Share

Life After Break Up

Di sini Alga mulai mempertimbangkan semuanya. Yang dikatakan Hana ada benarnya. Tapi untuk melepas Hana dia juga begitu berat. Kalau ditanya siapa yang paling tersiksa? Alga akan menjawab bahwa posisi dirinya yang paling menyiksa. Kakeknya dan Hana sama sama adalah orang yang Alga Cintai. Alga tak pernah membayangkan bahwa hubungannya dengan Hana akan seperti ini. Di sini Alga tak ingin mengecewakan kakeknya, namun ia juga harus memikirkan kondisi Hana yang secara sadar telah dia hancurkan masa depannya. Alga merasa sangat bersalah pada Hana, entah bagaimana caranya ia menebus kesalahan itu pada wanita kelahiran Semarang itu.

“Kamu gak usah khawatirkan tentang aku, aku janji aku akan baik baik saja, Al,” ucap Hana seolah tau apa yang sedang berkecamuk dalam kepala Alga. Tanpa ada yang tahu hati Hana meronta ronta kesakitan.

“Aku gak pernah bayangin jika hubungan kita akan seperti ini pada akhirnya.” Alga mencium kedua tangan Hana begitu lama dengan tangis yang sesenggukan. “Maaf, maafkan aku yang sudah merusak masa depanmu.” Alga semakin histeris.

“Semuanya sudah terjadi, Al. Mau bagaimanapun gak akan bisa mengembalikannya, bukan?.”

“Aku terlalu sombong, merasa bahwa kita akan bersama selamanya hingga aku melakukannya. Maaf, maaf, maaf, aku sudah menghancurkan masa depanmu, Han.”

“Aku ingin kamu tidak mengecewakan kakek. Aku gak mau hubungan kita membuat kamu jadi cucu durhaka. Aku juga gak mau kalau kamu salah mengambil keputusan yang pada akhirnya kamu akan menyesal seumur hidup, Al. Kalau kamu mencintai aku, mari kita saling melepas, Al!” Pengucapan kalimat terakhir Hana bersamaan dengan luruhnya air matanya.

“Melepas?” Sungguh mendengar kata itu membuat raga Alga tak berdaya.

“Iya, mungkin akhir dari perjalanan cinta kita adalah saling melepas.” Alga menggeleng gelengkan kepalanya, dia tidak setuju dengan keputusan Hana untuk saling melepas. “Mungkin ini yang dinamakan berpisah karena keadaan, Al. Satu terpaksa mengakhiri, yang satu terpaksa menerima.” Hana menghela napas berat. “Ini keputusan terberat yang pernah aku ambil. Tapi, terpaksa aku lakukan. Cinta tak harus memiliki kan, Al? Anggap saja ini adalah pengorbananku. Jadi jangan pernah menyia nyiakan apa yang aku korbankan untuk kamu. Kamu harus bahagia dengan pilihan kakek, karena mungkin memang itu takdirnya. Mari berpisah dengan baik baik, Al!” putus Hana kemudian.

“Han, jika memang perpisahan ini benar harus terjadi, kamu harus tahu! Kamu akan selalu memiliki tempat tersendiri di hatiku. Di mana ada ruang yang hanya ada aku dan kamu di dalam sana.” Hana mengangguk.

“Aku percaya itu. Kamu juga punya tempat tersendiri di hati aku,” ucap Hana dengan senyum yang terpaksa ia ukir di wajahnya.

“Kalau memang hari ini adalah hari terakhir kita bersama, aku boleh memelukmu untuk yang terakhir kalinya?” Hana mengangguk. Keduanya pun saling memeluk begitu erat dengan diiringi tangis. “Han, yang terjadi saat ini keharusan, bukan kemauan.  Jika suatu saat nanti ada cela di mana aku dan kamu bisa kembali menjadi kita, aku janji akan perjuangkan kamu lagi, Han.” Hana kembali mengangguk.

“Jaga diri baik baik ya, Al. Setelah ini kita akan menjadi orang asing. Gak akan ada lagi notif chat yang bakal mengganggu hari hari kamu, gak akan ada lagi aku yang cerewet dan kepoin kamu tiap hari.”

“Tidak bisakah kita tetap saling berkomunikasi dengan baik, Han?”

Hana menggeleng pelan. “Kamu harus jaga perasaan pasangan kamu nantinya, Al. Berkomunikasi denganku hanya akan melukai perasaannya.” Hana tutup dengan senyum termanisnya.

“Selamat tinggal lelakiku, semoga kita bertemu ditakdir Tuhan yang lain. Semua mimpi yang pernah kita rencanakan bersama, bahkan sebagian telah kita usahakan, kini harus kita hapus terpaksa. Karena kita tidak bisa lagi bersama. Makasih untuk semua kenangan yang pernah kita ukir bersama. Semoga aku bisa tanpamu, in syaa Allah aku ikhlas,” ucap Hana dalam hati.

***

Life after break up itu tak semudah yang Hana bayangkan, Hana harus bertarung dengan isi kepalanya setiap hari. Putus cinta itu kedengerannya simple, tapi tidak sesimple putus tapi masih cinta. Keduanya sama sama korban, mereka harus berpisah karena salah satunya dijodohkan. Cinta, tentu saja masih saling mengikat di antara keduanya. Melalui hari hari tanpa Alga sangat berat bagi Hana. Kalau boleh, ingin rasanya Hana pindah ke planet lain agar bisa menenangkan diri. Gimana tidak, di apartnya saja banyak kenangan yang mereka ciptakan di sana. Pagi ini dengan langkah setengah hati berangkat ke kantor. Mencoba mengenyahkan pikiran tentang Alga dengan kesibukannya di kantor. Bahkan akhir akhir ini Hana juga sering ambil lemburan.

"Han, Hana," teriak Sindy memanggil Hana.

"Lo kenapa teriak teriak gini sih, Sin? Ada apa?" tanya Hana pelan dan matanya masih fokus pada layar komputernya.

"Alga mau nikah, dan nikahnya bukan sama Lo? Gila sih ini parah." Sindy membanting undangan di meja kerja Hana. Mata Hana langsung terfokus ke arah undangan tersebut. Perlahan diambilnya dan dibukanya, tangan Hana gemetar dan matanya pun sudah berkaca kaca melihat nama pasangan yang tertulis di sana, "Alga Mahardika dan Sukma Rahayu".

“Dapat dari mana undangan ini?”

“Dapat dari kiriman dari si empuhnya. Lo belum dapat kah?” Hana menggeleng pelan. "Han, lo udah tau akan hal ini?" Hana mengangguk. "Apa yang sebenarnya terjadi, Han?"

"Gue ke toilet dulu ya, kalau sudah siap nanti gue cerita." Hana pun pergi meninggalkan Sindy.

Di dalam toilet, Hana meluapkan semua tangisnya. Diremasnya dadanya sendiri yang terasa begitu sesak tak karuan. Walaupun wajahnya sudah dibasahi air, tetap saja tidak merubah apa pun. Sebentar lagi Tuhan benar benar akan memisahkan dirinya dengan Alga, lelaki yang sangat dicintainya. Saat ini, Hana menutup semua akses dari siapa pun. Untuk pekerjaan kantornya dia pakai gawai kantor untuk berkomunikasi. Dia tak ingin keputusannya akan goyah jika masih berhubungan dengan Alga.

"Han, ada mamanya Alga datang mau ketemu sama lo katanya." Tiba tiba Sindy menyusul.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status