Share

Bab 7

Penulis: Alita novel
last update Terakhir Diperbarui: 2024-11-01 22:09:48

Tiara hanya tersenyum. Ternyata Rian tidak berani membuktikan semua tuduhan Dina padanya. Mulai dari tuduhan Dina kalau dia sudah mengadu pada ibu mertua sampai tuduhan Dina tentang foto-foto tidak senonoh dengan wajahnya.

“Walau tanpa dirimu, aku akan membuktikannya sendiri Mas.” Tiara keluar dari kamar sambil menyimpan semua foto yang Rian kirim ke G****e Drive lalu membalas pesan Rian.

[Kalian memang pengecut karena tidak mau membuktikan semua tuduhan Dina padaku. Oh iya, selamat untuk pernikahan kalian yang akan datang. Aku akan membuktikan jika aku bukan barang bekas. Walau Dina itu barang baru, tetap saja murahan. Mana ada wanita berkelas yang menjadi pacar suami orang? Kalian berdua adalah pasangan yang cocok. Pengecut dan murahan.]

Tiara memasukan ponselnya ke saku. Dia harus menjaga Nana yang bermain sendiri di ruang tengah. Pekerjaan rumah sudah selesai. Tiara duduk di sofa membuat bab baru untuk novel online. Sembari mengawasi Nana yang bermain boneka barbie. TV yang menyala tidak membuat konsentrasi Tiara terganggu.

Uang di dompet tinggal seratus ribu. Sejak kemarin Rian belum memberi uang lagi padahal pria itu sudah gajian. Justru pulang membawa wanita lain. Tiara harus memutar otak karena uang itu hanya cukup untuk dua atau tiga hari ke depan.

Meski sudah menekuni profesi sebagai penulis online sembari mengikuti kelas menulis, Tiara tidak bisa langsung mendapat gaji karena menunggu bab yang terkunci terbuka. Gajian akan dicairkan bulan depan setelah memenuhi saldo yang cukup. Dia meletakan ponsel setelah mengetik bab baru untuk novelnya.

“Bagaimana caraku mendapat uang untuk kebutuhan anak-anak?” gumam Tiara pusing.

Dering ponselnya membuat Tiara menoleh. Ada pesan masuk dari ibu mertuanya. Tiara mengambil ponsel itu lalu membuka pesannya.

[Ibu ada rejeki dari penjualan tanah Nduk. Separuhnya Ibu kirim ke rekeningmu, separuhnya sudah Ibu transfer ke rekening Riska.]

Mata Tiara membulat tidak percaya. Dia memang dekat dengan mertuanya. Ibu Rian juga kerap mengirim uang untuk Tiara dan Riska, adik iparnya, jika mendapat rejeki. Ia membuka aplikasi e-banking. Membaca nominal yang dikirim ibu mertuanya.

“Lima puluh juta.” Tiara tidak percaya. Ibu Rian tidak pernah mengirim uang sebanyak ini. Tangannya gemetar, masih menatap tidak percaya layar ponsel.

“Ibu kita pergi sekarang?” Nana bertanya dengan suara cadelnya. Gadis kecil itu berdiri di depan ibunya.

Tiara melihat jam yang sudah menunjukkan pukul sepuluh pagi. Waktunya menjemput Anggrek di sekolah. “Iya sebentar sayang. Ibu ambil jaketnya Nana dulu.”

Dia beranjak dari sofa, masuk ke kamar. Sebelum mengambil jaketnya dan Nana, Tiara membalas pesan ibu mertuanya.

[Ya Allah banyak banget Bu.]

[Tidak masalah Nduk. Namanya juga untuk mantu dan cucu-cucu Ibu. Ibu yakin kamu bisa menggunakan uang itu dengan baik. Maaf Ibu belum bisa datang minggu depan. Ada banyak orang yang punya hajatan, jadi Ibu harus rewang.]

[Iya Bu.Terima kasih banyak.]

Ia masih menatap saldo di rekening. Lima puluh juta adalah nominal yang sangat besar untuknya. Tiara berjanji akan menggunakan uang itu dengan baik. Dia tidak perlu lagi mengemis pada Rian.

Tiara memakai jaketnya lalu mengambil jaket kecil Nana. Memakaikannya ke tubuh putrinya dan pergi ke sekolah. Di perjalanan pulang, pandangannya awas melihat ke sekitar. Meski Rian membatalkan rencana mereka pergi ke toko service ponsel, Tiara tetap mencari toko service terdekat. Dia harus mencari alternatif untuk membuktikan tentang foto tidak senonoh dengan wajahnya. Matanya tertuju ke toko service yang berjarak satu kilometer dari sekolah anak-anak. Di plan toko tertera jasa Pakar Telematika.

‘Mungkin aku bisa kesana besok.’

Kilas balik perubahan sikap Rian selama empat tahun hingga pertengkaran mereka kemarin terngiang di kepalanya. Cacian sang suami terdengar lagi di telinga. Hatinya sangat sakit mendapat tuduhan sebagai wanita murahan yang sudah berselingkuh. Dia tidak menyangka akan mendapat ujian seberat ini.

“Aku janji akan membuktikan kalau aku tidak bersalah. Aku akan membalas fitnah kalian,” gumam Tiara yang terbang terbawa hembusan angin.

***

Keesokan harinya, usai menjemput Anggrek dari sekolah Tiara mengajak ketiga putrinya jalan-jalan ke mall untuk memberi peralatan sekolah. Setelah itu mereka pergi ke toko service yang dilihat Tiara kemarin.

“Loh. Inikan tokonya guruku Bu.” Anggrek menunjuk toko di depannya.

“Punya siapa Kak?”

“Pak Haris. Wali kelasku saat kelas empat. Guruku yang seumuruan sama Om Heri. Masih muda dan ganteng.” Penjelasan Anggrek membuat Tiara mengingat sosok guru yang dimaksud.

“Pak Haris itu hebat banget Bu. Beliau cerita waktu kuliah lama karena ambil dua jurusan di dua kampus yang berbeda. Pertama jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar lalu setelah lulus Pak Haris kuliah lagi di jurusan Rekayasa Perangkat Lunak. Selain mengajar di sekolah, beliau juga membuka toko ini bersama istrinya.” Cerita Anggrek dengan binar mata kagum.

Anggrek sering bercerita tentang beberapa gurunya pada Tiara. Salah satunya adalah Haris. Mereka juga beberapa kali bertemu di sekolah saat Anggrek masih duduk di kelas empat.

Mereka masuk ke toko yang disambut satpam. Suasana toko terasa sejuk dengan AC yang menyala. Toko ini dilengkapi dengan sofa memanjang yang menempel di dinding. Serta meja jika ada pengunjung yang membeli minuman dingin di kulkas.

“Kak Anggrek tolong jaga adik-adiknya di sofa. Ibu mau menyervice ponsel dulu.”

“Iya Bu.”

Tiara berjalan ke konter. Menjelaskan maksud kedatangannya. Customer service mengambil gagang telepon. Bicara dengan seseorang. Tiara mendengar nama Haris disebut. CS itu mengangguk lalu meletakan gagang telepon.

“Ini nomor antrian anda. Silahkan naik ke lantai dua.” CS itu menangkupkan kedua tangan di dada.

“Baik. Terima kasih Mbak.” Tiara bangkit dari kursi. Memberi tanda pada ketiga putrinya akan naik ke lantai dua.

Sesampainya disana, suasana di lantai dua tidak berbeda dengan lantai satu. Ada dua orang yang menunggu dengan membawa amplop. Dada Tiara kembali berdebar. Dia mengeluarkan amplop berisi foto yang diberikan Rian. Saat nomor antriannya dipanggil, Tiara masuk ke ruangan Pakar Telematika. Matanya membulat saat bertatapan dengan Haris.

“Bu Tiara,” sapa Haris kaget.

“Selamat siang Pak Haris. Tadi Anggrek cerita kalau anda pemilik toko ini.” Tiara menyalami Haris.

“Silahkan duduk.” Haris mengulurkan tangannya ke kursi.

Tiara duduk lalu memberikan amplop berisi foto tidak senonoh dengan editan wajahnya. “Maaf jika saya membuat anda kaget. Saya mengira Pakar Telematika yang dimaksud adalah orang lain.”

“Saya sendiri yang menangani klien yang ingin memastikan kebenaran tentang foto atau video. Kebetulan hari ini saya hanya mengajar kelas satu. Jadi bisa pulang jam sepuluh pagi. Ada yang bisa saya bantu Bu?”

“Sebelumnya saya ingin bertanya, apakah Pak Haris pernah menerima permintaan untuk menyelidiki foto-foto ini?” Tiara menyerahkan ponselnya.

Wajah Haris tetap tenang saat melihat Tiara di layar ponsel itu. Haris menggeleng. “Tidak pernah. Saya adalah satu-satunya Pakar Telematikan di toko ini.”

“Apakaha ada Pakar Telematika lain di kota kita selain anda?”

“Setahu saya tidak ada Bu. Kenapa?”

Dia menceritakan secara singkat tentang masalah rumah tangga mereka dan percakapannya dengan Rian tadi malam. “Saya bukan wanita di foto itu. Karena itulah saya ingin membuktikan jika saya sudah dijebak.”

Tiara menahan getar tangannya. Rasa marah, kecewa, sedih berbaur jadi satu mengingat perlakukan Rian selama ini.

“Baiklah. Saya akan membantu. Apakah anda punya foto atau video lain? Selain foto yang anda bawa.”

“Saya punya foto-foto yang lain. Sebentar Pak.” Tiara mengirim foto-foto yang ia potret dari foto yang dimilki Rian. Haris mengangguk setelah menerima file yang terkirim.

Tiara memperhatikan beberapa alat di meja. Tiara tidak tahu apa yang dilakukan Haris. Pria itu terus mengamati wajahnya lalu membandingkan dengan foto di ponsel yang ia pegang.

Suasana hening melingkupi ruangan ini. Hanya suara printer yang tengah mencetak kertas yang terdengar. Tiga puluh menit menunggu, Haris mengangguk lalu menandai foto-foto yang telah ia cetak dengan spidol.

“Wanita di foto ini memang bukan anda,” kata Haris yakin.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Bertahan Atau Dimadu?   Bab 8

    “Alhamdulillah,” seru Tiara senang.“Saya bisa memberi pernyataan lisan tentang kepalsuan foto ini.” Haris memberikan ponsel dan foto yang yang sudah dicetak. Menjadi satu dengan foto yang dibawa Tiara. Pria itu tidak bertanya banyak hal. Hanya menjalankan pekerjaannya secara professional. Meski pekerjaan utamanya adalah guru.“Terima kasih banyak Pak. Berapa biaya yang harus saya bayar?”“Anda bisa membayar pada kasir yang berjaga di lantai satu. Saya sudah mengirim jasa konsultasi anda padanya,” jawab Haris ramah.Tiara diam. Dia ingat dengan ponsel rahasia Rian yang ia bawa di tas. Wanita itu mengambil ponsel Rian lalu memberikannya pada Haris. “Tolong buka kata sandi ponsel ini. Biayanya bisa digabung dengan jasa pemeriksaan foto.”Mata Haris terbelalak begitu layar ponsel menyala. Namun pria itu tidak bertanya apapun. Dia bisa membuka kode sandi ponsel dengan mudah lalu memberikannya lagi pada Tiara. “Sudah terbuka.”“Terima kasih Pak. Saya permisi dulu.”“Sama-sama Bu.”Hatinya s

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-02
  • Bertahan Atau Dimadu?   Bab 9

    “Assalamualaikum Nduk,” sapa ibu mertuanya yang bernama Bu Mirna.“Eh. Assalamualaikum Ayah, Ibu.” Tiara menyalami mertuanya.“Waalaikumsalam.”Mereka masuk ke rumah. Tiara mengunci pintunya lagi. Meski heran dengan kedatangan mertuanya yang mendadak, Tiara tetap bersikap tenang. Apalagi Bu Mirna baru mengirim pesan kalau dia baru bisa datang minggu depan karena harus rewang di rumah tetangga.“Bangunkan Rian Nduk. Ayah ingin berangkat salat di masjid dengannya. Kami naik dulu buat menata barang di kamar.”“Iya Yah.”Setelah memastikan mertuanya naik ke lantai dua, Tiara masuk ke kamar Rian. Dia memperhatikan Rian yang masih terlelap. Kilas balik kejadian beberapa tahun lalu seperti film yang terputar di kepalanya.Setelah Rian memperingatinya untuk tidak memberi tahu masalah mereka pada Pak Joko dan Bu Mirna, wanita itu memilih diam. Dua hari kemudian mertuanya datang ke rumah. Sikap Rian berubah seperti semula. Perhatian dan penyayang. Anak-anak sangat senang karena sikap ayah mereka

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-04
  • Bertahan Atau Dimadu?   Bab 10

    “Iya Bu,” jawab Tiara. Ia merasa heran karena ibu mertuanya terdengar membenci Dina saat membicarakan nama wanita itu.“Kenapa Rian bisa berubah Nduk? Apa yang sudah wanita itu lakukan hingga mempengaruhi Rian?” tanya Bu Mirna penasaran.Tiara menunjukkan foto dengan wajahnya dan pria asing. Dengan suara lirih, Dina menceritakan temuannya tentang foto-foto ini lalu membawanya ke pakar telematika. Tidak lupa wanita itu juga menunjukkan bukti yang diberikan Haris jika foto itu sudah diedit. Tiara bukan wanita yang ada dalam foto.“Dasar bodoh. Bisa-bisanya Rian lebih percaya dengan wanita itu tanpa menanyakannya lebih dulu padamu,” geram Bu Mirna tidak habis pikir.“Padahal dulu Rian sudah menuruti permintaan Ibu untuk menjauhi Dina. Kenapa sekarang dia lebih percaya dengan wanita itu.” Bu Mirna mengusap wajahnya kesal. Pandangannya tertuju pada tembok.“Mungkin Mas Rian memang tidak bisa melupakan Dina, Bu. Dia menikahiku hanya sebatas pelarian. Saat mantan pacarnya memberikan bukti pal

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-05
  • Bertahan Atau Dimadu?   Bab 11

    Tiara segera pergi saat Dina berbalik. Dia tidak tahu apa minuman yang ingin diberikan Dina pada mertuanya, tetapi ia punya firasat buruk jika minuman itu mengandung racun. Wanita itu duduk disamping Bu Mirna lalu berbisik, “Aku melihat Dina memasukan sesuatu ke botol air Bu. Sepertinya ada yang aneh.” “Wanita itu memang gila. Kamu jangan minum air yang Dina berikan Nduk,” bisik Bu Mirna. Tidak lama kemudian Dina datang. Ia meletakan empat botol air di meja. “Maaf kalau saya mengganggu. Sebagai permintaan maaf, saya hanya bisa memberikan botol air.” “Tidak perlu. Kita langsung bicara pada intinya. Apa yang hendak kalian lakukan dengan pria ini?” sela Pak Joko menunjuk pria misterius yang duduk di bawah. “Setidaknya berterima kasihlah pada Dina, Yah,” ujar Rian tidak terima pacarnya diabaikan. Rian seperti buta karena cinta hingga terus membela Dina. “Jangan bertele-tele. Apa yang sedang kalian rencanakan?” Pak Joko tidak peduli dengan keluhan Rian. Tiara tersenyum sinis menatap

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-06
  • Bertahan Atau Dimadu?   Bab 12

    “Tidak mungkin Bu. Untuk apa Dina memberikan guna-guna,” bantah Tiara tidak percaya.“Ibu sudah mengira jika kamu tidak bisa percaya begitu saja. Namun ini kenyataannya Nduk. Lima belas tahun lalu Dina pernah membuat Rian kabur dari rumah karena kami tidak setuju dengan hubungan mereka. Ibu mencari tahu siapa Dina. Orang tuanya bekerja di sawah milik dukun.”“Hanya itu Bu?” tanya Tiara skeptis.“Setelah kami cari tahu, orang tua Dina juga suka berhutang. Banyak rentenir dan orang bank yang menunggu di depan rumah. Ibu tidak ingin Dina menikah dengan Rian karena takut wanita itu hanya memaanfaatkan kekayaan kami. Sehari setelah kami menolak hubungan mereka, Rian kabur dari rumah. Kami membiarkan untuk memberi pelajaran bahwa tidak semua keinginan anak harus dituruti,Meski begitu, Ayah tetap meminta bantuan pada saudara yang menjadi polisi untuk melacak keberadaan Rian. Belum sempat kami melakukan pencarian, dia pulang ke rumah. Minta maaf dan memohon restu untuk hubungan mereka. Ibu t

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-12
  • Bertahan Atau Dimadu?   Bab 13

    Pandangan Tiara berkunang-kunang, kepalanya pusing, perlahan pandangannya gelap. Rian yang melihat Tiara pingsan hanya bisa terpaku. Dia tidak menyangka bisa menampar sang istri seperti tadi. Di belakang Rian, Dina tersenyum puas. Tidak ada belas kasihan di wajah bengisnya.“Ibu.” Teriakan Lily dan Nana membuat Rian mundur. Tubuhnya bergetar ketakutan. Begitu juga Dina yang tidak menyangka ada saksi yang melihat. Belum sempat Rian bereaksi, ia melihat Anggrek berlari keluar.“Tolooooong. Tolong Ibu saya,” teriak Anggrek membuat banyak warga datang ke rumah mereka.Dina berlari, sembunyi di kamar Rian. Sedangkan Rian segera menggotong tubuh Tiara. “Tolong saya Pak. Kita bawa Tiara ke Puskesmas sekarang.”Hatinya benar-benar cemas. Tidak pernah terbersit dalam pikiran Rian akan membuat Tiara celaka. Syukurlah Tiara sadar begitu mereka tiba di IGD. Jarak rumah ke Puskesmas yang cukup dekat membuat Tiara cepat tertolong. Wanita itu sudah sadar saat kepalanya diobati. Kain kasa menempel di

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-13
  • Bertahan Atau Dimadu?   Bab 14

    “Biar aku pesan taksi online Bu.” Suara Anggrek memecah keheningan yang dingin. Tiara menghela nafas.‘Seharusnya aku tidak minta tolong pada Mas Rian,’ batin wanita itu pilu.Anak-anak melihat kekejaman ayah mereka lagi. Hati Tiara semakin nelangsa. Pikirannya kalut. Badan Nana sangat panas, tetapi Rian tidak mau mengantar putrinya ke rumah sakit hanya karena ingin bulan madu dengan Dina. Tidak lama kemudian taksi yang dipesan Anggrek datang.“Itu mobilnya.”“Cepat banget Kak.”“Iya Bu. Untung ada sopir paling dekat yang mengambil pesanan kita.” Anggrek menggandeng tangan Lily. Mereka masuk ke kursi belakang.Tiara menyebut nama rumah sakit terdekat agar Nana segera ditangani. Saat mobil berhenti di lampu merah, Tiara melihat mobil Rian yang berhenti disampingnya. Wanita itu mengalihkan wajah saat mendengar Rian menyebut nama Dina di telepon.“Kak Anggrek tolong hubungi Tante Riska dan Uti. Ibu butuh bantuan mereka.”“Iya Bu.” Anggrek mengirim pesan pada tante dan utinya.Ia menghela

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-14
  • Bertahan Atau Dimadu?   Bab 15

    “Kami masih akan memantaunya. Kalau begitu kami permisi dulu.” Dokter dan suster keluar ruangan.Tiara berdiri disamping Nana. Mengusap rambut si bungsu. Wajah Nana pucat, badannya panas dan bibirnya membiru. Bagaimana mungkin tidak ada yang salah dengan Nana?‘Ya Allah tolong beri kesembuhan untuk putri hamba.’ Ia melangitkan doa.“Ayah kemana Bu?” tanya Tiara saat menoleh pada Bu Mirna yang duduk termenung.“Menemui seseorang Nduk. Kita akan pakai cara lain agar Nana sembuh.”“Cara lain? Menggunakan pengobatan tradisional?” Keningnya berkerut bingung.“Tidak Nduk. Kamu akan tahu nanti.”Tidak lama kemudian, pintu terbuka. Pak Joko masuk dengan seorang pria tinggi berwajah bersih. Tiara pernah melihatnya di TV. Pria itu memakai peci dan celana Panjang berwarna putih. Ia ingat kalau pria itu adalah ustad terkenal yang biasanya melakukan proses ruqyah. Tiara tidak tahu apa yang terjadi. Setelah ustad itu mendoakan Nana, badan putrinya tidak panas lagi. Nana membuka mata.“Ibu.” Lirih s

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-15

Bab terbaru

  • Bertahan Atau Dimadu?   Bab 121

    Tidak terasa waktu sudah menunjukkan pukul dua siang. Waktunya dia untuk pulang ke rumah sebentar guna menemui Ustad Soleh dan timnya yang akan melakukan ruqyah kedua di rumahnya.Aurel menekan telepon yang menghubungkan dengan telepon di ruang sekretarisnya. Tidak lama kemudian, sekretarisnya masuk ke ruang kerja Aurel. Wanita itu memberikan sejumlah pekerjaan yang harus dilakukan saat ia pulang ke rumah nanti."Apa kamu mengerti?" tanya Aurel tegas. Aura pemimpinnya begitu jelas terlihat. Tidak dapat dipungkiri kalau didikan keras ibunya selama ini, sejak dia masih kecil dan belum mengerti apapun hingga dewasa sudah membentuk mengalnya jadi sedemikian tangguh."Baik Bu. Saya mengerti," jawab sektetarisnya sopan dan dapat diandalkan."Baik kalau begitu saya tinggal dulu. Nanti jam empat sore saya akan datang kembali kesini untuk memeriksa semuanya," ucap Aurel lagi sambil melihat jam tangan yang melingkar di pergelangan tangan kanannya."Baik Bu," jawab sekretaris Aurel lagi.Setelah

  • Bertahan Atau Dimadu?   Bab 120

    Keesokan harinya sinar matahari menembus jendela kamar Aurel yang sangat besar. Bahkan saking besarnya ukuran kamar itu seperti rumah minimalis atau kamar kos mewah. Tidak hanya ada tempat tidur king size yang diletakan di tengah kamar, tapi juga ada sofa mewah dengan meja kecil dibalik dinding kaca sebagai penyekat dengan balkon kamar utama ini.Aurel bangkit dari tidurnya. Sebenarnya ia sudah bangun subuh dan melaksanakan salat sendoiri karena suami dan kedua anaknya pergi ke masjid. Namun setelah salat, Aurel melanjutkan tidurnya karena dia butuh tdur yang berkualitas sebelum nanti akan sibuk bekerja. Ia melihat kalender yang ada di atas nakas.“Hari ini Ustad Soleh dan timnya akan datang ke rumah lagi untuk melakukan ruqyah kedua,” gumam Aurel seorang diri.Wanita itu turun dari tempat tidurnya yang sangat besar. Dia berjalan menuju balkon kamarnya yang sangat luas. Berbeda dengan balkon kamar yang ada di hotel. Aurel duduk di kursi yang menghadap matahari terbit. Karena arah kama

  • Bertahan Atau Dimadu?   Bab 119

    Sehari sebelumnya saat Aurel baru saja pulang dari rumah sakit jiwa tempat Dina sekarang dirawat. Wanita itu menghela nafas saat melihat pemandangan rumah-rumah warga yang beragam bentuk dan ukurannya. Ia akan kembali sibuk dengan rutinitas pekerjaan seperti biasa. Meskipun Aurel masih sedikit harus mengurus tentang masalah Dina.Di rumah, dia melanjutkan pekerjaannya di ruang kerja. Membiarkan Bu Jumi menyiapkan makan malamnya seorang diri disana. Suaminya, Hendra juga masih berada di kantor. Kedua anaknya sibuk dengan tugas kuliah dan sekolah. Meskipun keluarga kecil itu terlihat sibukb dengan kegiatan mereka masing-masing, tapi Aurel selalu punya cara membuat suasanan intim diantara pasangan suami istri serta orang tua dan anak.“Pak Hendra tadi telepon kalau akan pulang tengah malam Bu. Sedangkan aden-aden berdua juga telepon kalau mereka menginap di kos teman untuk mengerjakan tugas kuliah bersama,” kata Bu Jumi begitu menghidangkan menu makan malam di hadapan Aurel. Tepat di ten

  • Bertahan Atau Dimadu?   Bab 118

    Mata Dina mengerjap berulang kali. Dia tidak merasakan keberadaan Dukun Deri disini lagi. Apalagi bisikan-bisikan aneh itu. Yang ada Dina justru merasakan ketenangan yang tidak pernah ia rasakan sebelumnya. Ini seperti mimpi dia bisa berada di tengah keramaian. Setelah dua hari terakhir Dina selalu sendiri di ruangan ini.“Ada yang ingin kamu tanyakan?” tanya Ustad Soleh yang duduk di hadapan Dina.Ustad Soleh yang masih memakai sarung tangan sedang menekan jari jempol kaki Dina. Wanita itu memandang sekeliling ruangan. Jika dia hitung ada delapan wajah baru yang terlihat kelelahan mengelilingi tempat tidurnya. Ditambah dengan dua perawat utama yang ikut masuk ke ruang rawatnya. Jadi totalnya ada sepuluh orang yang masuk ke ruangan ini.“Apakah bapak dan ibu semua adalah orang kiriman Bu Aurel?” tanya Dina menanyakan hal pertama yang terlintas di benaknya.Ustad Soleh mengangguk. Senyum pria paruh baya itu terlihat sangat amat menentramkan. Senyum bijak yang terpancar dari orang baik.

  • Bertahan Atau Dimadu?   Bab 117

    Di rumah sakit jiwa tempat Dina mendekam,wanita itu sudah sadar. Kelopak matanya perlahan terbuka. Ditatapnya langit-langit rumah sakit jiwa ini. Di ruang isolasi dimana sekarang tempat Dina berada. Hanya dinding dan atap berwarna putih yang mengepungnya di ruangan ini. Dengan tempat tidur tanpa ranjang dan selang infus yang menancap di tangannya.Pikiran Dina teracak. Dia ingat beberapa kejadian, tapi melukan kejadian berikutnya. Sebelum kedua perawat utama datang bersama rombongan ustad yang Dina dengar saat perawat utama bicara, Dina tidak ingat apapun. Dia hanya ingat kalau sedang berada di ruangan yang sangat gelap gulita.Entah kenapa Dina merasa sangat bersyukur dan berterima kasih karena ada orang yang mengirim ustad untuk mengobatinya. Air mata Dina menitik. Dia tergugu membayangkan hari-hari ke depan. Dina takut dia akan jadi gila dan tidak ingat dengan apapun lagi seperti orang tuanya. Terlebih Dina takut jika tidak bisa melihat bapak dan ibunya lagi.“Apakah aku bisa sembu

  • Bertahan Atau Dimadu?   Bab 116

    Akhirnya mereka duduk di deretan kursi panjang yang ada di depan meja penerima tamu yang terletak di gedung depan. Aurel mengeluarkan amplop tebal dari dalam tasnya lalu menyerahkan amplop itu pada Ustad Soleh.“Terima kasih untuk bantuannya sejak kemarin Pak Ustad. Saya tidak tahu apa yang terjadi jika tidak ada anda yang bersedia membantu kami,” kata Aurel penuh sopan santun.Ustad Soleh menerima pemberian kliennya itu. Rasanya sangat tebal. Jadi Ustad Soleh bisa menebak kalau isinya dua kali lipat dari biasanya. Ustad Soleh memang tidak pernah mengenakan tarif pasti. Dia menyerahkan semuanya pada orang-orang yang sudah dibantu. Namun jika berurusan dengan orang kaya, maka para klien akan memberinya banyak uang. Termasuk keluarga Pak Hermawan.“Sepertinya uang ini terlalu banyak Bu Aurel,” kata Ustad Soleh jujur.Bukannya dia tidak mau menerima rejeki, tapi menerima uang sebanyak ini dan lebih dari biasanya tentu saja membuat hati jadi tidak tenang sama sekali. Bagi Ustad Soleh cuku

  • Bertahan Atau Dimadu?   Bab 115

    Aurel menghela nafas. Dia menyiapkan jawaban terbaik yang akan ia kirimkan pada Tiara. Meskipun wanita itu sudah disakiti sedemikian rupa, bahkan hampir menghancurkan rumah tangganya, tapi Tiara adalah sosok yang sangat mengagumkan karena mau mengirim pesan untuk mencari tahu keadaan Dina saat ini.[Mimpi anda memang benar Bu Tiara. Telah terjadi hal buruk di rumah saya karena Dina menggunakan ilmu hitam disana. Saya mengirimnya ke rumah sakit jiwa, khusus di ruang isolasi agar Dina tidak bisa menyakiti dirinya sendiri dan orang lain.Maaf tidak bisa menceritakan semuanya secara detail karena sekarang saya sedang menemani seorang ustad kenalan keluarga yang sedang meruqyah Dina. Jika anda ingin tahu lebih banyak, kita bisa bertemu di lain kesemapatan.]Aurel menekan tombol kirim. Belum ada balasan dari Tiara. Aurel juga tidak menunggu karena ia paham jika setiap orang punya kesibukan masing-masing.Wanita itu lalu menekan nomor sang suami, Hendra. Karena tujuan awalnya membuka aplikas

  • Bertahan Atau Dimadu?   Bab 114

    Aurel menundukan kepalanya dengan cara yang sangat amat sopan pada Ustad Soleh. Begitu juga dengan semua muridnya yang sebagian besar sudah bergelar ustad dan ustadzah."Selamat siang Pak Ustad. Mari kita masuk," kata Aurel meluruskan tangan kanannya dengan gestur sopan"Baik Bu Aurel," jawab Ustad Soleh tidak kalah sopannyaDua orang dengan tampilan berbeda itu berjalan bersisian. Meskipun ada jarak yang membentang di antara mereka. Bagaimanapun juga Ustad Soleh adalah seorang pemuka agama yang harus dihormati. Begitu juga dengan dua pengawal Aurel yang berjalan di belakang. Mereka berjalan bersisian dengan murid laki-laki Ustad Soleh.Mereka pergi ke meja depan. Melakukan pendaftaran untuk menjenguk Dina lalu diantar salah satu perawat menuju sel isolasi. Aurel yang sudah hafal dengan desain rumah sakit ini berjalan mantap melewati dua gedung berbeda tempat pasien dirawat.Perawat memilik rute jalur lorong. Dimana mereka hanya melewati setiap kamar yang tertutup. Tidak ada pasien ya

  • Bertahan Atau Dimadu?   Bab 113

    Tidak ada yang dapat membayangkan betapa leganya Aurel sekarang. Kondisi rumahnya sudah kembali seperti semula. Semua asisten rumah tangga dan pengawal tidak berada di bawah kendali Dina. Bu Jumi juga tidak akan diganggu lagi oleh sosok kiriman Dina. Namun masih ada satu hal lagi yang harus Dina lakukan sekarang yaitu pergi ke rumah sakit jiwa bersama Ustad Soleh dan para santrinya untuk menghapus ilmu hitam yang sempat mengikat Dina.Aurel berdiri di depan cermin kamarnya yang besar. Dia menatap pantulan dirinya yang memakai kemeja berwarna kuning. Selarang dengan kulitnya yang putih. Dipadu dengan celana hitam panjang dan blazer berwarna abu-abu. Menambah kesan mewan dari kalangan orang kaya lama. Meskipun Aurel hanya memakai sepatu murah seharga dua ratus ribu dan jam seharga lima ratus ribu.Wanita itu tidak suka menggunakan perhiasan atau barang mewah jika hanya untuk bekerja. Bukan bermaksud untuk merendah di tengah kehidupannya sebagai keluarga konglomerat. Baginya bekerja cuku

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status