Jam menunjukan pukul dua siang saat Rena bangun dari mimpi indahnya.
Kepalanya terasa berat dan berdenyut kencang karena tadi malam Rena baru sampai di kossan pukul tiga dini hari.
Di hari pertama bekerja, Rena berinisiatif ikut membantu membereskan Restoran walau bukan tugasnya dan tidak ada yang meminta.
Dia pikir tidak ada salahnya berbuat baik membantu teman satu pekerjaan agar mereka juga bersikap baik padanya.
Rena bergegas turun dari atas ranjang kemudian melakukan ritual membersihkan tubuh di kamar mandi setelah itu keluar kossannya untuk mencari makan siang dan pilihannya adalah warteg yang berjarak beberapa meter dari kossan.
Walaupun di dalam gang tapi tempatnya cukup bersih dan makanannya pun enak juga murah.
"Hmmm... Rindu masakan ibu,” gumam Rena berekspresi sendu.
Rena segera menghabiskan makan pagi yang kesiangan di warteg tersebut lalu kembali beristirahat di kosan.
Jangan sampai dia bertemu dengan anak muda pengangguran yang sering nongkrong di pos ronda dekat kosan setiap sore hingga malam.
Pemuda kurang kerjaan itu selalu menganggu Rena setiap pulang kerja, untungnya kemarin Rena pulang hampir pagi sehingga keadaan pos sudah sepi.
Malam harinya Rena kembali melakukan kerja sampingan, dia pergi memakai long coat untuk menutupi baju kerja dengan roknya yang seksi.
Sebetulnya Rena merasa risih, apa lagi para tamu yang melihat seperti ingin menerkamnya.
Namun Rena berusaha tegar, semua ini demi Ibu Bapak dan adik-adiknya.
"Malam ini adalah malam minggu pasti Restoran sangat ramai dan akan sangat melelahkan lebih dari kemarin.” Rena menggerutu di dalam hati.
Dan benar saja, Restoran sangat ramai dua kali lipat dari kemarin, antrian diluar Restoran untuk waiting list pun sudah mengular.
Suara Rena hampir serak karena harus berkomunikasi melalui walkie Talkie dengan Dinda sang supervisor dan juga harus melantang suara memanggil tamu berikutnya saat sudah ada ketersediaan meja.
Peluh mulai mengucur dari dahi Rena hingga ke leher, rambut bagian poni dan pelipis yang lembab malah membuat Rena terlihat seksi. Pendingin ruangan yang bekerja maksimal pun sudah tidak bisa mengambil peran karena penuh sesaknya di dalam sana.
Rena masih mengangkat gagang telepon untuk reservasi ketika di kejutkan oleh tamu VIP yang tiba-tiba berada di depannya.
Setelah menutup telepon dan menyapa tamu tersebut dengan gugup, Rena mengingat-ngingat kembali siapa nama kedua pria tampan di hadapannya yang tampak familier.
"Hai Nona Cantik, kita bertemu lagi,” sapa Ricko dengan lirikan menggoda.
"Bukannya kamu karyawan di Bank BUMN? Kenapa kamu ada disini?" Raut wajah Ricko tampak serius sekarang.
"Selamat malam Pak Ricko dan Pak Andra, silahkan masuk di meja nomor dua," sapa Rena ramah sembari memberitahu meja mereka.
Untung lah Rena ingat nama kedua tamu VIP tampan tersebut dan langsung mencocokannya dengan daftar tamu.
Rena memang cerdas, bisa bekerja cepat dan terbiasa dengan prosedur ketat yang dituntut oleh kantornya.
Gadis itu juga sengaja tidak menjawab pertanyaan Ricko dan hanya menampilkan senyum khasnya pura-pura tidak mendengar pertanyaan Ricko tadi.
"Pertanyaan aku belum kamu jawab, beberapa waktu lalu aku menanyakan nomor telepon, kamu hanya tersenyum, sekarang pun seperti itu … Nona manis, sungguh … senyum mu membawa luka." Ricko menggoda Rena kembali dengan menampilkan ekpresi sedih yang dibuat-buat.
"Mohon maaf Pak Ricko, sekarang saya masih dalam jam kerja tidak bisa berbincang-bincang dengan Bapak, banyak tamu yang antri dibelakang Bapak ... mungkin lain kali bila saya tidak sedang bekerja, saya akan menjawab pertanyaan Bapak,” balas Rena membujuk dengan lemah lembut dan sopan berharap Ricko mau mengerti.
Seperti pangeran berkuda putih yang menyelamatkan hari sang Tuan Putri, Andra langsung menarik tangan Ricko meninggalkan Rena dan sahabatnya itu memberikan senyum manis kepada Rena dengan kepala menoleh terus ke belakang hingga masuk ke dalam Restoran.
Keduanya duduk di meja yang disebutkan Rena tidak lama kemudian pelayan datang memberi buku menu.
"Ndra, lo udah mikirin ide gue kemarin belum?” tanya Ricko dengan wajah serius setelah pelayan pergi membawa catatan pesanan mereka.
"Ide yang mana?" Andra malah balas bertanya.
"Yang Kawin Kontrak itu looooh," balas Ricko seraya merotasi bola matanya.
"Sama siapa?" Andra bertanya lagi.
"Mau gue cariin?” Ricko menaik turunkan kedua alisnya menunjukkan tampang jahil.
"Enggak usah lah, cewe di circle lo tuh matre-matre, manja-manja males gue,” jawab Andra ketus, seolah jijik dengan sifat perempuan seperti itu.
"Trus lo mau yang kaya gimana? Lagian lo pelit amat sih! Cewek itu memang suka dengan yang namanya kemewahan seperti berlian, buket bunga seratus tangkai mawar dan tentunya bunga bank...," kelakar Ricko melucu diakhiri gelak tawa.
"Gue enggak pelit, cuma males aja sama cewek matre kaya gitu ... jijik gue,” tukas Andra bertampang masam.
Detik berikutnya teman-teman sesama pengusaha muda pun berkumpul menikmati malam minggu di Restoran tersebut, mereka memesan Wine dan makanan mahal lainnya.
Tanpa terasa jam telah menunjukan pukul dua belas malam.
Para tamu satu persatu meninggalkan meja dan para pelayan langsung membereskan meja tersebut karena restoran akan tutup.
Ricko yang sedikit mabuk karena terlalu banyak meminum Wine tampak jalannya terhuyung, mau tidak mau Andra harus menopang sahabatnya itu berjalan menuju mobil, keduanya melewati Rena yang baru saja membereskan mejanya di dekat pintu keluar.
Gadis cantik itu melihat Andra kewalahan menopang tubuh menjulang Ricko dan mencoba menawarkan bantuan.
"Saya bantu ya,Pak.… " Rena tersenyum hangat, tangannya sudah memegang lengan Ricko.
"Enggak usah,” jawab Andra dingin dan datar.
Rena mundur meninggalkan Andra sambil mengerucutkan bibirnya kesal dan tidak memperdulikan mereka lagi.
Rena pergi ke ruangannya pak Ryan untuk pamit.
Malam minggu kala itu jalanan masih ramai, manusia tumpah ruah di jalanan Ibu kota.
Rena melangkahkan kaki menuju depan jalan raya hendak menunggu ojeg online pesanannya.
Tapi setelah beberapa lama ojol yang ditunggu belum datang juga tertahan oleh padatnya kendaraan di jalanan sehingga memerlukan waktu lebih lama untuk tiba di tempat Rena.
Tanpa Rena sadari dari arah sebrang jalan ada beberapa anak berandal yang mengincar Rena dari sebrang jalan.
Mereka berniat menggoda Rena, menjadikan mangsa mereka malam ini.
Satu persatu dari mereka menyebrangi jalan lalu perlahan mendekati Rena, menggodanya dengan mengajak Rena ikut bersama mereka, sambil tersenyum miring mereka membuat lingkaran mengelilingi Rena.
Rena berusaha pergi menembus lingkaran tersebut tapi mereka malah memegang tangan dan dagu gadis cantik itu, melecehkan Rena.
Banyak orang yang berlalu lalang melihat kejadian miris itu tapi tidak ada yang berani menolong.
kedua pipi Rena sudah basah dengan air mata, dia berteriak meminta tolong tapi orang-orang disekitar seakan menulikan telinga.
Entah kemana hati nurani mereka sampai tega memilih diam saja ketika melihat seorang gadis diperlakukan tidak semestinya.
Rena yang sedang dilecehkan hanya dijadikan tontonan gratis.
"Lepaaassss!!" teriak Rena ketika salah satu anak berandal mulai memegang lengannya.
Pak Syam, driver pribadi Andra yang merupakan purnawirawan Angkatan Darat melihat seorang gadis sedang dilecehkan oleh anak berandalan tentu saja merasa iba.
Pria bertubuh tinggi besar yang masih terlihat gagah diusianya yang sudah menginjak setengah abad itu akhirnya meminta ijin kepada Andra untuk menolong gadis tersebut.
"Pak Andra, didepan ada gadis seumur anak saya sedang dilecehkan oleh anak berandal, boleh ya saya membantunya?" tanya Pak Syam hati-hati.
Andra mendongak melihat keluar jendela mobil." Perempuan itu lagi,” gerutu Andra kesal setelah gadis yang dimaksud Pak Syam.
"Terserah Bapak aja, tapi saya enggak mau urusannya panjang ya, Pak!” ujar Andra dingin.
"Baik, Pak … Terimakasih."
Pak Syam bergegas turun dari mobil menghampiri Rena yang masih diganggu oleh anak-anak berandal.
Mereka akhirnya bubar hanya mendengar seruan Pak Syam saat pria itu mendekat.
"Terimakasih Pak,” ucap Rena sambil menyeka jejak air mata dipipinya, kini dia merasa lega.
Belum sempat pak Syam merespon ucapan Rena, tiba-tiba terdengar teriakan dari dalam mobil hingga mengalihkan perhatian keduanya.
"Pak Syam, tolong saya!!!!” Itu suara Andra.
Pak Syam dan Rena bergegas menuju mobil.
Ternyata Ricko muntah di dalam mobil, Andra segera keluar dari dalam mobil karena tidak ingin terkena muntahannya.
Rena menawarkan bantuan dengan mengambilkan air dari toilet karyawan yang berada di dalam restoran agar Pak Syam bisa membersihkan bagian dalam mobil.
Kebetulan saat itu bagian cleaning service masih membersihkan Restoran, tidak lupa Rena membawakan air mineral dari pantry untuk Ricko, berharap pengaruh alkohol pria jangkung itu bisa cepat hilang.
"Ini Pak, air bersihnya." Rena memberikan ember kecil berisi air kepada pak Syam dan dibalas anggukan disertai senyum oleh Pak Syam.
Selagi pak Syam membersihkan jok mobil, Rena dan Andra menopang Ricko keluar dari dalam mobil lalu mendudukannya di kursi Security Restoran.
Rena juga membantu mendekatkan ujung botol air mineral ke bibir Ricko dengan hati-hati.
Beberapa teguk air mineral berhasil masuk mengaliri tenggorokan Ricko.
"Kenapa dia mau repot-repot nolong Ricko padahal setelah di tolong pak Syam dia bisa langsung pulang.” Andra membatin sembari mengawasi gerak-gerak Rena dengan kening mengerut.
Merasa ada yang sedang memperhatikannya, Rena pun mendongak dan tidak sengaja tatapannya dengan Andra bertemu.
Rena sempat terkejut melihat sorot mata Andra yang tajam membuatnya salah tingkah dan malah menepuk-nepuk pundak Ricko hingga pria itu terbatuk.
Setelah batuknya mereda, Ricko menatap Rena dengan raut wajah bingung kemudian menoleh menatap Andra meminta penjelasan kenapa Rena bisa berdiri di depannya sambil memegang botol air mineral.