayah mereka. Sering keluar kota dengan alasan pekerjaan. Hingga pertengkaran demi pertengkaran tidak terelakkan lagi. Rasa cinta diantara mereka yang menggebu perlahan menipis hingga akhirnya hilang tak bersisa.
Tiara yang lelah menghadapi perubahan Rian, memilih mengabaikan suaminya. Dia terpaksa menjalani pernikahan ini demi ketiga buah hatinya yang masih kecil. Dalam setiap sujud, Tiara selalu berdoa agar Rian bisa berubah seperti dulu. Tidak perlu pulang tepat waktu, cukup memberi perhatian padanya dan anak-anak. Itu sudah lebih dari cukup untuknya.
Siapa sangka jika Rian pulang membawa wanita lain. Mereka juga berani bermesraan dihadapannya. Namun satu hal yang masih membuat Tiara bingung. Apa alasan Rian mempertahankan rumah tangga mereka jika dia ingin menikah dengan Dina? Apa karena kondisi ibu mertuanya?
Pandangannya tertuju pada kamar tamu. Entah kenapa dia ingin sekali masuk kesana. Sudah sebulan lebih Tiara tidak membersihkan kamar yang sekarang dipakai Rian. Mereka memang sudah pisah ranjang sejak setahun yang lalu dengan alasan agar Rian tidak mengganggu tidur Tiara jika pria itu pulang malam. Rian hanya mendatanginya saat butuh pelampiasan hasrat.
Kakinya melangkah masuk. Membuka pintu yang tidak terkunci. Keningnya berkerut heran. Padahal setiap pergi Rian selalu mengunci kamar tamu. Tidak mengijinkan siapapun masuk tanpa seijinnya. Pria itu rela membersihkan kamarnya sendiri atau kalau dia meminta Tiara membersihkan kamarnya, maka Rian akan mengawasi sang istri.
Baru saja Tiara masuk, dia melihat ponsel dengan casing biru dongker di atas laci. Wanita itu duduk di tepi tempat tidur. Saat menekan layar, terlihat foto Rian dan Dina. “Ponsel siapa ini?”
Dia membuka kunci layar lalu membuka WA. Sayangnya ada pola yang membuatnya tidak bisa membuka aplikasi itu. Tiara memasukan ponsel itu ke saku. Dia akan membawanya saat pergi ke toko service ponsel bersama Rian dan Dina.
Ia membuka laci yang ada disamping tempat tidur. Ada map dengan logo rumah sakit dan departemen kandungan. Tiara mengambil map itu lalu membuka isinya. Terpampang hasil pemeriksaan dengan nama Dina beserta USG janin berusia tiga bulan. Tangan Tiara bergetar. Hasil USG ini membuktikan jika Dina sudah hamil di luar nikah.
“Jadi ini alasan mereka akan menikah?” Tangannya mencengkram foto USG hingga berkerut. Tiara menggigit bibirnya. Alasan Rian menikahi Dina hanya karena ingin punya anak laki-laki hanya bualan. Sang suami menutupi kesalahan yang ia buat hingga membuahkan janin di perut Dina.
Memikirkan hal itu membuat hati Tiara semakin perih. Dia tidak menyangka jika Rian tega berhianat di belakangnya. Tiara memukul dadanya. Tidak tahan dengan masalah rumah tangga yang kali ini hampir menghancurkan pernikahannya.
“Astaghfirullah.” Wanita itu mengucap kalimat istighfar berulang kali. Sembari menghela nafas hingga perasaannya tenang.
Tiara memegang kepalanya yang terasa berputar. Kenyataan demi kenyataan yang hadir hari ini membuat hati Tiara hancur berkeping-keping. Dia sudah tidak kuat lagi. Ingin rasanya pergi sekarang juga, tetapi wajah anak-anak yang membayang mengurungkan niatnya.
“Apa yang harus kulakukan Ya Allah? Tolong beri hamba petunjuk.” Wanita itu mengusap wajahnya gusar.
Semua pikiran itu berpilih seperti benang kusut. Tiara masih berpikir bagaimana caranya mencari pekerjaan dari rumah. Menutupi kenyataan jika Rian akan menikah dengan Dina dari anak-anak dan mertuanya. Apalagi kondisi kesehatan ibu mertuanya yang tidak baik.
Tiara mendongak. Menatap plafon kamar berwarna putih. Beralih pada lemari yang berisi semua pakaian Rian. Ada juga dua koper besar yang terletak di sudut jika Rian pergi keluar kota dengan alasan pekerjaan. “Pasti saat itu Mas Rian pergi ke rumah Dina,” gumam Tiara sendu. Matanya kembali beralih pada laci yang masih terbuka.
Saat Tiara hendak menutup laci, dia tidak sengaja melihat amplop berwarna coklat. Keningnya berkerut dalam. Sebelumnya Tiara tidak pernah melihat amplop itu ada di laci. Rasa penasarannya membumbung tinggi. Tiara meletakan map yang berisi hasil pemeriksaan Dina lalu mengambil map lain di laci.
Mata wanita itu kembali terbuka lebar. Kali ini matanya terasa berkundang-kunang saat dia bisa melihat dengan jelas ada sepuluh foto dengan dua pemeran. Satunya adalah seorang pria tinggi berwajah tampan dengan mata sipit. Sedangkan pemeran wanita memiliki wajah yang sama persis dengannya. Tangannya bergetar lagi. Kali ini lebih hebat. Dia tidak menyangka bisa menemukan foto yang membuat pernikahannya hampir hancur.
Hatinya menolak untuk melihat foto-foto itu lebih lama. Terlihat dengan jelas si pria berada disamping wanita itu. Tubuh mereka hanya tertutup selimut sampai ke dada, memperlihatkan bahu yang terbuka. Tiara berusaha mencari perbedaan yang mencolok, tetapi tidak bisa. Foto itu jelas seperti asli. Ia tidak bisa lagi mencari cara kecuali meminta bantuan orang lain. Namun, dalam hati kecilnya Tiara terlalu malu jika ada orang lain yang melihat foto tidak senonoh yang menampilkan wajahnya. Walaupun foto ini hanya editan semata.
“Siapa yang sudah menjebakku? Apakah foto ini perbuatan Dina?” Mata Tiara terasa berkunang-kunang. Dia sudah tidak kuat lagi menghadapi kenyataan bahwa perubahan sikap Rian selama ini hanya karena beberapa lembar foto. Karena terlalu fokus dengan foto yang ada di tangannya, wanita itu tidak menyadari saat putri sulungnya membuka pintu. Perlahan Anggrek menutup pintu lalu berjalan mendekat hingga Anggrek bisa melihat foto yang dipegang ibunya.
“Astagfirullah,” jeritan Anggrek membuat Tiara menoleh. Semua foto yang pegang jatuh ke lantai. Membuat Anggrek bisa melihat semuanya.
Tiara menggeleng. Dia berlutut lalu mengumpulkan semua bukti yang berserakan. Dadanya berdebar penuh ketakutan. ‘Bagaimana kalau Anggrek juga percaya wanita di foto ini adalah aku?’ batinnya bergejolak.Dia tidak mau jika anak sulungnya ikut membenci Tiara tanpa mengkonfirmasi dulu kebenarannya. Seperti yang dilakukan Rian. Tubuhnya kaku saat Anggrek ikut berjongkok. Mengambil salah satu foto dan memperhatikannya dengan seksama. Tiara terlalu takut untuk menatap anaknya. Dia masih berada di posisi semula. Saat Anggrek berdiri, Tiara juga berdiri. Keheningan yang aneh melingkupi kamar. Wanita itu tidak berani bicara. Ia menghela nafas berulang kali. Mengumpulkan kekuatan agar bisa menjelaskan semuanya pada si sulung.“Ibu bisa jelaskan sayang.” Tangannya mengusap bahu Anggrek.Anggrek masih diam. Dia justru memperhatikan tangan Tiara. Rasanya dia ingin pergi saat ini juga, tetapi Tiara terus menguatkan hatinya agar bisa menjelaskan kesalahpahaman ini pada Anggrek. Tiara juga takut jika
Tiara menggeleng. Dia menyembunyikan getar tangannya dibalik punggung. “Tidak. Bagaimana aku bisa masuk jika kamar selalu kau kunci?”“Jangan bohong. Tadi pagi aku meninggalkan ponsel di kamar. Karena terburu-buru aku tidak sempat mengambilnya dan lupa mengunci pintu. Siapa lagi yang akan mengambil ponsel itu selain kamu.”“Kalau tidak percaya periksa saja kamar ini. Geledah semuanya.” Tantang Tiara seolah tidak ada ponsel Rian yang ia sembunyikan.Rian mendengkus kesal. Berjalan ke tempat tidur. Meraba setiap inci seprai. Memeriksa bantal dan guling. Membuka semua laci lalu kembali ke hadapan Tiara. “Minggir.”Pria itu membuka lemari kanan. Memeriksa semua pakain Tiara yang tergantung. Lalu memeriksa pintu kiri. Mengeluarkan semua pakaian Tiara yang sudah terlipat rapi. Tiara hanya bisa menghela nafas. Mengambil semua pakaiannya lalu meletakan di tempat tidur. Saat berbalik, Tiara melihat Rian jongkok. Tubuh suaminya seperti mematung dengan pandangan tertuju pada kotak berisi foto pe
Tiara menutup matanya. Air mata mengalir dari sela-sela jari. Dia tidak bisa lagi menahan tangis yang menyesakan dada. Masih terdengar suara Rian di kamar yang bicara dengan lembut untuk Dina. Berbeda saat pria itu bicara dengan Tiara dan anak-anak mereka. Datar dan dingin. Seolah mereka adalah orang asing untuk Rian.“Kamu pengertian sekali sayang. Padahal Ibu pernah berkata buruk padamu, tetapi kamu masih memikirkan kesehatan Ibu. Kamu benar. Aku harus memikirkan cara yang tepat agar tidak membuat penyakit jantung Ibu semakin buruk. Beliau pasti sangat terkejut kalau aku memberi tahu Tiara sudah selingkuh dengan pria lain.” Rian kembali bicara tentang ibunya.Ibu mertua Tiara divonis mengidap penyakit jantung lima tahun lalu. Seluruh keluarga kompak menjaganya agar penyakit ibunya Rian tidak kambuh. Termasuk tidak memberi tahu berita buruk yang terjadi. Karena itulah Rian selalu berpura-pura mesra dihadapan orang tuanya. Agar ibu mertua Tiara tidak curiga ada masalah di rumah tangga
Tiara hanya tersenyum. Ternyata Rian tidak berani membuktikan semua tuduhan Dina padanya. Mulai dari tuduhan Dina kalau dia sudah mengadu pada ibu mertua sampai tuduhan Dina tentang foto-foto tidak senonoh dengan wajahnya.“Walau tanpa dirimu, aku akan membuktikannya sendiri Mas.” Tiara keluar dari kamar sambil menyimpan semua foto yang Rian kirim ke G****e Drive lalu membalas pesan Rian.[Kalian memang pengecut karena tidak mau membuktikan semua tuduhan Dina padaku. Oh iya, selamat untuk pernikahan kalian yang akan datang. Aku akan membuktikan jika aku bukan barang bekas. Walau Dina itu barang baru, tetap saja murahan. Mana ada wanita berkelas yang menjadi pacar suami orang? Kalian berdua adalah pasangan yang cocok. Pengecut dan murahan.]Tiara memasukan ponselnya ke saku. Dia harus menjaga Nana yang bermain sendiri di ruang tengah. Pekerjaan rumah sudah selesai. Tiara duduk di sofa membuat bab baru untuk novel online. Sembari mengawasi Nana yang bermain boneka barbie. TV yang menyala
“Alhamdulillah,” seru Tiara senang.“Saya bisa memberi pernyataan lisan tentang kepalsuan foto ini.” Haris memberikan ponsel dan foto yang yang sudah dicetak. Menjadi satu dengan foto yang dibawa Tiara. Pria itu tidak bertanya banyak hal. Hanya menjalankan pekerjaannya secara professional. Meski pekerjaan utamanya adalah guru.“Terima kasih banyak Pak. Berapa biaya yang harus saya bayar?”“Anda bisa membayar pada kasir yang berjaga di lantai satu. Saya sudah mengirim jasa konsultasi anda padanya,” jawab Haris ramah.Tiara diam. Dia ingat dengan ponsel rahasia Rian yang ia bawa di tas. Wanita itu mengambil ponsel Rian lalu memberikannya pada Haris. “Tolong buka kata sandi ponsel ini. Biayanya bisa digabung dengan jasa pemeriksaan foto.”Mata Haris terbelalak begitu layar ponsel menyala. Namun pria itu tidak bertanya apapun. Dia bisa membuka kode sandi ponsel dengan mudah lalu memberikannya lagi pada Tiara. “Sudah terbuka.”“Terima kasih Pak. Saya permisi dulu.”“Sama-sama Bu.”Hatinya s
“Assalamualaikum Nduk,” sapa ibu mertuanya yang bernama Bu Mirna.“Eh. Assalamualaikum Ayah, Ibu.” Tiara menyalami mertuanya.“Waalaikumsalam.”Mereka masuk ke rumah. Tiara mengunci pintunya lagi. Meski heran dengan kedatangan mertuanya yang mendadak, Tiara tetap bersikap tenang. Apalagi Bu Mirna baru mengirim pesan kalau dia baru bisa datang minggu depan karena harus rewang di rumah tetangga.“Bangunkan Rian Nduk. Ayah ingin berangkat salat di masjid dengannya. Kami naik dulu buat menata barang di kamar.”“Iya Yah.”Setelah memastikan mertuanya naik ke lantai dua, Tiara masuk ke kamar Rian. Dia memperhatikan Rian yang masih terlelap. Kilas balik kejadian beberapa tahun lalu seperti film yang terputar di kepalanya.Setelah Rian memperingatinya untuk tidak memberi tahu masalah mereka pada Pak Joko dan Bu Mirna, wanita itu memilih diam. Dua hari kemudian mertuanya datang ke rumah. Sikap Rian berubah seperti semula. Perhatian dan penyayang. Anak-anak sangat senang karena sikap ayah mereka
“Iya Bu,” jawab Tiara. Ia merasa heran karena ibu mertuanya terdengar membenci Dina saat membicarakan nama wanita itu.“Kenapa Rian bisa berubah Nduk? Apa yang sudah wanita itu lakukan hingga mempengaruhi Rian?” tanya Bu Mirna penasaran.Tiara menunjukkan foto dengan wajahnya dan pria asing. Dengan suara lirih, Dina menceritakan temuannya tentang foto-foto ini lalu membawanya ke pakar telematika. Tidak lupa wanita itu juga menunjukkan bukti yang diberikan Haris jika foto itu sudah diedit. Tiara bukan wanita yang ada dalam foto.“Dasar bodoh. Bisa-bisanya Rian lebih percaya dengan wanita itu tanpa menanyakannya lebih dulu padamu,” geram Bu Mirna tidak habis pikir.“Padahal dulu Rian sudah menuruti permintaan Ibu untuk menjauhi Dina. Kenapa sekarang dia lebih percaya dengan wanita itu.” Bu Mirna mengusap wajahnya kesal. Pandangannya tertuju pada tembok.“Mungkin Mas Rian memang tidak bisa melupakan Dina, Bu. Dia menikahiku hanya sebatas pelarian. Saat mantan pacarnya memberikan bukti pal
Tiara segera pergi saat Dina berbalik. Dia tidak tahu apa minuman yang ingin diberikan Dina pada mertuanya, tetapi ia punya firasat buruk jika minuman itu mengandung racun. Wanita itu duduk disamping Bu Mirna lalu berbisik, “Aku melihat Dina memasukan sesuatu ke botol air Bu. Sepertinya ada yang aneh.” “Wanita itu memang gila. Kamu jangan minum air yang Dina berikan Nduk,” bisik Bu Mirna. Tidak lama kemudian Dina datang. Ia meletakan empat botol air di meja. “Maaf kalau saya mengganggu. Sebagai permintaan maaf, saya hanya bisa memberikan botol air.” “Tidak perlu. Kita langsung bicara pada intinya. Apa yang hendak kalian lakukan dengan pria ini?” sela Pak Joko menunjuk pria misterius yang duduk di bawah. “Setidaknya berterima kasihlah pada Dina, Yah,” ujar Rian tidak terima pacarnya diabaikan. Rian seperti buta karena cinta hingga terus membela Dina. “Jangan bertele-tele. Apa yang sedang kalian rencanakan?” Pak Joko tidak peduli dengan keluhan Rian. Tiara tersenyum sinis menatap
“Apa?” Danu hampir menyemburkan makanannya. Untung saja pria itu bisa menelan smeuanya hingga tandas.“Kamu bencanda Yan?” tanya Danu tidak percaya. Rian menggeleng. Wajahnya masih serius seperti tadi.“Aku nggak bercanda Dan. Aku serius.” Rian menghela nafas lalu menceritakan semuyanya pada Danu.Dia tidak perduli jika Danu tidak percaya dengan ceritanya. Karena satu-satunya orang yang bisa ia percaya di kantor hanya Danu. Apalagi Danu juga bekerja untuk Aurel. Di titik dimana Rian sadar hari ini kalau sudah mendapat guna-guna dari Dina.Ia ingin berpisah dari Dina sekarang juga atau mencampakan istri mudanya di hari pernikahan mereka. Namun perjanjiannya dengan Aurel membuat Rian tidak bisa mewujudkan keinginannya.“Aku masih harus menjaga Dina untuk satu bulan ke depan. Sampai Bu Aurel selesai melakukan pekerjaannya yang entah aku tidak tahu apa. Aku bingung Dan. Bagaimana caraku membohongi Dina?”Danu masih diam. Tangannya bertumpu di atas meja. Dia tidak bisa banyak berkomentar d
Rian memandang lurus ke depan. Dina melambaikan tangan di depan wajah suaminya. Wanita itu belum menyadari apa yang terjadi. Dia mengambil botol yang sudah ia campur dengan air merah lalu memberikannya pada Rian.“Minum dulu Mas.” Dina mengulurkan botol air itu tepat di depan wajah sang suami.“Terima kasih Din,” jawab Rian tanpa menoleh.Pria itu berusaha menata pikirannya. Dia mengatur ekspresi sedemikian rupa agar Dina tidak curiga. Saat menoleh, Rian bisa menampilkan senyum palsu yang tampak normal di mata Dina.“Maaf aku injak rem mendadak. Tadi ada anak kecil lewat. Kamu tidak lihat?” tanya Rian memastikan. Dina menggeleng.“Tidak. Aku sibuk berkirim pesan dengan tukang dekor. Ya sudah jalankan lagi mobilnya. Kita harus sampai di kantor tepat waktu.” Dina mengembalikan botol air ke tempatnya.“Oke.”Seperti biasa, Dina akan turun di halte yang jaraknya cukup jauh dari kantor. Rian melanjutkan perjalanan seorang diri. Di mobil, pria itu berpikir bagaimana cara membohongi Dina ten
Dina berhasil menemukan dua gaun yang ia sukai. Setelah urusan baju pengantin selesai, Dina mengajak Rian pergi ke MUA langganannya. Seorang MUA yang terkenal di kalangan selebgram.“Aku sudah lama akrab dengannya. Dia tidak menuntut kliennya memakai gaun pengantin di butiknya. Jadi, tidak akan masalah kalau kita hanya memakai jasa riasnya saja.” Cerita Dina semangat. Dia tidak sabar menantikan seperti apa penampilannya di hari pernikahan resminya dengan Rian.Meskipun Dina tidak bisa membayangkan reaksi teman-teman sekantornya saat melihat ia berdampingan dengab Rian di atas pelaminan. Wanita itu tidak tahu kalau kemungkinan besar mereka tidak jadi mengundang teman-teman kantor karena Rian sudah resign lebih dulu.Kemarin Rian sudah membicarakan hal ini dengan orang tua dan istri pertamanya. Karena Rian diam-diam keluar dari perusahaan berkat bantuan Aurel, akan menjadi banyak tanda tanya untuk karyawan yang lain.“Bagaimana kalau aku batal mengundang teman-teman kantorku? Aku tidak
Dina bergaya di depan cermin. Disaat Tiara masih menikmati waktu dengan Rian di rumah mereka. Hari ini dia senang sekali bisa pergi dengan Rian setelah sekian lama bersembunyi. Dina juga tidak perlu takut ada yang memergoki mereka karena statusnya yang sudah sah jadi istri siri Rian. Apalagi mereka akan meresmikan pernikahan secara sah dimata hukum.Wanita itu tidak mengetahui jika besok adalah hari terakhir Rian bekerja. Berkat bantuan Aurel tidak ada satu orangpun yang tahu tentang alasan pengunduruan diri Rian dan Dian. Itu berarti Dina akan bekerja beberapa hari tanpa Rian.Jam sembilan pagi, terdengar mobil yang berhenti di depan rumahnya. Dina memasukan ponsel dan dompet ke tas lalu berjalan keluar. Dia memakai kemeja kerja dan rok selutut seperti biasa. Karena setelah dari butik mereka akan langsung pergi ke kantor untuk bekerja.Sebelum keluar, Dina mengintip dari jendela. Dia hanya ingin berjaga-jaga jika Dukun Deri atau Pak Hermawan yang datang. Memang benar jika mobil Rian
Tiara masuk ke kamar saat jarum jam sudah menunjukkan pukul sepuluh pagi. Rian sudah pergi ke kantor. Anggrek dijemput bus sekolah dan ia juga sudah mengantar Lily. Tiara baru saja menjemput anak keduanya dari sekolah. Ia mencantolkan jaket dan meletakan ponselnya di tempat tidur. Teringat dengan cerita Rian. Seharusnya hati Tiara masih membeku. Namun kenapa saat Rian minta ijin tadi, Tiara merasa tidak rela? Wanita itu menggeleng. Dia tidak ingin hatinya kembali mencair dan dibodohi seperti dulu. Tiara sudah mantap untuk bercerai. Dering ponselnya di tempat tidur mengalihkan perhatian. Sambil merebahkan tubuh, Tiara membaca pesan yang masuk. Ternyata dari adik madunya. [Pasti kamukan Mbak yang sudah menyarankan Mas Rian untuk memilih dua gaun ini?] Dina juga menyertakan dua baju pengantin yang akan dipakainya untuk resepsi pesta pernikahan. Wanita itu terkikik. Walaupun bukan Tiara yang menyarankan ketiga baju pengantin yang akan dikapai Dina, tapi dia tahu siapa pelakunya. Bu Mi
Rian mematung. Dadanya berdegup kencang karena rasa kaget yang belum reda. Tidak hanya itu, bagaimana bisa anak bos besar di depannya mengurus hal ini. Rian tahu posisi Aurel sebagai Direktur Keuangan. Namun untuk kasus korupsi di perusahaan cabang, dia tidak pernah ikut campur seperti ini. "I--iya. Saya sudah mengembalikan semua uang perusahaan yang sempat saya ambil. Saya akan menerima apapun hukumannya." Rian menunduk. Dia tidak mau melihat seperti apa ekspresi Arel sekarang. "Tidak. Saya tidak akan menghukummu. Toh saya tidak punya wewenang akan hal itu. Semuanya ada tangan audior internal," kata Aurel tenang. Rian mendongak. Ia menatap atasannya tidak percaya. Aurel menegakan tubuh. Mata tajam menatap ke depan. Namun bukan kearah Rian. "Aku sudah menyelidiki semuanya. Termasuk fakta jika kau punya dua istri. Hal yang ingin aku tanyakan sekarang adalah, apakah semua uang yang kamu ambil untuk diberikan pada sekretarismu yang hari ini cuti?" tanya Aurel tajam. "Iya," jawa
Dina pergi ke bank yang berbeda untuk menyetorkan uang senilai dua puluh juta dalam dompet yang ia temukan. Wanita itu tidak mau aksinya ketahuan jika menyetorkan uang di bank dekat rumahnya. Setidaknya Dina menganggap aksinya tidak akan ketahuan. Tidak lupa wanita itu merogoh semua isi dompet. Di dalamnya ada dua kartu debet dan dua kartu kredit, ktp serta kertas kecil bertuliskan nomor pin dari masing-masing kartu. Dina gelap mata. Dia mengambil semua kartu itu, menarik isi dari dua kartu kredit serta menyimpan dua kartu debet. Dia tidak akan menarik semuanya hari ini. "Sayang banget dompet branded seperti ini harus aku buang. Padahal dompet ini bagus kalau dibawa pulang." Dina yang masih duduk di teras bank menimang-nimang dompet ditangannya. Dia memutuskan memasukan dompet itu ke tas. Taksi online yang tadi mengantarnya masih menunggu. Dina membuang kartu kredit yang sudah ia ambil isinya lalu masuk ke mobil. Sesampainya di rumah, Dina masuk ke kamar. Hari ini dia sengaja cut
Informasi dari Bu Mirna membuat Tiara sangat terkejut. Dia tidak menyangka jika konglomerat seperti Pak Hermawaan punya rencana sejahat itu. "Untung saja Rian sudah mengajukan resign dua hari lalu. Walau kita tidak tahu apa yang akan terjadi sebulan ke depan. Bisa saja Pak Hermawan melakukan hal nekat karena rencananya berantakan."Bu Mirna menghela nafas khawatir. Begitu juga Tiara."Kita hanya bisa berharap jika Mas Rian selalu dalam lindungan Allah Bu." Tiara mencoba berpikir positif. Walau dia tidak panik, setidaknya Tiara ingin menenangkan sang mertua.Pagi hari berjalan seperti biasa. Setelah salat subuh, Rian dan Pak Joko kembali sibuk di ruang kerja. Tiara dan Bu Mirna berbagi tugas. Jam setengah tujuh pagi mereka berkumpul di meja makan untuk sarapan bersama. Rian duduk dengan wajah cerah."Bagaimana pekerjaan kalian?" tanya Bu Mirna mengulang pertanyaan yang sama setiap pagi."Alhamdulillah sudah selesai Bu," jawab Rian sumringah."Alhamdulillah," seru Bu Mirna dan Tiada bers
Kabar pernikahan Rian dan Dina sudah menjadi bahan gosip yang seru untuk dibahas para tetangga. Meskipun mereka tidak mengatakan apapun saat anak-anak atau orang tua Rian lewat. Namun begitu mereka tidak terlihat lagi para tetangga akan kembali bergunjing. Tiara juga memilih diam di rumah. Bu Mirna sempura melarangnya keluar rumah. Karena Tiara juga tidak tergabung dalam grup yasinan RT, dia tidak perlu merasa terbebani. Justru dengan terus berada di rumah, Tiara bisa produktif menulis novel. Dalam waktu tiga hari dia bisa menyelesaikan dua puluh bab. Rian yang baru lembur di ruang kerjanya masuk ke kamar. Wajah pria itu tampak kuyu. Entah apa yang terjadi dua hari lalu saat Rian dan Pak Joko bisa mengganti rugi uang korupsi yang diambil Rian. Malam harinya mereka menghabiskan waktu di ruang kerja. Keesokan harinya Bu Mirna menanyakan apa yang terjadi sampai mereka tidak keluar dari ruang kerja Rian. Pak Joko hanya menjawab singkat untuk pertanyaan istrinya. "Rian sudah bebas. Ad