Share

Bab 3 Menggeledah kamar ibu

"Nadira!", panggilku pada temanku itu dengan nama lengkap.

" Apa?",tanyanya tanpa mengangkat kepalanya dari layar ponselnya.

"Melisa mana?", aku menanyakan adikku pada Nadira, soalnya tadi selesai makan ia masih bertahan di meja makan sedangkan aku langsung kabur ke kamar.

" Sudah masuk ke kamarnya! Tadi ia membawa makanannya ke kamar!",sahut Dira masih dengan posisi awal.

"Ayo kita ke kamar ibuku! Mencari apa pun itu yang bisa dijadikan bukti atas perselingkuhan ibuku dengan berondongnya itu", ajakku.

" Aku mau ikut denganmu tapi berjanjilah untuk tidak menuduh tante Arumi sekejam itu! Aku tersinggung",ucap Nadira ketus.

"Busyet lu, aku yang punya ibu kok kamu yang sakit hati". Gantian aku yang memarahinya.

" Kalau begitu urus saja sendiri! Aku tetap pada pendirianku, jika tante Arumi tidak bersalah".

Aku menyerah, akhirnya aku mengalah dan mengikuti kemauan temanku tapi rasa musuh itu.

Kami berdua segera menuju ke kamar orang tuaku, sambil celingak celinguk takut Melisa keluar dan memergoki kelakuan kami.

Ceklek!

Aku menarik pegangan kunci dan mendorong pintunya sekalian.

Berdua kami masuk, lalu cepat cepat mengunci pintunya.

Berjaga jaga, siapa tahu Melisa nyasar ke kamar ibuku.

Kamar orang tuaku cukup luas, dengan ukuran kamar lima kali empat meter,jadi sangat lega karena tidak banyak perabotannya.

Di dalam kamar, kami berdua kebingungan, untuk memulainya dari mana.

Akhirnya ku putuskan untuk membuka lemari bagian atas yang aku tahu berisi beberapa dokumen.

Setelah selesai menggeledah, tak ada satu pun benda yang mencurigakan.

Hanya berisi berkas berkas biasa saja, seperti ijazah dan surat surat tak penting lainnya.

Jika di lemari bawah, hanya ada tumpukkan baju baju ayah dan gantungan baju ibu., serta lipatan kain dan handuk.

"Tak ada yang mencurigakan!", sahutku lemas.

Maksud hati ingin mencari bukti, apa daya kami tidak menemukan apa pun juga.

Aku duduk berselonjoran di lantai, yang kemudian diikuti oleh Nadira.

" Tak ada apa pun di sini! Jadi sekarang apa lagi yang akan kau lakukan?", tanya Nadira.

Aku tidak menjawab, karena mataku tertuju pada lemari besi yang terletak di sudut.

"Jangan gila kau! Jika kau buka itu dengan menekan tombol yang salah orang tuamu tentu akan tahu!", sentak Nadira seolah tahu niatku dalam hati.

" Jika ibumu berselingkuh, dan menyembunyikan barang bukti di kamar ini tentu ayahmu akan tahu! Itu sungguh mustahi! Karena aku yakin, tante Arumi tidak sebodoh kau, Shiren!",cetus Dira dengan leher menegang.

"Santai bro! Tak usah nyolot begitu!", kataku gantian marah padanya.

Kami keluar tanpa mendapatkan apa pun yang bisa dijadikan petunjuk.

Nadira masuk ke kamarku dan langsung memenamkan dirinya di kasukku yang empuk.

Aku tak peduli dengan kelakuan Nadira, karena kesal tidak dapatbapa pun untuk membuktikan jika ibuku sudah mengkhianati ayahku.

Aku menjaga betul marwah ayahku dengan tidak melakukan hal hal yang bisa menjatuhkan nama baik ayahku.

Ayahku akan maju mengikuti pilkada, sudah pasti lawan lawannya akan mencari segala aspek kelemahan ayahku.

Di saat seperti ini, ibuku malah bertingkah tak tau diri, dengan memeluk seorang pria muda, di Bandara.

" Ya Tuhan, apa sebenarnya yang sedang disembunyikan oleh ibuku?", tanyaku dengan pikiran yang benar benar buntu.

Tiba tiba terbersit dalam benakku, gudang! Ya aku harus memeriksa gudang karena biasanya tempat itu menyimpan benda benda lama yang sudah tidak terpakai lagi.

Udara pengap dan berdebu langsung menyerbu hidungku begitu aku masuk ke dalam gudang.

Ku buka jendela dan pintubselebar lebarnya untuk memberi suasana lega di tempat itu.

Lagi lagi aku kebingungan melihat tumpukkan barang yang begitu banyak.

Aku harus memulainya dari mana?

Bukannya langsung bekerja, aku malah masuk lebih dalam.lagi, mengamati foto foto lama yang saling bertumpuk dan tidak rapi sama sekali di salah satu sudut.

Satu persatu gambar lama berdebu itu aku amati.

Hanya ada foto foto keluarga besar ibuku dan beberapa foto orang yang tidak aku kenal.

Rumah yang kami tempati ini adalah rumah warisan ibuku, maka tak heran foto foto itu dan semua benda yang bertumpuk tumpuk itu milik nenek dan kakekku.

Hingga mataku menangkap satu album dan menarik perhatianku.

Tanganku meraih benda usang itu dan membukanya lembarannya satu persatu.

Hingga tatapan mataku berhenti pada lembaran terakhir, agak lama aku mengamati seseorang di dalam foto itu.

Ada gambar satu keluarga, terdiri daribsepasang suami istri saling berpelukkan, dua orang kakek nenek saling berdekatan dan seorang gadis muda mirip ibuku yang sedang menggendong seorang bayi laki laki bertampang Arab, sama seperti gambar orang orang itu.

Perempuan mirip ibuku itu tertawa bahagia dengan matanya menatap kamera.

Ada tulisan di bawah foto itu.(Kenangan saat menjadi Tki, di Arab Saudi, bersama Abi dan Ummi)

"Oh, ternyata ibuku dulu mantan tki, mungkin bayinlaki laki ini yang bersama dengan ibu di Bandara kala itu" ucapku dengan rasa lega yang luar biasa.

Lega karena ibuku tidak mengkhianati ayahku, dan berondong itubadalah bayi di foto, anak majikan ibu, akan kembali ke negaranya setelah liburan di sini.

Kemarin itu,nibu hanya mengantarkan saja". Aku sibuk berasumsi sendiri.

Ku ambil album itu dan bermaksud menyimpannya sendiri.

Aku tidak akan memberi tahu Dira, karena pasti habis kepalaku dijitaknya, karena aku sempat berpikir buruk tentang ibuku.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status