“Benarkan dia wanita matre. Buktinya Dina tidak mau tinggal di rumah sederhana seperti Tiara.” Bu Mirna terkekeh sambil menatap Dina sinis.Rian menghela nafas. Pria itu menggenggam tangan istri mudanya. Memberi kode lewat mata agar Dina tidak melawan ibunya lagi.“Aku juga istri Mas Rian. Sudah seharusnya Mas Rian memberikan rumah yang layak untukku. Sama seperti Mbak Tiara.”“Aku yakin kamu sudah menikmati uang Rian sejak kalian pacaran. Tiara saja tidak pernah dibelikan tas semahal itu. Sepertinya kamu juga membawa tas yang sama saat kita bertemu lagi setelah lima belas tahun.” Tunjuk Bu Mirna pada tas yang dibawa Dina.“Ehem. Aku membelikannya sebagai hadiah pernikahan Bu,” kilah Rian.“Hadiah? Dulu kamu setuju hidup sederhana dengan Tiara sampai tidak bisa membelikan hadiah yang bagus. Sekarang kamu sudah mapan malah memberikan hadiah untuk orang lain.”“Aku juga istri Mas Rian,” sela Dina tidak terima.“Saat itu kalian hanya pasangan selingkuh,” hardik Bu Mirna dengan suara rend
“Warisan Kakek?” tanya Tiara heran.Kakek Rian meninggal di tahun kelima pernikahan mereka. Saat hubungan Rian dan Tiara masih harmonis. Kakek adalah mantan Direktur Keuangan di perusakaan ternama. Sama seperti Pak Joko. Hartanya tersebar dimana-mana. Mulai dari dua rumah kontrakan, rumah kos enam pintu, sawah yang sangat luas di dua desa, dan rumah utama yang kini ditempati paman tertua Rian.Keluarga Rian membagi semua warisan itu sesuai hukum Islam yang berlaku untuk empat anak laki-laki dan dua anak perempuan. Sebagai anak laki-laki, Pak Joko mendapat bagian yang cukup besar. Termasuk tanah senilai dua miliyar. Hanya itu informasi terakhir yang Tiara tahu. Sebagai menantu dia hanya bisa melihat. Tidak berani ikut campur meski keluarga Rian sangat baik padanya. Tiara selalu berterima kasih jika mertuanya membagikan rejeki untuk keluarga kecilnya lewat Tiara. Termasuk uang kiriman lima puluh juta dari penjualan tanah kemarin.“Iya Nduk. Kami baru membahasnya empat tahun lalu. Ibu di
Kembali ke masa empat tahun lalu. Saat Dina pertama kali bertemu dengan Rian setelah sepuluh tahun berpisah. Dia dipindah tugaskan dari kantor utama yang ada di Jakarta karena perselingkuhannya dengan bos besar sudah terendus banyak orang. Bos besar yang merupakan pemilik perusahaan, takut kalau istrinya akan tahu. Maka Dina dipindahkan ke Yogykarta.“Carilah pria lain untuk kamu pacari. Terserah. Mau sudah punya istri atau lajang. Asal kau tetap sedia setiap kali aku panggil,” kata bos besar. Seorang pria berumur lima puluh tahun. Seumuran dengan bapaknya.“Baik Pak.”Sejak dipindahkan, Dina menjadi sekretaris Rian. Kebetulan yang sangat membuatnya senang karena bisa bertemu dengan pujaan hati. Diantara semua mantan pacarnya, Dina hanya jatuh hati dengan Rian. Siapa wanita yang tidak suka dengan pria itu? Tinggi, tampan, baik, loyal, kaya serta dari keluarga terpandang. Karena ayah Rian juga bekerja di perusahaan sebagai Direktur.Sayangnya Rian hanya menanganggapnya rekan kerja. Dia
“Ya ampun menjijikan sekali,” teriak Dina membuang botol itu keluar jendela. Dia mengambil tisu untuk mengusap wajahnya yang terasa kotor.Sadar sudah meminum air itu, Dina keluar. Dia berusaha memuntahkan air yang sudah tertelan. Sebenarnya tidak ada efek apapun untuk Dina. Hanya saja dia merasa jijik karena air yang akan ia berikan pada Bu Mirna kotor dengan darhnya sendiri.“Kenapa kamu muntah Din? Inikan hanya air putih?” Tiara menyodorkan botol air itu padanya. Botol air stainless yang harganya mahal. Biasanya Dina membawa botol itu untuk diberi pada Rian. Jika suaminya tidak membeli botol air sendiri.Dina terkesiap. Lupa kalau sedang berada di mobil yang sama dengan kakak madu dan ibu mertuanya. Dia menoleh pada Tiara dengan tatapan horror. “A—aku hanya mual. Tiba-tiba saja ingin muntah. Mungkin efek hamil Mbak.”“Ya sudah. Kita harus segera masuk mobil. Ada barang Ibu yang ketinggalan di rumah.” Tiara berbalik. Masuk lebih dulu ke mobil lalu duduk di depan.Rian dan Bu Mirna m
“Eh itu bukan Ayah sayang. Itu temannya Ayah.” Tiara berusaha berkelit. Dia tidak ingin anak-anak tahu kebejatan Rian dan Dina. Salahnya juga yang membuka pesan Dina saat masih bersama anak-anak.“Oh begitu. Aku dan Nana mau main diatas Bu. Kita naik yuk.” Lily menarik tangannya.“Nggak makan dulu?”“Nanti saja setelah Kak Anggrek pulang.” Lily menggandeng tangannya. Mereka naik ke lantai dua.Tempat yang terasa aman untuk anak-anak. Karena mereka tidak nyaman berada di ruangan yang sama dengan Rian. Sejak hari ini, Tiara tidak perlu menjemput Anggrek ke sekolah. Karena Pak Joko sudah mendaftarkan si sulung untuk ikut bus antar jemput. Setelah membayar selama sebulan.Perhatian anak-anak yang cepat teralih membuat Tiara bisa fokus lagi membuat novelnya. Kali ini dia mengedit satu bab untuk membuat promosi di fb dan tiktik. Tiara sibuk mengedit dan mengirim novelnya pada penulis jasprom yang sudah ia bayar. Dia juga melihat performa novelnya saat diunggah di akun sosial medianya sendir
Di lantai dua, ada sebuah ruangan yang Tiara ubah sebagai musala. Ruangan yang berada di pojok paling kiri. Berhadapan dengan dapur mini. Satu ruangan di pojok kanan adalah kamar Anggrek. Ruangan disebelahnya adalah kamar Lily dan Nana serta satu ruangan lagi masih kosong. Hanya dijadikan tempat barang-barang Lily dan Nana jika kamar mereka tidak muat. Rencananya Tiara hendak mengubah ruang kosong itu sebagai kamar Nana jika si bungsu sudah beradai tidur sendiri.Setelah salat subuh berjamaah di musola, anak-anak kembali ke kamar. Anggrek dan Lily mempersiapkan peralatan sekolah mereka. Nana ikut bersamanya turun ke bawah. Tiara hendak membuat sarapan dan bekal untuk suami dan anak-anaknya. Baru mengerjapakan pekerjaan rumah yang lain.“Nana tunggu di dapur ya. Ibu mau menggantung mukena di kamar dulu.”“Iya Bu.”Tiara masuk ke kamarnya. Dia melihat Rian duduk di tempat tidur dengan baju rapi. Wajah pria itu juga tampak segar. Tiara tidak mengatakan apapun. Dia terlalu malas bertegur
“Ayo kita duduk di taman Bu.” Lily menunjuk meja yang ada di tengah taman. Dengan hamparan rumput sintetis dan batu yang ditanam sejajar. Ada empat meja makan kecil dekat dengan dinding yang sudah dihias dengan tanaman menjulur. Serta tiga meja berukuran sedang di dekat bangunan utama.Letak meja yang ditunjuk Lily sangat jauh dari meja Rian dan Dina. Anak-anak tidak akan melihat keberadaan ayah mereka. Tiara ingin memberi pelajaran pada Rian dan Han. Namun tidak ingin anak-anak melihat kebersamaan Rian dengan istri keduanya. Dia memikirkan cara yang tepat.“Iya sayang.” Tiara menggandeng tangan putrinya duduk di meja itu.“Kak Lily jaga Adek ya. Ibu mau pesan makanan untuk kita. Setelah pesan, Ibu akan ke toilet sebentar. Ingat. Jangan pergi sama orang asing.”“Oke Bu.”Tiara memesan makanan di kasir. Mencatat menu yang disukai anak-anaknya. Tiara memesan dua ayam crispy dan satu ayam geprek level dua untuk dirinya sendiri. Tiga lupa tiga gelas es teh untuk diminum di siang hari yang
Matanya memandang pesan itu nanar. Tidak bisa dipungkiri hatinya tercubit. Walau tidak ada lagi rasa cinta untuk Rian, tetapi Tiara memikirkan anak-anaknya yang harus kalah dengan Dina.Belum sempat Tiara membalas, Rian mengirim pesan.[Maaf Tiara. Aku tidak bisa makan malam bersamamu dan anak-anak. Sedang ada acara kantor. Kami makan malam bersama Direktur yang baru dilantik.]Rian juga menyertakan fotonya bersama tiga orang pria. Dia mengenal dua diantaranya karena sering bertemu di acara family gathering perusahaan. Sang suami juga mengirim tiga foto lain. Termasuk foto bos baru yang wajahnya sudah disamarkan. Suasana reastaurant terasa ramai dari foto itu dengan banyak karyawan yang datang.[Tidak masalah Mas. Terima kasih sudah memberiku kabar.][Kau dan anak-anak sudah makan?] Rian kembali mengirim pesan. Lagi-lagi Rian menunjukkan perhatiannya. Sama seperti sebelumnya, tidak ada rasa senang di hati atas perhatian suami yang sudah lama Tiara harapkan. Dia merasa perhatian Rian ha
Semua teka-teki akhirnya terjawab. Rian menghela nafas. Menutup matanya dengan punggung tangan. Satu hal yang mengganjal harus segera ia tanyakan pada Aurel. Karena Rian tidak mungkin menjaga Dina dan orang tuanya selama dua puluh empat jam sampai Aurel berhasil melakukan rencananya.Rian kembali mengetikan pesan yang menjadi keresahannya saat ini. Setidaknya dia bisa mendapat bantuan dari Aurel.[Maaf jika saya bertanya seperti ini padahal anda sudah memercayakan saya untuk menjaga Dina dan kedua orang tuanya. Saya tidak hanya ingin bertanya, apakah ad acara lain saya menjaga Dina? Karena tidak mungkin saya mengawasinya selama dua puluh empat jam per minggu.]Tidak membutuhkah waktu lama untuk Aurelmembalas pesannya. Sepertinya wanita itu sedang memegang ponsel hingga bisa membalas pesan Rian dengan lebih leluasa.[Tenang saja. Aku sudah menempatkan orang suruhan untuk mengawasi gerak-gerik Dina dan orang tuanya. Kamu cukup menjaganya tetap disisimu sebagai pasangan suami istri. Dina
Rian menghubungkan semua percakapannya dengan Aurel. Termasuk rencana atasannya untuk menahan Dina agar tetap di kota ini. Aurel selalu menjelaskan sepotong demi sepotong. Seolah ia ingin Rian memecahkan teka-teki yang sudah ia susun. Kali ini teka-teki itu adalah tentang dompet Aurel yang berada di kamarnya dan Dina.Hanya ada kartu KTP dan kertas-ketas nota berisi pengambilan uang yang kosong. Rian merasa aneh karena Dina bisa menguras semua uang di kartu-kartu ini. Tidak mungkin Aurel teledor membiarkan orang lain tahu kartu pinnya.“Kecuali kalau ini adalah jebakan,” gumam Rian yang baru menyadari rencana Aurel.Pria itu meletakan dompet Aurel di tempatnya semula. Dia keluar dari kamar dan kembali ke ruang kerjanya. Pria itu merasa perlu menghubungi atasannya. Bagaimanapun juga dia harus tahu detail rencana Aurel.Dia mengirim pesan pada Aurel. Tanpa mereka sadari hubungan atasan dan bawahan sudah berubah selayaknya rekan kerja setara. Sejujurnya Rian merasa Aurel adalah orang yan
Rian bisa masuk ke ruang kerjanya dengan mudah. Menyembunyikan botol air dan makanan ke lemari berisi dokumen. Rian juga tidak menyingkirkan semua dokumen itu meski dia sudah resign. Setelah memasukan semua cemilan ke lemari, dia menguncinya dua kali lalu mencabut kunci yang sudah jadi satu dengan kunci mobil dan rumah.Jam tujuh tepat, Dina mengetuk pintu. Waktunya makan malam. Rian pura-pura tidur. Dia masih harus mencari banyak cara agar tidak memakan makanan yang mereka berikan. Karena tidak ada sahutan dari sang suami, Dina membuka pintu. Melihat Rian yang kepalanya rebah di atas meja.“Yah. Mas Rian ketiduran.” Suara Dina terdengar semakin jelas saat masuk ke ruangannya.Tidak lama kemudian Dina keluar. Rian masih bertahan dengan posisinya. Dina masuk lagi lalu meletakan makanan yang sudah ibunya masak di atas nakas. “Aku harap kau mau melunak pada kami Mas,” gumam Dina di telinga Rian. Dia tidak sadar kalau Rian tidak terlelap. Pria itu bisa mendengar dengan jelas perkataan ist
“Bapak yakin cara ini akan manjur?” tanya Dina heran. Kepalanya menoleh ke kanan dan ke kiri. Rian segera sembunyi dibalik tembok. Tidak ingin ketahuan sedang mengintip kegiatan istri muda dan orang tuanya.“Kita coba saja dulu. Toh foto yang kamu berikan bukan milik mereka. Kita sudah memotret Rian, Tiara dan keluarganya diam—diam lalu menceoatmk foto itu sendiri,” jawab bapak Dina menjelaskan semuanya.“Kenapa kita harus melakukan hal ini Pak? Toh kita juga akan pindah ke Lombok.”“Kamu kira bisa pergi dengan bebas saat kamu masih menikah dengan Rian? Kamu itu sadar atau tidak sih Din kalau itu sudah diawasi sejak pindah kesini sama mertuamu. Bapak baru tahu kalau ada kamera CCTV tersembunyi di rumah. Semua pergerakan kita akan ketahuan.” Bapak Dina menoleh sejenak. Rian bisa melihat dengan jelas wajahnya yang cemong dengan asap pembakaran.Bau menyengat yang semakin menusuk membuat Rian menutup hidungnya. Dia baru sadar kalau ini adalah bau kemenyan. Tiba-tiba bulu kuduknya bergidi
Rian bisa bekerja dengan tenang. Dia melajutkan pekerjaannya. Membuat rekap selama setahun terakhir, termasuk menyertakan kesalahan yang sempat ia perbuat. Walau menurut Aurel penggantinya sudah dipersiapkan untuk menjaga rahasia mereka. Namun dia tidak mau orang baru itu menghubunginya hanya untuk menanyakan tentang masa lalu yang hampir menjebloskannya ke penjara.Sore harinya pekerjaan sudah selesai. Lia membuka pintu. Sudah memakai jaket dan maskernya. Bersiap hendak pulang. Seperti biasa wanita itu hendak pamit pada atasannya jika beluk keluar dari ruangan.“Pak Rian mau lembur ya?” tanyanya memastikan. Di belakang Lia, Dina melongok ke dalam. Memastikan sang suami nanti bisa pulang bersamanya.“Iya. Kamu bisa tolong saya sebentar Lia. Soalnya tadi pagi kamu yang memegang pekerjaan ini,” pinta Rian menunjukkan berkas yang diletakan Lia di mejanya sebagai alasan.“Baiklah,” jawab Lia ringan. Sudah biasa baginya jika ada pekerjaan tambahan.“Kalau begitu saya duluan Pak,” pamit Di
“Apa?” Danu hampir menyemburkan makanannya. Untung saja pria itu bisa menelan smeuanya hingga tandas.“Kamu bencanda Yan?” tanya Danu tidak percaya. Rian menggeleng. Wajahnya masih serius seperti tadi.“Aku nggak bercanda Dan. Aku serius.” Rian menghela nafas lalu menceritakan semuyanya pada Danu.Dia tidak perduli jika Danu tidak percaya dengan ceritanya. Karena satu-satunya orang yang bisa ia percaya di kantor hanya Danu. Apalagi Danu juga bekerja untuk Aurel. Di titik dimana Rian sadar hari ini kalau sudah mendapat guna-guna dari Dina.Ia ingin berpisah dari Dina sekarang juga atau mencampakan istri mudanya di hari pernikahan mereka. Namun perjanjiannya dengan Aurel membuat Rian tidak bisa mewujudkan keinginannya.“Aku masih harus menjaga Dina untuk satu bulan ke depan. Sampai Bu Aurel selesai melakukan pekerjaannya yang entah aku tidak tahu apa. Aku bingung Dan. Bagaimana caraku membohongi Dina?”Danu masih diam. Tangannya bertumpu di atas meja. Dia tidak bisa banyak berkomentar d
Rian memandang lurus ke depan. Dina melambaikan tangan di depan wajah suaminya. Wanita itu belum menyadari apa yang terjadi. Dia mengambil botol yang sudah ia campur dengan air merah lalu memberikannya pada Rian.“Minum dulu Mas.” Dina mengulurkan botol air itu tepat di depan wajah sang suami.“Terima kasih Din,” jawab Rian tanpa menoleh.Pria itu berusaha menata pikirannya. Dia mengatur ekspresi sedemikian rupa agar Dina tidak curiga. Saat menoleh, Rian bisa menampilkan senyum palsu yang tampak normal di mata Dina.“Maaf aku injak rem mendadak. Tadi ada anak kecil lewat. Kamu tidak lihat?” tanya Rian memastikan. Dina menggeleng.“Tidak. Aku sibuk berkirim pesan dengan tukang dekor. Ya sudah jalankan lagi mobilnya. Kita harus sampai di kantor tepat waktu.” Dina mengembalikan botol air ke tempatnya.“Oke.”Seperti biasa, Dina akan turun di halte yang jaraknya cukup jauh dari kantor. Rian melanjutkan perjalanan seorang diri. Di mobil, pria itu berpikir bagaimana cara membohongi Dina ten
Dina berhasil menemukan dua gaun yang ia sukai. Setelah urusan baju pengantin selesai, Dina mengajak Rian pergi ke MUA langganannya. Seorang MUA yang terkenal di kalangan selebgram.“Aku sudah lama akrab dengannya. Dia tidak menuntut kliennya memakai gaun pengantin di butiknya. Jadi, tidak akan masalah kalau kita hanya memakai jasa riasnya saja.” Cerita Dina semangat. Dia tidak sabar menantikan seperti apa penampilannya di hari pernikahan resminya dengan Rian.Meskipun Dina tidak bisa membayangkan reaksi teman-teman sekantornya saat melihat ia berdampingan dengab Rian di atas pelaminan. Wanita itu tidak tahu kalau kemungkinan besar mereka tidak jadi mengundang teman-teman kantor karena Rian sudah resign lebih dulu.Kemarin Rian sudah membicarakan hal ini dengan orang tua dan istri pertamanya. Karena Rian diam-diam keluar dari perusahaan berkat bantuan Aurel, akan menjadi banyak tanda tanya untuk karyawan yang lain.“Bagaimana kalau aku batal mengundang teman-teman kantorku? Aku tidak
Dina bergaya di depan cermin. Disaat Tiara masih menikmati waktu dengan Rian di rumah mereka. Hari ini dia senang sekali bisa pergi dengan Rian setelah sekian lama bersembunyi. Dina juga tidak perlu takut ada yang memergoki mereka karena statusnya yang sudah sah jadi istri siri Rian. Apalagi mereka akan meresmikan pernikahan secara sah dimata hukum.Wanita itu tidak mengetahui jika besok adalah hari terakhir Rian bekerja. Berkat bantuan Aurel tidak ada satu orangpun yang tahu tentang alasan pengunduruan diri Rian dan Dian. Itu berarti Dina akan bekerja beberapa hari tanpa Rian.Jam sembilan pagi, terdengar mobil yang berhenti di depan rumahnya. Dina memasukan ponsel dan dompet ke tas lalu berjalan keluar. Dia memakai kemeja kerja dan rok selutut seperti biasa. Karena setelah dari butik mereka akan langsung pergi ke kantor untuk bekerja.Sebelum keluar, Dina mengintip dari jendela. Dia hanya ingin berjaga-jaga jika Dukun Deri atau Pak Hermawan yang datang. Memang benar jika mobil Rian