Beranda / Romansa / Berbagi Luka / Panggilan ke Ruang Sekretariat

Share

Panggilan ke Ruang Sekretariat

12:30 WIB 

"Leon, lo dipanggil sama Justin." Yang merasa namanya disebut menoleh. Didapatinya sosok Galih yang tengah berjalan pelan ke arahnya. 

"Justin dimana, bang?" tanyanya kemudian. 

"Dalem ruang sekre," jawab Galih. Leon yang mendengarnya pun mengangguk paham. 

"Oke, makasih ya, bang!" 

"Yoi, ati-ati ntar kalo nginjek semut." Leon tertawa singkat sebelum akhirnya berjalan menuju ruangan tempat dimana Justin tengah berada. Kakinya melangkah dengan langkahan yang terlihat sedikit berlari. 

Saat ini merupakan waktu istirahat makan siang untuk seluruh peserta dan panitia. Leon tadi pun sebenarnya baru saja menerima kotak ayam sabananya. Tapi, tiba-tiba saja Galih, kakak senior dan rekan satu panitianya itu memanggilnya, memberitahunya bahwa Justin si ketua himpunan memanggilnya. 

Tok tok 

Ckrek 

"Wih, Leon apa kabar?" 

"Woo, koko China mau jualan ayam, ko?" 

"Xiàwǔ hǎo, ko!" 

"Siang, fans-fansku, kabar baik, nih." Leon tertawa setelah mengucapkan. Barusan itu merupakan anak-anak himpunan yang mengajaknya bergurau dan Leon hanya menanggapinya. 

Anak-anak anggota himpunan kebanyakan sangat ramah dan mudah diajak bergaul. Meski Leon tak memiliki banyak kesempatan untuk bergabung dengan mereka, sangat mudah bagi Leon untuk menjadi akrab dengan mereka. 

"Mau ngapain, ko?" tanya seorang wanita berambut pendek. Wanita itu bernama Lorenta, seorang anggota himpunan ketua divisi seni dan budaya. Lorenta tengah terduduk pada salah satu kursi sembari sekotak ayam sabana terletak di hadapannya. 

"Gue mau nyari Justin. Lo liat Justin gak?" tanya Leon balik seraya berjalan mendekatinya. Lorenta yang mendapati pertanyaan tersebut pun berpikir sebentar. Kelihatannya tengah mengingat-ingat dimana ketua himpunannya itu terakhir kali dilihatnya. 

"Tadi terakhir kali gue liat ada di lapangan basket, nemuin anak-anak panitia yang belom mau istirahat makan siang." 

"Lah?" Leon menautkan kedua alisnya heran. Bukankah lelaki sepantarannya itu baru saja memintanya untuk datang menemuinya melalui perantaraan Galih? 

"Kenapa emang?" Lorenta kembali bertanya. Mulutnya kini baru saja menerima suapan nasi dan ayam dari jatah kotak sabananya. 

"Justin nyuruh gue nemuin dia di sini," jawab Leon. Ia kini menjadi bingung sendiri. Tak mungkin kalau Galih hanya bercanda dengannya tadi. Lagi pun, Galih itu merupakan pribadi yang tahu batasan dalam membuat candaan. Ini waktu makan siang. Sangat tak lucu kalau waktunya itu terbuang habis hanya untuk mengitari kampus guna mencari Justin yang ternyata tak sedang ingin menemuinya. 

"Waduh, lo coba -" 

"Leon!" Yang dipanggil spontan menoleh. Dilihatnya sosok tinggi Justin yang baru saja memasuki pintu ruang sekretariat. Leon yang mendapatinnya pun mendengus lega. Diucapkannya terima kasih pada sosok Lorenta, kemudian segera ia datangi Justin yang juga sedang berjalan mendekatinya. 

"Wassap, bro!" sapa Justin sambil melayangkan tangannya, berniat untuk melakukan salam pertemuan dengannya. Melihatnya, Leon pun segera menanggapinya. 

"Habis darimana lo? Lo manggil gue, kan?" tanya Leon memastikan. 

"Iya, gue minta tolong sama Bang Galih tadi," jawab Justin sembari mulai melangkah untuk menuntun Leon duduk pada kursi yang kosong. 

*Selanjutnya akan sangat dominan percakapan antara Leon dan Justin*

"Kenapa? Tumben banget lo manggil gue. Lo bukannya lagi sibuk patroli?" Keduanya kini telah mendudukkan diri di atas kursi yang letaknya di ujung ruangan. Kursi itu tampaknya memang disiapkan khusus untuk kosong. Pasalnya, tak satu pun anggota himpunan yang mendekati dua kursi kosong tersebut. 

"Iya, gue tadi masih patroli, tapi sekarang udah selesai, kok. Ada banyak banget panitia yang ngeyel, gak mau istirahat, maunya jalanin tugas kepanitiaannya terus. Gue khawatir kalo nanti pada sakit, HIMA yang kena imbasnya," jelas Justin kemudian. 

"Lah, lo peduli sama anggota panitia, tapi sama gue gak? Padahal gue juga panitia," canda Leon. Justin yang mendengarnya pun meledak besar tawanya. Ia tertawa sambil mulutnya ia tutupi dengan sebelah tangannya. 

"Ya udah, nanti lo gue kasih waktu buat istirahat lebih, deh." - Justin 

"Bercanda gue." - Leon 

"Gue juga bercanda." - Justin 

Leon menghela napasnya berat. Hal itu lalu kembali mengundang tawa Justin di sampingnya. 

"Lo mau ngomong apaan? Penting pasti, kan?" - Leon 

Justin terdiam sejenak. 

"Kak Lisa lapor ke gue kalo lo kasih keistimewaan sama camaba yang telat. Gue mau konfirmasi sama lo, itu bener gak?" - Justin 

Kini, ganti Leon yang terdiam. Sebenarnya, soal Lisa yang melapor pada Justin itu bukan hal yang mengherankan, bukan pula hal yang jahat. Leon sesungguhnya pun mampu mengerti situasinya. 

"Iya, Sara Melody nama camabanya." - Leon 

"Kenapa lo kasih keringanan?" - Justin 

Kebingungan melanda batin Leon sekarang. Seperti apa ia harus menjawab pertanyaan yang barusan Justin lontarkan padanya? Bukan, Leon tahu jelas mengapa ia melepas gadis bernama Sara itu. Tetapi, jika ia katakan alasan itu pada Justin, akankah lelaki sepantarannya itu mengerti? Tak semua orang mau mengerti kondisi yang gadis semacam Sara alami. 

"Leon, lo gak punya hubungan spesial sama Sara Melody, kan?" - Justin 

"Hah? Wujudnya aja baru gue liat tadi pagi." - Leon 

"Terus kenapa? Lo naksir?" - Justin 

Leon tertawa hambar. 

"Kocak lo, gak lah." - Leon 

"Lah terus? Lo jangan kayak cewek pms gitu, ah, maunya ditanya sampe bangkotan baru dijawab." - Justin 

Tawa Leon yang menggelegar kembali datang. Ia tertawa begitu kencang hingga Justin dan beberapa anggota himpunan yang mendengarnya ikut tertawa kecil. 

"Aduh, lo lagi curhat?" - Leon 

"Noh kan, jawab cepet kenapa!" - Justin 

"Iya, iya..." - Leon 

Kepala Leon kini menuduk ke bawah. Ia menarik napasnya dalam, memikirkan segala macam kata yang kiranya hendak ia susun sejelas-jelasnya agar Justin tak perlu lagi bertanya lebih jauh. Pun juga, kata-kata yang kiranya tak membuat Sara seolah sedang dipermalukan dan dituduh. 

"Sara Melody lagi sakit tadi. Kalo dia dihukum, terus tambah sakit, gue kira gak bakal lucu." - Leon 

"Tapi, kalo lo lolosin gitu aja juga gak bener. Seandainya dia beneran sakit, dia bisa ngomong dan dikasih hukuman yang lebih ringan sama anak-anak keamanan." - Justin 

"Gak bisa, dia gak bisa dihukum sama sekali. Percaya sama gue, dia tambah sakit nanti." - Leon 

Justin kembali terdiam. Entah apa yang ada dalam pikirannya, Leon tak sama sekali tahu. 

"Kalo kena teguran aja juga seharusnya masih bisa, Leon. Gimana pun juga, tindakan lo tadi gak tegas sama sekali. Seandainya camaba lain tau, impresi gak adil bisa muncul buat para panitia dan HIMA." - Justin 

Wajah Leon kini menatap Jutin lurus dengan air mukanya yang tampak lesu. Ia menyadari kalau memang sebaiknya ia tidak melakukan tindakan keringanan yang seperti tadi. Namun, kondisi Sara sungguh tak memungkinkan untuk bahkan sekedar menerima teguran. Leon, lelaki itu seolah tahu seperti apa perasaan yang tengah gadis itu rasakan tadi. 

"Gue minta maaf atas kegakprofesionalan gue. Kalo misalnya ada hukuman yang harus gue terima karena ini, gue bersedia terima. Soal Bang Galih sama Kak Lisa, mereka gak sama sekali ada sangkut pautnya sama ini, jadi jangan ikutin mereka ke dalem hukuman gue." - Leon 

Helaan napas panjang terdengar dari Justin. Teman sepantaran Leon itu kemudian tersenyum manis sembari tangan panjangnya merangkul Leon ramah. 

"Lo pasti bakal dapet hukuman sebagai ganjaran dari tindakan lo tadi, tapi jangan sedih gitu lah. Wei, paling hukumannya cuma disuruh ambil alih tugas bikin laporan kepanitiaan." - Justin 

"Cuma lo bledug. Bikin laporan susah, bro!" - Leon 

"Hahaha! Emang lo udah pernah coba bikin laporan?" - Justin 

"Pernah lah, tugas kayak gitu sering banget dikasih dosen kalo abis penelitian keluar kampus." - Leon 

"Buset, semester satu dua kemaren, prodi lo udah disuruh penelitian keluar?" - Justin 

"Udah, terakhir kali gue neliti bakery depan kampus." - Leon 

"Wih, keluar kampus banget, ya." - Justin 

Leon dan Justin, keduanya kini tertawa riang di ujung ruangan sembari kemudian memutuskan untuk melanjutkan makan siang yang hanya tersisa sekitar 10 menit lagi. Permasalahan yang baru saja dibicarakan oleh Justin pada Leon pun ditinggalkan dengan cepat. Tak ada lagi Justin mengorek masalah itu dari Leon. Dalam batinnya, meski tak nampak, Leon kini sedikit bersyukur karenanya. Sara Melody itu, Leon berharap gadis itu mampu mengatasi masalah apapun yang tengah menimpanya sekarang. 

Christy Evangelica

Ada yang penasaran sama wujud Leon dan Justin gak???? Happy reading, ya!!

| 1

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status