Share

Bab 4 Ayahku butuh modal besar

Dira sudah pulang dari tadi, Melisa tidak keluar kamar sejak pulang sekolah, ayah dan ibu juga belum pulang ke rumah padahal sudah pukul sebelas malam. Aku bete sendirian di rumah.

Kegiatan ayah semakin hari semakin padat, sejak memutuskan untuk ikut kompetisi pemilihan kepala daerah membuatnya sering keluar rumah.

Aku heran melihat sikap ayahku belakangan ini, kehidupan ekonomi kami sangat baik,walau tidak seperti kehidupan para sultan di luaran sana.

Menurut aku, ayah tidak perlulah mengikuti pertandingan seperti itu, karena membutuhkan dana yang sangat besar dan belum tentu menang.

Lampu kamar kumatikan, aku menuju ke balkon yang lampunya juga mati.

Duduk memandangi langit malam yang cerah sambil menunggu orang tuaku pulang.

Tak lama aku duduk, ku lihat sorot lampu mobil mengarah ke pintu pagar.

Lalu suara pintu dibuka dan didorong sehingga menimbulkan gesekan roda besi dan relnya.

Mobil ayah melaju masuk, pagar ditutup kembali dengan cepat sehingga suara yang ditimbulkan juga makin kuat.

Blaamm!

Grubragh..!

Pintu yang garasi dibanting dengan kuar, lalu terdengar pula pintu lain yang ditutup dengan kasar.

Aku keluar kamar,bermaksud ingin menyapa ayah dan ibuku.

Namun aku menghentikan langkaku di mulut tangga dan cepat cepat berlindung di balik pilar.

Aku mendengar ayah ibuku bertengkar dengan hebatnya.

"Tidak bisa rupanya kau gadaikan tanah warisamu itu?", tanya ayahku dengan suara melingking.

" Makanya jika tak punya modal besar tidak usah ikut ikutan pemilihan itu!

Aku tidak berani spekulasi! Iya kalau menang? Kalau kalah? Bisa habis tanah warisanku itu!",pekik ibu tidak mau kalah.

Di balik pilar, aku menangis mendengar pertengkaran kedua orang tuaku itu.

Aku lebih setuju pendapat ibu, karena menurutku itu lebih masuk akal.

"Kalau begitu, jual perhiasanmu hasil kau membabu di Arab itu!", teriak ayah lagi.

Wah ayahku ternyata payah, ia telah menghina pekerjaan ibuku di masa lalu.

" Tidak bisa! Itu untuk Shiren dan Lisa nanti!",ucap ibuku membantah suaminya.

"Kan bisa diganti jika aku sudah duduk!", cicit ayahku mulai melunak.

" Tidaaakk! Jika pun kau menang, uangmu pasti uang haram! Aku tak mau!"

Mendengar jawaban ibuku, aku tersenyum, aku lebih setuju dengan ucapan ibuku yang masih berdiri di koridor agamanya.

"Dasar istri sialan! Bukannya patuh dan mendukung suaminya,malah dari tadi melawan terus!Atau apa perlu aku menggamparmu?"

Kalimat kasar dan penuh ancaman dari mulut ayahku,membuat tubuhku menggigil.

Sedikit pun aku tidak pernah menduga ternyata ayahku yang penyayang itu memiliki sisi lain yang sangat buruk.

"Ha ha ha...Bakhtiar, Bakhtiar, kau lupa jika laporanku tentang kdrt yang kau lakukan akan mampu membuat kau tersungkur, kalah sebelum bertanding!"

Ke dengar ibuku tertawa sinis sambil mengejek ayahku.

Sepi!Tak ada suara apa pun lagi! Namun aku salah, beberapa saat kemudian aku mendengar dua pintu dibanting oleh dua orang dewasa dengan keluatan yang sama.

Bllaamm

Blaamm

Ayah dan.ibuku masing masing memasuki kamar yang berbeda, dengan dentuman suara pintu fibanting bersamaan.

Aku menarik nafas panjang, dan melepaskannya dengan kuat melalui mulut.

Aku sedih sekali, sejak ayahku ikut ikutan hal hal seperti itu, sikapnya jadi berubah, jadi serakah!

Andai nanti ibuku terbujuk oleh rayuan gombal ayah dan ternyata ayah kalah, mau jadi apa keluarga kami?

Yang pasti ayah stres, depresi atau bahkan bisa jafdi gila.

Sedangkan kami tentu tidak bisa lagi hidup nyaman seperti semula.

Minggu pagi di ruang makan, dari anak tangga pertama, cuma ibuku yang kulihat, tidak ada ayahku seperti biasanya.

Satu persatu aku melompati anak tangga dengan berpura pura riang, agar ibuku mengira aku tidak mendengar pertengkaran mereka.

"Pagi bu! Mana ayah?", tanyaku sambil mencomot paha ayam goreng dan langsung mengunyahnya.

" Habis subuh tadi langsung pergi. Eh, kamu sudah sholat?", tanya ibuku dengan tersenyum,manis sekali.

Matanya melengkung, tanda pemiliknya tersenyum, namun aku dapat melihat, ada bias kelabu di mata indah itu.

"He he he, kebablasan bu!", sahutku terus terang.

" Sholatlah nak! Jika terjaga sholatmu, maka Allah akan menjagamu! Setiap masalah yang kau hadapi nanti tentu diberi jalan keluarnya dengan mudah!"

"Maaf bu, lain kali Shiren tidak lalai lagi", jawabku agar omelan ibuku tidak melebar kemana mana.

Dari pada membuat ibuku melanjutkan ocehannya, aku lebih memilih meletakkan album lama yang kutemukan semalam di gudang.

" Bu, kemarin Shiren ke gudang untuk mencari majalah bekas, untuk tugas dari sekolah, tapi Shiren juga menemukan ini!".

Ku sodorkan album itu ke arah ibuku dengan ujung jariku dan mataku menatap wajah ibuku lekat lekat. Aku ingin melihat perubahan air muka ibuku.

Benar! Ibuku nampak terkejut dengan wajah memucat pias, sekejap, hanya sekejap, beberapa detik kemudian wajah cantik ibuku kembali seperti semula.

"Ternyata ibu pernah menjadi tki di Arab Saudi dulu ya bu? Anak laki laki yang ibu gendong itu anak majikan ibu ya? Tapi menurut Shiren mata dan bibirnya kok mirip ibu ya? Apa benar kata orang orang jika bayi yang kita asuh bisa mirip dengan kita ya bu?"

Sebenarnya pertanyaanku biasa saja, wajar sekali, tidak ada yang aneh dengan itu semua, tapi mengapa wajah ibuku kembali memucat? Apa yang salah coba!

"Mungkin saja!", sahut ibuku dengan suara bergetar.Aneh sekali.

Tap tap tap, suara Lisa dianak tangga, lalu ia muncul dengan wajah bantalnya.

" Mandi dulu sana! Jorok!",ucap ibuku sambil menghalangi Losa yang ingin duduk di kursi.

"Ih, ibu, Lisakan lapar!Huuaaa...!"

Bocah konyol itu menguap lebar tanpa menutup mulutnya. Aroma tak sedap mampir ke hidungku, membuat nafsu makanku langsung hilang.

"Bau tahu! Bikin aku jadi tidak selerah!", omelku marah pada adikku itu.

Aku melirik ibuku, beliau terlihat tersenyum lega, sepertinya kedatangan Lisa di ruang makan, mengalihkan perhatianku tentang bayi Arab yang digendongnya itu.

" Sana!"

Kali ini ibu mendorong tubuh Lisa sedikit keras sehingga hampir saja anak itu tersungkur. Aku mentertawai nasib Lisa yang malang.

"Dasar anak manja!", ibu terdengar menggerutu.

Bersamaan dengan naiknya Lisa ke kamarnya, aku kembali mengusik ibuku dengan membahas kembali foto yang di album itu.

" Bu, cerita dong, tentang kisah ibu sewaktu jadi tki dulu!",bujukku.

"Tak ada yang istimewa Shiren! Sama seperti orang orang lain yang bekerja di luar negeri", ucap ibuku mengelak, seolah ia malas untuk membahasnya.

" Tapi bayi laki laki itu sudah dewasa ya bu? Apa ibu pernah berhubungan dengannya?"

"Uhuk uhuk".

Ibuku tersedak karena pertanyaanku. Sungguh aneh sekali. Ada apa sebenarnya yang terjadi dulu?

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status