Share

Janji Seorang Lelaki

Wisnu mengucap doa dalam hati agar kedatangannya kali ini bisa diterima dengan baik. Sudah beberapa kali dia mengunjungi Dimas di kantor dan masih berharap agar lelaki itu mau menemui Reisa.

"Maksud Om, aku harus nikahin Rei?" tanya Dimas keberatan. 

Wajah Wisnu menegang. Dia menarik napas panjang dan mencoba menahan emosi yang hendak meluap. 

"Kalau kamu memang mencintai Reisa, Nak." 

"Reisa sudah kotor, Om. Dia mengandung benih Andra. Anak itu hasil perkosaan. Kenapa aku yang harus menanggung semuanya?" 

"Om rela melakukan apa saja kalau kamu bersedia."

Dengan pengharapan yang besar Wisnu datang kepada Dimas untuk menerima Reisa. Dia bahkan menekan harga diri demi kebahagiaan putrinya.

Hanya Dimas yang satu-satunya menjadi harapan menyembuhkan Reisa dan menutupi aib. Mereka sudah mempersiapkan pernikahan. Harinya juga sudah dekat, hanya tinggal menunggu waktu. 

"Maaf, aku gak bisa, Om." 

Dimas berlalu begitu saja meninggalkan Wisnu yang terdiam mematung. Dia menolak dengan tegas. Hatinya sungguh terluka atas apa yang telah Andra lakukan terhadap calon istrinya. 

Dimas sudah mempersiapkan semua dengan baik. Berkerja keras untuk masa depannya bersama Reisa. Menyiapkan pernikahan impian, bahkan mempekerjakan seseorang untuk menjaganya. Namun semua hancur. 

Dimas memilih untuk pergi, meninggalkan tanah air dan mengobati luka hatinya sendiri. Harga dirinya telah dilecehkan. Dia sudah tak punya muka untuk bertemu keluarga dan orang terdekatnya.

Wisnu tertunduk pasrah. Penolakan Dimas tadi telah menegaskan bahwa harapan mereka sudah sirna. 

***

Wisnu menatap Sarah dengan gamang. Saat ini mereka sedang berdiskusi untuk mencari jalan keluar yang terbaik.

"Mas. Baiknya kita sudahi saja perkara ini," sarannya. 

"Kasihan Reisa kalau sampai aku menyetujui hasil mediasi waktu itu," tolaknya. 

Wisnu tak mau jika Reisa harus hidup bersama Andra, sementara putrinya menderita trauma yang berkepanjangan.

"Keluarga Dimas juga gak ada itikad baik," desak Sarah. 

"Tapi--"

"Mas. Nikahkan Reisa dan Andra setelah bayinya lahir. Hanya itu satu-satunya cara," pinta Sarah.

Wisnu tertegun dan menimbang lama. Akhirnya dengan berat hati dia menganggukkan kepala dan menyetujuinya.

"Untuk sementara, pindahkan Reisa ke rumah lain untuk menghindari gunjingan. Dia sudah cukup menderita karena ini. Jangan sampai ada mulut lain yang ikut mencela dan menambah traumanya."

Sarah mengucapkan itu sembari menangis. Banyak bisik-bisik yang santer terdengar tentang keponakannya. Ada yang menyalahkan Wisnu karena membiarkan Reisa bergaul terlalu dekat dengan Andra sehingga semua ini terjadi. 

Ada juga yang mengatakan ini azab karena Wisnu pernah nakal di usia muda

sebelum menikah. Sarah hampir saja melabrak orang yang menyebarkan isu, karena merasa kecewa setelah mengetahui bahwa pelakunya berasal dari keluarga mereka sendiri.

"Lalu, siapa yang bakal jagain Reisa?"

"Andra."

"Kenapa harus dia?" tanya Wisnu geram. Nada suaranya kembali meninggi karena emosi 

"Karena cuma dia yang bisa ngembaliin keadaan supaya jadi normal kayak dulu."

"Tapi gak bisa begitu, Sarah. Dia--"

"Mas, kita udah coba berbagai cara. Hasilnya apa? Gagal."

Mereka sudah membayar psikiater, juga mencoba berbagai macam pengobatan alternatif. Sayangnya, semua hanya sia-sia. Reisa masih saja seperti orang yang kehilangan ingatan, kerap kali termenung dan menangis di malam hari. 

Wisnu menatap adiknya dengan gamang dan berkata, "Kamu yakin ini akan berhasil?"

Sarah mengangguk dan itu membuat Wisnu menghela napas panjang. 

"Berikan kesempatan kepada Andra, Mas."

"Baiklah kalau begitu. Mas akan cabut gugatannya," ucapnya dengan berat hati.

Wisnu datang ke rumah tahanan itu. Bertemu dengan lelaki yang sudah menodai putrinya untuk meminta pertanggungjawaban. Membunuh calon bayi di dalam kandungan Reisa sama saja dengan melakukan kesalahan untuk kedua kalinya. Sehingga, dia memilih untuk memaafkan Andra. 

Andra menyanggupinya karena memang itulah yang diharapkannya sejak dulu, hanya saja itu tak pernah terucap. Tanpa berpikir panjang, dia malah melakukan sesuatu yang merusak semua.

Wisnu menetapkan hati. Jalan keluarnya hanyalah satu, agar bayi itu tetap memiliki ayah saat dia lahir nanti. Itu bukanlah orang lain. Itu haruslah ayah biologisnya. 

***

"Masuk ke dalam, yuk. Di sini dingin." 

Bisikan dan hembusan napas Andra di telinganya membuat Reisa merinding. Wanita itu menunduk dan tak berani bergerak. 

"Rei." 

Andra menyentuh pipi Reisa yang sejak tadi dibasahi oleh air mata, lalu meletakkan tangannya di bahu wanita itu. Dia ingin merengkuhnya ke dalam pelukan, tetapi tak punya nyali. 

"Maafin gue."

Andra membalik tubuh Reisa dan menuntunnya ke kamar. Beribu kata maaf telah dia ucapkan, tetapi itu belum mampu mengubah keadaan. 

Setelah menutup pintu, Andra memilih keluar dan meninggalkan Reisa dalam tangis. Dia tidak tahu harus berbuat apa untuk saat ini. Berada di dekat wanita itu hanya akan menambah lukanya. 

Andra hendak menuju kamarnya sendiri, ketika sebuah tepukan bersarang di bahunya. 

"Belum tidur, Ndra?" tanya Wisnu dengan tenang. 

"Belum, Om." jawabnya singkat. 

Andra tidak tahu harus bicara apa. Apa pun yang pernah dia lakukan tidak hanya melukai hati Reisa, tapi juga lelaki gagah di sampingnya ini. 

"Reisa masih nangis?" 

"Tiap kali aku deketin," jawabnya.

Wisnu membuang pandangan. Hatinya begitu sakit setiap kali melihat Andra. Lelaki yang bertahun-tahun dia percayakan untuk menjaga Reisa, tetapi justeru merusak masa depannya.

Hati Wisnu lebih sakit saat mengetahui kenyataan lain bahwa Dimas, orang yang dia harapkan bisa menerima Reisa apa adanya, justru menolak untuk menikahi putrinya karena sudah cacat. Walaupun pernikahan mereka sudah direncanakan jauh-jauh hari. 

"Biarkan saja dulu, Ndra. Jangan kamu paksakan." 

Ucapan terakhir itu penuh tekanan dan Andra tahu apa maksudnya.

"Aku ngerti, Om."

"Tolong jangan ganggu Reisa dulu. Biarkan dia tenang. Ini semua sangat sulit untuk di terima." 

Tepukan kedua di bahunya membuat Andra bergetar. Ini peringatan keras agar dia tak gegabah dalam bertindak.

"Iya, Om," jawabnya singkat.

"Kamu bersungguh-sungguh mencintai anakku?" tanya Wisnu. 

"Sejak dulu. Gak pernah berubah. Karena itu aku selalu jagaian dia. Mungkin ... caraku mencintainya salah," jawab Andra mantap. 

Kali ini mereka berbicara sebagai dua orang lelaki yang mengasihi satu wanita yang sama, Reisa.

"Apa benar Dimas--"

"Iya. Aku udah jelasin semua sama om waktu itu. Aku juga udah bilang ke Reisa berkali-kali. Tapi gak ada yang percaya. Dimas tidak sebaik yang kalian kira."

Wisnu menatap sosok di hadapannya dengan lekat. Hari itu ketika mereka bertemu di rumah tahanan, Andra menceritakan banyak hal mengenai Dimas. 

Andra membongkar segala tindak tanduknya, bahkan menyanggupi untuk memberikan bukti-bukti agar Wisnu percaya. Dia mengakui kalau sengaja menjebak Reisa agar pernikahannya dengan Dimas dibatalkan.

Wisnu kembali melayangkan tinju di wajah Andra ketika mendengar penuturan yang terakhir. Sehingga penjaga tahanan melerai dan mengusirnya pulang agar tak menimbulkan keributan. 

"Aku merestui kalian dengan perjanjian yang sudah kita sepakati. Ingat itu!"

Andra telah menanda-tangani selembar kertas di depan seorang pengacara. Jika dia sampai berani menyentuh Reisa sebelum waktunya, maka Wisnu akan memisahkan mereka. 

Andra harus berhasil merebut hati Reisa dan menyembuhkan traumanya. Barulah setelah bayinya lahir, mereka akan dinikahkan. Jika lelaki itu tidak berhasil, maka Wisnu akan memindahkan putri dan cucunya ke luar negeri agar mereka tak bisa bertemu lagi. 

"Tapi aku gak akan ninggalin Reisa dan anakku sampai kapan pun."

Dua lelaki itu saling menatap tajam. Mengukur kekuatan satu sama lain. Mereka sama kuat, karena mereka sama-sama seorang ayah. Lelaki sejati akan melindungi keluarganya bahkan jika harus bertaruh nyawa.

Wisnu tersenyum. Bukan kalah atau mengalah, tetapi ingin melihat sejauh apa kesungguhan lelaki di hadapannya ini.

"Kalau begitu, buktikan!" 

Wisnu melangkah pergi meninggalkan Andra yang masih berperang dengan batinnya sendiri. 

"Aku akan pertahankan mereka. Gak akan aku biarkan Om pisahkan kami!" tegasnya.

Andra menatap hamparan rumput luas di hadapannya dengan gamang. Rumah ini akan mereka tempati sampai tiba waktunya Reisa melahirkan.

Tugas Andra saat ini sangatlah banyak. Menyembuhkan luka yang sudah dia toreh. Mempersiapkan diri menjadi seorang ayah. Merebut kembali cinta Reisa. Juga menepati janji kepada Wisnu untuk membahagiakan putrinya. 

Janji sebagai seorang lelaki.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status