‘Tidak! Hentikan! Cara ini salah!’
Teriakan Elena hanya bisa keluar di dalam hati. Sementara kenyataannya, Elena Cuma menggigit bibir dengan mata terpejam saat Reviano mulai membuka kancing piyama berbahan satin yang ia kenakan.
Apa yang terjadi sekarang, sungguh sulit dipercaya secara akal sehat.
Bagaimana mungkin ada seorang mertua yang berniat menggauli menantunya hanya karena alasan keturunan?
Benarkah sudah tak ada cara lain?
Dan Elena merasa heran dengan dirinya sendiri. Kenapa mulutnya seakan terkunci untuk bisa menolak tangan kekar yang kini sedang membuka pakaiannya?
“Apa kau masih perawan, Elena?” suara Reviano membuat Elena membuka matanya.
“Apa?” seakan tak percaya dengan pertanyaan yang baru saja terlontar dari mulut sang mertua.
“Maaf kalau aku bertanya begini. Tapi aku hanya ingin memastikan sesuatu. Tolong jawab, apakah kau masih perawan?”
Elena meneguk ludah. Antara malu dan ragu untuk menjawab pertanyaan yang sensitif seperti itu.
“Jawab saja pertanyaanku.” Reviano mendesak seakan tak ingin dibantah.
“Aku masih perawan. Karena memang sejak dulu aku bertekad akan memberikan kesucian hanya pada suamiku saja.” Elena terdengar jujur, membuat Reviano membuang nafas kasar.
Sesaat mereka sama-sama terdiam. Reviano menurunkan tangannya yang tadi sempat hendak menurunkan tali bra Elena.
“Sebenarnya, aku tidak minta persetujuanmu untuk melakukan ini. Karena bagiku, menyambung garis keturunan adalah yang terpenting saat ini. Hanya saja, karena aku mendengar kalau kau masih perawan, aku meminta izin untuk menyentuhmu malam ini dan malam-malam berikutnya. Sampai aku dapat memastikan kalau kau positif hamil.”
Reviano memang terdengar seolah sedang meminta izin secara sopan. Namun Elena merasa kalau dia sedang didikte dan diatur hidupnya oleh keluarga Lawrence.
Sampai positif hamil? Berarti dia akan terus-menerus digauli oleh mertuanya sendiri? Haruskah hidupnya menjalani hal absurd seperti ini?
“Kenapa harus aku, Dad?” serak suara Elena bertanya, nyaris tak tertangkap di telinga Reviano.
“Karena kau istri sah Leon. Aku tak bisa menghamili sembarang wanita. Tak mungkin tiba-tiba saja aku akan membawa bayi dari luar untuk masuk ke rumah ini. Tapi kalau kau yang melahirkan, semua orang juga tahu kalau anak yang kau kandung mengalir darah Lawrence.”
“Lalu, kenapa harus sampai aku positif hamil?” Elena memberanikan diri untuk bertanya.
“Karena usiamu yang sudah tak muda lagi. Kudengar kalau wanita sudah memasuki usia kepala tiga, rahimnya tak sesubur gadis remaja. Karena itu, mungkin tak cukup hanya melakukannya sekali.”
Elena menelan saliva yang terasa tajam menusuk tenggorokan.
“Berbaringlah,” titah Reviano dengan nada datar namun tegas.
Elena bergeming. Tubuhnya berat meski hanya untuk sekedar menggerakkan ujung jari.
Reviano membuka seluruh pakaian yang ia kenakan. Hanya tersisa celana boxer pendek yang membalut ketat area kejantanannya.
“Kau mau melakukannya dalam keadaan terang atau gelap?”
“Te-terserah.” Akhirnya hanya itu kata yang bisa keluar dari bibir Elena.
Reviano bergerak ke sudut ruangan, mematikan lampu.
Elena merasa ranjang yang ia duduki sedikit terbenam saat Reviano ikut naik ke atasnya.
Elena pasrah saja saat lelaki itu membaringkannya. Ia memejamkan mata saat Reviano menindihnya dari atas.
“Ah, sial!” Terdengar umpatan. Reviano yang tadi sudah berada di atas Elena menarik tubuhnya kembali.
“Dia tidak mau bereaksi.” Lelaki itu memainkan senjatanya dengan tangan.
Elena hanya diam. Berdoa semoga yang ia takutkan tak terjadi.
“Aku tak bisa main kalau tanpa pemanasan,” gumam Reviano. “Maafkan aku.” Reviano kembali mendekati Elena.
Anehnya, Elena tak merasakan apa-apa. Ia seakan terhipnotis, seolah tak menyangka ini semua terjadi.
Elena seperti sebuah boneka yang hanya bisa memandang langit-langit kamar. Sementara Reviano telah bergerilya bebas di setiap inchi tubuhnya.
Hanya air mata mengalir, yang menandakan kalau Elena masih bergulat dengan perasaannya. Ia ingin menolak, tapi tak bisa.
Ia sudah dibeli oleh keluarga Lawrence, dengan saham dan beberapa aset yang kini dinikmati ayah kandungnya.
“Tahan, jangan keluarkan suaramu. Aku akan pelan-pelan.” Reviano berbisik di telinga Elena.
Rasa sakit yang teramat sangat hanya bisa ia tahan dengan menggigit bibir dan memejamkan mata. Sungguh Elena merasa sangat tersiksa.
Ruangan yang nyaris gelap membuat Elena tak bisa melihat ekspresi wajah Reviano yang kini sedang menghentak pinggulnya tanpa henti. Hanya terdengar suara erangan halus dan geraman tertahan dari mulut Reviano.
Apakah mertuanya itu menikmati keperawanannya? Padahal ia setengah mati sedang menahan rasa sakit, baik di organ intim maupun di hatinya.
Harga diri Elena seakan sedang dicabik-cabik tanpa perasaan.
Elena kembali memejamkan mata sambil menarik nafas, saat Reviano telah mencapai puncaknya.
Terdengar lelaki itu membuang nafas lega. Ia tak langsung bangun, seakan membiarkan apa yang berada di dalam sana bertahan sedikit lebih lama.
Setelah beberapa saat, Reviano melepaskan diri. Menarik selimut untuk menutupi tubuh telanjang Elena yang masih membeku tanpa ekspresi.
Pria itu memakai kembali pakaiannya di dalam gelap. Dan tanpa bicara sepatah kata pun ia pergi keluar kamar, meninggalkan Elena.
Setelah beberapa menit, Elena duduk sambil menahan rasa sakit di bawah sana. Kini, ia baru bisa menangis meratapi diri. Itu pun dengan membenamkan wajahnya di bantal.
Setelah puas mengeluarkan air mata, Elena bangkit dari tempat tidur untuk menutup pintu kamar. Sepertinya Reviano tadi tak menutupnya dengan rapat.
Saat hendak menarik gagang pintu, tanpa sengaja Elena melihat seseorang dalam kegelapan yang sedang menatap ke arah kamar, berdiri tak jauh dari tempatnya sekarang.
Orang itu, apakah dia tadi melihat Reviano keluar dari dalam kamarnya? Kalau memang iya, kejadian ini akan menjadi sangat gawat!
“Hei, si-siapa di sana?!”
“Kau baru bangun atau hanya bermalas-malasan di kamar, Elena? Seharusnya sejak pagi sudah turun, ikut membantu menyiapkan sarapan di dapur.” Suara Caitlyn pagi ini terdengar sangat pedas. Tatapan matanya juga terlihat tak bersahabat saat melihat Elena datang dan ikut bergabung di ruang makan. Aneh, padahal sejak awal menikah dengan Leon, Caitlyn tak mengizinkan Elena untuk membantu di dapur. Elena diperlakukan seperti Ratu yang tak dibiarkan lelah. Tapi kenapa pagi ini ibu mertuanya itu marah-marah tanpa sebab? Apakah ini karena semalam ia mengata-ngatai Leon, sehingga Caitlyn tak terima? Atau karena kejadian di kamarnya, saat Reviano.... Ah, Elena tak sanggup kalau harus kembali mengingat kejadian semalam. Terlalu menyakitkan baginya. Ia bahkan hampir tak bisa tidur karena bermimpi buruk. Apalagi orang yang semalam ia lihat, Elena yakin itu adalah Caitlyn. Meski langsung melarikan diri begitu ia menegur, tapi sosoknya memang identik dengan ibu mertuanya itu. Tapi kalau memang
“Dia tampan Elena.” Nazarina memiringkan badan, berkata dengan setengah berbisik. “Diamlah! Aku bisa melihatnya dengan mataku sendiri.” Elena merasa sebal. “Dia juga masih muda. Kutebak umurnya baru 19 tahunan.” Nazarina semakin menjadi-jadi, seakan tak mengindahkan kekesalan sahabatnya. Elena memberikan tatapan garang. Nazarina langsung mengatupkan bibir, menyatukan jari telunjuk dan jempol, kemudian menggeser dari kiri ke kanan mulutnya, seolah sedang memasang resleting di sana. “Kenalkan, aku Billy. Billy Harper. Kita sudah bertemu tadi di dalam.” Pemuda itu memperkenalkan diri dengan ramah. “Maaf, aku tak tertarik untuk mengetahui namamu. Dan sebenarnya aku juga tidak berharap kita bertemu lagi.” Elena berkata dingin. Masih terbayang jelas liukan tubuh Billy yang tadi sempat membuatnya nyaris muntah. “Apakah dia memang selalu seperti ini?” Billy bertanya pada Nazarina. “Iya. Makanya kemarin dia sempat lama melajang.” Nazarina menjawab sambil meletakkan tangan di samping bibi
“Aku Cuma minta diberikan perlakuan selembut dan sehangat mungkin,” ucap Elena. Perlahan ia mendekati Reviano yang masih tegap berdiri. Elena sedikit berjinjit saat mendekatkan bibirnya di telinga Reviano untuk membisikkan sesuatu di sana. “Bukankah Mommy bilang kalau Dad sangat hebat di ranjang? Aku ingin merasakan semua kenikmatan yang pernah didapatkan Mommy, tanpa terkecuali. Dan itu harus setiap malam. Apakah kau bisa melakukan semuanya untukku, Revi?” ujar Elena dengan nada mendesah yang menggoda nafsu liar kelelakian Reviano. Tanpa diduga, Reviano menangkap rambut Elena dan melumat bibirnya dengan kasar. Sebentar saja pakaian keduanya telah lepas dan Elena didorong jatuh di atas kasur. Tanpa memberi kesempatan, Reviano mulai menggarap Elena dengan fantasinya yang liar dan tak terkendali. “Tunggu dulu, Dad. Biarkan aku bernafas sejenak.” Elena membuka mulutnya yang ditutupi tangan kekar Reviano. Sementara lelaki itu terus mengerjainya dari belakang. “Kenapa panggil Dad? Bu
“Lepaskan! Kalau Dad seperti ini, yang mati bukan Cuma aku, tapi juga anakmu.” Elena masih berusaha melepaskan cengkeraman tangan Reviano di lehernya. Sungguh, ia sudah hampir kehabisan nafas. Matanya bahkan sudah mulai berkunang-kunang. Reviano menyerah. Bagaimanapun, ia tak mau terjadi sesuatu dengan bakal bayinya yang kini telah bersemayam di rahim Elena. Ia melepaskan cekikan meski masih merasa sangat kesal. Elena terbatuk-batuk, beberapa kali berusaha menarik nafas panjang. Seolah untuk menggantikan udara yang tadi sempat terputus. “Berarti benar kan, kau memang sudah hamil?” Reviano kembali mengulangi pertanyaannya. “Iya, aku memang sudah hamil Dad. Maafkan aku karena telah menutupinya darimu. Tapi aku melakukannya bukan karena mau menggugurkan anakmu. Aku--- aku hanya ingin agar kita bisa tetap seperti ini.” “Apa maksudmu dengan ‘seperti ini?’ Jangan bilang kalau kau mengharapkan sesuatu yang lebih dari hubungan kita!” Reviano m
“Apa yang mau kau katakan? Apa sudah ada kabar baik tentang calon penerus keturunan keluarga? Apa Elena sudah hamil?” Caitlyn mencecar dengan segala pertanyaan, yang bahkan Reviano pun belum sempat mengatakan apa-apa.Sedangkan Elena, hanya bisa menggigit bibir sambil meremas tangannya sendiri. Habislah sudah, Reviano pasti mengumumkan kehamilannya.Elena pasrah. Tak berharap lagi.“Diane...” Reviano justru memanggil housemaid leader yang telah bekerja padanya lebih dari sepuluh tahun itu dengan ekspresi wajah dingin, tanpa menoleh sama sekali.“Iya Tuan.” Diane yang berdiri tak jauh, datang mendekat dengan badan nyaris membungkuk sempurna. Wanita paruh baya itu berdiri di samping Reviano.“Kumpulkan semua bawahanmu di ruangan ini, sekarang!” Reviano memberi perintah.Diane mengangguk dan membungkuk sekali lagi. “Baik Tuan. Beri saya waktu lima menit,” ucapnya.Reviano tak me
Di saat Elena telah pasrah, sebuah harapan muncul tatkala melihat Leon terlihat di ujung koridor. Senyumnya terbit.Lari melesat tanpa suara, Elena mendekati Leon dan memegang tangan suaminya.Tentu saja Leon yang memang takut dengan Elena jadi memberontak. Namun justru menjadi hal yang bagus dan menguntungkan bagi Elena.Elena sengaja membawa Leon secara paksa melewati ruang kerja Reviano. Tepat di saat itu juga pintu terbuka dan muncul Caitlyn dengan seorang lelaki yang menyusul di belakangnya, Evan Lewis.Elena berpura-pura terkejut, sementara baik Caitlyn maupun Evan justru terlihat salah tingkah ketika melihat Elena. Mungkin mereka tak menyangka kalau Elena akan memergoki mereka berdua keluar bersamaan dari dalam sebuah ruangan.“Paman Evan, ternyata Anda datang ke sini hari ini. Aku tak melihatnya. Tahu-tahu sudah ada di dalam ruang kerja Dad, bersama Mommy,” Elena menyapa dengan ramah, namun ada sindiran di dalam kalimatnya.
“Annabeth?” raut wajah Elena kecewa saat melihat yang datang adalah salah satu asisten pribadi yang kemarin telah ditunjuk khusus oleh Reviano.“Selamat malam, Nona. Maafkan aku karena telah mengganggu istirahatmu malam-malam begini.” Annabeth terlihat menunduk karena tak enak hati. Apalagi di depannya, Elena kini sedang memakai gaun tidur yang seksi dan menerawang. Meski sama-sama wanita, tetap saja Annabeth merasa malu.“Tidak apa-apa. Aku juga belum tidur.” Elena memaksakan diri untuk tersenyum. “Memangnya ada apa kau datang ke sini?”“Maaf Nona. Saya kemari hanya mau mengantarkan makanan yang dititipkan oleh Tuan Rev. Beliau baru pulang tadi dan menitipkan ini untuk Nona.” Annabeth menyerahkan bungkusan plastik yang sudah pasti berisi sandwich pesanan Elena.“Terima kasih, Annabeth. Kau boleh kembali ke kamarmu untuk beristirahat,” ujar Elena.Annabeth mengangguk takzim dan
“Masuklah.” Reviano meletakkan berkas yang sedang ia baca ke atas meja saat terdengar bunyi ketukan pintu.“Anda memanggilku, Tuan Rev?” Marion, sekretaris pribadi Reviano berjalan mendekat diiringi bunyi sepatu hak tingginya.“Ah, kemarilah Marion. Aku punya tugas untukmu.”Marion berhenti tepat di depan Reviano. “Tugas apa Tuan Rev? Apakah harus kukerjakan sekarang? Laporan proyek baru yang semalam kau berikan padaku belum selesai.”Marion sebenarnya menyisipkan keluhan dalam kalimatnya. Entah bosnya itu bisa paham atau tidak, kalau pekerjaan yang diberikan selalu bertambah setiap harinya.Bahkan di saat yang satu belum sempat dikerjakan, Reviano sudah memberikan tugas yang baru.Kalau saja bukan karena gaji yang besar dan Reviano adalah bos yang royal, mungkin Marion sudah lama mengajukan surat pengunduran diri. Karena tak mampu kepalanya berdenyut setiap hari.“Kesampingkan saj
“Selamat Nyonya, bayi Anda perempuan. Dia sehat dan sangat cantik.” Seorang perawat wanita menyerahkan bayi yang telah dibersihkan dan tampak tidur nyenyak dalam balutan selimut bayi yang hangat.Elena mengulurkan kedua tangan dan menyambut dengan perasaan bahagia. Ia tak menyangka bisa melewati proses persalinan secara normal dan melahirkan bayi yang sehat pula.‘Kau cantik sekali.’ Gumamnya dalam hati sambil terus mengelus pipi gebu dan putih putrinya itu.“Anda sekarang akan dipindahkan ke ruangan lain agar lebih tenang dan memudahkan sanak famili yang mau menjenguk. Di mana suami Anda, Nyonya?” perawat wanita bernama Daisy itu heran karena sejak masuk ruang bersalin, tak terlihat sama sekali keberadaan suami Elena.Wanita itu hanya sendirian tanpa ada seorang pun yang mendampingi.“Sepertinya masih di rumah untuk mengambil beberapa perlengkapan bayi. Karena ternyata aku melahirkan lebih cepat dari perkirakan, kami belum sempat mempersiapkan semuanya.” Elena menjilati bibirnya yang
Billy terus tertawa, seakan mengejek Elena. Membuat wanita itu memandang Billy dengan tatapan sebal.“Aku tak punya maksud apa-apa bertanya seperti itu. Apakah salah, kalau aku hanya sedang berusaha untuk beramah-tamah padamu, Nona Elena? Kau terlalu mengambil serius semua ucapanku. Padahal aku hanya ingin tahu berapa usia kandunganmu.” Billy terus saja membuat Elena gerah dengan nada kalimatnya yang ambigu.“Kalau begitu kau tak usah beramah-tamah apalagi ingin tahu apa pun tentang aku, karena itu adalah sesuatu yang sangat tak menyenangkan bagiku,” cetus Elena.“Baiklah kalau begitu. Lebih baik aku sekarang masuk ke dalam, karena ada keperluan dengan Nyonya Caitlyn.”“Untuk apa kau menemuinya?” pertanyaan Elena membuat Billy tersenyum dan langkahnya terhenti seketika.“Sekarang sepertinya Anda yang ingin tahu tentang urusanku, Nona Elena,” sindir Billy.Elena berdehem. “Aku hanya tak mau urusan kalian berdua itu bisa menggangguku di kemudian hari,” jawabnya pendek.“Bagaimana urusan
“Sejauh mana kau mengenal Elena? Selain Nazarina, apakah ada orang lain yang mungkin bisa aku gunakan untuk menyulitkannya?”“Aku tak begitu mengenal Elena, Nyonya. Sudah kubilang kalau kami hanya pernah bertemu beberapa kali.” Billy membetulkan rambutnya yang agak berantakan. Mungkin karena sudah menjadi kebiasaan karena sejak dulu ia memang selalu perfeksionis dalam hal penampilan. Tak pernah sekalipun membiarkan visualnya berantakan.“Tapi kau bilang menyukai Elena. Apakah ada sesuatu yang membuatmu terkesan dengan wanita yang jauh lebih tua? Atau mungkin, kalian dulu pernah melakukan cinta satu malam?” Caitlyn lagi-lagi memancing jawaban Billy. Padahal pertanyaannya itu sudah berulang kali ia ajukan.Billy tertawa kecil. “Nyonya, apakah benar perasaanku, kalau Anda masih begitu penasaran dengan hubungan kami? Bukankah sudah aku katakan dengan jelas, walau aku setuju bekerja padamu untuk menyulitkan Elena, tapi pertanyaan seperti itu tak akan pernah kujawab.”“Baiklah...” Caitlyn m
Reviano memandangi Billy dari atas hingga ke bawah. Sedangkan Elena diam-diam mencuri pandang sambil sesekali menunduk karena khawatir.Bagaimana bisa Billy menjadi asisten Reviano? Apakah ini semua adalah rancangan licik Caitlyn? Mengingat yang merekomendasikan Billy adalah wanita itu.Hanya saja pertanyaannya, bagaimana mereka bisa saling mengenal? Dari sekian miliar manusia di muka bumi ini, mengapa Caitlyn harus membawa Billy masuk ke dalam lingkaran hidup mereka?Elena tak tenang, meski status Billy hanya sebagai pekerja, tetap saja posisinya bisa terancam kalau sampai pria itu mengatakan hal yang pernah mereka lakukan.“Sebenarnya aku tak memerlukan asisten atau apa pun itu. Aku lebih nyaman sendiri,” ujar Reviano, setelah sempat memindai dengan cermat penampilan Billy.“Tolong berikan saya kesempatan, Tuan Rev. Saya membutuhkan pekerjaan ini. Tuan tak akan kecewa dengan kinerja saya,” ucap Billy yakin.“Datang saja ke kantorku. Aku akan meminta Marion untuk memberimu posisi yan
Caitlyn seketika mematung di hadapan Elena karena keterkejutan yang tak terduga. Dia merasa kecolongan dengan apa yang kini telah diketahui oleh menantunya itu.Bagaimana mungkin Elena bisa tahu kalau ia telah membayar Nazarina untuk menguntit suaminya?Apakah semudah itu Nazarina mengakui?Dan soal pertemuannya dengan Evan di hotel Argeous, bagaimana bisa terendus?“Temanmu yang tua itu telah mengadu ya padamu? Huh, padahal aku sudah membayarnya dengan uang yang banyak,” ujarnya sinis.“Dia tak mengadu sama sekali. Tapi aku yang terlalu beruntung sehingga bisa mendapatkan petunjuk atas apa yang telah terjadi. Jadi, apakah kau akan meminta uangmu dikembalikan? Tapi ini terbongkar bukan karena kesalahannya. Jadi kuharap kau tak akan menyusahkan Nazarina lagi. Kecuali kalau kau ingin Revi tahu soal ini,” ancam Elena.“Baiklah, jadi.... Karena kau merasa telah memiliki kelemahanku, sekarang kau yang berhak mengancam?” Caitlyn memandang Elena dengan tajam, berusaha menunjukkan kalau ia ta
Marion menyerahkan lembaran kertas pada Reviano.“Nomor itu terdaftar atas nama Andrew Nelson. Alamatnya tercatat di desa Archenwill.”“Berarti kita sudah mengantongi nama dan tempat tinggalnya. Lantas, hal apa yang mengejutkan, Marion?”“Masalahnya, setelah kami selidiki dengan lebih detail melalui data kependudukan dan aktivitas terakhirnya, nama Andrew Nelson dengan alamat dan nomor ponsel yang sama ternyata sudah meninggal beberapa tahun lalu.”Reviano seperti tak percaya dengan apa yang ia dengar. “Tak masuk akal! Tak mungkin yang menelepon waktu itu adalah hantu gentayangan.” Reviano bersungut-sungut. Ia memang tak percaya takhayul sama sekali.Kalau memang ada hal seperti ini, pasti akan ada penjelasannya secara logis dan masuk akal.“Memang tak mungkin, Tuan Rev. Bisa saja yang memakai nomor itu sekarang adalah anak atau ahli waris yang tak mengganti data pemakai barunya.”
Elena lekat memandang Lizzie, meminta kepastian akan informasi dengan mengerutkan kening dan menyatukan kedua alisnya.Lizzie mengangguk pelan, kemudian kembali mengirimkan pesan.[ Aku memang tak terpikir untuk mengambil fotonya dengan kamera ponselku Nona. Tapi aku cukup yakin kalau teman Nona adalah orang yang kulihat malam itu di depan kamar hotel. ]Elena termenung sesaat, seakan berpikir. Rasanya tidak masuk akal kalau Nazarina mengkhianatinya.“Nazarin, bagaimana kalau saat aku keluar dari rumah sakit nanti kau ikut menjemput dan mengantarku pulang?” tanya Elena.Nazarina mengangkat kedua alisnya heran. “Mengantar pulang ke rumah mertuamu?”Elena mengangguk.“Ah, aku mungkin tak bisa Elena. Aku bekerja dan pasti sibuk sekali. Maafkan aku.”“Ayolah, aku ingin memperkenalkanmu pada suamiku dan keluarganya,” Elena sedikit memaksa. Padahal itu hanya sebuah pancingan agar Nazarina terjerat dalam perangkapnya.“Untuk apa kau memperkenalkan aku pada mereka?”“Tentu saja agar kau bisa
“Lelaki tua itu, sepertinya benar-benar menyukaimu Elena. Bisa dilihat dari keseriusannya dalam menuruti kemauanku.” Harland mengambil sebatang rokok dan menyulutnya.“Maaf Tuan, Anda tak boleh merokok di sini. Silakan keluar kalau memang mau merokok.” Seorang perawat terdengar menegur Harland dengan judes.Harland mengangkat kedua tangan, menunjukkan rokok yang tadi belum sempat terkena api koreknya. “Maaf, salahku.”Setelah perawat itu pergi, Nancy mengajak Annabeth dan Lizzie untuk pergi keluar kamar.“Kalian pasti sangat lelah dan bosan menunggui Elena selama berhari-hari. Ayo, ikut aku membeli makanan ringan di swalayan. Kalian perlu tenaga ekstra untuk membantu merawat orang sakit.”“Ya, pergilah Annabeth, Lizzie. Pilih saja apa pun yang kalian mau. Mama yang akan membayarnya,” ujar Elena sambil tersenyum.Annabeth dan Lizzie menyambut baik ajakan Nancy. Mereka bertiga keluar dari ruangan, meninggalkan Elena dan Harland.Elena kembali memandang ayahnya. “Kita lanjutkan pembicara
“Cara apalagi yang kau maksud, Honey? Kau sudah memeriksa ponsel mereka kan? Lagi pula, kenapa hanya Diane dan Amber yang kau curigai? Housemaid di rumah kita bukan hanya mereka, jadi yang lain pun patut dipertanyakan kalau memang benar mereka melakukan hal yang tak baik.” Caitlyn masih berusaha membela para bawahannya. Reviano berjalan mendekati istrinya. “Caitlyn, aku sangat heran mengapa kau begitu membela mereka? Padahal seharusnya, sebagai orang yang pertama kali dikirimi video, kau juga harus mencari tahu siapa manusia lancang itu. Kau bahkan diperas kan? Jadi, apakah karena yang sedang dipermalukan adalah aku, maka kau tak peduli sama sekali?” “Aku hanya tak mau berburuk sangka dengan orang yang telah mengabdi cukup lama padaku. Diane dan Amber bukanlah orang lain. Aku tak mau mereka diperlakukan seperti seorang penjahat. Aku yakin, kau melakukan ini karena terpengaruh cerita Elena yang mengada-ngada. Kau benar-benar telah dibutakan, Honey.” “Mengada-ngada atau tidak, bisa ki