06:30 WIB Kaki Sara melangkah cepat memasuki pintu gerbang besar milik kampusnya. Memang jam mulainya masih sekitar 30 menit lagi, namun rasanya perasaan terburu-buru seolah tengah menguntitnya. Pengalaman hari kemarin sangatlah buruk. Jangan sampai ia terkena semburan pedas dari para panitia penjaga lagi. Kalau hal itu sampai ia dapati, bisa-bisa dirinya pingsan di tempat. Rasa takut yang super mengganggu itu bisa mengambil alih seluruh fungsi organ tubuhnya melebihi dahsyatnya hari kemarin. Sara mendudukkan dirinya di atas kursi hijau panjang di pinggir lapangan. Di sana, hanya terdapat 2 orang perempuan yang tengah bercanda. Tampaknya mereka sudah saling kenal dan akrab. Mulut Sara terbungkam memperhatikan sekelilingnya dengan seksama. Kondisi Jakarta di pagi hari terasa lumayan sejuk, padahal rumornya Jakarta merupakan kota yang sangat pengap dan penuh polusi. Lingkungannya pun katanya sangat kotor. Faktanya, Sara tak dapat menampik bahwa kondisi Jaka
"Oke, semuanya siap-siap, ya! Pokoknya kelompok kita pasti bisa!" ujar Guntoro memberi semangat setelah nama kelompok anak-anak asuhnya dipanggil. "Sip, kak! Temen-temen, kalo nanti kalah gapapa. Jangan terlalu fokus sama kemenangan. Yang penting kita seneng-seneng bareng, ok?!" sambung Jonathan sebagai ketua kelompok. "Ok!!!" jawab para anggota dengan serempak. "Kelompok Kepompong dan Kelompok Dokter Ilmu Kejiwaan, dipersilahkan untuk masuk ke area tarik tambang." Suara keras dari mikrofon kembali berbunyi untuk yang kesekian kalinya. Dengan itu, dua kelompok yang dipanggil pun segera maju ke tempat yang MC maksudkan. Omong-omong, kegiatan hari ini seperti yang sudah dikatakan sebelumnya adalah berhubungan dengan olahraga. Karena kelompok yang terbentuk dalam acara ospek hitungannya banyak, maka mereka dibagi menjadi beberapa pos. Setiap satu pos terdapat 15 kelompok. Waktu masing-masing pos adalah 1 jam. Jika ada yang belum mengert
10:00 WIB Kelompok Sara kini baru saja berpindah ke pos berikutnya, yaitu pos 3 yang merupakan posko perlombaan basket. Kalau di pos ini, Sara dapat memprediksi bahwa yang akan kedapatan main nanti mungkin hanya sekitar 8 kelompok, atau bahkan buruknya hanya 4 kelompok. Entahlah, Sara sangat yakin tentang itu. Masalahnya, waktunya hanya 1 jam, panitia yang berjaga di setiap pos juga membutuhkan waktu untuk mengatur urutan main kelompok.Di ujung lapangan, terlihat para panitia penjaga yang tengah melakukan pemeriksaan terhadap daftar kelompok. Sepertinya sedang menimbang, kelompok mana yang akan bermain duluan. Jujur saja, Sara berharap kalau itu bukanlah kelompoknya. Pasalnya, Sara bukan seorang yang bisa bermain basket. Ia ingat sekali dulu, kalau nilai ujian praktek basketnya di SMA pernah menyentuh angka 0, saking buruknya ia dalam bermain. "Sara, menurut kamu kelompok kita bisa menang gak kali ini?" tanya Seren membuyarkan lamunan singkat Sara. Sara y
11:00 WIBKelompok Sara berpindah ke pos selanjutnya dengan senyum sumringah di wajah. Pada pos 3, yaitu pertandingan basket, mereka menang telak dengan skor 0:6, dimana 6 merupakan skor milik kelompok Sara. Meski ujungnya tak jadi dicemplungkan dalam lapangan, Sara ikut senang dengan kemenangan yang rekan-rekannya raih. "Manteb banget si Jonathan tadi. Bro, ubun-ubun lo baek-baek. Kasih minyak telon biar gak benjol," canda Guntoro dengan kekehan renyahnya. Mendengarnya, tawa menyusul sebagai tanggapan. Omong-omong, untuk sekedar cerita, kepala Jonathan tadi terbentur dengan ring basket saat tengah meloncat, menghalangi bola untuk masuk ke ring. Hal itu hitungannya sangat legendaris, karena setelahnya, kejadian itu terus dibawa-bawa oleh MC sebagai bahan komedi. Beruntung Jonathan tak masalah soal itu. Lelaki itu menanggapinya dengan baik, dan malah tertawa keras saat situasinya diungkit oleh pihak MC pada kelompok lain yang tengah bertanding. Pos
Sara menyandarkan punggungnya di salah satu pilar di lapangan tempatnya terduduk. Dirinya terus terdiam dengan pandangannya yang kosong. Omongan Tari masih menghantuinya, mengakibatnya tak bisa memikirkan hal-hal positif sedikit pun. Sedari tadi, Seren dan gadis-gadis lain selain Tari terus ada bersamanya. Mereka menemaninya sembari berusaha membicarakan banyak hal yang menyenangkan, berharap Sara dapat kembali dalam kondisinya yang baik-baik saja. Sesungguhnya Sara merasa tak enak dari 2 sisi. Sisi pertama adalah dari sisi rekan-rekannya. Mereka sudah mengusahakan yang terbaik untuk membuat hati Sara menjadi sedikit membaik.Namun, dalam waktu yang bersamaan, sisi dari dirinya merasakan perasaan yang tak nyaman. Saat seperti sekarang adalah saat-saat dimana Sara seharusnya berdiam diri dan merenung sendirian, membiarkan air matanya tumpah untuk mengeluarkan segala racun yang mengendap dalam batin. Omong-omong, kelompok Sara sudah selesai melakukan lomba lari
12:30 WIB Tangis Sara berangsur-angsur berhenti dari sesenggukannya. Gadis itu kini tengah mengelap bekas air matanya yang tersebar membasahi seluruh permukaan wajahnya, dengan sapu tangan yang Leon baru saja berikan padanya.Kepala Sara menunduk dalam diamnya. Rasanya sedikit lebih lega karena racun dalam batinnya yang sudah dikeluarkan lewat tangis. Sekarang, Sara tinggal menunggu kepalanya menjadi jernih kembali, sebelum akhirnya ia bisa berbicara pada sosok Leon di sampingnya. Sara tadi terus menangis dalam durasi waktu yang lumayan panjang, kira-kira 30 menit lamanya. Selama itu, Leon hening. Lelaki asing itu hanya diam sembari memainkan dan mencabuti rumput hijau yang tengah didudukinya. Sesekali, matanya memperhatikan Sara dengan pandangan yang tak dapat diartikan. Untuk itu, jelas Sara tidak tahu. Pasalnya, Sara terlalu sibuk dengan tangisnya yang tersedu. "Maaf, kak..." lirih Sara dengan suaranya yang terdengar serak. Perlahan, sosok Leon
Dengan segala paksaan tenang dari Sara, Leon akhirnya benar-benar memakan jatah makan siang Sara setengahnya. Keduanya membagi dua porsi makan siang itu atas kehendak Sara. Jujur saja, selain mengenai porsi makan Sara yang tak begitu banyak, Sara juga tak enak jika hanya dirinya yang makan, sedangkan Leon sibuk memperhatikannya. "Habis ini kelompok lo dapet pos berapa?" tanya Leon setelah dirinya kembali dari membuang sampah bungkusan makanan. Mendengarnya, Sara tampak terdiam sejenak untuk berpikir. "Pos 5, kak," jawab Sara. Leon mengangguk paham."Udah tau pos 5 ngapain belum?" tanya Leon lagi. Lelaki itu seolah ingin membuat percakapan baru dengan Sara. Beruntung Sara sudah dalam kondisi pikirannya yang jernih, jadi tak perlu ia mengabaikan Leon. "Futsal?" Leon seketika mengangguk cepat dengan senyum di wajahnya. Kelihatannya lelaki itu akan segera menceritakan cerita baru untuk diperdengarkan pada Sara. Kini, Sara hanya bisa menunggu,
14:00 WIB Kulit Sara terasa terbakar. Sinar matahari siang ini sangat keterlaluan. Sara yang tak pernah sama sekali merasakan sengatnya, kini benar-benar merasakannya. Ingin sekali Sara berlari dari tempatnya berdiri, namun rasanya tak mungkin. Jika saja itu terjadi, maka masalah baru akan timbul nanti. Sara harus menghindari yang seperti itu, karena jam pulang semakin dekat. Drama adalah hal yang anti di jam-jam rawan seperti sekarang. Setelah melewati pos 5 yang sungguh menguras keringat tadi, kelompok Sara sudah berpindah ke pos 6, yaitu pos panjang tebing. Astaga, siang-siang terik begini panjat tebing, Sara tak bisa membayangkan, sebrutal apa matahari akan memanggang mereka semua nantinya. Rasanya tak akan kuat jika harus melakukannya. "Sara, menurut kamu, semuanya bakal kebagian panjat tebingnya, gak?" celetuk Seren. Sara yang mendengarnya pun menoleh sembari kepalanya sedikit menunduk. Bisakah Sara melepaskan ikat rambutnya saja sekarang? Ti