Terdapat banyak adegan 21+ Harap bijak dalam membaca Karena kepemilikan saham dan beberapa aset mewah yang diberikan pada keluarganya, Elena terpaksa menikah dengan putra pewaris tunggal pemilik Corazon Group, bernama Leon Lawrence. Sayangnya sang suami adalah seorang pemuda dengan keterbelakangan mental. Leon juga tidak bisa menyentuh Elena layaknya seorang lelaki. Padahal Leon adalah satu-satunya harapan untuk menyambung garis keturunan keluarga Lawrence. Hingga pada suatu malam, ayah mertua Elena mendatangi kamarnya dan meminta izin untuk meniduri Elena sampai ia benar-benar hamil. Karena mendapatkan kehangatan dari Reviano Lawrence hampir setiap malam, Elena menjadi serakah. Ia bukan hanya sekedar menikmati, tapi juga berusaha agar terus bisa mendapatkan kenikmatan yang selalu diberikan oleh sang mertua. Di kemudian hari, Reviano menyadari kalau anak perempuan yang Elena lahirkan bukanlah anak biologisnya. Lantas siapa yang telah menghamili Elena? “Tuan Rev, Anda didiagnosis mengidap Azoospermia yang menjadi penyebab kemandulan permanen.” Dokter Frederick mengatakan hal yang membuat Reviano bersumpah akan membunuh Elena. Namun di saat ia hampir saja menghilangkan nyawa wanita itu dengan cekikannya, Elena mengatakan hal yang membuatnya terasa disambar petir hingga ribuan kali. “Aku mengaku kalau pernah tidur dengan lelaki lain, Dad. Tapi kalau memang benar kau mengidap Azoospermia, bukankah itu artinya Leon juga bukan anak kandungmu?”
Lihat lebih banyak“Mommy, tadi malam Elena memintaku memegang dadanya.” Celotehan Leon mengagetkan semua orang yang ada di atas meja makan.
“A-apa?” Caitlyn tertawa tak nyaman, sementara Reviano Lawrence yang sejak tadi memang diam hanya bisa menghentikan gerakan sendoknya.
“Dia membuka seluruh pakaiannya dan berbaring di depanku. Aku takut. Tolong bilang padanya agar tak melakukan hal itu lagi karena dia terus memaksaku mendekatinya. Mulai malam ini aku tidur dengan Mommy saja ya?”
Merah padam wajah Elena mendengar Leon mengadukan semua yang terjadi semalam. Memang benar dia melakukan itu, tapi kan...
Mendadak wajah Caitlyn berubah menjadi muram. Apalagi saat melihat Leon -putra semata wayangnya- sedang sibuk memainkan sendok di udara, seolah sedang menerbangkan sebuah pesawat di tangannya.
Putra kesayangannya yang sudah berusia hampir 35 tahun itu memang mengalami keterbelakangan mental.
Leon Lawrence, satu-satunya penerus keturunan keluarga Lawrence memang bukanlah seorang yang normal. Meski kalau dilihat sekilas seakan tak ada hal aneh darinya.
Wajah Leon lumayan oke dan badannya tinggi. Orang yang baru pertama kali bertemu pastilah menyangka kalau dia sosok yang sempurna.
Namun saat tahu keadaan Leon, satu persatu menjauh dan menjaga jarak. Mungkin hal itu pula yang menyebabkan tak ada wanita yang mau mendekati Leon meski dia adalah anak CEO yang kaya raya.
Adapun sebagai orang tua, Reviano dan Caitlyn tampak terpukul dengan pengakuan putranya yang autis itu. Seakan sebuah kenyataan menyadarkan mereka, bahwa Leon juga tak normal sebagai pejantan.
Lelaki itu tak memiliki hawa nafsu.
“Dasar orang tak waras! Kau tidak pantas punya istri karena impoten! Kalau saja bukan karena terpaksa, aku juga tak akan mau menikah denganmu!” Elena berteriak marah sambil berdiri.
Tak peduli dengan kedua mertuanya, Elena berlari masuk ke kamar sambil menangis. Meski harus dimarahi atau bahkan diusir karena telah kurang ajar, Elena tak peduli.
Ia malu dan kini harga dirinya seakan telah dikuliti habis-habisan.
Air matanya semakin deras tumpah di bantal begitu ia mengunci pintu kamar. Ia tak mau lagi keluar dari sini. Tak ingin lagi bertemu dengan pria idiot itu.
Memang, pernikahan yang terjadi antara dirinya dan Leon merupakan suatu keterpaksaan.
Elena, meski memiliki wajah super cantik dan tubuh proporsional yang sintal, merupakan seorang wanita yang melajang hingga usianya memasuki hampir kepala empat.
Tak tahu kenapa, semua kisah cintanya kandas begitu saja. Terlalu banyak alasan. Mulai dari kesibukannya sebagai seorang relawan kemanusiaan hingga trauma dengan perselingkuhan para mantan kekasihnya.
Harus diakui kalau Elena adalah wanita yang kaku dan cenderung dingin. Ia bahkan sempat berpikir untuk tak menikah sampai akhir hidupnya.
Namun semua berubah saat Elena dipaksa oleh Ayahnya untuk menikahi putra tunggal pewaris Corazon Group. Pembagian kepemilikan saham dan beberapa aset memang telah membutakan Harland Davis, Ayahnya.
Dengan syarat, tentu saja ia harus mau menikah dengan pria bertubuh dewasa yang memiliki mental seperti anak berusia empat tahun.
Elena setahun lebih tua dari Leon. Namun ia seakan sedang mengurus seorang balita yang gampang tantrum.
Sejak awal menikah, Leon tak pernah menyentuhnya meski mereka tidur sekamar. Lelaki itu bahkan lebih memilih tidur di lantai atau pergi keluar kamar setiap malam dengan membawa bantal busuk kesayangannya. Entah di mana dia tidur.
Tadi malam, Elena mengesampingkan rasa malu dan harga dirinya untuk menggoda Leon agar mau menidurinya.
Semua karena Caitlyn yang selalu mengungkit soal keturunan keluarga setiap pagi.
Tentu saja, Elena tak mau disalahkan dan dikira mandul hanya karena Leon yang tak mau melakukan hubungan suami istri.
“Ayo pegang ini. Apa kau tak mau merasakan betapa kenyalnya mereka?” Elena menarik tangan Leon agar menyentuh dadanya. Namun pria itu justru menyentak balik tangannya dengan kasar.
“Aku mau keluar. Mau minum susu.” Leon mengeluarkan nada bicara layaknya anak kecil sembari menggeleng-gelengkan kepala.
“Kau boleh menyusu di sini.” Elena mengeluarkan sebelah payudaranya dari balik bra hitam yang ia kenakan, berusaha memancing nafsu Leon.
“Aku tidak mau! Masukkan kembali, itu sangat menakutkan!” Leon nyaris berteriak.
Namun Elena tak menyerah begitu saja. Kali ini ia justru membuka seluruh pakaiannya dan langsung berbaring di atas ranjang dengan posisi tepat menghadap Leon.
Sengaja ia melebarkan kedua kaki agar lelaki itu dapat melihat seluruh penampakan intinya.
Memang sempat terlihat Leon meneguk ludah. Namun tak lama ia mendekat ke arah ranjang. Bukan untuk menggauli Elena, melainkan mengambil bantal kesayangannya.
Elena hanya bisa mendesah kecewa saat melihat Leon keluar kamar untuk tidur di luar, seperti malam-malam sebelumnya.
***
Elena menatap bosan langit-langit kamar tanpa melakukan apa pun. Sudah lewat tengah malam, namun matanya masih belum bisa terpejam.
Ia hanya sendirian. Sementara Leon, seperti biasa telah membawa bantalnya untuk tidur entah di mana. Mungkin di kamar Caitlyn.
Elena menajamkan pendengaran saat ada suara ketukan pelan di depan pintu.
“Dad?”
Raut terkejut di wajah Elena terlihat, saat membuka pintu kamar.
“Boleh aku masuk?” suara Reviano terdengar berat.
Elena mengangguk mempersilakan ayah mertuanya itu masuk, meski agak ragu dengan beribu pertanyaan muncul di benaknya.
Reviano memilih duduk di sofa tunggal tak jauh dari tempat tidur. Sementara Elena duduk di tepian ranjang.
“Aku minta maaf, Elena. Mungkin Leon memang sangat keterlaluan. Kau tak perlu malu. Karena yang pantas malu adalah kami sebagai orang tuanya.”
Elena diam tak menanggapi. Lebih memilih untuk mendengarkan dengan kepala tertunduk.
“Aku dan Caitlyn baru bisa mendapatkan anak setelah hampir 5 tahun menikah. Kebahagiaan kami ketika Leon lahir langsung berubah saat dokter menyatakan kalau dia mengidap gejala autisme. Padahal dia adalah satu-satunya harapan untuk meneruskan perusahaan.”
Terdengar helaan nafas berat Reviano. Pria berusia lebih dari setengah abad itu menatap Elena.
“Leon tak mungkin bisa meneruskan usaha keluarga dengan keterbatasannya itu. Jadi kami berharap dia bisa memiliki anak lelaki untuk mewarisi darah keturunan Lawrence. Tapi yang kudengar tadi pagi....” Reviano tak meneruskan kata-katanya. Kalau saja bukan seorang lelaki, mungkin ia sudah menangis.
“Jalan kami sudah buntu, Elena. Aku tak mungkin menikah lagi. Leon juga sepertinya akan sulit untuk menghasilkan keturunan langsung buatku. Padahal keluarga Lawrence hanya memiliki aku dan Leon sebagai anak lelaki. Satu-satunya harapan kami, hanya tinggal dirimu.”
“Bagaimana caraku agar bisa membantu, Dad? Katakan, karena aku pasti akan berusaha sebisa mungkin.” Janji Elena, karena kasihan melihat wajah mertuanya yang masygul.
“Elena, aku berniat membuahi rahimmu. Izinkan aku melakukannya, karena hanya itu cara yang tersisa agar darah keturunan Lawrence tidak terputus.”
Elena melongo. Sementara Reviano bangkit dari duduk, menuju pintu kamar dan menguncinya dari dalam.
“Selamat Nyonya, bayi Anda perempuan. Dia sehat dan sangat cantik.” Seorang perawat wanita menyerahkan bayi yang telah dibersihkan dan tampak tidur nyenyak dalam balutan selimut bayi yang hangat.Elena mengulurkan kedua tangan dan menyambut dengan perasaan bahagia. Ia tak menyangka bisa melewati proses persalinan secara normal dan melahirkan bayi yang sehat pula.‘Kau cantik sekali.’ Gumamnya dalam hati sambil terus mengelus pipi gebu dan putih putrinya itu.“Anda sekarang akan dipindahkan ke ruangan lain agar lebih tenang dan memudahkan sanak famili yang mau menjenguk. Di mana suami Anda, Nyonya?” perawat wanita bernama Daisy itu heran karena sejak masuk ruang bersalin, tak terlihat sama sekali keberadaan suami Elena.Wanita itu hanya sendirian tanpa ada seorang pun yang mendampingi.“Sepertinya masih di rumah untuk mengambil beberapa perlengkapan bayi. Karena ternyata aku melahirkan lebih cepat dari perkirakan, kami belum sempat mempersiapkan semuanya.” Elena menjilati bibirnya yang
Billy terus tertawa, seakan mengejek Elena. Membuat wanita itu memandang Billy dengan tatapan sebal.“Aku tak punya maksud apa-apa bertanya seperti itu. Apakah salah, kalau aku hanya sedang berusaha untuk beramah-tamah padamu, Nona Elena? Kau terlalu mengambil serius semua ucapanku. Padahal aku hanya ingin tahu berapa usia kandunganmu.” Billy terus saja membuat Elena gerah dengan nada kalimatnya yang ambigu.“Kalau begitu kau tak usah beramah-tamah apalagi ingin tahu apa pun tentang aku, karena itu adalah sesuatu yang sangat tak menyenangkan bagiku,” cetus Elena.“Baiklah kalau begitu. Lebih baik aku sekarang masuk ke dalam, karena ada keperluan dengan Nyonya Caitlyn.”“Untuk apa kau menemuinya?” pertanyaan Elena membuat Billy tersenyum dan langkahnya terhenti seketika.“Sekarang sepertinya Anda yang ingin tahu tentang urusanku, Nona Elena,” sindir Billy.Elena berdehem. “Aku hanya tak mau urusan kalian berdua itu bisa menggangguku di kemudian hari,” jawabnya pendek.“Bagaimana urusan
“Sejauh mana kau mengenal Elena? Selain Nazarina, apakah ada orang lain yang mungkin bisa aku gunakan untuk menyulitkannya?”“Aku tak begitu mengenal Elena, Nyonya. Sudah kubilang kalau kami hanya pernah bertemu beberapa kali.” Billy membetulkan rambutnya yang agak berantakan. Mungkin karena sudah menjadi kebiasaan karena sejak dulu ia memang selalu perfeksionis dalam hal penampilan. Tak pernah sekalipun membiarkan visualnya berantakan.“Tapi kau bilang menyukai Elena. Apakah ada sesuatu yang membuatmu terkesan dengan wanita yang jauh lebih tua? Atau mungkin, kalian dulu pernah melakukan cinta satu malam?” Caitlyn lagi-lagi memancing jawaban Billy. Padahal pertanyaannya itu sudah berulang kali ia ajukan.Billy tertawa kecil. “Nyonya, apakah benar perasaanku, kalau Anda masih begitu penasaran dengan hubungan kami? Bukankah sudah aku katakan dengan jelas, walau aku setuju bekerja padamu untuk menyulitkan Elena, tapi pertanyaan seperti itu tak akan pernah kujawab.”“Baiklah...” Caitlyn m
Reviano memandangi Billy dari atas hingga ke bawah. Sedangkan Elena diam-diam mencuri pandang sambil sesekali menunduk karena khawatir.Bagaimana bisa Billy menjadi asisten Reviano? Apakah ini semua adalah rancangan licik Caitlyn? Mengingat yang merekomendasikan Billy adalah wanita itu.Hanya saja pertanyaannya, bagaimana mereka bisa saling mengenal? Dari sekian miliar manusia di muka bumi ini, mengapa Caitlyn harus membawa Billy masuk ke dalam lingkaran hidup mereka?Elena tak tenang, meski status Billy hanya sebagai pekerja, tetap saja posisinya bisa terancam kalau sampai pria itu mengatakan hal yang pernah mereka lakukan.“Sebenarnya aku tak memerlukan asisten atau apa pun itu. Aku lebih nyaman sendiri,” ujar Reviano, setelah sempat memindai dengan cermat penampilan Billy.“Tolong berikan saya kesempatan, Tuan Rev. Saya membutuhkan pekerjaan ini. Tuan tak akan kecewa dengan kinerja saya,” ucap Billy yakin.“Datang saja ke kantorku. Aku akan meminta Marion untuk memberimu posisi yan
Caitlyn seketika mematung di hadapan Elena karena keterkejutan yang tak terduga. Dia merasa kecolongan dengan apa yang kini telah diketahui oleh menantunya itu.Bagaimana mungkin Elena bisa tahu kalau ia telah membayar Nazarina untuk menguntit suaminya?Apakah semudah itu Nazarina mengakui?Dan soal pertemuannya dengan Evan di hotel Argeous, bagaimana bisa terendus?“Temanmu yang tua itu telah mengadu ya padamu? Huh, padahal aku sudah membayarnya dengan uang yang banyak,” ujarnya sinis.“Dia tak mengadu sama sekali. Tapi aku yang terlalu beruntung sehingga bisa mendapatkan petunjuk atas apa yang telah terjadi. Jadi, apakah kau akan meminta uangmu dikembalikan? Tapi ini terbongkar bukan karena kesalahannya. Jadi kuharap kau tak akan menyusahkan Nazarina lagi. Kecuali kalau kau ingin Revi tahu soal ini,” ancam Elena.“Baiklah, jadi.... Karena kau merasa telah memiliki kelemahanku, sekarang kau yang berhak mengancam?” Caitlyn memandang Elena dengan tajam, berusaha menunjukkan kalau ia ta
Marion menyerahkan lembaran kertas pada Reviano.“Nomor itu terdaftar atas nama Andrew Nelson. Alamatnya tercatat di desa Archenwill.”“Berarti kita sudah mengantongi nama dan tempat tinggalnya. Lantas, hal apa yang mengejutkan, Marion?”“Masalahnya, setelah kami selidiki dengan lebih detail melalui data kependudukan dan aktivitas terakhirnya, nama Andrew Nelson dengan alamat dan nomor ponsel yang sama ternyata sudah meninggal beberapa tahun lalu.”Reviano seperti tak percaya dengan apa yang ia dengar. “Tak masuk akal! Tak mungkin yang menelepon waktu itu adalah hantu gentayangan.” Reviano bersungut-sungut. Ia memang tak percaya takhayul sama sekali.Kalau memang ada hal seperti ini, pasti akan ada penjelasannya secara logis dan masuk akal.“Memang tak mungkin, Tuan Rev. Bisa saja yang memakai nomor itu sekarang adalah anak atau ahli waris yang tak mengganti data pemakai barunya.”
Elena lekat memandang Lizzie, meminta kepastian akan informasi dengan mengerutkan kening dan menyatukan kedua alisnya.Lizzie mengangguk pelan, kemudian kembali mengirimkan pesan.[ Aku memang tak terpikir untuk mengambil fotonya dengan kamera ponselku Nona. Tapi aku cukup yakin kalau teman Nona adalah orang yang kulihat malam itu di depan kamar hotel. ]Elena termenung sesaat, seakan berpikir. Rasanya tidak masuk akal kalau Nazarina mengkhianatinya.“Nazarin, bagaimana kalau saat aku keluar dari rumah sakit nanti kau ikut menjemput dan mengantarku pulang?” tanya Elena.Nazarina mengangkat kedua alisnya heran. “Mengantar pulang ke rumah mertuamu?”Elena mengangguk.“Ah, aku mungkin tak bisa Elena. Aku bekerja dan pasti sibuk sekali. Maafkan aku.”“Ayolah, aku ingin memperkenalkanmu pada suamiku dan keluarganya,” Elena sedikit memaksa. Padahal itu hanya sebuah pancingan agar Nazarina terjerat dalam perangkapnya.“Untuk apa kau memperkenalkan aku pada mereka?”“Tentu saja agar kau bisa
“Lelaki tua itu, sepertinya benar-benar menyukaimu Elena. Bisa dilihat dari keseriusannya dalam menuruti kemauanku.” Harland mengambil sebatang rokok dan menyulutnya.“Maaf Tuan, Anda tak boleh merokok di sini. Silakan keluar kalau memang mau merokok.” Seorang perawat terdengar menegur Harland dengan judes.Harland mengangkat kedua tangan, menunjukkan rokok yang tadi belum sempat terkena api koreknya. “Maaf, salahku.”Setelah perawat itu pergi, Nancy mengajak Annabeth dan Lizzie untuk pergi keluar kamar.“Kalian pasti sangat lelah dan bosan menunggui Elena selama berhari-hari. Ayo, ikut aku membeli makanan ringan di swalayan. Kalian perlu tenaga ekstra untuk membantu merawat orang sakit.”“Ya, pergilah Annabeth, Lizzie. Pilih saja apa pun yang kalian mau. Mama yang akan membayarnya,” ujar Elena sambil tersenyum.Annabeth dan Lizzie menyambut baik ajakan Nancy. Mereka bertiga keluar dari ruangan, meninggalkan Elena dan Harland.Elena kembali memandang ayahnya. “Kita lanjutkan pembicara
“Cara apalagi yang kau maksud, Honey? Kau sudah memeriksa ponsel mereka kan? Lagi pula, kenapa hanya Diane dan Amber yang kau curigai? Housemaid di rumah kita bukan hanya mereka, jadi yang lain pun patut dipertanyakan kalau memang benar mereka melakukan hal yang tak baik.” Caitlyn masih berusaha membela para bawahannya. Reviano berjalan mendekati istrinya. “Caitlyn, aku sangat heran mengapa kau begitu membela mereka? Padahal seharusnya, sebagai orang yang pertama kali dikirimi video, kau juga harus mencari tahu siapa manusia lancang itu. Kau bahkan diperas kan? Jadi, apakah karena yang sedang dipermalukan adalah aku, maka kau tak peduli sama sekali?” “Aku hanya tak mau berburuk sangka dengan orang yang telah mengabdi cukup lama padaku. Diane dan Amber bukanlah orang lain. Aku tak mau mereka diperlakukan seperti seorang penjahat. Aku yakin, kau melakukan ini karena terpengaruh cerita Elena yang mengada-ngada. Kau benar-benar telah dibutakan, Honey.” “Mengada-ngada atau tidak, bisa ki
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen