Christian menarik tangan Ilona. Seolah takut kehilangan gadis itu. Ia membawa Ilona hingga ke beranda mansion. Di depan sudah ada seorang pria pertengahan empat puluh yang merupakan supir pribadi dari Christian. Pria itu langsung bergerak membuka pintu belakang mobil.
“Selamat pagi, Mr. Chris," sapanya. Ia memutar pandangan menatap gadis di samping Chris dan sambil menundukkan kepala, ia pun menyapa Ilona, "Selamat pagi, Nyonya.”
“Selamat pagi Louis,” sahut Chris. Ilona hanya tersenyum simpul.
Christian memberikan senyuman. Ia berbalik menatap Ilona yang tampak begitu kaku di belakangnya. Wajah gadis itu benar-benar tegang.
“Ayo,” ucap Chris sambil menggerakkan kepala menunjuk mobilnya.
Ilona mengulum bibir sambil memilin jemarinya di belakang tubuh. Kedua lututnya begoyang gelisah. Ikut dengan Christian benar-benar bukan ide yang bagus.
“Chris, sebenarnya ….”
“Hahh, sudahlah.” Tak ingin mendengar alasan Ilona, Christian begitu saja menarik lengan gadis itu hingga kedalam mobil. “Lou ayo,” titah Kent.
Ilona berdecak pelan. Mendadak jantungnya memompa dua kali lebih cepat. Ilona benar-benar gelisah.
‘Bagaimana kalau Mr. Kent tahu, aduh ….’
Sejak tadi kalimat-kalimat seperti itu terus saja menggema di kepalanya di sertai raut wajah Kenedict yang menegang dengan tatapan tajam. Semua itu menambah rasa takut dan khwatir dalam dirinya. Ilona terus mengulum bibir sambil meremas jari-jarinya.
“Tenang saja ….”
Suara dari samping memecah lamuan Ilona. Ia langsung memutar wajah menatap Chris. Pria itu menatap lurus kedepan.
“Hem?” gumam gadis itu.
Christian memutar tatapan. Menatap manik cokelat yang kini begitu jelas menampakkan kegelisahan yang sedang ia alami. Chris tersenyum simpul, ia menurunkan tatapan. Begitu saja tangan pria itu meraih tangan Ilona yang saling terlipat di atas paha gadis itu. Chris menggenggam tangan Ilona membuat gadis itu menatapnya dengan bingung.
“Aku janji akan melindungimu darinya,” ucap Chris.
“Darinya?” ulang Ilona.
Christian mengangguk. “Hem. Kau takut Kent akan memarahimu?”
“Ah … bukan begitu.” Ilona memalingkan wajah menatap keluar jendela.
“Jika dia memarahimu, aku akan menghadapinya,” ucap Chris. Ilona terkekeh kecil. “Kenapa?” tanya Chris.
Ilona menggeleng. Perlahan-lahan ia menarik tangannya dari dalam tangan Chris. Gadis itu menunduk sendu.
“Aku tidak ingin kalian bertengkar hanya karena diriku. Lagi pula siapa aku,” ucap gadis itu.
“Tentu saja kau gadis yang special,” ucap Chris. Kata-kata itu meluncur begitu saja dari bibirnya.
Ilona membulatkan mata tanpa berniat mengangkat kepalanya. ‘Gadis special?’ gumam gadis itu dalam hati.
Christian lagi-lagi tersenyum. Untuk pertama kali dalam hidupnya pria yang telah lama terjebak dalam masa lalu itu kini mulai bisa membiasakan diri untuk terbuka kepada lawan jenis namun entah kenapa Ilona menjadi gadis pertama yang menghancurkan tembok yang selama ini mati-matian dibangun Chris.
Ia banyak bertemu wanita bahkan dari kalangan anak pengusaha, artis, dan model. Namun dari mereka semua tidak ada satupun yang mampu membuat Christian merasa nyaman, bahkan pada tindakannya sendiri. Ilona punya sisi yang jarang dilihat Christian pada orang-orang disekelilingnya. Suatu kesederhanaan dan kelemahlembutan yang berbeda. Wajahnya yang malu-malu, sangat menggemaskan. Persis seperti seseorang dari masa lalu.
****
Tiga puluh menit berkendara dengan kecepatan sedang, akhirnya Chris dan Ilona pun tiba di salah satu pusat perbelanjaan di kawasan 4211 Camino De La Plaza. Louis menghentikan mobilnya tepat di depan pintu masuk. Chris turun lebih dahulu. Ia berlari menghampiri pintu samping. Sebelum Ilona sempat mendorong pintu itu, Chris telah lebih dulu menariknya dari luar. Ilona kembali di buat terkejut.
“Came on,” ucap Chris lengkap dengan senyum yang sudah menjadi ciri khasnya. Ilona tak bisa menolak. Ia meraih tangan yang sedang terjulur di depan wajahnya, lalu turun dari dalam mobil.
Ilona memandang bangunan di depannya sebelum Chris menarik tangannya untuk masuk kedalam. Sebuah butik yang khusus memajang pakaian bermerk dunia. Dress, outfit, t-shirt, sepatu dari berbagai jenis dan merek terkenal. Semuanya berlable terkenal dan Ilona tahu jika harganya tidak murah.
Ilona membulatkan mata saat ia menyadari sesuatu. ‘Waduh, gue lupa bawa credit card-nya si Bule, gimana nih?’ batin Ilona.
Chris berbalik. Masih tetap mempertahankan tangan Ilona dalam genggamannya.
“Ayo, pilihlah pakaian mana yang kau inginkan,” ucap Chris.
“Chris, bagaimana kalau kita kembali saja,” pinta Ilona.
“Kenapa?” sergah Chris. Keningnya langsung mengerut.
“Hmmm … sebenarnya ….” Ilona berpikir begitu keras hendak mencari alasan apa yang bisa ia gunakan. “Perutku sakit,” ucapnya. Ia langsung memegang perutnya.
Chris mendesah panjang. Ia menggelengkan kepala. “Kau tidak bisa berbohong dengan baik?” tanya pria itu dengan nada datar.
Ilona menggigit bibir bawahnya. “Ayolah ….” Akhirnya ia memohon dengan wajah memelas.
“Sudah kubilang Kent tidak akan marah. Jika perlu aku akan meneleponnya sekarang.”
“Tidak tidak,” hardik Ilona. “Itu … sepertinya bukan ide yang bagus, iya. Hehehehe.” Ilona tertawa hambar.
Chris meraih kedua sisi pundak Ilona lalu menatap gadis itu lekat-lekat.
“Dengar, aku ingin kau menikmati hari ini. Belanja apa pun yang ingin kau beli. Aku ingin mengajakmu berkeliling San Diego hari ini. Hem?”
Terdengar menarik tapi, alih-alih senang Ilona malah makin tertekan.
“Lupakan Kent, lupakan apa yang bisa dia lakukan untukmu. Kau tenanglah, aku ini kakaknya. Dia tidak akan berani melawanku. Lagi pula kenapa dia marah, memangnya kau kekasihnya?”
“Hempt?”
Perkataan Chris barusan membuat Ilona tersentak. ‘Kekasih? Benar juga. Aku bukan siapa-siapa baginya. Dia tidak mungkin marah besar. Chris benar.’
Ilona akhirnya menarik napas dalam-dalam. Menutup mata selama beberapa detik lalu ia menganggukkan kepala. Yah, Chris benar. Sudah terlanjur juga dia ikut bersama dengan Chris. Ilona pasti akan mendapatkan hukuman dari Kent, namun jika menurut Chris dia akan membela Ilona maka Ilona tidak perlu begitu khawatir.
‘Udah disini juga. Yaudah, jalan-jalan. Kapan lagi.’ Batinnya membela.
“Oke.” Ilona berucap dengan raut wajah serius.
Chris tersenyum. “Bagus. Sekarang pilihlah pakaian yang mau kau beli,” ucapnya.
“Tapi aku lupa membawa kartu kredit yang di berikan Mr. Kent,” keluh gadis itu.
“Tidak usah dipikirkan. Memangnya hanya dia yang punya kartu kredit,” ucap Chris.
Ilona hanya bisa membentuk senyum di wajah. Chris kembali menarik tangan Ilona. Mereka berkeliling kedalam butik yang cukup luas ini. Dari sekian banyak pakaian Ilona malah memilih t-shirt over size dengan baggy pants dan juga baggy jeans. Gadis itu memang gemar memakai pakaian sederhana seperti itu.
‘Hem … waktuku bersama Mr. Kent hanya tinggal dua puluh tujuh hari jadi, setidaknya aku harus menyediakan sepuluh pasang pakaian. Kan bisa di cuci juga. Hem … beli underwear juga gak, yah?’ Gadis itu bergumam sambil mengulum bibir.
Chris berdiri tidak jauh dari tempat Ilona memilih pakaian. Ia memperhatikan gadis itu sambil tak henti-hentinya tersenyum. Sesekali pria itu menggelengkan kepala. Ia tidak menyangka jika seorang Ilona akan lebih memilih pakaian yang berlogo diskon ketimbang memilih pakaian premium dan limited edition. Lihat saja, Ilona bahkan mengunjungi bazar yang memberikan diskon paling tinggi. 55% itu lumayan.
Chris benar-benar tidak percaya jika di dunia ini ada wanita seperti Ilona yang saat berbelanja malah memilih pakaian murah padahal Chris-lah yang akan membayar semua ini.
Ilona malah mengingatkan Chris pada seseorang yang juga memiliki kesederahanaan seperti Ilona walaupun tidak sesederhana dirinya namun sifat keduanya agak mirip dan itu sedikit banyak membawa Chris pada masa lalunya yang indah.
Wajah mereka memang berbeda namun, sifat-sifat mereka hampir sama. Dan Chris pun begitu nyaman dengan Ilona. Chris bukan tipe pria yang mudah dekat dengan orang lain terlebih orang asing namun, ketika bersama Ilona semua mengalir begitu saja dan Chris pun masih tidak menyangka dengan semua ini.
‘Apakah aku bisa mempercayai takdir? Sekali lagi? Apakah takdir itu benar-benar nyata? Apakah kau memang datang untuk menjadi penolongku, Ilona?’ Batin Chris.
“Aku sudah selesai.”
“Eh?!” Chris tersentak. Ia menggelengkan kepala. Bisa-bisanya ia terjebak lamuan. Cepat-cepat pria itu memperbaiki mimik wajah. Kembali memberikan senyuman untuk Ilona.
“Kau yakin?” tanya Chris.
“Hem, yakin.” Senyum simpul di wajah Ilona saat menjawab pertanyaan Chris.
Chris menunduk melihat kantung berisi pakaian Ilona.
“Ayo ke kasir,” ucap gadis itu.
“Kau yakin hanya ini yang kau perlukan?” tanya Chris lagi.
“Iya … memangnya apalagi. Lagi pula aku tidak lama berada di rumahmu,” ucap Ilona dengan wajah datar.
Chris mendengus. “Jangan katakana itu,” ucapnya.
“Kenapa?”
“Tidak. Aku hanya tidak ingin kau mengatakan itu.”
Ilona mengulum bibir bawahnya lalu mengangkat kedua bahu. “Oke. Kalau begitu bisa kita pergi?”
“Tunggu,” sergah Chris.
Chris sempat memperhatikan sesuatu yang teletak di dekat pintu masuk. Ia pun menghampiri sebuah dress midi berwarna peach. Rok bagian bawahnya terbuka dan jatuh membentuk huruf A selutut. Dress itu tanpa lengan dengan bagian atas yang terbuka. Chris yakin Ilona akan tampak begitu manis saat memakai dress ini. Ia pun memanggil seorang pegawai toko.
“Tolong bawa ini ke kasir,” titah Chris.
“Baik tuan,” sahut pegawai toko. Dia langsung menjalankan perintah Chris.
Christian berbalik mendapati Ilona tepat berada di belakangnya. “Kau tidak sekalian beli sepatu?” tanya Chris.
Ilona menimbang sejenak tawaran Chris. “Memangnya boleh?” tanya gadis itu dengan wajah polos.
Christian terkekeh pelan sambil menggelengkan kepala -lagi. “Astaga …,” gumam pria itu. Ia kembali menatap Ilona. “Bahkan kau bisa mengambil seluruh isi dalam toko ini dan aku masih sanggup untuk membayarnya,” ujar Chris.
Ilona tertawa pelan. Ia menggelengkan kepala. “Oke, aku akan pilih sepatunya.” Gadis itu memutar tubuh. Berjalan sambil sesekali berjinjit, melompat seperti anak kecil yang senang diberikan mainan baru. Tingkahnya semakin membuat Christian gemas. Pria itu mengikuti Ilona dari belakang.
Ilona menghampiri deretan pajangan sepatu dan dari sekian banyak sepatu feminim yang indah dan elegan, Ilona malah menjatuhkan pilihannya pada sneakers berwarna dasar putih dan berenda biru dan hitam. Dad sneakers LV archlight. Ilona memang tidak pernah mengikuti tren berpakaian namun, sneakers menjadi satu-satunya barang paling wajib yang harus dimiliki oleh seorang Ilona Audrey. Gadis yang lebih memilih memakai sneakers ketimbang high heels. Alasannya sangat simple, sneakers tak akan pernah membuat kakinya sakit walau sejauh apa ia berjalan.
“1.090 $, kalau di rupiahin berapaan, tuh?” gumam Ilona. “Hahhh … lima belas juta. Gila!” Ilona menggelengkan kepala. Ia hendak menaruh sepatu itu kembali ketempatnya namun dengan cepat tangan seseorang telah lebih dulu mengambil sepatu itu. Ilona berbalik. “Eh?”
“Tolong bungkus dengan ini,” ucap Chris sambil meraih kotak yang tadi diambilnya dari Ilona. Chris langsung memberikan kotak itu kepada pegawai toko.
“Chris, sebenarnya aku hanya ingin melihatnya,” kilah Ilona.
“Sudahlah. Kau masih saja seperti ini. Ayo pilih lagi,” ucap Chris.
“Tidak. Sekarang aku tidak ingin mengambil apa pun lagi,” ucap Ilona.
Chris membuang napas berat. “Pilih sepatu untuk di pasangkan dengan dress midi yang aku pilihkan.”
“What? Dress midi?”
“Hahh … sudahlah. Pilih saja,” desak Chris.
Kali ini giliran Ilona yang menghembuskan napas berat. Ini benar-benar diluar keinginannya. Ilona tidak ingin dress, tidak ingin sepatu lain. Ia sudah menemukan pakaian yang akan digunakannya. Ia tidak perlu yang lain namun masih saja Chris memohon padanya.
“Hemm … baiklah. Tapi ini yang terakhir, yah. Aku tidak ingin kau menyeruhku mengambil apa pun dari toko ini,” ucap Ilona.
Chris memberikan respon dengan mengangkat bahu sambil memanyunkan bibir.
“Hemmm ….” Ilona menatap Chris dengan tatapan tidak suka sebelum lututnya berputar. Ia tidak butuh sepatu lain. Matanya langsung tertuju pada sepasang sepatu berwarna peach. Sepatunya tidak terlalu tinggi dan juga tertutup. Ilona masih bisa bertahan dengan sepatu itu. Ia langsung mengambilnya lalu memberikan kepada pegawai toko.
“Oke selesai, mari kita pergi ke meja kasir,” ucap Ilona.
Christian kembali tersenyum. Ia langsung menarik tangan Ilona. Gadis itu menjatuhkan tatapan. Chris menggenggam tangannya begitu protektif. Bahkan beberapa orang yang mengunjungi toko terlihat sedang berbisik-bisik sambil menatap dirinya. Semua itu membuat Ilona semakin tidak nyaman.
Jelas saja. Chris pengusaha terkenal yang wajahnya sering wara-wiri di media massa. Tak ada satupun yang tidak mengenal Christian Archer. Melihat ia sedang bersama seorang gadis tentu saja mengundang perhatian. Masalahnya, ini yang pertama kalinya ia terlihat setelah menghilang seolah di telan bumi selama dua tahun.
Muncul di publik sambil menggandeng seorang gadis dengan wajah sumringah, tentu saja membuat orang-orang di sekitarnya bertanya-tanya. Satu per satu dari mereka bahkan tidak ragu mengambil gambar mereka.
Sontak Ilona memalingkan wajah. Ia menunduk.
“Ah … Chris.” Ilona berusaha menarik tangannya dari dalam genggaman Chris sambil memalingkan wajah. Gadis itu melarikan satu tangannya ke tengkuk. Sadar jika kini mereka, atau dirinya sedang menjadi pusat perhatian.
“Totalnya 6.239 $,” ucap sang kasir.
Chris pun menoleh pada gadis di depannya yang bertugas sebagai seorang kasir. Chris segera mengeluarkan black card-nya kemudian memberikannya kepada sang kasir.
“Terima kasih,” ucap sang kasir sambil menyerahkan kembali black card milik Chris.
Pria Archer itu segera mengambil empat buah kantung kertas di atas meja kasir.
“Biar aku saja yang bawa,” ucap Ilona.
“Tidak usah. Lagi pula hanya ini. Ayo.” Christian memberikan kode lewat gerakkan kepalanya menyuruh Ilona agar segera berjalan, gadis itu pun menurut.
“Setelah ini apa kita akan pulang?” tanya Ilona.
“Pulang? Astaga ….” Chris menghentikan langkahnya. Memutar lutut dan pandangan kepada Ilona. “Ini baru pukul dua belas siang, Ilona. Lagi pula kenapa juga kau buru-buru ingin kembali,?” Chris mendengus menggeleng cepat lalu kembali melanjutkan langkah.
Pria itu berjalan dengan langkah panjang tanpa mempedulikan kilatan kamera yang sedang memotret dirinya sementara Ilona, ia berusaha menyembunyikan wajah dengan terus menundukkan kepala. Ia tidak ingin ada yang salah paham dengan situasi ini.
Mereka tiba di area parkir dan disana Louis sudah menunggu mereka. Supir pribadi Chris itu langsung menghampiri tuannya. Chris menyerahkan kantung berisi belanjaan kepada Louis. Lalu segera menyeret pelan lengan Ilona untuk kembali masuk kedalam mobil.
Ilona sempat menoleh keluar jendela. Ia menarik napas sambil membawa punggung menyentuh sandaran tempat duduk. "Fyuuuhhh ...." Ilona mendesah panjang.
"Kenpa?" tanya Chris.
Ilona menggeleng. “Tidak apa-apa." Ilona berusaha menenangkan dirinya. "Jadi, kita kemana setelah ini?” tanya gadis itu.
“Tempat menyengankan di San Diego,” ucap Chris singkat.
“Dimana?” Ilona terus bertanya.
“Nanti juga kau akan tahu. Kau pasti akan terkejut saat melihatnya.”
___________
To Be Continue.Jangan lupa spam komen yah ... :)
Hallo, selamat datang di duniaku. Jika kalian menyukai cerita ini, silahkan menyimpan cerita ini di perpustakaan kalian. Oh ya, ini Novel Dewasa yang hanya bisa dibaca oleh kalian yg sudah berumur 18+. Beberapa part akan menyuguhkan adegan dewasa dan explicit. Jika kurang menyenangkan bisa di skip. Cerita ini sekadar FIKSI semata. Tidak ada maksud utk menyinggung sebagian atau bbrp kelompok. Nikmati saja alurnya. Suka, duka, sedih, bahagia. Gemetar dan meledak. Rasakan sensasinya. Jangan lupa untuk memberikan VOTE dengan mengklik tombol VOTE di bawah. Keep your eyes open untill the end, yah ;) Mampir juga ke cerita terbaruku judulnya BEAUTIFUL PSYCHO bertema Romansa Dewasa. Ditunggu kehadirannya ;)
Archer’s Mansion08.22 PM______________Christian mengerjapkan mata. Kepalanya pening bagai terkena pukulan gada. Pria itu meringis sambil memegang kepala dengan kedua tangan. Kelopak matanya kembali terpejam saat sinar dari cahaya lampu menusuk netranya. Sambil mendesis panjang, pria itu mencoba mengingat apa yang telah terjadi padanya. Sontak ia menarik tubuhnya. Christian terduduk sempurna saat semua ingatannya telah terkumpul. “Ilona …,” gumam pria itu. Matanya langsung melebar saat melihat pemandangan di sekeliling. Ia menjatuhkan tatapan menatap dirinya kini yang tengah berbalut selimut tebal. “Arrrghhh ….” Chris kembali membanting punggung. Ia mengusap wajahnya dengan kasar. Pria itu ingat apa yang telah terjadi padanya. “Sial!” Christian mendengkus. Tenggorokkannya tersekat hebat. Ia meraih segelas air dari atas nakas lalu meneguknya dengan cepat. Chris kembali menghembuskan napas panjang. Rasa-rasanya dia ingin mati saja sekarang. Chris menarik kepalanya dengan kedua tanga
Kent memutar tubuh. Ada kekecewan di sana. Membentang luas dalam lubuk hati ketika bibirnya sendiri yang mengatakan janji itu. Memikirkan kembali apakah ia benar-benar telah siap melepas gadis yang belakangan ini mengisi hari-harinya. Apakah semuanya memang akan terlepas begitu saja ketika gadis itu bersedia bertelanjang dan menerima tubuh pria itu sepenuhnya. “Ayo,” ucap Kent. Ia kambali menoleh. Menjulurkan tangan yang kemudian di sambut oleh sang gadis. Berpegangan tangan namun entah mengapa kali ini Kent merasa berdebar-debar dalam hatinya. Kent berhenti tepat di samping kubikel sekertarisnya. “Layla, tolong batalkan semua rapatku hari ini. Termasuk wawancara dengan TV internasional,” ujar Kent. Layla mengerutkan dahi. Ia telah bekerja bertahun-tahun bersama Kent. Ia mengenal betul bagaimana sifat seorang Kenedict Archer. Pria itu tidak pernah membatalkan rapat apa pun selama ini. Dan hari ini, entah kenapa Kent jadi semakin aneh hanya karena seorang gadis kampungan bernama Ilon
“Aaaaarggh ….” Ilona menjerit. Suaranya menggema memenuhi ruangan ini. Ia berteriak. Menahan semua rasa sakit yang sedang diberikan oleh sang tuan. Tubuhnya bergetar sangat hebat. Jiwanya seolah ditarik ketika benda itu menyentuh biritnya. Kent kembali mengayunkan tangannya. Mengarahkan ikat pinggang berbahan kulit itu ke birit polos milik Ilona. Oh ya Tuhan, gadis itu kembali meringis, berteriak sambil mengepalkan tangan. “Berteriaklah.” Suara penuh dominasi itu terdengar begitu mengerikan. Pria itu seperti kesetanan. Murkanya meledak-ledak memerintah tangan kekarnya untuk terus terayun. TAAASSSHHH …. “Aaaarrgghhh!” Lagi-lagi Ilona berteriak. Gadis itu meremas seprai dengan kedua tangan yang terikat. Ia mengubur wajah kedalam kasur. Menggigit kain sutra tipis di bawahnya. Berusaha melampiaskan semua rasa sakit yang sedang ia alami. TAAASSSSHHH …. Sekali lagi. Kent mendaratkan pukulan terakhirnya. Ia ambruk. Tangannya bergetar dengan hebat. Rahangnya mengeras, di balut dengan ke
Kenedict Archer, salah satu tamu VVIP Pub The Lion. Club malam yang terkenal hanya menerima tamu eksklusif dan satu-satunya yang termegah di San Diego bahkan di California. Tamu-tamu di sini kebanyakan adalah kalangan para eksekutif termasuk para miliarder dari berbagai tempat. Mereka datang ke night club ini untuk melepas lelah, mencari hiburan bahkan … sebagian dari mereka mencari sesuatu untuk di taklukan namun, bagi seorang Kenedict yang lebih nyaman di sapa Mr. Kent, mencari sesuatu sepertinya tidak di takdirkan untuknya sebab … dialah yang dicari oleh orang-orang. Dia begitu muda. Begitu muda dan menarik, sangat menarik. Postur tubuh atletis dengan tinggi mencapai 183 CM, 
Kenedict kini berada di ruangan lain. Ia ditemani seorang asisten. Mereka tengah menunggu di ruangan terpisah dari ruangan VVIP yang biasanya menjadi tempat favoritnya. “Maaf membuatmu menunggu lama, Mr. Kent, aku harus benar-benar mengurus gadis itu,” ucap Scarlett. Ia muncul dari balik pintu sambil menundukkan kepalanya. Kent menarik satu sisi kerah jasnya. Tubuhnya berkeringat padahal pendingin ruangan ini sungguh sangat mampu membuatnya nyaman namun, gadis bermata bulat itu seperti menyemburkan api yang membuat Kent merasa terbakar. Pria itu sungguh tidak mengerti jika ada manusia seperti gadis bermata cokelat yang baru di temuinya. Ini untuk pertama kali dalam hidup seorang Kenedict Archer mendapat penolakkan dari seorang gadis dan ironinya gadis itu adalah seorang pelayan bar. “Jadi, berapa yang harus kubayar?" tanya Kent. Scarlet langsung bisa menebak maks
Archer's Mansion07.43 AM______________ Ilona mengernyit, kelopak matanya menekan kedalam dengan kuat ketika cahaya yang masuk seolah berubah menjadi pisau yang langsung menusuk ke matanya. “Auh ….” Ilona lanjut mendesis. Ia meremas kepalanya ketika merasakan pening yang hebat. Masih dengan posisi tengkurap, Ilona berusaha mengumpulkan kesadaran dan betapa kagetnya ia ketika otaknya langsung bergerak memberikan dia rekaman kejadian yang telah ia alami sebelumnya.
“Hei, kubilang lepaskan aku!” Ilona terus meronta. Kent membalikan tubuh Ilona dengan paksa lalu dia mengangkat tubuh mungil itu dan dengan satu kali gerakan cepat, tubuh Ilona kini sudah berada di atas pundaknya. Ilona sadar jika kini Kent sedang menggendongnya seperti yang di lakukan Massimo anak buah Kent. “Diam!” kecam kent. Ia membawa tangannya lalu menampar birit Ilona membuat Ilona kembali meringis. “Dasar setan!” maki Ilona dengan bahasanya. Kent terus membawa Ilona. Ia menaiki lift kemudian menekan tombol ground. Ilona masih saja meronta-ronta dan Kent semakin tidak perduli. Kent kembali menampar bokong Ilona dan kali ini lebih keras dari sebelumnya. Ilona melawan. Dia menonjok-nonjok punggung Kent bahkan berani menggigit punggung itu tapi Kent menghiraukan rasa sakit yang tidak seberapa itu. Ketika pintu lift terbuka, Ilona pun
Archer’s Residence, San DiegoJuly 2019 – 09.24 PM__________________ Crossover SUV mewah pabrikan otomotif Jerman kembali terparkir di halaman mewah mansion megah ini. Turun dari dalam mobil seseorang yang begitu tampak gagah masih sama seperti ketika ia meninggalkan rumah mewah ini, hanya saja dua kancing kameja bagian atas sudah tidak terpasang sempurna bersamaan dengan dasi berwarna hitam metalik yang kini telah melonggar di lehernya. “Selamat datang Mr. Kent,” Jane menyapa. Ia menunggu tuannya di pintu utama mansion. Kent hanya memberi satu anggukkan kepala lalu kakinya kembali melangkah memasuki rumah mewahnya, namun ketika kaki jenjangnya hampir menaiki satu anak tangga, tubuhnya kembali berputar. Ia berpaling dan menatap Jane lewat pundaknya. “Bagaimana keadaan gadis itu?” Jane menundukkan k
Enam kemudian ><__________________San Diego – California USA Archer’s Mansion 07.23 PM_________ Ilona dan Jane begitu sibuk menata meja makan. Gadis itu sengaja turun ke dapur untuk membantu para pelayan mansion. Turun dari tangga, seorang pria bermata hijau dalam balutan sweater panjang berwarna abu-abu. Ia mengambil langkah panjang menghampiri dining room. Kedua kaki berhenti tepat saat tubuhnya tiba di pintu. “Katanya sup ayam mampu meningkatkan kekebalan tubuh saat hamil?” tanya Ilona. Ia membawa sesendok kuah ke mulutnya. Di sampingnya, Jane mengangguk. “Bagaimana rasanya?” Ilona menarik kedua sudut bibirnya ketika kelopak matanya melebar. “Mmmm …,” gumam gadis itu. Ia mengacungkan jempol. “Masakanmu selalu yang tebaik, Jane.” Jane tertawa. “Aku senang kau menyukainya, Nyonya.” “Em, em, em, em!” Hailey menggoyangkan telunjuk di depan wajahnya. “Sudah berkali-kali kubilang jangan pern
“Kalau begitu ayo kita mulai.” Hailey tersenyum penuh kemenangan. Melihat bagaimana manik berwarna biru milik suaminya kini berubah gelap membuat sesuatu dalam pangkal paha Hailey berkedut makin kencang. Embusan napas berat dari Christian menyapu kulit dadanya. Ditatapnya sang pria yang kini tengah melucuti bagian atas gaunnya dengan gerakan pelan. Seakan-akan tengah membuka kado spesial, Christian membukanya sepenuh hati. “Damn it,” gumam Christian ketika menatap bagian padat dan kenyal milik sang istri. Christian mendongak menatap Hailey lalu dilumatnya bibir istrinya dengan kasar. Hailey menghela napas di dalam mulut Christian lalu dengan cepat pria itu menarik bibirnya lagi. Tubuh Hailey menggeliat gelisah ketika Christian menempelkan lingualnya di leher wanita itu. “Oh, Chris. Mmmptthhh ....” Hailey mendesah. Kelopak matanya menutup sebagian manik berwarna cokelat itu. Tangan Hailey terangkat melepaskan jepit rambut. Membiarkan rambutnya
Christian menggendong pengantinnya dengan begitu lembut memasuki salah satu kamar mewah di hotel termegah kota ini. Desain serba putih dengan taburan bunga mawar merah di atas tempat tidur. Sementara sang pengantin wanita mengalungkan tangan ke leher Christian. Hailey memandang lelakinya lekat-lekat lantas ia menarik kedua sudut bibirnya. Hailey tersenyum. Hatinya dipenuhi bunga-bunga yang bermekaran. Betapa tidak menyangkanya wanita itu mendapatkan Christian sebagai suaminya. Sepertinya ia harus sering berterimakasih kepada Kenedict yang telah mengirim Hailey kepada kakaknya. Walaupun pertemuan mereka dibilang tragedy, tetapi Hailey sungguh bersyukur. Ia tak menginginkan hal yang lain selain pria bermata biru yang kini sedang mendekapnya mesra. Christian menaruh tubuh istrinya dengan begitu lembut di atas ranjang. Sambil mengunci tatapan pada Hailey, Christian bergerak menudungi tubuh sang istri. Ia tetap menjaga bobot tubuhnya dengan kedua lutut dan satu ta
Hallo :)Dengan berakhirnya kisah romansa dewasa ini, aku mau mengucapkan terima kasih untuk seluruh pembacaku yang sudah mengikuti kisah ini dari awal sampai akhir. Terima kasih juga untuk kalian yang telah berbaik hati memberikan VOTE & RIVIEW untuk novel ini. Mohon maaf apabila Novel ini kurang memuaskan. Sekali lagi, novel ini hanyalah sebuah karangan yang datang dari imajinasi penulis. Tidak ada sangkut paut dengan dunia nyata dan tidak ada maksud untuk menyinggung satu dan atau beberapa pihak/golongan. Apa pun yang tersuguhkan dalam novel ini, niatnya hanyalah untuk menghibur. Semoga ada pesan moral yang bisa diambil dari kisah Kenedict, Christian, Ilona dan Hailey. Sampai bertemu di karya-karyaku selanjutnya, yah :)Sehat terus. Jaga kesehatan dan semoga TUHAN MEMBERKATI :)Your lovely Author : DREAMER QUEEN
London – England09.23 AM________Kenedict mondar-mandir di dalam ruang ganti. Sementara di sudut ruangan terdengar embusan napas panjang dari Christian yang sedang duduk di kursi tunggal berwarna putih.“Kent, apa kau butuh popok?” cibir Christian. Pria itu gemas melihat tingkah Kent.“Sial!” Kent mendesis sambil menatap kakaknya dengan nyalang.Wajahnya pucat. Benar-benar pucat, tapi telinganya merah. Ia kembali berlari ke kamar mandi dan datang setelah sepuluh detik. Christian menggelengkan kepalanya. Pria itu akhirnya berdiri lalu mengambil jas berwarna hitam yang disampirkan ke sandaran kursi.TOK TOKKeduanya kompak menengok ke arah pintu. Hailey muncul dengan senyum sumringah.“Mempelai wanita telah siap,” kata Hailey.Christian tersenyum. Ia menjulurkan tangan saat Hailey berjalan cepat menghampirinya. Pria itu mendekap tubuh Ha
Dan sekarang aku sadar, jika sebenarnya ada tempat di mana seharusnya aku berada di sana. Berlari ke sana. Tempat yang pernah kuanggap sebagai sebuah kengerian. Kini berdiri di depanku sebagai penyembuhku.Christian Archer~______________Restoran di hotel mewah ini sedikit ramai, oleh karena para eksekutif global company memilih untuk makan siang di Ritz Carlton.Terdengar gelak tawa dari suara bass berat milik tuan Dune. Diikuti kekehan dari beberapa teman sebayanya. Mereka menikmati makan siang dengan santai. Berusaha menghilangkan formalitas yang mengikat.Namun, ada satu tempat dekat jendela yang suasananya sangat canggung. Dua orang muda memilih untuk duduk di tempat tersudut. Seolah-olah yang lain memang memberikan ruang bagi mereka. Sesekali mereka memandang pada pemandangan di luar jendela. Namun, semua itu sekadar untuk melepaskan gugup yang sedari tadi membalut suasana makan siang mereka.&ldq
Dua jam lebih duduk dalam posisi tegang. Gelisah. Gugup. Terus terdengar suara deheman berbalas-balasan.Sesekali saling mencuri pandangan lalu membuang muka saat tak sengaja bertabrak pandang . Seperti seorang pencuri yang sudah tahu akan tertangkap, tapi tetap ke sana.“Bagaimana dengan Anda, Mr. Chris?”Christian akhirnya bergeming. Pria itu menoleh ke samping. Ia bergumam lalu menaikkan kedua alis.“Apakah Anda punya ide lain?” tanya seorang pria pertengahan tiga puluh.Christian berdehem. Sejujurnya pria itu tak bisa berkonsentrasi. Ia telah berusaha selama dua jam penuh untuk membentuk konsentrasi di otaknya, akan tetapi Christian gagal. Otaknya berhenti berpikir. Terpusat pada bagaimana seorang Hailey McAvoy bisa berada satu ruangan dengannya. Dan kenapa dia sangat sialan cantik.“Ehem!”Entah Christian sadar atau tidak, wajah Adonisnya kini sedang berubah warna. Bagai udang yang terken
Christian menatap dirinya di depan cermin. Kameja berwarna putih dengan dasi hitam metalik tampak begitu gagah membalut tubuh kekarnya. Namun, wajah pria itu terlihat suram. Terdengar dari embusan napas panjang yang menggema di dalam deluxe room hotel mewah ini. “Sepertinya aku memang harus diet,” gumam Christian. Sekali lagi ia menatap dirinya dari pantulan cermin. Oke, Chris tak menyangka jika dirinya akan termakan ucapan manipulative adiknya sendiri. Akhirnya semalam Christian ke salon yang berada di dalam hotel ini. Dalam semalam, Chris bisa mengembalikan tampilannya. Dia terlihat makin tampan dengan tatanan rambut klasik yang telah menjadi ciri khasnya selama ini. Pria itu tak pernah mengganti gaya rambut sama sekali. Terlalu betah dengan potongan rambut crew cut. Tak lupa Christian juga mencukur kumis. Ah! Ini sungguh tidak adil. Sejauh ini Christian memang tak pernah memerhatikan dan memedulikan penampilannya. Hanya saja … entah mengapa
Milan – Lombardia, Italia. _____________________“Semua sudah siap, Tuan.” Seorang pria dalam balutan sweater rajut berwarna hitam dan celana jins berwarna biru bangkit dari atas bangsal rumah sakit yang telah selama enam bulan ini menjadi tempat tinggalnya. “Terima kasih, Theo.” Dia berucap setelah asistennya memberikan over coat berwarna cokelat. Mereka bersiap meninggalkan rumah sakit ini. Setelah dokter ortopedi mengatakan jika Christian Archer telah sembuh dari cedera kakinya seminggu yang lalu. Tidak mudah. Selama enam bulan ini, Christian Archer menahan rasa sakit. Mengikuti fisio terapi bukanlah hal yang gampang bagi seseorang yang memiliki cedera kaki parah. “Tuan,” panggil Theo. Ia memberikan kruk kepada Christian. “Aku tidak membutuhkannya,” kata Christian. Asistennya tak dapat membantah. Melihat tuannya mampu berdiri dengan kedua kaki, membuat ia senang. Perjuangan sang tuan akhirnya