Kent memutar tubuh. Ada kekecewan di sana. Membentang luas dalam lubuk hati ketika bibirnya sendiri yang mengatakan janji itu. Memikirkan kembali apakah ia benar-benar telah siap melepas gadis yang belakangan ini mengisi hari-harinya. Apakah semuanya memang akan terlepas begitu saja ketika gadis itu bersedia bertelanjang dan menerima tubuh pria itu sepenuhnya.
“Ayo,” ucap Kent. Ia kambali menoleh. Menjulurkan tangan yang kemudian di sambut oleh sang gadis. Berpegangan tangan namun entah mengapa kali ini Kent merasa berdebar-debar dalam hatinya.
Kent berhenti tepat di samping kubikel sekertarisnya. “Layla, tolong batalkan semua rapatku hari ini. Termasuk wawancara dengan TV internasional,” ujar Kent.
Layla mengerutkan dahi. Ia telah bekerja bertahun-tahun bersama Kent. Ia mengenal betul bagaimana sifat seorang Kenedict Archer. Pria itu tidak pernah membatalkan rapat apa pun selama ini. Dan hari ini, entah kenapa Kent jadi semakin aneh hanya karena seorang gadis kampungan bernama Ilona.
“Kau yakin?” tanya Layla memastikan.
“Hem.” Pria itu mengulum bibir. Wajahnya berubah sendu membuat Layla semakin menaruh benci pada gadis yang di anggapnya telah mempengaruhi Kent cukup jauh.
“Baiklah,” sahut Layla. Wanita itu memberi tatapan sinis pada Ilona sebelum gadis di depannya ikut bersama Kent.
Kent pun tidak menunggu lebih lama lagi. Ia langsung menarik tangan Ilona menuju lift. Kent menarik napas panjang membuangnya sambil mendongakkan kepala. Masih saja lelaki itu merasa seperti ada sesuatu yang meremas hatinya. Sesak.
Ia menoleh menatap gadis di sampingnya. Ilona hanya menundukkan kepala. Sejujurnya ada pergulatan yang hebat dalam batin gadis itu. Untuk menerima semua ini. Untuk melepas semua ini. Dan untuk menerjemahkan apa sesungguhnya yang ia inginkan. Perasaan keduanya bercampur aduk namun tak satupun dari mereka yang menyadari jika sebenarnya mereka sedang terjebak dalam gejolak yang lebih besar dari pada sekedar untuk memiliki dan menguasai, mengalah dan merelakan.
“Kau mau makan apa?” tanya Kent dengan suara yang berubah lembut.
“Terserah padamu,” sahut Ilona.
Pintu lift terbuka dan keduanya pun keluar. Kenedict masih menggenggam erat tangan gadis itu. Semua orang yang melihat mereka tampak terheran-heran.
“Selamat siang Mr. Kent.”
Orang-orang di lobi itu lantas memberikan hormat pada orang nomor satu di perusahaan ini. Dari sudut matanya, Ilona kembali melihat tatapan orang-orang yang sedang meliriknya sambil berkomentar. Terlihat dari tatapan mereka, pastilah mereka sedang mencibirnya. Salah satu alasan terkuat mengapa Ilona harus cepat pergi adalah, ia tidak pernah betah dengan tatapan orang-orang disini. Sinis, tak suka dan kadang mengolok-olok. Sebenarnya apa salahnya? Apa salah seorang Ilona Audrey. Tahukah mereka seberapa ingin gadis itu berusaha terlepas dari tuan mereka?
Ilona terus menundukkan kepala hingga tak sadar jika mereka kini telah berada di luar. Entah apa yang terjadi pada Kent. Ia membiarkan Ilona masuk lebih dahulu kedalam mobil. Seolah ingin menunjukan sikapnya sebagai lelaki sejati. Ia pun masuk setelah gadisnya itu telah duduk di kursi penumpang.
“Jason, antarkan kami ke Sundance,” ucap Kent. Sang supir hanya mengangguk.
Tak lama kemudian mereka tiba di sebuah restoran mewah, letaknya di 1921 El Camino Real, Palo Alto. Restoran bergaya rustic. Mengundang dengan balok kayu pedesaannya. Pot tembaga gantung dan perapian kayu bakar yang menderu-deru. Kent tersenyum ketika salah satu pelayan menyapa mereka lalu dengan ramah menuntun kedua orang itu ke tempat duduk yang terletak di samping jendela. Meja bundar berukuran kecil, sangat pas untuk dua orang. Dua buah lilin berada di tengah sebagai pembatas. Terkesan romantis di dukung dengan penerangan yang tidak terlalu cerah.
Restoran ini memberikan menu table service. Jadi Ilona dan Kent tidak perlu memesan makanan lagi. Mereka hanya tinggal duduk di meja makan dan para waiter dan waitress yang akan melayani mereka.
Pria itu membawa punggungnya kesandaran kursi. Melipat tangan di depan dada sambil menatap manik cokelat di depannya.
“Apa yang membuatmu ingin percaya pada Chris?” Kent membuka percakapan.
Ilona mengerutkan dahi. Ia menggelengkan kepala seraya menaikkan kedua bahu. Kent menarik napas lalu membuangnya dengan cepat. “Bicaralah, aku tidak akan memarahimu.”
Ilona mencoba memberanikan diri menatap manik hijau di depannya. Menelaah maksud pertanyaan tuannya. Jangan sampai ia kembali membuat sang bos kesal hanya karena ucapan cerobohnya.
“Chris hanya menawarkan diri untuk membawaku pulang,”
“Lalu apa jawabanmu,” sergah Kent dengan cepat.
“Kubilang aku tidak berani melawanmu,” ucap gadis itu.
Sudut bibir Kent terangkat. “Bagus. Kau memberikan jawaban yang tepat,” ucapnya. Pria itu menurunkan tangan dari depan dada. Memajukan tubuh lalu menaruh kedua tangannya di atas meja.
“Bagaimana Chris? Apakah dia pria baik?” tanya Kent lagi. Obrolan mereka sempat terhenti saat para pelayan mulai sibuk membawakan makanan pembuka.
“Ayo jawablah,” tuntut Kent.
Ilona menarik napas panjang. Ia memutar bola mata seraya menghembuskan napas dengan wajah gusar. “Kau mau jawaban seperti apa. Dia kakakmu. Kau yang lebih tahu tentang dirinya,” ujar gadis itu.
“Apa saja. Aku ingin mendengar dari sudut pandangmu,” ucap pria itu.
“Ummm … dia pria baik,” ucap Ilona polos. Kent tersenyum kecut lalu mengangguk lambat-lambat.
“Waktu itu aku memberimu kartu kreditku, lal-“
“Oh astaga!” Ilona lekas menyergah ucapan Kent. Ia menepuk jidatnya dengan kasar. “Aku baru ingat jika aku melupakan kartu kreditmu di atas nakas,” ucap gadis itu.
Kening Kent mengerut. “Maksudmu?” tanya pria itu.
Ilona menarik napasnya lagi. Entah apa reaksi yang akan di tunjukkan Kent saat dia menceritakan yang sebenarnya.
“Waktu itu, maksudku saat Chris mengajakku ….” Ilona kembali melirik kecil, sekedar untuk memantau ekspesi Kent saat ini. Terlihat manik berwarna hijau itu mengecil. Perasaan gugupnya membuat gadis itu memilin jarinya di atas paha. “Mmm … karena terburu-buru, aku sampai melupakan kartu kreditmu-,”
“Jadi?” Kent bertanya sambil memajukan tubuh. Kedua tangannya kini berada di atas meja.
“Ja-jadi … jadi, Chris … Chris yang membayar semua pakai-“
PLAK
Ilona tersentak ketika Kent menampar meja di depannya. Helaan napas terlalu kentara di ikuti perubahan mimik wajah pertanda jika pria itu sedang kesal sekarang. Kent mengangguk membuang pandangannya jauh ke jendela di sampingnya.
“Mr. Kent, aku minta maaf,” lirih Ilona.
“Kenapa kau tidak memberitahuku, hah?” tanya Kent tanpa memandang lawan bicaranya.
“Kejadiannya baru kemarin. Bagaimana aku menjelaskan semuanya. Kau bahkan langsung menghukumku tanpa mendengar alasanku,” ujar Ilona.
Kent berdecak. Ia kembali memutar wajah tepat saat Ilona mengangkat pandangannya.
“Maaf,” lirih Ilona lagi.
Kent kembali terjebak pada manik berwarna cokelat itu. Ia bisa melihat seberapa sunggunya gadis itu memohon ampunan darinya. Ia juga mulai paham jika ada sesuatu yang diinginkan oleh sang kakak. Christian tidak pernah seperti ini pada wanita-wanita milik Kent. Pria itu juga tahu jika kakaknya tidak sembarangan membuka diri terhadap orang lain apa lagi terhadap seorang wanita.
Alis kanan Kent semakin naik seiring kelopak matanya yang makin mengecil. ‘Jelas ada yang dia inginkan darimu. Dan aku tahu jika dia mulai menaruh perasaannya padamu.’ Kent membatin sambil menatap gadis di depannya.
“Oke. Kali ini kumaafkan. Sepertinya kau memang harus dijauhkan darinya,” ujar Kent.
Ilona tidak menjawab. Ia lebih memilih untuk pasrah. Ingat jika ia harus benar-benar menurut pada Kenedict. Pria itu sudah berjanji jika ia akan segera membawa Ilona kembali.
“Sekarang makan,” titah pria itu. Ilona mengangguk.
Tidak ada percakapan lagi di sementara keduanya menikmati makan siang. Baik Kent maupun Ilona keduanya sibuk bergulat dengan pemikiran mereka.
Setelah makan siang selesai, Kent pun membawa Ilona ke shoping center terbesar di Palo Alto. Seperti rencananya, ia yakin jika Ilona akan langsung memilih barang-barang mahal. Kent memasukan Ilona pada sebuah butik yang menjual pakaian bermerk dan mahal.
“Kenapa kau terus mengikutiku?” tanya Kent.
Ilona mengulum bibir sambil melipat tangan di dada. “Apakah aku harus menunggu di mobil?”
Kent berdecak kesal seraya memutar bola mata. “Pilihlah pakaian yang bagus,” titah pria itu.
“Tapi aku sudah punya pakaian dan kurasa itu cukup sampai sebulan kedepan,” ucap Ilona.
“Kau yakin?” tanya Kent sambil menandang Ilona dengan pandangan heran.
“Hem,” sahut gadis itu.
Kent menggeleng. “Tidak. Sebaiknya kau pilih baju yang bagus. Lagi pula kau tidak akan kembali kesana,” ujar Kent.
Ilona mengerutkan dahi. “Maksudmu?”
Manik berwarna hijau itu perlahan melebar. “Pilih saja, astaga!” bentaknya. Kent mendengkus kemudian.
Ilona berbalik dengan cepat. “Fyuhhh ….” Gadis itu menggoyangkan kepala. Kent benar-benar tidak bisa di bantah.
Ilona akhirnya memilih dua pasang pakaian yang dianggapnya perlu. Ia memilihnya dengan cepat lalu kembali pada Kent. Pria itu juga sedang memilih pakaian untuk dirinya sendiri. Ilona tidak ingin repot-repot menegur pria itu. Ia memilih untuk berdiri agak jauh di belakang tubuh sang tuan.
“Tolong bawakan ini,” ucap Kent sambil menyerahkan beberapa pakaian kepada seorang penjaga toko. Kent mengerutkan dahi saat melihat bayangan Ilona di depan cermin. Pria itu pun memutar lututnya. Dahinya makin terlipat menatap tangan Ilona yang sedang memegangi dua pasang pakaian. Bergegas ia menghampiri gadis itu dan meraih dua pasang pakaian dari tangannya.
“Apa ini?” tanya Kent sambil memandang pakaian di tangannya dengan tatapan nyalang.
“Ba- baju,” jawab Ilona menggagap.
Lagi-lagi Kent harus mendengkus. Entah harus bagaimana ia menjelaskan pada gadis ini atau bahkan mungkin pada dirinya sendiri.
“Ck!” Kent menarik tangan gadis itu. Setengah menyeretnya menuju deretan pakaian wanita. “Pegang ini,” ucap Kent sambil menyerahkan pakaian Ilona. Pria itu langsung memilihkan pakaian. Midi dress dan skirt dress menjadi pilihan pertamanya. Diikuti beberapa pakaian modis yang semuanya terbilang mahal. Tanpa diskon.
“Jika kau menyuruh aku memakai semua pakaian itu, aku bersumpah jika kau hanya buang-buang uang,” ujar Ilona.
Kent memutar pandangan, kembali memberikan tatapan sinis pada Ilona. Kent tersenyum samar ketika menatap wajah polos sang gadis.
“Jangan terlalu percaya diri,” ucap Kent yang sanggup membuat Ilona menunduk malu. “Kau serius tidak ingin menambah pakaian? Aku ingin mendengar kau mengeluh nantinya,” ujar Kent. Ia masih sibuk memilih pakaian.
“Tidak. Aku sudah menyetok pakaian,” sahut Ilona.
Kent memanyunkan bibir. Kembali pria itu mengangkat kedua bahunya. Kent beranjak dari sana menuju pajangan underwear wanita. Sudut bibir pria itu terangkat ketika ekor matanya melirik kebelakang. Kent menarik sepasang lingerie berwarna hitam lengkap dengan gater belt. Kent tidak ragu untuk mengambilnya lalu melempar kearah Ilona. Gadis itu membulatkan mata.
Beberapa pengunjung yang kebetulan melihat mereka, tampak membisikkan sesuatu. Salah satu dari mereka mulai mengeluarkan ponsel untuk memotret sang miliarder.
“Hei!” teriak Kent. Gadis yang tengah memegang ponsel itu pun tersentak. “Jangan mangambil gambar atau kuhancurkan ponselmu!” geram pria itu. Gadis di depannya langsung mengangguk. Sontak wajahnya berubah menjadi pucat pasi.
“Penjaga ….” Teriak Kent. Seorang petugas keamanan pun masuk. “Keluarkan mereka dari sini,” perintahnya.
“Tapi, Pak-,”
Sanggahannya terhenti ketika Kent memberikan tatapan keras padanya. “Aku ingin menikmati belanjaku dengan tenang. Tanpa gangguan. Kau tahu orang-orang ini ingin mengambil gambarku, lalu mereka akan menyebar gossip sembarangan. Jadi, akan lebih baik jika mereka tidak menganggu atau kubuat toko ini tidak dapat pelanggang sama sekali.”
“Ba-baik, Tuan.”
Ilona tertegun. Sifat Kenedict kembali membuatnya takut. Kent benar-benar gila kontrol. Dan juga, kenapa pria itu mau saja di perintah. Sekalipun Kent seorang milarder, bukan berarti dia harus menguasai semuanya termasuk melarang orang lain berbelanja di dalam toko ini. Ilona menggelengkan kepala. Tak ingin ikut campur dalam masalah ini.
Kent kembali memutar tubuh. Pandangan sinisnya kini terarah pada sang gadis yang masih menunggu dirinya.
“Demi Tuhan, Ilona tolong kembalikan moodku.” Kent terdengar seperti sedang memarahi Ilona namun percayalah, wajah pria itu terlihat seperti sedang merengek.
“Yah, katakan apa yang harus aku lakukan,” ujar gadis itu.
Seringaian muncul di ujung bibir Kenedict. Ia mendekati Ilona, berdiri tepat di depannya lalu menjatuhkan wajah pada salah satu sisi pundak Ilona.
“Pilih pakaian seperti yang kau pilih saat berbelanja bersama Chris,” bisiknya.
Ilona menarik napas panjang. Akhrinya ia mengerti apa maksud Kent. Sudah jelas jika pria itu tidak ingin Ilona memakai apa pun yang bukan berasal dari Kent terlebih itu dari Chris. Suatu kesalahan besar namun, jika saja Kent memberitahukannya sejak tadi, sudah pasti Ilona akan langsung memilih pakaian itu.
“Baiklah,” ucap gadis itu.
Kent menarik dirinya. Menaruh kedua tangan ke belakang tubuh. Kedua sudut bibirnya terangkat sambil menggerakan kepalanya menunjuk arah samping. “Do it,” ucap Kent.
Ilona langsung beranjak dari sana. Membawa setumpuk pakaian yang ada di tangannya ke meja kasir lalu mulai memilih pakaian. Seperti waktu lalu, ia pun memilih kaos over size, baggy jeans, baggy pants, sweatsuits dan sepasang sneakers. Tak sampai sepuluh menit, Ilona telah berhasil mengumpulkan pakaian yang sama persis seperti waktu ia berbelanja bersama Christian. Gadis itu langsung menuju meja kasir.
Setibanya di kasir, Kent pun dibuat terkejut. Dari sekian pakaian yang di ambil Ilona, semuanya tidak lebih dari 7000 dolar. Kent tidak pernah mengeluarkan uang sekecil itu untuk seorang wanita. Bahkan itu tak sebanding dengan lipstick Layla. Kent menarik napas panjang saat menyerahkan kartu kreditnya pada sang kasir.
Pria itu langsung memanggil supirnya untuk membawa semua barang belanjaan mereka kedalam mobil. Kent kembali menunjukan sifat lelakinya. Ia menarik pintu belakang lalu menyuruh Ilona masuk kedalam. Ilona bahkan sampai harus mengerutkan dahi saat melihat tingkah Kent yang kembali berubah 180 derajat.
“Mr. Kent,” panggil sang supir sambil menatap lewat kaca spion.
“Kita ke vila,” ucap Kent.
Ilona kembali mengerutkan dahi. Tak ingin bertanya, ia pun memilih melempar pandangan keluar jendela. Pada pemandangan jalan raya Palo Alto yang terlalu sepi. Tidak seramai San Diego. Bangunan-bangunannya pun tidak terlalu tinggi. Mungkin hanya ada dua atau tiga bangunan yang memiliki dua puluh lantai dan salah satunya adalah milik Kent.
Tak lama berkendara, mobil SUV pabrikan Jerman ini pun menepi. Berbelok memasuki jalan menanjak yang di bangun di atas paving. Sebuah gerbang raksasa terbuka otomatis saat mobil Kenedict mendekat. Gerbang itu kembali tertutup setelah mobil Kent telah masuk. Jason turun lebih dahulu. Pria itu bergegas menghampiri pintu belakang untuk membuka pintu. Kent turun di susul dengan Ilona.
Begitu turun dari dalam mobil, Ilona pun kembali di buat terkejut. Kelopak matanya melebar begitu saja diikuti bibir mungilnya yang mulai terbuka pertanda apa yang berada di depan matanya saat ini adalah sesuatu yang menakjubkan. Bangunan super megah dengan desain modern yang sengaja di buat bulat melengkung sempurna. Dinding kaca, dan balkon yang menggantung mengelilingi bangunan ini. Terletak di atas bukit yang langsung menyuguhkan pemandangan Sillicon Valley yang indah. Sempurna dan memukau.
“C’mon.”
Suara Kenedict menarik Ilona kembali kedunia nyata setelah sempat melayang memandangi panorama indah di depannya. Ilona hanya bisa mengangguk. Dengan mulut yang masih menganga, ia mulai meraih tangan Kent yang sejak tadi terjulur di depannya.
Ilona terlalu fokus mengaggumi bangunan super megah milik Kenedict, hingga tak sadar betapa besar perhatian yang diberikan Kendict padanya.
“Hati-hati, nanti kau jatuh.”
“Hem.” Ilona bergumam. Ia akhirnya mengikuti arahan sang tuan untuk memerhatikan langkah kakinya yang kini sedang menuruni anak tangga. Selain megah dan mewa, bangunan ini termasuk unik. Pintu masuk yang langsung di hadapkan dengan tangga yang menurun.
“Wow ….” Ilona kembali bergumam.
Dinding kaca yang membentang luas dan menjulang dari bawah hingga keatas. Terhubung langsung dengan kolam renang yang luas. Ada tiga kursi untuk berjemur di lereng kolam. Tak ada yang tidak mewah disini. Baik bangunan dan segala bentuk furniture. Semuanya menampilkan kemegahan yang sanggup membuat siapapun berdecak kagum.
“Hahh ….”
Kent langsung melempar tubuhnya ke sofa. Kent memutar wajah. Ia menatap gadis yang masih berdiri sambil sibuk memandangi rumah mewahnya.
“Kau suka tempat ini?”
“Hem?” Ilona tiba-tiba membawa pandangannya pada Kent. “Bukan begitu. Aku hanya tidak pernah melihat bangunan seperti ini sebelumnya,” ujar Ilona penuh kejujuran.
Kent tersenyum sesaat. Ia menepuk tempat di sampingnya sebagai isyarat dan Ilona tentu paham maksud dari sang tuan. Ilona pun berjalan pelan menghampiri Kenedict. Ia duduk di samping sang tuan. Pria itu langsung membawa tangannya mengelus kepala Ilona dengan lembut.
Kelembutan yang diberikan Kent kembali menghantarkan perasaan tak terbilang pada sang gadis. Ia ingin merasa senang, di perhatikan oleh sang tuan. Seandainya saja Kent bisa terus seperti ini, Ilona pasti akan lebih bahagia. Namun sayangnya, semua perhatian ini tidak nyata dan tidak ada artinya bagi seorang Kenedict.
Ilona cepat menarik kesadarannya. Tak ingin hanyut dalam perasaan.
“Apa Anda mau minum? Mau kubuatkan jus?” tanya Ilona.
“Tidak. Aku tidak ingin apa pun. Cukup temani saja diriku.”
“Hei, ap-“
Ilona melotot dengan perbuatan Kent yang tiba-tiba ….
______________
To Be Continue.Please kasih riviewnya, dong :)
Hallo, selamat datang di duniaku. Jika kalian menyukai cerita ini, silahkan menyimpan cerita ini di perpustakaan kalian. Oh ya, ini Novel Dewasa yang hanya bisa dibaca oleh kalian yg sudah berumur 18+. Beberapa part akan menyuguhkan adegan dewasa dan explicit. Jika kurang menyenangkan bisa di skip. Cerita ini sekadar FIKSI semata. Tidak ada maksud utk menyinggung sebagian atau bbrp kelompok. Nikmati saja alurnya. Suka, duka, sedih, bahagia. Gemetar dan meledak. Rasakan sensasinya. Jangan lupa untuk memberikan VOTE dengan mengklik tombol VOTE di bawah. Keep your eyes open untill the end, yah ;) Mampir juga ke cerita terbaruku judulnya BEAUTIFUL PSYCHO bertema Romansa Dewasa. Ditunggu kehadirannya ;)
“Aaaaarggh ….” Ilona menjerit. Suaranya menggema memenuhi ruangan ini. Ia berteriak. Menahan semua rasa sakit yang sedang diberikan oleh sang tuan. Tubuhnya bergetar sangat hebat. Jiwanya seolah ditarik ketika benda itu menyentuh biritnya. Kent kembali mengayunkan tangannya. Mengarahkan ikat pinggang berbahan kulit itu ke birit polos milik Ilona. Oh ya Tuhan, gadis itu kembali meringis, berteriak sambil mengepalkan tangan. “Berteriaklah.” Suara penuh dominasi itu terdengar begitu mengerikan. Pria itu seperti kesetanan. Murkanya meledak-ledak memerintah tangan kekarnya untuk terus terayun. TAAASSSHHH …. “Aaaarrgghhh!” Lagi-lagi Ilona berteriak. Gadis itu meremas seprai dengan kedua tangan yang terikat. Ia mengubur wajah kedalam kasur. Menggigit kain sutra tipis di bawahnya. Berusaha melampiaskan semua rasa sakit yang sedang ia alami. TAAASSSSHHH …. Sekali lagi. Kent mendaratkan pukulan terakhirnya. Ia ambruk. Tangannya bergetar dengan hebat. Rahangnya mengeras, di balut dengan ke
Kenedict Archer, salah satu tamu VVIP Pub The Lion. Club malam yang terkenal hanya menerima tamu eksklusif dan satu-satunya yang termegah di San Diego bahkan di California. Tamu-tamu di sini kebanyakan adalah kalangan para eksekutif termasuk para miliarder dari berbagai tempat. Mereka datang ke night club ini untuk melepas lelah, mencari hiburan bahkan … sebagian dari mereka mencari sesuatu untuk di taklukan namun, bagi seorang Kenedict yang lebih nyaman di sapa Mr. Kent, mencari sesuatu sepertinya tidak di takdirkan untuknya sebab … dialah yang dicari oleh orang-orang. Dia begitu muda. Begitu muda dan menarik, sangat menarik. Postur tubuh atletis dengan tinggi mencapai 183 CM, 
Kenedict kini berada di ruangan lain. Ia ditemani seorang asisten. Mereka tengah menunggu di ruangan terpisah dari ruangan VVIP yang biasanya menjadi tempat favoritnya. “Maaf membuatmu menunggu lama, Mr. Kent, aku harus benar-benar mengurus gadis itu,” ucap Scarlett. Ia muncul dari balik pintu sambil menundukkan kepalanya. Kent menarik satu sisi kerah jasnya. Tubuhnya berkeringat padahal pendingin ruangan ini sungguh sangat mampu membuatnya nyaman namun, gadis bermata bulat itu seperti menyemburkan api yang membuat Kent merasa terbakar. Pria itu sungguh tidak mengerti jika ada manusia seperti gadis bermata cokelat yang baru di temuinya. Ini untuk pertama kali dalam hidup seorang Kenedict Archer mendapat penolakkan dari seorang gadis dan ironinya gadis itu adalah seorang pelayan bar. “Jadi, berapa yang harus kubayar?" tanya Kent. Scarlet langsung bisa menebak maks
Archer's Mansion07.43 AM______________ Ilona mengernyit, kelopak matanya menekan kedalam dengan kuat ketika cahaya yang masuk seolah berubah menjadi pisau yang langsung menusuk ke matanya. “Auh ….” Ilona lanjut mendesis. Ia meremas kepalanya ketika merasakan pening yang hebat. Masih dengan posisi tengkurap, Ilona berusaha mengumpulkan kesadaran dan betapa kagetnya ia ketika otaknya langsung bergerak memberikan dia rekaman kejadian yang telah ia alami sebelumnya.
“Hei, kubilang lepaskan aku!” Ilona terus meronta. Kent membalikan tubuh Ilona dengan paksa lalu dia mengangkat tubuh mungil itu dan dengan satu kali gerakan cepat, tubuh Ilona kini sudah berada di atas pundaknya. Ilona sadar jika kini Kent sedang menggendongnya seperti yang di lakukan Massimo anak buah Kent. “Diam!” kecam kent. Ia membawa tangannya lalu menampar birit Ilona membuat Ilona kembali meringis. “Dasar setan!” maki Ilona dengan bahasanya. Kent terus membawa Ilona. Ia menaiki lift kemudian menekan tombol ground. Ilona masih saja meronta-ronta dan Kent semakin tidak perduli. Kent kembali menampar bokong Ilona dan kali ini lebih keras dari sebelumnya. Ilona melawan. Dia menonjok-nonjok punggung Kent bahkan berani menggigit punggung itu tapi Kent menghiraukan rasa sakit yang tidak seberapa itu. Ketika pintu lift terbuka, Ilona pun
Archer’s Residence, San DiegoJuly 2019 – 09.24 PM__________________ Crossover SUV mewah pabrikan otomotif Jerman kembali terparkir di halaman mewah mansion megah ini. Turun dari dalam mobil seseorang yang begitu tampak gagah masih sama seperti ketika ia meninggalkan rumah mewah ini, hanya saja dua kancing kameja bagian atas sudah tidak terpasang sempurna bersamaan dengan dasi berwarna hitam metalik yang kini telah melonggar di lehernya. “Selamat datang Mr. Kent,” Jane menyapa. Ia menunggu tuannya di pintu utama mansion. Kent hanya memberi satu anggukkan kepala lalu kakinya kembali melangkah memasuki rumah mewahnya, namun ketika kaki jenjangnya hampir menaiki satu anak tangga, tubuhnya kembali berputar. Ia berpaling dan menatap Jane lewat pundaknya. “Bagaimana keadaan gadis itu?” Jane menundukkan k
Archer’s Mansion – 11.03 PM________________________ Kenedict tidak mengerti lagi dengan apa yang sedang terjadi dan apa yang sebenarnya di pikirkan oleh otaknya. Ia sedang berdiri, menyandarkan satu sisi tubuhnya di pintu sambil membawa tangan yang mengepal mengetuk-ngetuk bibirnya yang terkatup. Pria itu tampak serius memperhatikan seorang dokter yang sedang memeriksa tubuh gadis yang sedang berbaring di atas ranjangnya. Setelah melihat keadaan Ilona, Kent yang sempat menjadi panik langsung menyuruh kepala pelayan menghubungi dokter pribadinya. Sang dokter pun tampaknya terlalu enggan mengabaikan permohonan dari sang miliarder yang meminta dirinya untuk segera ke kediaman Archer. Kent mulai penasaran. Bahkan ia tidak peduli dengan kameja
Archer’s Mansion 09.23 AM _________ Samar-samar Ilona mendengar suara yang berderu, kemudian dia sadar jika itu napasnya sendiri. Terasa begitu berat dan hangat. Mendadak kepalanya terasa begitu pening ketika ia berusaha membuka kelopak matanya. Tubuh gadis itu benar-benar telah remuk. Ilona merasa seperti diikat dengan tali di sekujur tubuhnya. Begitu sulit digerakkan. Tubuhnya seperti membeku dan ada rasa seperti terbakar di bawah sana, pada pergelangan kakinya. Tenggorokan Ilona tersekat hebat dan mulutnya begitu kering hingga Ilona merasa jika ia perlu menelan ludah berkali-kali. Tulang-tulangnya seperti ditarik dan dagingnya bergetar hebat. Untuk pertama kali dalam hidup seorang Ilona Audrey Natalie, ia merasa benar-benar tidak berdaya. Namun
Enam kemudian ><__________________San Diego – California USA Archer’s Mansion 07.23 PM_________ Ilona dan Jane begitu sibuk menata meja makan. Gadis itu sengaja turun ke dapur untuk membantu para pelayan mansion. Turun dari tangga, seorang pria bermata hijau dalam balutan sweater panjang berwarna abu-abu. Ia mengambil langkah panjang menghampiri dining room. Kedua kaki berhenti tepat saat tubuhnya tiba di pintu. “Katanya sup ayam mampu meningkatkan kekebalan tubuh saat hamil?” tanya Ilona. Ia membawa sesendok kuah ke mulutnya. Di sampingnya, Jane mengangguk. “Bagaimana rasanya?” Ilona menarik kedua sudut bibirnya ketika kelopak matanya melebar. “Mmmm …,” gumam gadis itu. Ia mengacungkan jempol. “Masakanmu selalu yang tebaik, Jane.” Jane tertawa. “Aku senang kau menyukainya, Nyonya.” “Em, em, em, em!” Hailey menggoyangkan telunjuk di depan wajahnya. “Sudah berkali-kali kubilang jangan pern
“Kalau begitu ayo kita mulai.” Hailey tersenyum penuh kemenangan. Melihat bagaimana manik berwarna biru milik suaminya kini berubah gelap membuat sesuatu dalam pangkal paha Hailey berkedut makin kencang. Embusan napas berat dari Christian menyapu kulit dadanya. Ditatapnya sang pria yang kini tengah melucuti bagian atas gaunnya dengan gerakan pelan. Seakan-akan tengah membuka kado spesial, Christian membukanya sepenuh hati. “Damn it,” gumam Christian ketika menatap bagian padat dan kenyal milik sang istri. Christian mendongak menatap Hailey lalu dilumatnya bibir istrinya dengan kasar. Hailey menghela napas di dalam mulut Christian lalu dengan cepat pria itu menarik bibirnya lagi. Tubuh Hailey menggeliat gelisah ketika Christian menempelkan lingualnya di leher wanita itu. “Oh, Chris. Mmmptthhh ....” Hailey mendesah. Kelopak matanya menutup sebagian manik berwarna cokelat itu. Tangan Hailey terangkat melepaskan jepit rambut. Membiarkan rambutnya
Christian menggendong pengantinnya dengan begitu lembut memasuki salah satu kamar mewah di hotel termegah kota ini. Desain serba putih dengan taburan bunga mawar merah di atas tempat tidur. Sementara sang pengantin wanita mengalungkan tangan ke leher Christian. Hailey memandang lelakinya lekat-lekat lantas ia menarik kedua sudut bibirnya. Hailey tersenyum. Hatinya dipenuhi bunga-bunga yang bermekaran. Betapa tidak menyangkanya wanita itu mendapatkan Christian sebagai suaminya. Sepertinya ia harus sering berterimakasih kepada Kenedict yang telah mengirim Hailey kepada kakaknya. Walaupun pertemuan mereka dibilang tragedy, tetapi Hailey sungguh bersyukur. Ia tak menginginkan hal yang lain selain pria bermata biru yang kini sedang mendekapnya mesra. Christian menaruh tubuh istrinya dengan begitu lembut di atas ranjang. Sambil mengunci tatapan pada Hailey, Christian bergerak menudungi tubuh sang istri. Ia tetap menjaga bobot tubuhnya dengan kedua lutut dan satu ta
Hallo :)Dengan berakhirnya kisah romansa dewasa ini, aku mau mengucapkan terima kasih untuk seluruh pembacaku yang sudah mengikuti kisah ini dari awal sampai akhir. Terima kasih juga untuk kalian yang telah berbaik hati memberikan VOTE & RIVIEW untuk novel ini. Mohon maaf apabila Novel ini kurang memuaskan. Sekali lagi, novel ini hanyalah sebuah karangan yang datang dari imajinasi penulis. Tidak ada sangkut paut dengan dunia nyata dan tidak ada maksud untuk menyinggung satu dan atau beberapa pihak/golongan. Apa pun yang tersuguhkan dalam novel ini, niatnya hanyalah untuk menghibur. Semoga ada pesan moral yang bisa diambil dari kisah Kenedict, Christian, Ilona dan Hailey. Sampai bertemu di karya-karyaku selanjutnya, yah :)Sehat terus. Jaga kesehatan dan semoga TUHAN MEMBERKATI :)Your lovely Author : DREAMER QUEEN
London – England09.23 AM________Kenedict mondar-mandir di dalam ruang ganti. Sementara di sudut ruangan terdengar embusan napas panjang dari Christian yang sedang duduk di kursi tunggal berwarna putih.“Kent, apa kau butuh popok?” cibir Christian. Pria itu gemas melihat tingkah Kent.“Sial!” Kent mendesis sambil menatap kakaknya dengan nyalang.Wajahnya pucat. Benar-benar pucat, tapi telinganya merah. Ia kembali berlari ke kamar mandi dan datang setelah sepuluh detik. Christian menggelengkan kepalanya. Pria itu akhirnya berdiri lalu mengambil jas berwarna hitam yang disampirkan ke sandaran kursi.TOK TOKKeduanya kompak menengok ke arah pintu. Hailey muncul dengan senyum sumringah.“Mempelai wanita telah siap,” kata Hailey.Christian tersenyum. Ia menjulurkan tangan saat Hailey berjalan cepat menghampirinya. Pria itu mendekap tubuh Ha
Dan sekarang aku sadar, jika sebenarnya ada tempat di mana seharusnya aku berada di sana. Berlari ke sana. Tempat yang pernah kuanggap sebagai sebuah kengerian. Kini berdiri di depanku sebagai penyembuhku.Christian Archer~______________Restoran di hotel mewah ini sedikit ramai, oleh karena para eksekutif global company memilih untuk makan siang di Ritz Carlton.Terdengar gelak tawa dari suara bass berat milik tuan Dune. Diikuti kekehan dari beberapa teman sebayanya. Mereka menikmati makan siang dengan santai. Berusaha menghilangkan formalitas yang mengikat.Namun, ada satu tempat dekat jendela yang suasananya sangat canggung. Dua orang muda memilih untuk duduk di tempat tersudut. Seolah-olah yang lain memang memberikan ruang bagi mereka. Sesekali mereka memandang pada pemandangan di luar jendela. Namun, semua itu sekadar untuk melepaskan gugup yang sedari tadi membalut suasana makan siang mereka.&ldq
Dua jam lebih duduk dalam posisi tegang. Gelisah. Gugup. Terus terdengar suara deheman berbalas-balasan.Sesekali saling mencuri pandangan lalu membuang muka saat tak sengaja bertabrak pandang . Seperti seorang pencuri yang sudah tahu akan tertangkap, tapi tetap ke sana.“Bagaimana dengan Anda, Mr. Chris?”Christian akhirnya bergeming. Pria itu menoleh ke samping. Ia bergumam lalu menaikkan kedua alis.“Apakah Anda punya ide lain?” tanya seorang pria pertengahan tiga puluh.Christian berdehem. Sejujurnya pria itu tak bisa berkonsentrasi. Ia telah berusaha selama dua jam penuh untuk membentuk konsentrasi di otaknya, akan tetapi Christian gagal. Otaknya berhenti berpikir. Terpusat pada bagaimana seorang Hailey McAvoy bisa berada satu ruangan dengannya. Dan kenapa dia sangat sialan cantik.“Ehem!”Entah Christian sadar atau tidak, wajah Adonisnya kini sedang berubah warna. Bagai udang yang terken
Christian menatap dirinya di depan cermin. Kameja berwarna putih dengan dasi hitam metalik tampak begitu gagah membalut tubuh kekarnya. Namun, wajah pria itu terlihat suram. Terdengar dari embusan napas panjang yang menggema di dalam deluxe room hotel mewah ini. “Sepertinya aku memang harus diet,” gumam Christian. Sekali lagi ia menatap dirinya dari pantulan cermin. Oke, Chris tak menyangka jika dirinya akan termakan ucapan manipulative adiknya sendiri. Akhirnya semalam Christian ke salon yang berada di dalam hotel ini. Dalam semalam, Chris bisa mengembalikan tampilannya. Dia terlihat makin tampan dengan tatanan rambut klasik yang telah menjadi ciri khasnya selama ini. Pria itu tak pernah mengganti gaya rambut sama sekali. Terlalu betah dengan potongan rambut crew cut. Tak lupa Christian juga mencukur kumis. Ah! Ini sungguh tidak adil. Sejauh ini Christian memang tak pernah memerhatikan dan memedulikan penampilannya. Hanya saja … entah mengapa
Milan – Lombardia, Italia. _____________________“Semua sudah siap, Tuan.” Seorang pria dalam balutan sweater rajut berwarna hitam dan celana jins berwarna biru bangkit dari atas bangsal rumah sakit yang telah selama enam bulan ini menjadi tempat tinggalnya. “Terima kasih, Theo.” Dia berucap setelah asistennya memberikan over coat berwarna cokelat. Mereka bersiap meninggalkan rumah sakit ini. Setelah dokter ortopedi mengatakan jika Christian Archer telah sembuh dari cedera kakinya seminggu yang lalu. Tidak mudah. Selama enam bulan ini, Christian Archer menahan rasa sakit. Mengikuti fisio terapi bukanlah hal yang gampang bagi seseorang yang memiliki cedera kaki parah. “Tuan,” panggil Theo. Ia memberikan kruk kepada Christian. “Aku tidak membutuhkannya,” kata Christian. Asistennya tak dapat membantah. Melihat tuannya mampu berdiri dengan kedua kaki, membuat ia senang. Perjuangan sang tuan akhirnya