Archer's Mansion07.43 AM______________
Ilona mengernyit, kelopak matanya menekan kedalam dengan kuat ketika cahaya yang masuk seolah berubah menjadi pisau yang langsung menusuk ke matanya.
“Auh ….”
Ilona lanjut mendesis. Ia meremas kepalanya ketika merasakan pening yang hebat. Masih dengan posisi tengkurap, Ilona berusaha mengumpulkan kesadaran dan betapa kagetnya ia ketika otaknya langsung bergerak memberikan dia rekaman kejadian yang telah ia alami sebelumnya.
Tubuh Ilona tertarik secara alamiah dan kini ia tengah duduk di atas sebuah ranjang berukuran besar. Ilona sempat merutuki dirinya yang begitu gegabah.
'Bisa-bisanya aku ketiduran di saat seperti ini.' Batin Ilona.
Matanya kini melebar sempurna, ketika ia berhasil mengumpulkan kesadarannya. Ilona menyapukan pandangan ke sekelilingnya. Ruangan besar yang luas dan mewah, dihias warna cokelat, merah dan krem beserta warna emas di setiap tiang.
Tirai berwarna putih yang menjulang tinggi, dekorasi begaya Spanyol. Ada sebuah lukisan besar yang langsung menghadap dengan tempat tidurnya juga sebuah perapain kecil di bawah lukisan. Ruangan ini terlalu luas untuk di sebut sebagai kamar.
Ilona jadi ingat jika dia pernah magang di sebuah hotel dan dia pernah membersihkan kamar suite tapi kamar paling mewah di hotel pun masih kalah mewah dengan kamar yang sedang ia tempati sekarang.
Ilona masih memperhatikan sekeliling dengan dahi yang terlipat. Gadis itu ingat jika dia berada di sebuah pub dan seseorang yang gila kontrol lalu membelinya.
“Oh tidak ….” Ilona menggeleng. Dia langsung menunduk, tangannya dengan cepat menyingkapkan selimut yang membalut tubuh dan betapa kagetnya Ilona ketika melihat pakaiannya telah berganti. Kain sutra berwarna merah dengan tangan spaghetti, sontak Ilona memeluk tubuhnya. Dia menggeleng menolak pemikiran gila yang baru saja terlintas di otaknya.
“Aku tidak meniduri wanita yang tidak sadarkan diri,”
Ilona terkejut. Ia sampai melompat dari atas tempat tidur. Matanya mengecil berusaha mengenali seseorang yang sedang duduk di samping jendela kamar, di atas sebuah kursi ukir berwarna putih. Ilona mematri siluet yang sedang berdiri lalu mulai bergerak menghampirinya. Sekarang gadis itu bisa langsung mengenali siapa dia.
‘Dia … pria gila itu,’ batin Ilona.
Tak ada senyum seperti biasanya dari wajah pria Adonis itu. Wajahnya berubah tegas, dengan kedua sisi rahang yang mengeras. Tatapan yang memancarkan arogansi tinggi, yang kembali membuat Ilona merasa terintimidasi.
Lebih-lebih, ia hanya berbalut singlet tipis berwarna hitam yang tentu saja memperlihatkan bisep dan bentuk dada yang atletis dan menggoda –sempat melintas begitu saja di pikiran Ilona lalu dia langsung menepis dan membuang pemikiran itu.
Drawstring pants yang menutup tubuh bagian bawah namun ada sesuatu yang menonjol di sana dan mengganggu penglihatan Ilona hingga dia perlu memalingkan wajahnya. Ilona menutup mata, sangat-sangat menolak pemikiran tidak senonoh yang sempat lewat. Ilona tidak percaya jika dia bisa berpikiran seperti itu di saat genting begini.
Pria itu kini tengah merangkak dan Ilona bisa merasakan ada yang bergerak di ujung tempat tidur. Sejurus kemudian Ilona merasakan hembusan napas seseorang yang langsung menyapu satu sisi kulit wajahnya, Ilona menahan napas. Dia masih mempertahankan posisinya yang menghadap kesamping, lalu kemudian gadis itu merasakan sesuatu tengah menyentunya.
Kent berada di depan Ilona, ia membawa jari telunjuknya meraih rambut cokelat bergelombang itu lalu menyibakkannya. Ujung jari Kent membawa rambut Ilona lalu menyelipkannya di belakang telinga Ilona.
“Apa sekarang kau sudah siap berlutut padaku?”
Ilona langsung memutar wajahnya. “Never!” ucap tegas dari Ilona. Kent tersenyum miring, sementara Ilona kini tengah terpaku di depan sepasang iris berwarna hijau dengan jarak yang hanya tersisa beberapa inci.
Bagi Kent, dia bisa langsung menyerang gadis itu. Jika biasanya dalam jarak sedekat ini, Kent akan langsung mendapat hujaman ciuman panas dari lawan jenis, kini di depan hidungnya sepasang mata cokelat kini tengah menatapnya dengan sinis bahkan bisa di bilang benci, amarah yang besar tersirat lewat sorot mata tajam itu namun itu semakin membuat Kent merasa tertantang.
“Kau tahu,” Kent kembali berucap sambil ujung jarinya membelai rahang sebelah kanan Ilona yang sontak di tepis oleh gadis itu. “Sebaiknya kau berterimakasih karena aku telah menyelamatkan hidupmu.”
“Menyelamatkanku?” ulang Ilona dengan sedikit menaikkan nada bicaranya. "Kenapa aku harus mendengar kalimat itu lagi? Menyelamatkan?" lanjut Ilona kini sambil menggelengkan kepala.
Ia tidak percaya jika para penjahat yang menculik dirinya berusaha keras mengatakan jika mereka menyelamatkan hidupnya padahal jelas-jelas mereka merencanakan hal yang jahat padanya.
Ilona ingin sekali menampar pria di depannya namun, sepertinya alam bawah sadar gadis itu tiba-tiba menegurnya, memperingati Ilona agar kali ini dia tidak boleh bertindak gegabah. Jadi, Ilona memilih untuk kembali memalingkan wajah sebelum tangannya bergerak sendiri.
“Ya, tentu. Jika gadis lain di posisimu mereka akan memujaku bahkan mungkin menganggap aku tuhannya.”
“Cih! Kau sangat arogan, Tuan.”
Kent menarik dirinya. Ia duduk di depan Ilona, menatap gadis itu dengan dahi yang terlipat. Telunjuk dan ibu jarinya bergerak mengelus pelan dagu lancipnya. Dalam hati Kent benar-benar heran dengan wanita muda di depannya.
‘Mana ada gadis di belahan bumi ini yang tidak mengenali aku?’ batin pria itu.
“Katakan siapa namamu,” tanya Kent. Suara lembut, tidak ada paksaan tapi tetap saja itu terdengar seperti sebuah interogasi bagi seorang Ilona.
“Itu tidak penting bagimu,” ucap gadis itu.
“Tentu itu penting. Atau … biar aku yang menamaimu.”
Kent masih terus menatap gadis di depannya. Mata Kent lalu jatuh pada pemandangan di bawah dagu Ilona. Sesuatu di balik nightie yang di kenakan Ilona membuat Kent ingin langsung menabrakan wajahnya dan melahap habis puncak dada itu namun, Kent harus berpikir lagi. Harga dirinya akan hancur. Itu bukan gaya Kent. Para wanita yang harus menyerahkan diri kepadanya dan itu sudah berlaku sejak dulu dan ia juga akan membuktikannya saat ini.
“Alright, pertama mari kita luruskan kejadian ini,” ucap Kent. “Hei, lihat kemari!” perintahnya. Ia mendengkus setelah tidak mendapatkan respon baik dari lawan bicaranya.
“Kubilang lihat kemari!” Kent langsung meraih dagu Ilona bahkan itu ia lakukan tanpa melihat wajah Ilona. Kepala Ilona memutar dan kini ia di paksa untuk mendongak dengan dagu yang sudah di apit kuat oleh tangan Kent. Dalam keadaan seperti itu Ilona masih bisa memperlihatkan tatapan tidak senangnya pada Kent.
“Mulai sekarang perlihatkan rasa hormatmu agar aku tidak menyesal telah mengeluarkan sepuluh juta untuk membelimu.”
Ilona membelalak tak percaya. ‘Sepuluh juta, sepuluh juta dolar?’ Batin Ilona. Namun setelah mendengar hal itu Ilona malah langsung menepis tangan Kent.
“Kau pikir kau siapa, hah?” Kini giliran Ilona yang bersuara. Ia tidak takut menatap mata Kent. “Kau pikir dengan uangmu kau bisa membeli seseorang dan merenggut semua hak atas dirinya sendiri?” Ilona menggeleng sambil menatap sinis pria di depannya. “Tidak. Uangmu tidak bisa membeliku.”
"Tapi buktinya aku sudah membelimu, nona. Aku mengambilmu dari sana," ucap Kent. Ilona terdiam.
Kent tersenyum sinis. Ini semakin menarik baginya. Kent lalu mencondongkan wajahnya. Ia kembali meraih wajah Ilona lalu dengan cepat pula Ilona menepis tangan itu. Kent mendengkus. Ia menarik dirinya lagi. Kini dia berdiri di depan Ilona dengan lutut sebagai tumpuannya. Sementara Ilona kini tengah menelan saliva beratnya. Ia menunduk namun lagi-lagi dia harus di perhadapkan dengan pemandangan yang sangat tidak nyaman ketika tubuh bagian bawah Kent tepat berada di depan kepalanya.
“Look at me,” ucap Kent dengan nada tegas. Ilona menggeleng membuat Kent menggeram dan akhirnya menjambak rambut Ilona. Gadis itu meringis saat rambutnya di tarik dan kini ia kembali di paksa untuk menatap wajah arogan itu.
“Jika kau masih seperti ini, aku akan membawamu kembali ke sana dan aku jamin,” Kent langsung menundukkan kepala. Bibirnya tepat berada di depan bibir Ilona hingga gadis itu bisa merasakan napas Kent yang memburu di depan bibirnya. “Kau akan melihat dirimu bertelanjang di atas meja bar, menari dengan gaya paling panas dan di saksikan banyak orang.”
Ilona kembali mematung. Hanya matanya yang bergerak memberi pemahaman pada Kent jika gadis itu kini sedang merasakan ketakutan yang besar.
“Good girl.” Senyum iblis di wajah Kent saat melihat ketidakberdayaan Ilona.
Kent lalu menghempaskan wajah Ilona membuat kepala gadis itu terlempar. Ilona meringis lagi, air mata lolos begitu saja di pipinya tanpa di minta. Ilona tidak pernah mengalami perlakuan kasar sebelumnya. Walau hidup Ilona dahulunya tidak bisa di bilang baik-baik saja karena dia hanya memiliki seorang ayah, tapi … selama delapan belas tahun dia hidup, tak ada yang pernah memperlakukan Ilona dengan kasar. Dan kini, kenyataan yang begitu pahit menghadapi realita jika dirinya kini telah di beli dan artinya hidup Ilona sekarang bergantung pada pria di depannya.
“Apa yang kau inginkan dariku?” Suara Ilona kini berubah pelan.
Kent tersenyum iblis. Akhirnya dia mendapatkan yang dia inginkan.
“Aku ingin kau, dirimu,” Lagi-lagi Kent menjatuhkan wajahnya dan nyaris menempel pada Ilona. “Dan aku mau kau menyerahkan dirimu seutuhnya.”
Ilona menahan napasnya sesaat. Ia menutup mata dan Kent yakin jika setelah ini Ilona akan langsung menggumamkan kalimat penyerahan.
Ilona kembali membuka matanya setelah menghembuskan napas gusar. “Kalau begitu teruslah bermimpi.”
Kent melebarkan matanya. ‘Berani-beraninya dia mempermainkan aku.’ Kent membatin sambil melotot pada Ilona namun gadis itu sudah tidak perduli. Ia tidak bisa terima jika ada orang yang ingin memperlakukannya semena-mena. Terlebih, menginginkan dirinya?
“Lebih baik aku mati. Kau bunuh aku, atau terserah padamu. Aku tidak pernah sudi menyerahkan tubuhku untuk di perbudak.”
Kata-kata itu semakin membuat Kent merasa terbakar. Baru kali ini ada gadis yang berani melawannya. Harga diri pria Adonis itu sudah terluka saat Ilona mencampakkan dirinya di klub malam dan kini, setelah berhasil di beli, Ilona masih tidak ingin melayaninya?
Tangan Kent mengepal di kedua sisi tubuhnya. Rahangnya kembali mengeras. “Jadi kau tidak mau menurut dengan cara baik-baik?”
Ilona tidak memberi respon namun sorot matanya mampu mewakilkan apa yang tidak terucap di bibirnya.
“Baiklah.” Kent menarik dirinya. Dia berdiri dari atas kasur. Ilona membuang napas panjang. Sebenarnya dia begitu takut bahkan tanpa sadar sejak tadi Ilona menahan napasnya.
“Kita lihat sampai dimana keberanian itu mampu kau pertahankan.”
Lagi-lagi kalimat itu yang keluar dari bibir Kent. Ilona akhirnya memberanikan diri memutar wajahnya namun, tiba-tiba saja sesuatu menggelapkan matanya.
“Hei, apa-apaan kau!” Ilona berusaha melepaskan kain yang sedang di pasangkan Kent untuk menutup kedua matanya namun, tangan Kent bergerak dengan cepat. Setelah mengikat mata Ilona, tangan Kent langsung bergerak lagi. Ia meraih tali dari balik saku celananya lalu dengan cepat membalikan tubuh Ilona dan Kent langsung memposisikan tubuhnya di atas tubuh Ilona. Kent mengambil kedua tangan Ilona lalu di bawanya ke punggung gadis itu lalu mengikatnya di sana.
“Hei, lepaskan aku, bajingan!”
Ilona terus meronta-ronta dan itu membuat Kent bergairah. Ini adalah yang pertama kalinya bagi Kent. Ia tidak terbiasa bersikap lembut pada wanita tapi, entah apa yang terjadi pada Kent yang sekarang, di depan tubuh mungil ini, Kent seolah mendapatkan kepuasan tersendiri ketika melihat gadis ini tersiksa.
“Tenanglah sayang, kau akan menikmat ini percaya padaku.”
Kent berpindah, tubuhnya beringsut ke bagian bawah tubuh Ilona. Kent sempat menelan ludah saat melihat kain sutra berwarna merah itu terangkat dan menampilkan kulit putih gadis mungil itu namun Kent menahan semua hasratnya. Ia langsung menarik kaki gadis itu lalu dengan cepat mengikatkan tali di tangannya ke pergelangan kaki Ilona sehingga kaki dan tangan Ilona kini telah terikat sempurna.
Kent tertawa pelan. Jantungnya bertalu dengan kencang dan ia semakin tidak menduga jika dia akan berbuat sejauh ini.
“Sekarang, mari buat kau berlutut dan memohon ampun.”
_________________tekan VOTE please :)
Hallo, selamat datang di duniaku. Jika kalian menyukai cerita ini, silahkan menyimpan cerita ini di perpustakaan kalian. Oh ya, ini Novel Dewasa yang hanya bisa dibaca oleh kalian yg sudah berumur 18+. Beberapa part akan menyuguhkan adegan dewasa dan explicit. Jika kurang menyenangkan bisa di skip. Cerita ini sekadar FIKSI semata. Tidak ada maksud utk menyinggung sebagian atau bbrp kelompok. Nikmati saja alurnya. Suka, duka, sedih, bahagia. Gemetar dan meledak. Rasakan sensasinya. Jangan lupa untuk memberikan VOTE dengan mengklik tombol VOTE di bawah. Keep your eyes open untill the end, yah ;) Mampir juga ke cerita terbaruku judulnya BEAUTIFUL PSYCHO bertema Romansa Dewasa. Ditunggu kehadirannya ;)
“Hei, kubilang lepaskan aku!” Ilona terus meronta. Kent membalikan tubuh Ilona dengan paksa lalu dia mengangkat tubuh mungil itu dan dengan satu kali gerakan cepat, tubuh Ilona kini sudah berada di atas pundaknya. Ilona sadar jika kini Kent sedang menggendongnya seperti yang di lakukan Massimo anak buah Kent. “Diam!” kecam kent. Ia membawa tangannya lalu menampar birit Ilona membuat Ilona kembali meringis. “Dasar setan!” maki Ilona dengan bahasanya. Kent terus membawa Ilona. Ia menaiki lift kemudian menekan tombol ground. Ilona masih saja meronta-ronta dan Kent semakin tidak perduli. Kent kembali menampar bokong Ilona dan kali ini lebih keras dari sebelumnya. Ilona melawan. Dia menonjok-nonjok punggung Kent bahkan berani menggigit punggung itu tapi Kent menghiraukan rasa sakit yang tidak seberapa itu. Ketika pintu lift terbuka, Ilona pun
Archer’s Residence, San DiegoJuly 2019 – 09.24 PM__________________ Crossover SUV mewah pabrikan otomotif Jerman kembali terparkir di halaman mewah mansion megah ini. Turun dari dalam mobil seseorang yang begitu tampak gagah masih sama seperti ketika ia meninggalkan rumah mewah ini, hanya saja dua kancing kameja bagian atas sudah tidak terpasang sempurna bersamaan dengan dasi berwarna hitam metalik yang kini telah melonggar di lehernya. “Selamat datang Mr. Kent,” Jane menyapa. Ia menunggu tuannya di pintu utama mansion. Kent hanya memberi satu anggukkan kepala lalu kakinya kembali melangkah memasuki rumah mewahnya, namun ketika kaki jenjangnya hampir menaiki satu anak tangga, tubuhnya kembali berputar. Ia berpaling dan menatap Jane lewat pundaknya. “Bagaimana keadaan gadis itu?” Jane menundukkan k
Archer’s Mansion – 11.03 PM________________________ Kenedict tidak mengerti lagi dengan apa yang sedang terjadi dan apa yang sebenarnya di pikirkan oleh otaknya. Ia sedang berdiri, menyandarkan satu sisi tubuhnya di pintu sambil membawa tangan yang mengepal mengetuk-ngetuk bibirnya yang terkatup. Pria itu tampak serius memperhatikan seorang dokter yang sedang memeriksa tubuh gadis yang sedang berbaring di atas ranjangnya. Setelah melihat keadaan Ilona, Kent yang sempat menjadi panik langsung menyuruh kepala pelayan menghubungi dokter pribadinya. Sang dokter pun tampaknya terlalu enggan mengabaikan permohonan dari sang miliarder yang meminta dirinya untuk segera ke kediaman Archer. Kent mulai penasaran. Bahkan ia tidak peduli dengan kameja
Archer’s Mansion 09.23 AM _________ Samar-samar Ilona mendengar suara yang berderu, kemudian dia sadar jika itu napasnya sendiri. Terasa begitu berat dan hangat. Mendadak kepalanya terasa begitu pening ketika ia berusaha membuka kelopak matanya. Tubuh gadis itu benar-benar telah remuk. Ilona merasa seperti diikat dengan tali di sekujur tubuhnya. Begitu sulit digerakkan. Tubuhnya seperti membeku dan ada rasa seperti terbakar di bawah sana, pada pergelangan kakinya. Tenggorokan Ilona tersekat hebat dan mulutnya begitu kering hingga Ilona merasa jika ia perlu menelan ludah berkali-kali. Tulang-tulangnya seperti ditarik dan dagingnya bergetar hebat. Untuk pertama kali dalam hidup seorang Ilona Audrey Natalie, ia merasa benar-benar tidak berdaya. Namun
“Kalau begitu, bolehkah kau tunjukan rasa hormatmu padaku?” Ilona mengangguk. Kent menarik dirinya dari depan wajah Ilona namun pria Adonis itu tidak ingin melepas tatapannya pada Ilona dan Ilona pun, ia kembali merasa seperti tersihir oleh manik hijau milik pria berkuasa itu. “Sekarang, berlututlah padaku.”“Apa?” pekik Ilona. Ia lanjut mendengkus lalu memutar bola mata. “Tidakkah kau lihat jika tanganku sedang di infus?” protes gadis itu. Kent memanyunkan bibir, ia tampak tak peduli dengan semua itu. Segera Kent mengambil botol cairan infus yang sedang di gantung di sisi kiri ranjang. Ia menarik benda itu dengan satu gerakan cepat lalu melemparnya pada Ilona. Gadis itu membulatkan mulut dengan mata yang melebar. “Astaga ….” Ilona memekik dengan suara rendah, tak percaya. “Tunggu apa
“Hahh ….” Ini sudah berlangsung sejak tadi, semenjak kepergian Kenedict Archer. Entah sudah berapa kali. Ilona bahkan mulai bosan menghitung seberapa banyak dia mengeluhkan desahan frustasi. Perjanjian tiga puluh hari? Bahkan belum ada satu hari Ilona sudah merasa sangat-sangat tertekan. Gadis itu sangat merindukkan kehidupan normalnya dahulu. Berdiri di depan pajangan toko, memajang berbagai jenis pakaian di hanger lalu mengaturnya sedemikian cantik untuk menarik perhatian pembeli. Semua itu sangat menyenangkan bagi Ilona. Mungkin bagi sebagian orang, mereka akan bahagia. Lagi pula siapa yang tidak senang dengan semua ini? Rumah besar, pelayan, Ilona bahkan hanya perlu menekan tombol di belakang nakas samping tempat tidurnya dan para pelayan akan datang untuk melayaninya. Ilona punya segala yang diinginkan banyak gadis seperti yang dikatakan Jane, kepala pelayan mansion. Ia sendiri heran mengapa
“Makanlah yang banyak, saya akan keatas untuk mengambil obat Anda,” ucap Jane. Setelah berputar-putar di rumah besar ini dan hampir tersesat, Ilona akhirnya memutuskan untuk bertanya pada salah satu pelayan yang sempat berpapasan dengannya. Entah siapa nama pelayan itu, Ilona pun tidak sempat menanyakannya namun semua pelayan di rumah ini rupanya sangat menghormati Ilona. Jelas saja, gadis itu adalah tamu tuan mereka. Para pelayan harus memperlakukan tamu di rumah ini layaknya tuan rumah. Pelayan itu yang membawa Ilona ke ruang makan dan sesampainya di ruang makan, Ilona langsung di suguhkan berbagai jenis makanan. Steak dari sapi A lima, ia tahu saat Jane menyebut wagyu outskirt. Masih merasa ‘wow’ dan seolah tak percaya, Jane kembali membuat Ilona takjub dengan membawakan nasi pulen, seolah telah paham dari mana gadis itu berasal dan makanan apa yang bisa masuk kedalam perutnya.
Ilona mengikuti arah langkah seorang pelayan yang baru saja memanggilnya. Sempat gadis itu melirik sekilas pada pria yang sejak tadi duduk di depanya, membungkukkan badan dengan gerakan refleks yang di balas dengan anggukkan kepala oleh Chris. Tanpa berkata lagi, Ilona pun menghilang dari sana. Chris mengecilkan matanya, tampak garis di dahi pria tampan itu. Terheran-heran. Selain pada kemunculan gadis di hari kerja, Christian juga begitu penasaran dengan sikap gadis itu. Tatapan yang ragu-ragu dan canggung, malu-malu. Entah mengapa ketika wajahnya kembali terlintas, ujung atas bibir Christian berkedut, ia terkekeh geli lalu menggelengkan kepalanya. “Gadis aneh,” gumam pria itu. Ia kembali melanjutkan makan siangnya. **** Ilona kini berada di lantai dua. Langkah kaki pelayan mansion membawa gadis itu kembali ke ruan
Enam kemudian ><__________________San Diego – California USA Archer’s Mansion 07.23 PM_________ Ilona dan Jane begitu sibuk menata meja makan. Gadis itu sengaja turun ke dapur untuk membantu para pelayan mansion. Turun dari tangga, seorang pria bermata hijau dalam balutan sweater panjang berwarna abu-abu. Ia mengambil langkah panjang menghampiri dining room. Kedua kaki berhenti tepat saat tubuhnya tiba di pintu. “Katanya sup ayam mampu meningkatkan kekebalan tubuh saat hamil?” tanya Ilona. Ia membawa sesendok kuah ke mulutnya. Di sampingnya, Jane mengangguk. “Bagaimana rasanya?” Ilona menarik kedua sudut bibirnya ketika kelopak matanya melebar. “Mmmm …,” gumam gadis itu. Ia mengacungkan jempol. “Masakanmu selalu yang tebaik, Jane.” Jane tertawa. “Aku senang kau menyukainya, Nyonya.” “Em, em, em, em!” Hailey menggoyangkan telunjuk di depan wajahnya. “Sudah berkali-kali kubilang jangan pern
“Kalau begitu ayo kita mulai.” Hailey tersenyum penuh kemenangan. Melihat bagaimana manik berwarna biru milik suaminya kini berubah gelap membuat sesuatu dalam pangkal paha Hailey berkedut makin kencang. Embusan napas berat dari Christian menyapu kulit dadanya. Ditatapnya sang pria yang kini tengah melucuti bagian atas gaunnya dengan gerakan pelan. Seakan-akan tengah membuka kado spesial, Christian membukanya sepenuh hati. “Damn it,” gumam Christian ketika menatap bagian padat dan kenyal milik sang istri. Christian mendongak menatap Hailey lalu dilumatnya bibir istrinya dengan kasar. Hailey menghela napas di dalam mulut Christian lalu dengan cepat pria itu menarik bibirnya lagi. Tubuh Hailey menggeliat gelisah ketika Christian menempelkan lingualnya di leher wanita itu. “Oh, Chris. Mmmptthhh ....” Hailey mendesah. Kelopak matanya menutup sebagian manik berwarna cokelat itu. Tangan Hailey terangkat melepaskan jepit rambut. Membiarkan rambutnya
Christian menggendong pengantinnya dengan begitu lembut memasuki salah satu kamar mewah di hotel termegah kota ini. Desain serba putih dengan taburan bunga mawar merah di atas tempat tidur. Sementara sang pengantin wanita mengalungkan tangan ke leher Christian. Hailey memandang lelakinya lekat-lekat lantas ia menarik kedua sudut bibirnya. Hailey tersenyum. Hatinya dipenuhi bunga-bunga yang bermekaran. Betapa tidak menyangkanya wanita itu mendapatkan Christian sebagai suaminya. Sepertinya ia harus sering berterimakasih kepada Kenedict yang telah mengirim Hailey kepada kakaknya. Walaupun pertemuan mereka dibilang tragedy, tetapi Hailey sungguh bersyukur. Ia tak menginginkan hal yang lain selain pria bermata biru yang kini sedang mendekapnya mesra. Christian menaruh tubuh istrinya dengan begitu lembut di atas ranjang. Sambil mengunci tatapan pada Hailey, Christian bergerak menudungi tubuh sang istri. Ia tetap menjaga bobot tubuhnya dengan kedua lutut dan satu ta
Hallo :)Dengan berakhirnya kisah romansa dewasa ini, aku mau mengucapkan terima kasih untuk seluruh pembacaku yang sudah mengikuti kisah ini dari awal sampai akhir. Terima kasih juga untuk kalian yang telah berbaik hati memberikan VOTE & RIVIEW untuk novel ini. Mohon maaf apabila Novel ini kurang memuaskan. Sekali lagi, novel ini hanyalah sebuah karangan yang datang dari imajinasi penulis. Tidak ada sangkut paut dengan dunia nyata dan tidak ada maksud untuk menyinggung satu dan atau beberapa pihak/golongan. Apa pun yang tersuguhkan dalam novel ini, niatnya hanyalah untuk menghibur. Semoga ada pesan moral yang bisa diambil dari kisah Kenedict, Christian, Ilona dan Hailey. Sampai bertemu di karya-karyaku selanjutnya, yah :)Sehat terus. Jaga kesehatan dan semoga TUHAN MEMBERKATI :)Your lovely Author : DREAMER QUEEN
London – England09.23 AM________Kenedict mondar-mandir di dalam ruang ganti. Sementara di sudut ruangan terdengar embusan napas panjang dari Christian yang sedang duduk di kursi tunggal berwarna putih.“Kent, apa kau butuh popok?” cibir Christian. Pria itu gemas melihat tingkah Kent.“Sial!” Kent mendesis sambil menatap kakaknya dengan nyalang.Wajahnya pucat. Benar-benar pucat, tapi telinganya merah. Ia kembali berlari ke kamar mandi dan datang setelah sepuluh detik. Christian menggelengkan kepalanya. Pria itu akhirnya berdiri lalu mengambil jas berwarna hitam yang disampirkan ke sandaran kursi.TOK TOKKeduanya kompak menengok ke arah pintu. Hailey muncul dengan senyum sumringah.“Mempelai wanita telah siap,” kata Hailey.Christian tersenyum. Ia menjulurkan tangan saat Hailey berjalan cepat menghampirinya. Pria itu mendekap tubuh Ha
Dan sekarang aku sadar, jika sebenarnya ada tempat di mana seharusnya aku berada di sana. Berlari ke sana. Tempat yang pernah kuanggap sebagai sebuah kengerian. Kini berdiri di depanku sebagai penyembuhku.Christian Archer~______________Restoran di hotel mewah ini sedikit ramai, oleh karena para eksekutif global company memilih untuk makan siang di Ritz Carlton.Terdengar gelak tawa dari suara bass berat milik tuan Dune. Diikuti kekehan dari beberapa teman sebayanya. Mereka menikmati makan siang dengan santai. Berusaha menghilangkan formalitas yang mengikat.Namun, ada satu tempat dekat jendela yang suasananya sangat canggung. Dua orang muda memilih untuk duduk di tempat tersudut. Seolah-olah yang lain memang memberikan ruang bagi mereka. Sesekali mereka memandang pada pemandangan di luar jendela. Namun, semua itu sekadar untuk melepaskan gugup yang sedari tadi membalut suasana makan siang mereka.&ldq
Dua jam lebih duduk dalam posisi tegang. Gelisah. Gugup. Terus terdengar suara deheman berbalas-balasan.Sesekali saling mencuri pandangan lalu membuang muka saat tak sengaja bertabrak pandang . Seperti seorang pencuri yang sudah tahu akan tertangkap, tapi tetap ke sana.“Bagaimana dengan Anda, Mr. Chris?”Christian akhirnya bergeming. Pria itu menoleh ke samping. Ia bergumam lalu menaikkan kedua alis.“Apakah Anda punya ide lain?” tanya seorang pria pertengahan tiga puluh.Christian berdehem. Sejujurnya pria itu tak bisa berkonsentrasi. Ia telah berusaha selama dua jam penuh untuk membentuk konsentrasi di otaknya, akan tetapi Christian gagal. Otaknya berhenti berpikir. Terpusat pada bagaimana seorang Hailey McAvoy bisa berada satu ruangan dengannya. Dan kenapa dia sangat sialan cantik.“Ehem!”Entah Christian sadar atau tidak, wajah Adonisnya kini sedang berubah warna. Bagai udang yang terken
Christian menatap dirinya di depan cermin. Kameja berwarna putih dengan dasi hitam metalik tampak begitu gagah membalut tubuh kekarnya. Namun, wajah pria itu terlihat suram. Terdengar dari embusan napas panjang yang menggema di dalam deluxe room hotel mewah ini. “Sepertinya aku memang harus diet,” gumam Christian. Sekali lagi ia menatap dirinya dari pantulan cermin. Oke, Chris tak menyangka jika dirinya akan termakan ucapan manipulative adiknya sendiri. Akhirnya semalam Christian ke salon yang berada di dalam hotel ini. Dalam semalam, Chris bisa mengembalikan tampilannya. Dia terlihat makin tampan dengan tatanan rambut klasik yang telah menjadi ciri khasnya selama ini. Pria itu tak pernah mengganti gaya rambut sama sekali. Terlalu betah dengan potongan rambut crew cut. Tak lupa Christian juga mencukur kumis. Ah! Ini sungguh tidak adil. Sejauh ini Christian memang tak pernah memerhatikan dan memedulikan penampilannya. Hanya saja … entah mengapa
Milan – Lombardia, Italia. _____________________“Semua sudah siap, Tuan.” Seorang pria dalam balutan sweater rajut berwarna hitam dan celana jins berwarna biru bangkit dari atas bangsal rumah sakit yang telah selama enam bulan ini menjadi tempat tinggalnya. “Terima kasih, Theo.” Dia berucap setelah asistennya memberikan over coat berwarna cokelat. Mereka bersiap meninggalkan rumah sakit ini. Setelah dokter ortopedi mengatakan jika Christian Archer telah sembuh dari cedera kakinya seminggu yang lalu. Tidak mudah. Selama enam bulan ini, Christian Archer menahan rasa sakit. Mengikuti fisio terapi bukanlah hal yang gampang bagi seseorang yang memiliki cedera kaki parah. “Tuan,” panggil Theo. Ia memberikan kruk kepada Christian. “Aku tidak membutuhkannya,” kata Christian. Asistennya tak dapat membantah. Melihat tuannya mampu berdiri dengan kedua kaki, membuat ia senang. Perjuangan sang tuan akhirnya