Sara meremat jari-jarinya kasar. Betapa terkejutnya ia saat Tari mengatakan hal barusan. Ternyata apa yang ia pikirkan bukan sekedar perasaan jahatnya, tapi memang benar-benar terjadi, yaitu tentang dirinya yang sangat merepotkan. Kepala Sara menunduk dalam dengan batinnya yang kini tergores besar. Kata-kata Tari sangat membuatnya tersayat dan perlahan kembali pada rasa takutnya. Teman-teman Sara itu, apa hanya Tari yang berpikir bahwa Sara belum bekerja apapun? Apa yang lain juga berpikir bahwa Sara sangat tumpang tangan? Mengapa dugaan-dugaan seperti itu terasa menyakitkan? Sungguh, Sara kini berusaha begitu keras untuk tidak membiarkan bahunya kembali bergetar dan rasa takut kembali menguasai dirinya. "Sara, jangan kumat lagi!" Bak baru saja dihantam truk yang beratnya berton-ton, seluruh inci tubuh Sara melemas. Meski tak melihat bagaimana air muka Tari saat mengatakannya, Sara mampu mendengar dengan jelas nada suara yang Tari timbulkan dari peringatannya bar
17:30 WIB Sara menarik napasnya dalam. Langit kini sudah mulai beralih menjadi abu-abu. Kegiatan ospeknya baru saja dibubarkan. Mereka ternyata selesai sedikit terlambat, karena masalah pengaturan barisan yang sedikit lama. Pun juga, karena para kelompok yang presentasi ada beberapa yang melakukan presentasi dengan sangat detail, hingga kedua MC sedikit kesulitan menemukan celah untuk menyela. Omong-omong, kelompok Sara tadi tak mendapat kesempatan maju, jadi pekerjaan kelompoknya hanya berkahir dengan dikumpulkan. Sara kini mengenakan jaket merah muda kebesarannya yang ia simpan dalam ransel hitamnya, sebelum kegiatan ospeknya yang sesungguhnya benar-benar dimulai. Jaket itu memiliki tekstur kain yang lembut. Ketika memakainya, rasanya cukup sejuk, bahkan ketika Sara tak sama sekali mendapat angin dari udara di sekitarnya. "Sara, aku duluan, ya!" Sara mengangguk kecil pada sosok Seren yang baru saja berpamitan padanya. Senyumnya merekah tipis dengan tulu
Sara melangkahkan kakinya mengikuti sosok lelaki tinggi di hadapannya. Malangnya nasibnya. Pada akhirnya, Sara menurut tanpa perlawanan apapun juga. Bahunya yang sempit itu bahkan tak bisa lagi bergetar, karena sudah terasa lemas. Sara pikir ia sudah terlalu lelah hari ini. Ada begitu banyak hal yang menimpanya, hingga tubuhnya sendiri sampai tak bisa memberikan reaksi apapun terhadap ketakutan yang Sara tengah alami. Sara sesekali menatap lurus ke depan, memandang punggung lebar milik si lelaki tinggi. Dalam pikirannya, Sara berusaha menerka mengenai hal apa yang sekiranya akan menimpanya nanti. Jika lelaki itu benar merupakan orang jahat, bagaimana cara lelaki itu akan menjahatinya nanti? Mau dirampok? Disakiti? Atau hal-hal menajiskan lainnya? Entahlah, meski takut, Sara tak tahu kenapa matanya terus menatapi si lelaki dengan pandangan yang penuh dengan perandaian. Apakah parkiran kampus sejauh itu? Mengapa Sara merasa kalau keduanya tak kunjung sampai? Sedari
Sara mengatur napasnya yang tersengal lumayan hebat. Meski hanya sebentar dirinya dan sosok seniornya berlari tadi, rasanya seolah memakan waktu 1 tahun lamanya, karena rasa takut yang menghantui. Sara kini terduduk di sebuah meja di ujung sebuah rumah makan, yang tampaknya dikhususkan untuk makanan bernama 'kue balok'. Saat sore sudah menjemput seperti sekarang, rumah makan itu kelihatan lumayan ramai pengunjung. Sebenarnya masuk akal, karena makanan yang manis-manis itu lebih nikmat disantap di waktu-waktu redup, atau bahkan saat gelap. "Sara, mau minum apa?" Sara menoleh, mendapati sang senior kembali dari sisi depan rumah makan. "Sama kayak kakak aja," jawab Sara tak ambil pusing. Dirinya kini tengah lumayan berkeringat, hingga tak mau berpikir terlalu banyak. Intinya, keringkan dulu tubuh, baru bisa berpikir jernih. "Sama kayak gue? Oke, lo gak alergi sama monyet, kan?" tanya lelaki itu membuat Sara menautkan alisnya bingung. Apa yang akan le
Sara memasang raut wajahnya yang takjub saat kue balok coklat yang seniornya junjung tinggi tadi disajikan di hadapannya. Kue itu memiliki bentuk yang terhitung 'gendut', dengan coklat yang lumer keluar dari belahan tengah rotinya. Warnanya benar-benar coklat pekat, sehingga membuat mereka yang merupakan pecinta coklat ingin segera meraupnya habis. "Makasih, bang!" celetuk seniornya itu pada seorang pelayan yang baru saja menyajikan piring saji."Sama-sama, ko. Selamat menikmati..." Pelayan itu kemudian pergi setelah merekahkan senyum ramahnya pada Sara juga pada senior yang selalu dipanggil dengan panggilan 'koko' atau 'ko'. Sesaat setelahnya, Sara kembali memfokuskan diri pada tampilan kue balok di depannya. Sesungguhnya, tak hanya kue baloknya yang menggiurkan. Banana smoothies yang kelihatan dingin pun terlihat begitu menggugah selera. Porsinya kelihatan besar, dengan hiasan yang membuat minuman sehat itu terlihat cantik. "Ahaha, kuenya keliata
Sara menyalakan penghangat ruangan dalam kamarnya. Setelahnya, ia berjalan pelan menuju ke atas kasurnya yang empuk. Ah, hari ini berjalan lumayan panjang. Ada banyak hal yang Sara dapatkan selama seharian penuh. 09:00 PM Mata Sara bertemu pandang dengan jam digital di atas meja kecil samping kasurnya. Sudah malam rupanya, mandinya lumayan lama juga.HhhSara menarik napasnya dalam-dalam, lalu mengeluarkannya secara perlahan. Kalau sudah malam begini, Sara biasanya akan menangis, karena tubuh dan mentalnya yang kelelahan. Entah dimana pun ia berada, matanya yang cantik itu akan berujung dengan mengeluarkan buliran bening, tanda bahwa ia tengah mengeluarkan segala keburukan yang batin dan hatinya simpan selama seharian. "Leon, panggil aja Leon, atau Ko Leon." Sekitar pukul 7 kurang 15 menit, Sara sampai di apartemennya, dengan tentu saja diantar oleh sosok lelaki yang merupakan seniornya tadi. Permintaannya soal memanggilnya dengan em
06:30 WIB Kaki Sara melangkah cepat memasuki pintu gerbang besar milik kampusnya. Memang jam mulainya masih sekitar 30 menit lagi, namun rasanya perasaan terburu-buru seolah tengah menguntitnya. Pengalaman hari kemarin sangatlah buruk. Jangan sampai ia terkena semburan pedas dari para panitia penjaga lagi. Kalau hal itu sampai ia dapati, bisa-bisa dirinya pingsan di tempat. Rasa takut yang super mengganggu itu bisa mengambil alih seluruh fungsi organ tubuhnya melebihi dahsyatnya hari kemarin. Sara mendudukkan dirinya di atas kursi hijau panjang di pinggir lapangan. Di sana, hanya terdapat 2 orang perempuan yang tengah bercanda. Tampaknya mereka sudah saling kenal dan akrab. Mulut Sara terbungkam memperhatikan sekelilingnya dengan seksama. Kondisi Jakarta di pagi hari terasa lumayan sejuk, padahal rumornya Jakarta merupakan kota yang sangat pengap dan penuh polusi. Lingkungannya pun katanya sangat kotor. Faktanya, Sara tak dapat menampik bahwa kondisi Jaka
"Oke, semuanya siap-siap, ya! Pokoknya kelompok kita pasti bisa!" ujar Guntoro memberi semangat setelah nama kelompok anak-anak asuhnya dipanggil. "Sip, kak! Temen-temen, kalo nanti kalah gapapa. Jangan terlalu fokus sama kemenangan. Yang penting kita seneng-seneng bareng, ok?!" sambung Jonathan sebagai ketua kelompok. "Ok!!!" jawab para anggota dengan serempak. "Kelompok Kepompong dan Kelompok Dokter Ilmu Kejiwaan, dipersilahkan untuk masuk ke area tarik tambang." Suara keras dari mikrofon kembali berbunyi untuk yang kesekian kalinya. Dengan itu, dua kelompok yang dipanggil pun segera maju ke tempat yang MC maksudkan. Omong-omong, kegiatan hari ini seperti yang sudah dikatakan sebelumnya adalah berhubungan dengan olahraga. Karena kelompok yang terbentuk dalam acara ospek hitungannya banyak, maka mereka dibagi menjadi beberapa pos. Setiap satu pos terdapat 15 kelompok. Waktu masing-masing pos adalah 1 jam. Jika ada yang belum mengert