Share

Bab 0007

Penulis: Erna Azura
last update Terakhir Diperbarui: 2024-02-20 22:26:54

Rena menatap telepon genggamnya,

"Yaaa … di-cancel," gumamnya yang terdengar oleh Andra dan Ricko.

"Kamu lagi nunggu ojeg online? " tanya Ricko kembali menoleh kepada Rena setelah Andra tidak memberikan jawaban apapun atas tatapan pertanyaannya.

"Iya tapi di cancel ... aku harus pesen lagi! Pak Ricko sudah baikan, kan? saya tinggal pulang duluan ya! Pak Ricko ... Pak Andra saya duluan..," pamit Rena lantas membalikan tubuhnya dan mulai melangkah meninggalkan kedua pria tampan tersebut.

"Hey ... Nona manis! Biar kami antar pulang, sebagai ungkapan rasa terimakasih," usul Ricko yang sudah beranjak dari duduknya, ia menyipitkan mata memfokuskan pandangannya yang sempat kabur dan memijit tengkuknya yang terasa berat.

Rena menghentikan langkahnya, "Terimakasih Pak Ricko, saya bisa pulang sendiri!" jawab Rena, membungkukan sedikit tubuhnya.

"Kami memaksa," kata Ricko menderapkan langkah menyusul Rena.

"Betul Nona, kami antar aja nanti ada yang menganggu lagi seperti tadi, boleh ya Pak Andra?" ujar pak Syam yang berdiri di samping mobil tidak jauh dari Rena.

Rupanya supir Andra itu telah selesai membersihkan jok mobil yang terkena muntahan Ricko.

"Siapa yang mengganggu? " tanya Ricko memperlihatkan ekspresi bingung, sewaktu Rena ditolong Pak Syam dari anak berandal tadi, Ricko memang sedang mabuk berat.

"Masuk semua ke mobil!!” titah Andra dengan suara baritonnya sambil melengos masuk ke dalam mobil.

Pertahanan pria dingin itu goyah setelah pak Syam mengingatkan tentang kejadian pelecahan yang baru saja dialami Rena.

Tanpa berkata apa pun semua masuk kedalam mobil termasuk Rena, suara yang tegas dengan penakanan di akhir kalimatnya, tidak ada yang berani membantah perintah Andra.

Rena mengambil duduk di kabin depan tepat di samping pak Syam karena etikanya hanya Bos besar yang duduk di kabin belakang..

Dia memposisikan dirinya seperti seorang karyawan di kantor, setiap pak Rudi minta ditemani bertemu nasabah, Rena akan duduk di depan di samping pak Dede-sang driver kantor.

"Ndra … kita ke coffe shop di depan ya? Kepala gue masih sakit, biar efek alkoholnya hilang, kita ngopi dulu lah ya!” Ricko bukan sedang meminta ijin melainkan memberitahu.

Tidak ada respon dari Andra, pria itu hanya melirik Ricko sekilas dengan sorot mata sebal yang malah menyengir lebar.

"Nona manis boleh pulang pagi, kan? Temani kami minum kopi dulu, mau ya? Please … Please … Please." Ricko berakting memelas, mencondongkan tubuhnya melewati sela antara kursi kabin depan.

Rena tampak berpikir, sebenarnya dia masih trauma pulang sendiri jadi menganggukan kepala mengiyakan ajakan Ricko.

“Boleh deh …,” putus Rena sambil tersenyum pelik.

Lima menit kemudian mereka sampai di coffe shop yang buka dua puluh empat jam, Ricko langsung pergi ke kasir untuk memesan Kopi sedangkan Andra dan Rena mencari meja yang kosong.

"Mau kopi apa Nona manis?" teriak Ricko dari meja kasir.

"Caramel Machiato ...,” jawab Rena setengah berteriak dari tempat duduknya.

Ricko tidak perlu menanyakan kopi apa kesukaan Andra, pria itu sudah hapal betul apa yang akan di pesan sahabatnya.

Sementara itu Rena dan Andra duduk saling berhadapan.

Rena tidak berani menatap wajah Andra, pandangannya hanya ke kanan dan ke kiri lalu menunduk, menghindari tatapan pria berparas tampan di depannya karena Rena merasa tatapan Andra sangat tajam hingga bisa menembus jantungnya.

"Aduuuuh ... salah ambil kursi kayanya nih, kalau aku pindah dia tersinggung enggak ya? jangan liat matanya jangan liat.” Rena membatin.

Rena berharap Ricko segera kembali memecah kecanggungan yang hanya dia sendiri yang merasakannya karena Andra malah terlihat santai, duduk dengan tegap di depan Rena tanpa ekspresi, kedua tangannya di simpan di atas meja dengan jemari saling bertaut, sedangkan netranya terus mengawasi gerak-gerik Rena yang tampak salah tingkah.

Kepala Andra sampai miring ke kiri lalu ke kanan memperhatikan Rena.

Diperhatikan seperti itu membuat jantung Rena berdetak marathon, kakinya terasa lemas untung saja dia sedang dalam posisi duduk bila sedang berdiri mungkin gadis itu sudah jatuh berguling-guling di lantai.

Tidak lama kemudian, Ricko datang membawa kopi untuk Andra dan Rena.

"Silahkan kopinya, Nona manis!" Ricko menyimpan dengan hati-hati kopi pesanan Rena di atas meja.

"Terimakasih ... tapi Pak Ricko, cukup panggil saya Rena aja," pinta gadis itu lantas tersenyum lebar.

Ricko terkekeh. “Baiklah.”

"Jadi kenapa kamu bekerja di restoran? Kamu resign dari Bank BUMN?" tanya Ricko to the point.

"Ini hanya kerja sambilan, saya sedang membutuhkan biaya untuk membayar sekolah adik, kebetulan bapak saya sudah pensiun dan sakit-sakitan jadi hanya bisa mengandalkan uang pensiun.” Sesuai janji, bila di luar jam kerja Rena akan menjawab pertanyaan Ricko.

Meski sebetulnya dia enggan menceritakan masalahnya kepada orang yang baru dikenal, tapi janji adalah janji dan Ricko adalah seorang yang gigih.

Pria itu tak akan melepaskan Rena begitu saja sebelum menjawab semua pertanyaannya.

Dan Rena memberikan senyum ramah diakhir kalimatnya guna menetralisir perasaan si pendengar dengan memberitahu kalau dia baik-baik saja.

Rena tidak suka dikasihani.

“Anda pintar bersandiwara, Nona … menceritakan sesuatu yang sedih tapi bibir masih bisa tersenyum.” Andra bicara di dalam hati.

"Oh kamu lagi butuh uang? Kenapa enggak bilang dari tadi? Bagaimana kalau Andra kasih kamu lima Milyar?" Tiba-tiba ide menjadikan Rena istri Andra tercetus dalam benaknya.

Ricko bersemangat sekali sampai menepuk dada Andra menggunakan punggung tangannya sontak Andra terhenyak sembari melototkan matanya menatap Ricko.

"Banyak sekali lima Milyar, Pak! Saya hanya butuh empat juta rupiah ... Tapi terimakasih tawarannya, saya masih bisa mengusahakannya sendiri … uang saya akan terkumpul dengan bekerja sampai hari minggu besok,” balas Rena dengan senyum khas.

"Sebentar Rena, saya belum selesai bicara,” sela Ricko mengangkat tangan.

Andra sengaja menginjak kaki Ricko karena tahu apa yang ada di dalam benak sahabatnya.

"Awww ….” Setelah berteriak, Ricko pun meringis.

"Cuma lima tahun, Andra ... apa salahnya kita coba?!" Ricko berbisik, tapi bisikan pria itu masih terdengar jelas oleh Rena.

Andra memalingkan wajah kemudian melipat tangan di dada, lengan kemejanya menyempit, otot-otot di lengan Andra tampak seksi seperti meronta ingin merobek lengan kemeja itu.

Andra memang idaman setiap wanita, tidak ada wanita yang tidak menoleh bila Andra lewat termasuk kasir coffeshop ini yang sedari tadi melihat ke arah Andra hanya sekedar menikmati ketampananya.

"Begini Rena, sekarang aku tanya, apakah kamu punya pacar?" Ricko mengubah mode menjadi serius, tubuhnya condong ke depan menatap Rena lekat.

"Emm ... Be ... belum, memangnya kenapa, Pak? Saya enggak tertarik untuk berpacaran karena masih harus fokus bekerja sampai adik saya lulus kuliah.” Rena jujur sekali.

Andra menatap tajam gadis di depannya. “Masih sih enggak punya pacar?” batin Andra lagi.

"Jadi gini, Ren … Andra lagi cari cewek untuk jadi istrinya tapi hanya sampai lima tahun aja dan kalau kamu bersedia, Andra akan memberikan lima Milyar sebagai kompensasi … Jika kamu memberitahu satu orang aja tentang ini maka kamu harus membayar denda sebesar 10 Triliun,” tutur Ricko memberikan penjelasan, mimik serius masih bertahan di wajahnya.

Seketika Rena tersedak caramel machiato yang baru saja dia seruput dari sedotan, refleks tangannya terulur menyambar tissue yang ada di atas meja.

"Sepuluh Triliun? Bahkan di brangkas kantor kami aja hanya boleh hingga satu milyar,” gumam Rena sambil menutup mulut dan hidungnya dengan tissue.

"Kalau kamu enggak mau bayar denda, kamu cukup menutup mulut kamu dan berpura-pura di depan semua orang kalau pernikahan kalian bukan pernikahan kontrak,” timpal Ricko menaik turunkan alisnya berkali-kali, wajah kocak pria itu telah kembali.

"Tapi kenapa pak Andra harus menikah selama lima tahun?” tanya Rena polos.

"Jadi para klien dan beberapa pemegang saham diperusahaan Andra ingin perusahaannya dipimpin oleh seseorang yang bijaksana dalam mengambil keputusan dan bijaksana menurut mereka adalah seorang yang telah menikah … mungkin karena pria yang sudah menikah itu terlihat lebih dewasa dan bertanggung jawab." Dengan sabar Ricko menjelaskan di saat dia bisa melempar tawaran itu kepada kasir coffeshop ini yang pasti tidak akan banyak tanya seperti Rena.

"Oooh ... kalau gitu kenapa enggak cari perempuan yang Pak Andra cintai terus dijadikan istri untuk selamanya? Jadi enggak harus pura-pura,” Rena bertanya enteng lantas menyeruput caramel machiatonya lagi.

Demi Tuhan, Caramel machiatonya enak, pasti mahal.

"Panjang kalau diceritain mah,” kata Ricko yang kesabarannya mulai menipis, selain itu dia malas membicarakan Monica-wanita yang bertanggung jawab menyebabkan Andra dingin terhadap wanita.

Rena hanya bisa ber Oh ria tanpa puas dengan jawaban Ricko.

Tanpa sadar, terang-terangan Rena menatap Andra lamat-lamat, mulai membandingkan Andra dengan dirinya yang ternyata seperti bumi dengan langit.

Dari ujung matanya, Andra bisa merasakan Rena sedang menatapnya intens tapi dia pura-pura tidak tau dengan memperlihatkan tampang datar.

"Pak Ricko, saya hanyalah orang biasa ... enggak pantas untuk menjadi istri Pak Andra bahkan walau jadi istri pura-puranya sekalipun ... pak Andra pasti malu nanti bersanding dengan saya di pelaminan, Pak Andra itu sempurna dan pak Andra bisa mendapatkan wanita mana pun yang lebih baik dari saya, maaf Pak Ricko ... tanpa mengurangi rasa hormat, saya menolak tawarannya.” Rena langsung memberikan keputusan.

Deg

Andra merasa terhina tapi juga sangat bangga mendengar perkataan Rena, ternyata dia semempesona itu di mata wanita.

"Banyak cewek cantik anak pengusaha sukses seantero Negri ini berlomba nyari perhatian gue, menginginkan uang dan kekayaan gue tapi sekarang di depan gue ada gadis miskin dan biasa aja nolak tawaran jadi istri gue, sombong sekali dia!" Andra bersungut-sungut di dalam hati. Entah kenapa dia harus kesal

Sedetik kemudian, Rena menyesal telah menolak tawaran Ricko. Tapi setidaknya dia masih mempunyai harga diri untuk tidak dijadikan permainan oleh Ricko dan Andra.

"Baiklah Nona Rena, ini kartu namaku… jikalau Nona berubah pikiran bisa hubungi nomor di sini." Ricko menyerahkan kartu namanya dengan penuh harap, meski telah menolak tapi tak ayal Rena menerima kartu nama itu untuk menghargai Ricko.

"Terimakasih, Pak Ricko …,” ucap Rena tulus sambil tersenyum memamerkan deretan gigi putih dan dua gigi kelincinya.

"Ayo kita pulang udah mau pagi!” Andra berseru sembari beranjak dari kursinya kemudian menarik langkah keluar dari coffeshop.

Ricko dan Rena mengikuti dari dari belakang.

Begitu langkah mereka sampai di samping mobil, Ricko membuka pintu mobil bagian depan agar Rena duduk kembali di sana karena tidak mungkin Andra bersedia duduk bersama Rena di kabin belakang.

Di dalam mobil hanya Rena, Ricko dan pak Syam yang berbincang-bincang sambil sesekali Rena menunjukan jalan arah ke kosannya sedangkan Andra hanya termenung belum bisa melupakan perkataan Rena di coffeshop.

"Kenapa jual mahal sekali perempuan ini? Dia harus cari kerja tambahan, ayahnya sakit, harus bayar kuliah adiknya tapi masih menolak uang lima Milyar, siapa dia sebenarnya?" Yang hanya bisa Andra tanyakan dalam hati, pria itu begitu Intovert untuk bisa menanyakan langsung semua pertanyaan yang berseliweran dalam pikirannya.

Andra yang digilai setiap wanita hingga selalu dibuat kesal dengan prilaku berlebihan wanita-wanita tersebut merasa aneh ketika ada satu wanita yang terkesan tidak tertarik padanya.

Hati kecil Andra tidak terima ditolak oleh Rena.

"Sudah sampai!! Kosan saya masih di dalam beberapa meter dari sini jadi cukup diantar sampai sini aja karena jalannya gang sempit enggak masuk mobil, terimakasih udah menolong saya dan anterin saya pulang, Pak.” Rena bicara kepada pak Syam dan bilas oleh anggukan serta senyum dari pria paruh baya itu.

“Terimakasih juga kopinya Pak Ricko, dan terimakasih juga Pak Andra untuk....., " Rena tidak melanjutkan kalimatnya karena bingung harus berterimakasih untuk apa dari tadi Andra hanya diam saja.

"Terimakasih untuk tumpangan mobilnya" Ricko menambahi.

Rena tersenyum dan keluar dari mobil, gadis itu melambaikan tangan lalu masuk perlahan ke dalam gang menuju kosannya.

Bab terkait

  • Berawal Dari Kontrak, Berakhir Menetap   Bab 0008

    Ponsel Rena terus bergetar dan sudah ada dua puluh enam panggilan tak terjawab, tapi Rena masih asik dengan mimpinya. Pasalnya Rena baru bisa memejamkan mata pada pukul empat subuh, gadis cantik itu lupa mengubah mode bunyi dari mode getar di telepon genggam. Sampai akhirnya telepon genggam itu ja

    Terakhir Diperbarui : 2024-02-21
  • Berawal Dari Kontrak, Berakhir Menetap   Bab 0009

    Tiba-tiba tangis Rena mereda karena tersadar kalau Ricko dan Andra sedang memperhatikannya dengan ekspresi bingung dan penuh khawatir. Selama Rena menangis, kedua pria tampan itu hanya bisa saling tatap tanpa bisa berkata-kata. "Maaf ... Pak Ricko, harus melihat saya seperti ini.” Suara Rena terde

    Terakhir Diperbarui : 2024-02-22
  • Berawal Dari Kontrak, Berakhir Menetap   Bab 0010

    Setelah mengantar tante Mery pulang ke rumahnya, Andra dan Ricko pamit untuk pergi ketempat Gym. Mobil mereka meluncur membelah jalanan Ibu Kota Jakarta yang sedikit lenggang di hari Minggu. Andra hanya terdiam, tatapan matanya fokus kedepan, mengemudikan kendaraannya dengan kecepatan sedang meski

    Terakhir Diperbarui : 2024-02-23
  • Berawal Dari Kontrak, Berakhir Menetap   Bab 0011

    "Ada apa Rena? Kamu enggak apa-apa, kan?" Mia balik bertanya dengan nada cemas. "Mia, dua hari aku begadang … badan aku demam dan menggigil mungkin karena enggak terbiasa pulang pagi, bisa kamu gantikan aku menjadi resepsionis malam ini aja di Restoran? Nanti semua uang gaji selama tiga hari boleh

    Terakhir Diperbarui : 2024-02-23
  • Berawal Dari Kontrak, Berakhir Menetap   Bab 0012

    Setelah Brifing pagi, Rena kembali kemejanya dan bersiap untuk melakukan pelayanan. seperti hari-hari sebelumnya, Rena berjuang untuk mendapatkan penghidupan yang layak dan membahagiakan kedua orang tua juga adik-adiknya. Hanya keluarganya yang ada dipikiran Rena, tidak pernah muluk keinginan gadi

    Terakhir Diperbarui : 2024-02-23
  • Berawal Dari Kontrak, Berakhir Menetap   Bab 0013

    Tiga puluh menit kemudian, mereka sampai di kantor om Bimo, tadi malam Ricko dan Andra sudah berbicara dengan om Bimo melalui sambungan telepon membahas masalah kontrak pernikahan Andra dengan Rena sekaligus melakukan janji pertemuan untuk hari ini. Beberapa saat kemudian mereka tiba di kantor Om B

    Terakhir Diperbarui : 2024-02-23
  • Berawal Dari Kontrak, Berakhir Menetap   Bab 0014

    Setelah menurunkan Rena di pinggir jalan, Ricko bergegas kembali ke kantor untuk melaporkan hasil pertemuannya tadi dengan om Bimo dan Rena kepada Andra. Sepanjang jalan bibirnya seperti lupa bagaimana caranya berhenti tersenyum. Ricko yakin Rena bisa meluluhkan hati Andra karena sesungguhnya Rena

    Terakhir Diperbarui : 2024-02-24
  • Berawal Dari Kontrak, Berakhir Menetap   Bab 0015

    *Café Milan Jam menunjukan pukul tujuh, Ricko dan Andra sudah beberapa menit menunggu dan Andra mulai merasa kesal karena Rena masih belum terlihat batang hidungnya. Duduknya mulai gelisah karena tidak terbiasa menunggu. "Kemana perempuan itu?!" Andra bergumam raut masam. "Sebentaaaar ... kantor

    Terakhir Diperbarui : 2024-02-24

Bab terbaru

  • Berawal Dari Kontrak, Berakhir Menetap   Bab 0438

    Kepala Rena mendongak, ingin menatap wajah suami tampannya. Beberapa detik keduanya hanya saling menatap bersama senyum tipis. Kemudian kepala Andra menunduk untuk mengecup bibir Rena. “Jangan kaya gitu mukanya.” Andra yang kembali memeluk Rena pun memprotes dengan gumaman. “Gitu gimana?” Re

  • Berawal Dari Kontrak, Berakhir Menetap   Bab 0437

    “Mamaaaaa ….” Zeline yang berteriak paling kencang, merentangkan kedua tangan berlari memburu sang mama yang baru pulang dari Singapura. “Sayang.” Rena melirih dengan mata berkaca-kaca, dia berlutut menggunakan kedua tangan terentang menunggu Zeline masuk ke dalam pelukan. Narendra juga bergerak

  • Berawal Dari Kontrak, Berakhir Menetap   Bab 0436

    Malam itu mereka berkumpul di rumah Andra karena Edward memiliki sebuah informasi yang mungkin bisa membuat Rena kembali seperti dulu. Ibu dan Bapak pun ada di sana juga Aras dan Saras-istrinya. “Jadi gini, gue kenal seorang dokter Hipnoterapis yang bagus … gue udah ceritakan kondisi Rena sama d

  • Berawal Dari Kontrak, Berakhir Menetap   Bab 0435

    Dari semenjak mimpi buruk dalam hidup Rena yang menyatakan bahwa dia harus kehilangan Nadine, Rena berjuang untuk tetap waras dan tidak terpuruk demi Nadhif. Merelakan itu tidak mudah, apalagi sesuatu yang sangat diinginkan dan dicintai. Anak-anaknya terutama Nadhif lah yang menguatkan Rena. S

  • Berawal Dari Kontrak, Berakhir Menetap   Bab 0434

    “Kak … tolong selamatin Nadhif Kak, please … gunakan segala cara, aku mohon.” Rena berlinang air mata memohon kepada Edward. “Ren … aku enggak bisa janji apa-apa ya, tapi petugas medis di sini akan melakukan yang terbaik,” kata Edward menenangkan. Para petugas medis keluar masuk ruang operasi me

  • Berawal Dari Kontrak, Berakhir Menetap   Bab 0433

    Andra dan Rena pernah mendapat cobaan dari segi materi yaitu ketika Andra harus menikahi Cynthia atas dasar wasiat sang ayah atau kehilangan perusahaan dan Andra memilih kehilangan perusahaan dari pada memadu istri yang sangat dia cintai, dia rela memberikan semua kerja kerasnya kepada Cynthia lalu

  • Berawal Dari Kontrak, Berakhir Menetap   Bab 0432

    “Mama kapan pulang, Pa?” Zeline bertanya saat sang papa mengantarnya tidur. Sebenarnya Rena sudah diperbolehkan pulang dan bisa melakukan pemulihan di rumah tapi dia tidak ingin meninggalkan rumah sakit bila tidak membawa Nadhif sementara Nadhif belum bisa keluar dari NICU. “Sebentar lagi sayang

  • Berawal Dari Kontrak, Berakhir Menetap   Bab 0431

    Meski salah satu anaknya tidak selamat, tapi Rena masih tetap bersyukur karena satu anaknya lagi masih bisa bertahan meski harus dirawat sementara waktu di NICU. Rena juga menyesal karena tidak bisa ikut memakamkan putrinya yang diberi nama Nadine Alysandra Gunadhya lantaran kondisinya belum stabi

  • Berawal Dari Kontrak, Berakhir Menetap   Bab 0430

    “Mama … adik kangen.” Zeline yang naik ke ranjang hidrolik di mana sang mama tengah berbaring, memberikan pelukan erat. Sudah seminggu tidak bertemu sang mama yang dirawat di rumah sakit membuat Zeline bersedih. “Mama juga kangen sama adik.” Dan mendengar suara mama yang lirih, seketika Zeline

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status