Tiba-tiba tangis Rena mereda karena tersadar kalau Ricko dan Andra sedang memperhatikannya dengan ekspresi bingung dan penuh khawatir.
Selama Rena menangis, kedua pria tampan itu hanya bisa saling tatap tanpa bisa berkata-kata.
"Maaf ... Pak Ricko, harus melihat saya seperti ini.” Suara Rena terdengar serak setelah menangis.
"Ya udah … kita ngobrol di cafe sana," ajak Ricko sembari membantu Rena bangkit dari kursi taman.
Andra beranjak dari duduknya dan pergi menuju Cafe mendahului Rena dan Ricko.
Sampai di sana mereka duduk di kursi meja yang kosong.
"Kamu mau pesan apa?" tanya Ricko sambil memberikan buku menu kepada Rena.
"Saya air mineral aja, Pak...," jawab Rena cepat.
"Kenapa hanya air mineral? kita makan siang saja sekalian,” kata Ricko mencoba menenangkan gadis cantik yang sedang bersedih itu.
"Enggak bisa Pak, saya buru-buru! Saya harus mencari pak Imam petugas donor di Rumah Sakit ini," tolak Rena seraya beranjak dari duduknya, baru teringat tujuan utamanya berada disini.
Ricko menahan Rena dengan menarik tangannya dan meminta gadis itu untuk duduk kembali.
"Donor? Kamu mau donor atau gimana? Coba ceritakan dulu ada apa sebenarnya?” Ricko akan terus memaksa sebelum mendapat penjelasan dari Rena.
"Tadi adik saya telepon dari Bandung, katanya bapak masuk ICU karena jantungnya anfal dan harus segera di operasi, membutuhkan biaya seratus juta tapi lima puluh jutanya harus dibayarkan dulu untuk jaminan saat ini juga, jadi saya berpikir untuk menjual ginjal saya agar bapak bisa operasi secepatnya," tutur Rena dengan suara berat seraya mengusap air mata di pipinya yang tidak bisa berhenti mengalir.
Andra dan Ricko saling pandang dengan ekspresi wajah kedua pemuda tampan itu terkejut tapi juga tak kuat menahan tawa.
"Apa kamu pikir segampang itu menjual ginjal? Terus jualnya di Rumah Sakit lagi.” Ricko berucap sambil menahan tawa.
"Semangatnya sie oke tapi otaknya enggak dipake,” batin Andra yang juga setengah mati menahan tawa.
"Lalu harus bagaimana?" Tanya Rena polos.
Andra menggelengkan kepala kemudian mengalihkan pandangannya dengan bibir sedikit melengkung masih menahan tawa.
Rena merasa Andra dan Ricko sedang meledeknya jadi dia pun tidak dapat menunjukkan ekspresi masam, mengerucutkan bibir dengan wajah ditekuk.
"Malah ngetawain, ya kali kamu orang kaya, mau apa tinggal menjentikan jari ... sedangkan aku mau beli makan juga harus mikir?!" gerutu Rena dalam hati.
"Udah lah , enggak usah membahas ginjal! Lagian kenapa kamu enggak telepon aku dan meneriama Kawin Kontrak ini, Rena? Kenapa kamu harus mengorbankan ginjal kamu? Kamu enggak perlu khawatir masalah uang lagi kalau menerima Kawin Kontrak ini,” ujar Ricko gemas dengan kebodohan gadis berponi didepannya ini.
Andra hanya diam saja tidak membantah semua perkataan Ricko.
Sesungguhnya Andrad merasa iba, sebetulnya bisa saja meminjamkan uangnya tapi diad juga butuh orang untuk menjadi istri pura-puranya dan melihat kepribadian Rena, ia berpikir kalau Rena termasuk gadis yang bisa diperhitungkan.
"Kenapa kamu enggak pinjam uang ke Bank tempat kamu bekerja?” Andra akhirnya buka suara sambil melipat tangannya di dada.
"Gaji saya masih kecil Pak, hanya cukup untuk biaya hidup di Jakarta dan sebagian untuk di kirim ke keluarga di Bandung, malah itu pun masih kurang jika bapak kambuh sakit jantungnya atau adik harus bayar kuliah." jawab Rena lirih dengan tatapan nanar dan kedua tangannya saling meremat di atas meja.
"Kalo begitu kamu terima ya tawaran ini, sekarang juga kita bisa transfer seratus juta ke keluarga kamu di Bandung." Ricko serius dengan perkataannya karena dia merasa iba dengan keadaan Rena.
Dia tidak pernah tau jika seseorang bisa mengalami keadaan sulit seperti ini.
Ricko dibesarkan oleh Tante Mery dan Om Salim dengan berlimpah materi sehingga tidak pernah merasakan sekali pun yang namanya kesulitan uang.
Rena menatap Andra dalam, ragu dengan tawaran Ricko karena seperti yang sudah dia katakan bahwa kastanya sangat jauh berbeda dengan Andra dan apakah orang tua Andra akan menyetujui pernikahan ini?
Apakah orang tua Andra juga tau mengenai Kawin Kontrak ini dan membiarkan anaknya mencari istri kontrak?
Benak Rena dipenuhi dengan ribuan pertanyaan membuat kepalanya pening.
Gadis cantik yang malah semakin cantik saat sedang menangis karena hidungnya memerah pun menghela nafas, kemudian menunduk menatap sneaker belel yang ia kenakan lantas mendongak menatap Andra.
"Ya Tuhan aku akan menikahi pria tampan nan kaya raya ini? Tapi apa aku pantas untuknya? Apa wanita sejagat Indonesia enggak akan mengutuk aku?" Rena membatin.
Andra mengalihkan pandangannya yang sebelumnya sedang menatap Rena. Wajah tanpa ekspresi itu membuat Rena enggan menerima tawaran Ricko.
"Isshh ... Aku juga harus bertahan selama lima tahun dengan pria dingin sedingin gunung es ini?" gerutu Rena dalam hati.
Tapi hanya ini jalan yang bisa dia tempuh dan dengan sangat terpaksa Rena menganggukkan kepalanya pelan.
Telepon genggam Rena berdering, dia segera menggeser tombol hijau dilayar ponselnya.
"Kaaaaak, gimana?" Tanya lia begitu panggilan itu tersambung.
Suara panik di sebrang telepon kini menguatkan keputusan Rena untuk menerima tawaran Ricko.
"Iya De, sekarang Kaka transfer uangnya" balas Rena panik
Teriakan Amelia disebrang telepon sana masih bisa terdengar oleh Andra dan Ricko.
"Berapa nomor rekeningnya?" tanya Andra dengan ponsel ditangannya siap mengetik. Pertanyaan itu spontan mengalir begitu saja dari bibir tipisnya.
Ricko terkejut tidak percaya mendengar pertanyaan Andra yang ditujukan kepada Rena.
"Berarti Andra setuju dengan Kawin Kontrak ini.” Ricko menduga di dalam hatinya.
Rena memberikan nomor rekening Amelia diikuti jempol Andra yang mengetik nomor rekening Lia di aplikasi Online Bank rekeningnya.
TRANSFER BERHASIL
Andra memperlihatkan layar ponselnya kepada Rena.
"Done ya! 100juta," kata Andra tanpa ekspresi.
"Terimakasih, Pak Andra …,” balas Rena cepat dan kini sesuatu tak kasat mata yang menghimpit dada dan membuat Rena sesak seolah menghilang, ia sudah bisa bernafas dengan lega.
Rena bergegas menelepon Amelia kembali guna mengabarkan jika dirinya sudah mentransfer uang untuk operasi Bapak.
Disaat yang bersamaan telepon Andra pun berdering.
"Haloo Tante .…” Andra menjawab panggilan telepon tersebut.
"Sayang ... Tante udah selesai diperiksa dokter ayo kita pulang, biar obatnya di antar ke rumah aja oleh petugas rumah sakit, Tante tunggu di lobi ya sayang," ucap Tante Mery dari ujung panggilan telepon.
"Tante udah selesai, kita antar Tante pulang dulu.” Andra memberikan instruksi kepada Ricko sambil berlalu.
Baru beberapa langkah Andra membalikan tubuhnya, kemudian mencondongkan tubuh tegapnya ke arah Rena yang lebih pendek darinya.
Rena bisa merasakan harum nafas mint Andra menyentuh wajahnya jangan lupakan wangi woody dan musk dari parfum masculin pria tampan itu berhasil membuat jantung Rena salah tingkah.
"Berikan nomor telepon kamus ama Ricko, besok Ricko yang menghubungi kamu untuk bertemu dengan Pengacara untuk tanda tangan kontrak,” titah Andra dengan tatapan tajam seolah menagih hutang seratus juta tadi kemudian berlalu menuju Lift.
Mendapat serangan mendadak seperti itu membuat Rena hanya bisa mengedipkan matanya berkali-kali, teggorokannya tercekat bahkan lidah pun bekerjasama untuk bungkam.
"Sabar ya Rena ... semoga operasi bapak kamu lancar dan lekas pulih, sekarang kamu enggak perlu khawatir lagi ... dan tolong ketikan nomor ponsel kamu di sini,” pinta Ricko seraya memberikan benda pipih berwarna silver ditangannya kepada Rena.
Tanpa berkata apapun Rena mengetikan nomor ponselnya di layar ponsel milik Ricko.
"Oke Nona manis, jangan bersedih lagi ya! Sekarang pulang lah ke kosan dan malam ini jangan bekerja lagi di Restoran itu karena kamu sudah menjadi milik Andra." Ricko mengambil kembali ponselnya lantas berlalu sambil tersenyum.
Deg.
MILIK ANDRA
"Apa maksudnya? memangnya aku barang?" gumam Rena, bergidik ngeri.
"Ya udah lah yang penting bapak bisa langsung dioperasi.” Rena menghembuskan nafas lega.
Gadis itu pulang ke kosannya dengan tenang, tak menyangka satu masalahnya selesai meskipun masalah baru telah menanti di depan.
Dalam perjalanan kembali ke kosan Rena kembali termenung, masih ada sesuatu yang mengganjal dihatinya.
Rena memikirkan tentang kewajibannya yang harus menikah dengan Andra, pria dingin tanpa ekspresi yang sepertinya tidak menyukainya sama sekali.
Lalu bagaimana cara menyampaikan kepada bapak, ibu serta adik-adiknya kalau dia akan menikah?
Sedangkan mereka tahu, pacar saja Rena tidak punya.
"Oke, aku hanya akan pura-pura menikah, tapi apakah akan tinggal satu rumah? Satu kamar? atau bahkan satu kasur? Lalu apa aku harus melayani pria itu? Tapi apa dia mau?" Rena menggelengkan kepala membuang pikiran erotis dikepalanya tentang nafkah bathin.
Setelah sampai di kosan perut Rena berbunyi, baru ingat ternyata dia belum makan sedari pagi.
Rena pun kembali keluar kossan untuk mencari makan, ia melewati beberapa pemuda yang sedang nongkrong di pos ronda.
Mereka menggoda Rena tapi untungnya Jody—pemuda pengangguran anak dari preman setempat yang biasanya menggoda sambil mencegat Rena sedang tidak ada, sehingga Rena masih bisa melanjutkan perjalanan ke warteg langganannya.