Tiara segera pergi saat Dina berbalik. Dia tidak tahu apa minuman yang ingin diberikan Dina pada mertuanya, tetapi ia punya firasat buruk jika minuman itu mengandung racun. Wanita itu duduk disamping Bu Mirna lalu berbisik, “Aku melihat Dina memasukan sesuatu ke botol air Bu. Sepertinya ada yang aneh.” “Wanita itu memang gila. Kamu jangan minum air yang Dina berikan Nduk,” bisik Bu Mirna. Tidak lama kemudian Dina datang. Ia meletakan empat botol air di meja. “Maaf kalau saya mengganggu. Sebagai permintaan maaf, saya hanya bisa memberikan botol air.” “Tidak perlu. Kita langsung bicara pada intinya. Apa yang hendak kalian lakukan dengan pria ini?” sela Pak Joko menunjuk pria misterius yang duduk di bawah. “Setidaknya berterima kasihlah pada Dina, Yah,” ujar Rian tidak terima pacarnya diabaikan. Rian seperti buta karena cinta hingga terus membela Dina. “Jangan bertele-tele. Apa yang sedang kalian rencanakan?” Pak Joko tidak peduli dengan keluhan Rian. Tiara tersenyum sinis menatap
“Tidak mungkin Bu. Untuk apa Dina memberikan guna-guna,” bantah Tiara tidak percaya.“Ibu sudah mengira jika kamu tidak bisa percaya begitu saja. Namun ini kenyataannya Nduk. Lima belas tahun lalu Dina pernah membuat Rian kabur dari rumah karena kami tidak setuju dengan hubungan mereka. Ibu mencari tahu siapa Dina. Orang tuanya bekerja di sawah milik dukun.”“Hanya itu Bu?” tanya Tiara skeptis.“Setelah kami cari tahu, orang tua Dina juga suka berhutang. Banyak rentenir dan orang bank yang menunggu di depan rumah. Ibu tidak ingin Dina menikah dengan Rian karena takut wanita itu hanya memaanfaatkan kekayaan kami. Sehari setelah kami menolak hubungan mereka, Rian kabur dari rumah. Kami membiarkan untuk memberi pelajaran bahwa tidak semua keinginan anak harus dituruti,Meski begitu, Ayah tetap meminta bantuan pada saudara yang menjadi polisi untuk melacak keberadaan Rian. Belum sempat kami melakukan pencarian, dia pulang ke rumah. Minta maaf dan memohon restu untuk hubungan mereka. Ibu t
Pandangan Tiara berkunang-kunang, kepalanya pusing, perlahan pandangannya gelap. Rian yang melihat Tiara pingsan hanya bisa terpaku. Dia tidak menyangka bisa menampar sang istri seperti tadi. Di belakang Rian, Dina tersenyum puas. Tidak ada belas kasihan di wajah bengisnya.“Ibu.” Teriakan Lily dan Nana membuat Rian mundur. Tubuhnya bergetar ketakutan. Begitu juga Dina yang tidak menyangka ada saksi yang melihat. Belum sempat Rian bereaksi, ia melihat Anggrek berlari keluar.“Tolooooong. Tolong Ibu saya,” teriak Anggrek membuat banyak warga datang ke rumah mereka.Dina berlari, sembunyi di kamar Rian. Sedangkan Rian segera menggotong tubuh Tiara. “Tolong saya Pak. Kita bawa Tiara ke Puskesmas sekarang.”Hatinya benar-benar cemas. Tidak pernah terbersit dalam pikiran Rian akan membuat Tiara celaka. Syukurlah Tiara sadar begitu mereka tiba di IGD. Jarak rumah ke Puskesmas yang cukup dekat membuat Tiara cepat tertolong. Wanita itu sudah sadar saat kepalanya diobati. Kain kasa menempel di
“Biar aku pesan taksi online Bu.” Suara Anggrek memecah keheningan yang dingin. Tiara menghela nafas.‘Seharusnya aku tidak minta tolong pada Mas Rian,’ batin wanita itu pilu.Anak-anak melihat kekejaman ayah mereka lagi. Hati Tiara semakin nelangsa. Pikirannya kalut. Badan Nana sangat panas, tetapi Rian tidak mau mengantar putrinya ke rumah sakit hanya karena ingin bulan madu dengan Dina. Tidak lama kemudian taksi yang dipesan Anggrek datang.“Itu mobilnya.”“Cepat banget Kak.”“Iya Bu. Untung ada sopir paling dekat yang mengambil pesanan kita.” Anggrek menggandeng tangan Lily. Mereka masuk ke kursi belakang.Tiara menyebut nama rumah sakit terdekat agar Nana segera ditangani. Saat mobil berhenti di lampu merah, Tiara melihat mobil Rian yang berhenti disampingnya. Wanita itu mengalihkan wajah saat mendengar Rian menyebut nama Dina di telepon.“Kak Anggrek tolong hubungi Tante Riska dan Uti. Ibu butuh bantuan mereka.”“Iya Bu.” Anggrek mengirim pesan pada tante dan utinya.Ia menghela
“Kami masih akan memantaunya. Kalau begitu kami permisi dulu.” Dokter dan suster keluar ruangan.Tiara berdiri disamping Nana. Mengusap rambut si bungsu. Wajah Nana pucat, badannya panas dan bibirnya membiru. Bagaimana mungkin tidak ada yang salah dengan Nana?‘Ya Allah tolong beri kesembuhan untuk putri hamba.’ Ia melangitkan doa.“Ayah kemana Bu?” tanya Tiara saat menoleh pada Bu Mirna yang duduk termenung.“Menemui seseorang Nduk. Kita akan pakai cara lain agar Nana sembuh.”“Cara lain? Menggunakan pengobatan tradisional?” Keningnya berkerut bingung.“Tidak Nduk. Kamu akan tahu nanti.”Tidak lama kemudian, pintu terbuka. Pak Joko masuk dengan seorang pria tinggi berwajah bersih. Tiara pernah melihatnya di TV. Pria itu memakai peci dan celana Panjang berwarna putih. Ia ingat kalau pria itu adalah ustad terkenal yang biasanya melakukan proses ruqyah. Tiara tidak tahu apa yang terjadi. Setelah ustad itu mendoakan Nana, badan putrinya tidak panas lagi. Nana membuka mata.“Ibu.” Lirih s
Rian menggaruk rambutnya salah tingkah. Mengingat dia pergi saat orang tuanya masih disini. Pria itu berharap Tiara masih menutupi semuanya tanpa mengetahui kalau Pak Joko dan Bu Mirna sudah tahu tentang hubungan keduanya dengan Dina.Tiara menatap kesal suaminya yang tidak merasa bersalah. Ia heran. Padahal beberapa hari lalu sudah jelas terungkap kalau dia tidak berbuat zina seperti yang dituduhkan Rian. Pria yang mereka bawa sebagai selingkuhannya juga sudah dilaporkan ke polisi. Pria itu pingsan karena tidak kuat menanggung fakta. Tiba-tiba kabur saat tidak ada orang yang berjaga.‘Apa kemarin Mas Rian pura-pura pingsan karena malu,’ batinnya bertanya-tanya.“Masih ingat pulang kamu.”“Ada berkas yang ketinggalan Yah. Sekalian mau ganti kemeja baru karena harus meeting dengan klien penting. Nanti aku jelaskan setelah pulang dari kantor.” Tangan pria itu masih menggaruk rambutnya. Gugup dan bingung bercampur menjadi satu.Karena tidak ingin Pak Joko bertanya lebih banyak, Rian berb
Rian membeku. Dia berbalik, hendak berjalan pergi menghindari istri pertamanya. Ia menyesal kenapa langsung menghardik tanpa melihat dulu siapa orangnya. Belum sempait Rian pergi, Tiara mencegahnya dengan berdiri di depan mereka.“Tunggu suami dan adik maduku, kita perlu bicara.” Perkataan Tiara menarik perhatian orang di pasar. Banyak orang berhenti belanja untuk melihat tontonan gratis.Mereka menjadi pusat perhatian. Dina yang juga memakai masker mendelik kesal. Dia tidak menyangka akan bertabrakan dengan Tiara. Begitu juga dengan Rian yang menyesal sudah mengomel pada istri pertamanya. Kalau tahu Tiara yang tidak sengaja menabrak Dina, dia akan langsung membawa Dina pergi.Diam-diam Rian menyesal menuruti permintaan Dina mencari buah di pasar ini karena alasan mengidam. Padahal ada buah yang sama di pasar dekat apartemen mereka.Rian menarik tangan Dina, hendak berlari saat lagi-lagi Tiara memegang tangannya. “Jangan pergi. Kita harus menyelesaikan masalah ini sekarang juga.”“Tid
“Assalamualaikum Bu.” Dina hendak menyalami tangan Bu Mirna, tapi ditepis. Wajahnya sempat marah, sedetik kemudian Dina kembali tersenyum. Tiara bisa melihat semuanya dari belakang Bu Mirna.“Waalaikumsalam. Tidak perlu salaman. Kalian duduk di ruang tamu. Aku tidak mau cucu-cucuku melihat keberadaanmu,” ujar Bu Mirna ketus. Kentara sekali tidak suka dengan Dina.“Tolong sambut Dina dengan hangat Bu. Dia juga menantu Ibu. Sama seperti Tiara. Dina sudah memberanikan diri datang kesini untuk menyapa Ayah dan Ibu.” Rian merangkul Dina erat. Mengusap bahu istri mudanya untuk memberi kekuatan.Tiara menatap datar pemandangan didepannya. Diam-diam menghela nafas. Meredakan rasa sakit yang kembali muncul melihat kemesraan suami dan adik madunya. Kemesraan yang tidak pernah Rian lakukan padanya sejak empat tahun lalu.“Menyapa dengan pakaian seperti itu. Sepertinya habis pergi ke pasar.”“Kami memang bertemu di pasar Bu. Aku tidak sengaja menyenggol Dina dan Mas Rian marah-marah padaku. Yah w
Rian seperti baru bangun dari tidur yang panjang. Dia melihat sisi tempat tidur dimana seharusnya Dina berbaring kosong. Sinar matahari menembus korden jendela. Dia duduk sambil mengucek matanya "Apa yang terjadi kemarin?" gumamnya bingung. Ingatan terakhir Rian adalah saat dia bicara dengan Dina di taman samping rumah. Ia minum air yang dibawakan Dina. Rian berusaha mengingat apa yang terjadi kemarin. Namun kepalanya mendadak pusing. "Kenapa aku tiba-tiba mengantuk?" Ia teringat perkataannya sendiri. "Kalau begitu ayo kita istirahat di kamar Mas." Dina menariknya agar berdiri. Dengan langkah tertatih, mereka masuk rumah. Rian melihat Dukun Deri duduk di sofa ruang tengah bersama orang tua Dina. Mereka berbincang akrab. "Apakah Rian tidak akan mengingat apapun?" Suara bapak Dina bertanya. "Tentu saja. Kita mempertahankannya sebagai tameng. Toh tidak ada lagi yang bisa diambil dari pria itu " Rian terlonjak kaget saat pintu kamar terbuka. Ingatannya tentang kejadian kemasin bu
Rian mengepalkan tangannya kesal. Dia tidak terima Dina yang sudah sah menjadi istri keduanya berlaku kemudian. Dengan emosi yang memuncak, Dima hendak mengetuk jendela saat Dina sudah berhenti berfoto. Ada pesan masuk yang segera wanita itu angkat. Tanpa melihat Rian yang berada dibalik jendela, Dina masuk ke kamar mandi.“Siapa yang menelpon Dina?” Rian meraup wajahnya kasar. Dia tidak menyangka akan mendapati sang istri berkelakuan aneh seperti itu.Rasa sesal menyelimuti hatinya. Wajah teduh Tiara dan tangisannya silih berganti memenuhi pikiran Rian. Betapa pria itu sudah menyesal menduakan wanita yang menemani perjuangannya. Wanita yang sangat disayang orang tuanya yang selektif dalam memilih pasangan.Ia terduduk di kursi taman. Hijaunya tanaman tidak bisa menutupi kegundahan hati Rian. Meski sudah mengetahui sedikit sikap Dina yang sebenarnya, entah kenapa hati kecil Rian tidak bisa melepaskan wanita itu. Seolah ada tali tak kasat mata yang mengikat mereka agar tidak bisa berpi
Lia masuk ke ruangan Rian. Mengamati bosnya dan teman mereka dengan seksama. Matanya melirik ponsel Dina yang ada di meja Rian. Dia bisa mengamatinya dengan mudah karena sekarang mereka duduk di sofa. Ia berusaha fokus mendengar penjelasan Rian. Rasa penasarannya tidak boleh menurunkan performa kerjanya.Jam sepuluh pagi mereka bertiga turun bersama beberapa karyawan dari divisi lain. Mereka akan naik bus yang sudah disediakan perusahaan. Karena ada sepuluh karyawan yang berangkat. Seperti biasa, Rian bergabung dengan dua manajer yang ikut bersamanya. Dina duduk bersama karyawan lain di kursi belakang Rian. Sedangkan Lia memilih duduk di kursi panjang paling belakang.Menceritakan penemuan yang ia lihat tadi. Ditambah Rian dan Dina memasukan barang yang bukan ponsel mereka ke tas masing-masing. Kursi paling belakang tidak hanya ramai dengan cerita empatg orang. Bahkan karyawan yang duduk di kursi depan juga tertarik untuk mendengar.“Jadi Dina tidak selingkuh dengan Pak Hermawan, tapi
Tiga hari berlalu tanpa terasa. Hari ini adalah hari terakhi Rian menginap di rumah Dina. Pagi itu ia bangun lebih pagi dari sang istri. Biasanya di rumah Tiara, istri tuanya bangun lebih dulu lalu menyiapkan segala keperluannya pagi itu. Berbanding terbalik dengan Dina yang masih asyik tidur hingga jarum jam menunjukkan pukul tujuh pagi. Karena Dina baru akan berangkat ke kantor jam sembilan pagi. Kesalahan yang ia toleransi sejak mereka pacaran.Rian meraih salah satu ponsel diatas meja. Dia terlalu sibuk membaca berkas hingga tidak memperhatikan ponsel mana yang ia ambil. Padahal dua ponsel yang ada diatas laci memiliki merk yang berbeda. Tanpa memeriksa ponsel yang ia pegang, Rian memasukan barang itu ke tasnya. Dia keluar dari kamar. Memeriksa di dapur apakah ada makanan tersisa atau tidak. Kalau ada makanan yang bisa dihangatkan, dia bisa makan di rumah. Namun jika tidak ada Rian terpaksa membeli makanan diluar.Saat tudung saji tersingkap, tidak ada makanan yang diharapkan. Ria
Rencana untuk menginap di rumah Riska dan Heri batal. Saat melihat rekaman kamera CCTV dan mendengar penjelasan Riska lewat telepon, Bu Mirna memutuskan kembali tinggal di rumah Tiara. Urusan pekerjaan Pak Joko sudah diserahkan pada asisten kepercayaan selama puluhan tahun. Jadi saat Rian pergi ke rumah Dina keesokan harinya, Tiara bisa tenang. Tidak perlu memusingkan kedatangan dukun dan asistennya. Walau mereka sudah menandatangani surat perjanjian dengan Rian di kantor polisi.Tidak banyak yang bisa ia lakukan karena Bu Mirna membantu sebagian besar pekerjaannya. Anak-anak bermain bersama Pak Joko saat waktu luang. Melihat tukang yang mengganti pagar. Bu Mirna istirahat di lantai dua. Membiarkan Tiara menyelesaikan novelnya.Tiara tengah berada di kamar utama. Bersandar ke dinding. Meletakan ponselnya diatas nakas. Dia memijat pangkal keningnya yang sedikit pusing. Ternyata menjadi penulis tidak mudah. Ia cukup beruntung mendapat sedikit penghasilan, dari cuitan di grup masih belum
Benar saja. Bos besarnya yang bernama Pak Hendra turun dari mobil. Wajah tuanya yang cekung sempat tertuju pada mobil Pak RT. Dia melenggang ke rumah Dina. Rian masih ingin mengawasi semuanya. Namun dia tidak enak pada Pak RT. Jadi Rian segera melajukan mobil itu.Sudah ada satu orang yang lebih dulu tahu tentang keberadaan Dina. Walaupun Pak RT tidak bertanya atau dia tidak memberi tahu, kalau Dina adalah istri keduanya. Di mobil mereka berbincang seperti biasa. Kesibukan Rian tidak membuatnya kaku dalam urusan para tetangga.“Saran saya lebih baik pagar rumah anda diganti lebih tinggi. Lalu semua tembok pembatas diberi beling.” Pak RT menjelaskan usul dari perangkat desa untuk semua warganya.“Iya. Terima kasih Pak RT.”Mobil berhenti di depan rumah Pak RT. Rian pamit lalu berjalan menuju rumahnya yang hanya berjarak satu kilometer dari rumah perangkat desa itu. Dia memperhatikan pagar rumahnya yang memang pendek. Dulu Rian merasa aman membangun rumah di wilayan ini. Karena itulah d
Di rumah Dina, wanita itu baru saja pulang dari apartemen direkturnya yang sedang berkunjung ke Yogyakarta. Selain memuaskan nafsu si pria tua, mereka juga membicarakan korupsi yang dilakukan Rian. Dina mengakui kalau dia yang membuat Rian melakukan semua itu karena ingin dapat banyak uang. Awalnya Dina merasa tenang karena yakin tidak aka nada masalah. Bukannya dibela, dia justru dimaki habis-habisan.“Apa yang kamu pikirkan sampai membuat perusahaanku rugi? Kalau mau uang banyak, tinggal minta transfer dariku,” hardik pria tua itu marah.“Maaf Pak. Saya hanya menuruti keinginan orang tua.” Dina menunduk. Seumur-umur melayani bosnya, baru kali ini Dina dibentak sedemikian rupa. Padahal bosnya selalu menuruti apapun keinginan Dina. Bahkan tanpa air merah itu.Dia mengira semua aksinya akan aman karena Rian berhubungan dengannya. Siapa sangka bosnya akan murka. Dina masih menunduk. Dia berlutut di depan si pria tua yang berkacak pinggang.“Sekarang kerugian perusahaan sudah mencapai ra
“Memangnya mobil Heri kenapa Ris?” tanya Rian penasaran. Pria itu membuka kaca jendela mobilnya. Melongok dari dalam agar bisa bicara dengan adiknya.“Nggak tahu Mas. Kata Mas Heri mobilnya agak bermasalah. Jadi kami bawa ke bengkel dekat sini. Kalian mau pergi kemana?” Riska bertanya seolah-olah dia tidak tahu.“Mau liburan ke kebun binatang Nte. Ayo Tante dan Dedek pergi sama kita,” ajak Nana semangat.“Kalau liburan, keluarga intinya Kak Nana dulu. Kan sudah lama nggak keluar bareng. Biar Tante dan Dedek tunggu disini. Kasihan Dedek juga sudah mengantuk karena ikut kondangan tadi.” Riska menunjuk putranya yang menguap di gendongan.“Ya sudah kalian masuk dulu. Ini kuncinya Ris.” Tiara menyerahkan kunci rumah.Mereka masuk ke mobil. Melambai pada Riska yang menunggu di depan gerbang. Tiara terus mengawasi dari kaca spion. Dia baru bisa menghela nafas lega saat Heri datang dan mereka masuk ke rumah. Menutup gerbang rapat. Setidaknya ada Heri sebagai laki-laki yang akan menjaga rumah
Kembali ke masa SMA Tiara enam belas tahun silam. Saat dia sudah duduk di bangku kelas tiga SMA. Semua murid sibuk mempersiapkan ujian akhir sekolah dan ujian nasional. Walau begitu masih ada beberapa siswa yang punya waktu untuk berpacaran. Salah satu diantaranya adalah Tiara dan Bara.Siapa yang tidak tahu couple goals di sekolah mereka. Sejak kelas satu, Tiara terkenal sebagai siswi yang paling cantik. Wajahnya tirus dengan mata bulat. Rambut lurus dan lebat yang panjang. Belum dengan hidung mancung dan bibir tipisnya. Walau tubuhnya mungil, siapapun akan mengakui kecantikan Tiara.Begitu juga dengan Bara yang menjadi siswa favorit para siswi. Dia tinggi, kulitnya bersih, rambut cepak yang digaya ala anak muda jaman itu, wajah tampan dengan hidung mancng dan bentuk rahang yang kecil. Alisnya yang tebal semakin menambah pesona seorang Bara. Meski dikelilingi banyak perempuan, tapi hati Bara hanya tertuju pada Tiara.Satu tahun mendekati Tiara, belum juga membuahkan hasil. Padahal mer