Ilona mengikuti arah langkah seorang pelayan yang baru saja memanggilnya. Sempat gadis itu melirik sekilas pada pria yang sejak tadi duduk di depanya, membungkukkan badan dengan gerakan refleks yang di balas dengan anggukkan kepala oleh Chris. Tanpa berkata lagi, Ilona pun menghilang dari sana.
Chris mengecilkan matanya, tampak garis di dahi pria tampan itu. Terheran-heran. Selain pada kemunculan gadis di hari kerja, Christian juga begitu penasaran dengan sikap gadis itu. Tatapan yang ragu-ragu dan canggung, malu-malu. Entah mengapa ketika wajahnya kembali terlintas, ujung atas bibir Christian berkedut, ia terkekeh geli lalu menggelengkan kepalanya.
“Gadis aneh,” gumam pria itu. Ia kembali melanjutkan makan siangnya.
****
Ilona kini berada di lantai dua. Langkah kaki pelayan mansion membawa gadis itu kembali ke ruan
Tekan VOTE-nya, please :)
Jantung Ilona sudah berdebar-debar sejak tadi. Gadis itu tidak bisa menikmati makan malamnya dengan baik sebab Kent terus saja menatapnya. Yang lebih membuat Ilona setengah mati penasaran adalah ucapan Kent. ‘Melakukan sesuatu’ dua kalimat itu terus berputar didalam kepala Ilona menimbulkan banyak sekali pertanyaan dalam hatinya namun, tak pernah sekalipun gadis itu berani menanyakannya kepada Kent sebab ia tahu jawaban apa yang akan diberikan Kent padanya. “Ayo,” ucap Kent. Ia berdiri sambil mengulurkan tangan. Ilona mendongak, sempat menatap tangan kekar itu sebelum ia berdiri sendiri dengan kedua kakinya tanpa meraih tangan Kenedict. Ilona kembali membuat Kent membuang napas berat. Pria itu sampai menggelengkan kepala ketika tubuh semampai itu lewat begitu saja di depannya. “Pembangkang,” gumam Kent. Sekali lagi ia menarik napas lalu membuangnya dengan lenguhan panjang sebelum
Ilona tidak bisa menahan dirinya lebih lama lagi. Ia langsung mendorong pintu mobil bahkan sebelum Massimo memarkirkan mobil dengan benar. “Nona!” Massimo berteriak. Takut jika tamu majikannya itu sampai terkilir sebab kini ia sedang berlari. Namun, Ilona tidak menggubris suara Massimo yang berteriak memanggilnya. Gadis itu benar-benar telah terluka. Pipinya bahkan masih berkedut dan terasa semakin perih ketika air matanya tidak mau berhenti menetes. Ia teringat bagaimana isi dalam surat perjanjian itu yang sempat dibacanya ketika perjalanan pulang. Hatinya tergores, begitu sakit. Bagaimana bisa Kent membuat keputusan sepihak dan bahkan mengikatnya dengan surat perjanjian itu. Jika ada jalan untuk melarikan diri, sudah pasti Ilona akan memilih untuk melarikan diri. Ilona menyeka air matanya dengan kasar dan sambil menunduk ia terus melangkahkan kaki jenjangnya, terburu-buru memasuki rumah
Archer’s Mansion11.23 PM_______________ Kenedict berjalan terburu-buru menuju rumah mewahnya. Pria itu tidak dapat menikmati semalam nikmat bersama Layla. Tiba-tiba saja nafsunya untuk berhubungan intim hilang begitu saja. Entahlah. Kent pun tidak mengerti. Wajah seseorang terus saja melintas di benakknya, menguasai pria itu, membuatnya tidak punya pilihan lain. “Kent?” Seseorang memanggil Kent. Suaranya terdengar dari ruang tengah. Kent pun mengerutkan dahi. Perlahan-lahan memutar lutut kemudian kaki jenjangnya mulai melangkah menghampiri suara itu. “Chris?” ucap Kent. “Kapan kau datang?” Kent melangkah menghampiri Chris yang sedang duduk di depan tungku perapian. Pria itu memang sengaja belum tidur dan menunggu adiknya pulang. “Tadi pagi. Duduklah, aku ingin bicara,” ucap Chris. Terdengar helaan
Ilona mengerutkan dahi. Gadis itu terusik oleh cahaya matahari yang membuatnya harus membuka kelopak mata. Hanya saja cahaya matahari terlalu menyilaukan hingga membuatnya kembali terpejam. Ilona mengerang dengan suara lirih. Ia berusaha menarik selimut tebal untuk kembali mengubur tubuhnya di dalam sana. Tetap meringkuk di bawah selimut hangat adalah hal ternyaman yang akan dilakukan Ilona saat ini. Sudah menjadi kebiasaan gadis itu, ia tidak bisa langsung beranjak di tempat tidur saat bangun pagi. Ilona menggeliat di dalam selimut, ia bertahan beberapa lama di dalam sana. Namun setelah beberapa menit berlalu, Ilona seolah merasa ada yang aneh. Ia mengerutkan dahi. Gadis itu langsung menyibakkan selimut tebal yang melilit tubunya, ia memandang kebawah. Seketika matanya membelalak. Ia tersentak dan langsung memutar tubuh ke samping. “Astaga!” pekik gadis itu. Saking kagetnya
‘Sebenarnya, seberapa kuat dirinya mampu mengintimidasi diriku?’ Batin Ilona. Ia menoleh menatap pintu kayu di belakangnya. Berharap pria yang barusan keluar itu masuk lagi kedalam. Ilona terus menggelengkan kepala. Namun, seolah membuat permohonan dengan hati yang tulus lalu akhirnya pintu itu kembali terbuka. Dengan cepat gadis itu menoleh. “Hei ….” Seseorang menyapa. Senyum sumringah menyertai kalimatnya. Ia mendorong pintu dan tubuhnya kini melewati pintu itu. Ilona mendesah. Tunggu, apa barusan ia kecewa? Ilona bahkan menundukkan kepala, tidak berniat membalas sapaan pria maskulin yang baru saja masuk. Pria yang baru saja masuk itu adalah Christian. Ia mengerutkan dahi saat melihat wajah murung Ilona. “Kenapa? Masih pagi wajahmu sudah di tekuk begitu,” ucap Christian. Dirinya kini tak ragu menyapa Ilona seolah mereka sudah sangat ak
“Selesai,” ucap gadis itu penuh lega. Kent mengerutkan dahi. “Siapa bilang?” ucapnya. “Apa masih ada lagi yang harus saya kerjakan, Tuan?” “Tentu. Ini bagian terpenting dari tugasmu.” ‘Ya Tuhan … apalagi kali ini.’ Batin gadis itu. Seringai muncul di ujung bibir Kent sebelum tubuh kekar itu berputar. Ilona menangkap lewat ekor matanya dan sontak menimbulkan gelisah di hatinya. Ilona memberanikan diri untuk memutar lutut. Dilihatnya kini Kent sedang duduk di sofa kecil yang terletak di depan dinding berlatar belakang wajahnya. Lent mengangkat wajah sambil terus menatap Ilona, dagu lancip itu tampak jelas. Kent menggerakkan jari telunjuk dan jari tengahnya bersamaan, memberikan isyarat pada gadis di depannya untuk segera mendekat. Dengan patuh, Ilona pun menghampiri Mr. Kent. Pria i
Ilona memutar lutut sambil menahan senyum wajah. Mendadak tubuhnya terasa begitu gerah pipinya terasa panas. Ada apa dengannya? Ilona meraih tengkuknya, mengusap lembut tengkuk itu sambil berusaha mencari-cari alasan dari perasaan yang saat ini ia rasakan. “Dih, apaan sih!” Gadis itu menggeleng cepat. Kenapa juga dia melambaikan tangan kepada Kent. Apa maksudnya itu? Tangannya seolah bergerak sendiri, seperti tersihir hingga membuat Ilona tidak berhenti menggelengkan kepala. Sambil menunduk, Ilona mempercepat langkah kakinya memasuki mansion. Ia bergegas menuju kelantai dua. Jantungnya bertalu dengan kencang dan Ilona sama sekali tidak bisa mengerti dengan semua itu. Ia hanya ingin berlari secepat mungkin. Meraih gagang pintu dengan cepat, Ilona pun mendorong pintu lalu membanting punggungnya di belakang pintu. Gadis itu menarik napas sambil memegang dadanya. Men
Christian menarik tangan Ilona. Seolah takut kehilangan gadis itu. Ia membawa Ilona hingga ke beranda mansion. Di depan sudah ada seorang pria pertengahan empat puluh yang merupakan supir pribadi dari Christian. Pria itu langsung bergerak membuka pintu belakang mobil. “Selamat pagi, Mr. Chris," sapanya. Ia memutar pandangan menatap gadis di samping Chris dan sambil menundukkan kepala, ia pun menyapa Ilona, "Selamat pagi, Nyonya.” “Selamat pagi Louis,” sahut Chris. Ilona hanya tersenyum simpul. Christian memberikan senyuman. Ia berbalik menatap Ilona yang tampak begitu kaku di belakangnya. Wajah gadis itu benar-benar tegang. “Ayo,” ucap Chris sambil menggerakkan kepala menunjuk mobilnya. Ilona mengulum bibir sambil memilin jemarinya di belakang tubuh. Kedua lututnya begoyang gelisah. Iku
Enam kemudian ><__________________San Diego – California USA Archer’s Mansion 07.23 PM_________ Ilona dan Jane begitu sibuk menata meja makan. Gadis itu sengaja turun ke dapur untuk membantu para pelayan mansion. Turun dari tangga, seorang pria bermata hijau dalam balutan sweater panjang berwarna abu-abu. Ia mengambil langkah panjang menghampiri dining room. Kedua kaki berhenti tepat saat tubuhnya tiba di pintu. “Katanya sup ayam mampu meningkatkan kekebalan tubuh saat hamil?” tanya Ilona. Ia membawa sesendok kuah ke mulutnya. Di sampingnya, Jane mengangguk. “Bagaimana rasanya?” Ilona menarik kedua sudut bibirnya ketika kelopak matanya melebar. “Mmmm …,” gumam gadis itu. Ia mengacungkan jempol. “Masakanmu selalu yang tebaik, Jane.” Jane tertawa. “Aku senang kau menyukainya, Nyonya.” “Em, em, em, em!” Hailey menggoyangkan telunjuk di depan wajahnya. “Sudah berkali-kali kubilang jangan pern
“Kalau begitu ayo kita mulai.” Hailey tersenyum penuh kemenangan. Melihat bagaimana manik berwarna biru milik suaminya kini berubah gelap membuat sesuatu dalam pangkal paha Hailey berkedut makin kencang. Embusan napas berat dari Christian menyapu kulit dadanya. Ditatapnya sang pria yang kini tengah melucuti bagian atas gaunnya dengan gerakan pelan. Seakan-akan tengah membuka kado spesial, Christian membukanya sepenuh hati. “Damn it,” gumam Christian ketika menatap bagian padat dan kenyal milik sang istri. Christian mendongak menatap Hailey lalu dilumatnya bibir istrinya dengan kasar. Hailey menghela napas di dalam mulut Christian lalu dengan cepat pria itu menarik bibirnya lagi. Tubuh Hailey menggeliat gelisah ketika Christian menempelkan lingualnya di leher wanita itu. “Oh, Chris. Mmmptthhh ....” Hailey mendesah. Kelopak matanya menutup sebagian manik berwarna cokelat itu. Tangan Hailey terangkat melepaskan jepit rambut. Membiarkan rambutnya
Christian menggendong pengantinnya dengan begitu lembut memasuki salah satu kamar mewah di hotel termegah kota ini. Desain serba putih dengan taburan bunga mawar merah di atas tempat tidur. Sementara sang pengantin wanita mengalungkan tangan ke leher Christian. Hailey memandang lelakinya lekat-lekat lantas ia menarik kedua sudut bibirnya. Hailey tersenyum. Hatinya dipenuhi bunga-bunga yang bermekaran. Betapa tidak menyangkanya wanita itu mendapatkan Christian sebagai suaminya. Sepertinya ia harus sering berterimakasih kepada Kenedict yang telah mengirim Hailey kepada kakaknya. Walaupun pertemuan mereka dibilang tragedy, tetapi Hailey sungguh bersyukur. Ia tak menginginkan hal yang lain selain pria bermata biru yang kini sedang mendekapnya mesra. Christian menaruh tubuh istrinya dengan begitu lembut di atas ranjang. Sambil mengunci tatapan pada Hailey, Christian bergerak menudungi tubuh sang istri. Ia tetap menjaga bobot tubuhnya dengan kedua lutut dan satu ta
Hallo :)Dengan berakhirnya kisah romansa dewasa ini, aku mau mengucapkan terima kasih untuk seluruh pembacaku yang sudah mengikuti kisah ini dari awal sampai akhir. Terima kasih juga untuk kalian yang telah berbaik hati memberikan VOTE & RIVIEW untuk novel ini. Mohon maaf apabila Novel ini kurang memuaskan. Sekali lagi, novel ini hanyalah sebuah karangan yang datang dari imajinasi penulis. Tidak ada sangkut paut dengan dunia nyata dan tidak ada maksud untuk menyinggung satu dan atau beberapa pihak/golongan. Apa pun yang tersuguhkan dalam novel ini, niatnya hanyalah untuk menghibur. Semoga ada pesan moral yang bisa diambil dari kisah Kenedict, Christian, Ilona dan Hailey. Sampai bertemu di karya-karyaku selanjutnya, yah :)Sehat terus. Jaga kesehatan dan semoga TUHAN MEMBERKATI :)Your lovely Author : DREAMER QUEEN
London – England09.23 AM________Kenedict mondar-mandir di dalam ruang ganti. Sementara di sudut ruangan terdengar embusan napas panjang dari Christian yang sedang duduk di kursi tunggal berwarna putih.“Kent, apa kau butuh popok?” cibir Christian. Pria itu gemas melihat tingkah Kent.“Sial!” Kent mendesis sambil menatap kakaknya dengan nyalang.Wajahnya pucat. Benar-benar pucat, tapi telinganya merah. Ia kembali berlari ke kamar mandi dan datang setelah sepuluh detik. Christian menggelengkan kepalanya. Pria itu akhirnya berdiri lalu mengambil jas berwarna hitam yang disampirkan ke sandaran kursi.TOK TOKKeduanya kompak menengok ke arah pintu. Hailey muncul dengan senyum sumringah.“Mempelai wanita telah siap,” kata Hailey.Christian tersenyum. Ia menjulurkan tangan saat Hailey berjalan cepat menghampirinya. Pria itu mendekap tubuh Ha
Dan sekarang aku sadar, jika sebenarnya ada tempat di mana seharusnya aku berada di sana. Berlari ke sana. Tempat yang pernah kuanggap sebagai sebuah kengerian. Kini berdiri di depanku sebagai penyembuhku.Christian Archer~______________Restoran di hotel mewah ini sedikit ramai, oleh karena para eksekutif global company memilih untuk makan siang di Ritz Carlton.Terdengar gelak tawa dari suara bass berat milik tuan Dune. Diikuti kekehan dari beberapa teman sebayanya. Mereka menikmati makan siang dengan santai. Berusaha menghilangkan formalitas yang mengikat.Namun, ada satu tempat dekat jendela yang suasananya sangat canggung. Dua orang muda memilih untuk duduk di tempat tersudut. Seolah-olah yang lain memang memberikan ruang bagi mereka. Sesekali mereka memandang pada pemandangan di luar jendela. Namun, semua itu sekadar untuk melepaskan gugup yang sedari tadi membalut suasana makan siang mereka.&ldq
Dua jam lebih duduk dalam posisi tegang. Gelisah. Gugup. Terus terdengar suara deheman berbalas-balasan.Sesekali saling mencuri pandangan lalu membuang muka saat tak sengaja bertabrak pandang . Seperti seorang pencuri yang sudah tahu akan tertangkap, tapi tetap ke sana.“Bagaimana dengan Anda, Mr. Chris?”Christian akhirnya bergeming. Pria itu menoleh ke samping. Ia bergumam lalu menaikkan kedua alis.“Apakah Anda punya ide lain?” tanya seorang pria pertengahan tiga puluh.Christian berdehem. Sejujurnya pria itu tak bisa berkonsentrasi. Ia telah berusaha selama dua jam penuh untuk membentuk konsentrasi di otaknya, akan tetapi Christian gagal. Otaknya berhenti berpikir. Terpusat pada bagaimana seorang Hailey McAvoy bisa berada satu ruangan dengannya. Dan kenapa dia sangat sialan cantik.“Ehem!”Entah Christian sadar atau tidak, wajah Adonisnya kini sedang berubah warna. Bagai udang yang terken
Christian menatap dirinya di depan cermin. Kameja berwarna putih dengan dasi hitam metalik tampak begitu gagah membalut tubuh kekarnya. Namun, wajah pria itu terlihat suram. Terdengar dari embusan napas panjang yang menggema di dalam deluxe room hotel mewah ini. “Sepertinya aku memang harus diet,” gumam Christian. Sekali lagi ia menatap dirinya dari pantulan cermin. Oke, Chris tak menyangka jika dirinya akan termakan ucapan manipulative adiknya sendiri. Akhirnya semalam Christian ke salon yang berada di dalam hotel ini. Dalam semalam, Chris bisa mengembalikan tampilannya. Dia terlihat makin tampan dengan tatanan rambut klasik yang telah menjadi ciri khasnya selama ini. Pria itu tak pernah mengganti gaya rambut sama sekali. Terlalu betah dengan potongan rambut crew cut. Tak lupa Christian juga mencukur kumis. Ah! Ini sungguh tidak adil. Sejauh ini Christian memang tak pernah memerhatikan dan memedulikan penampilannya. Hanya saja … entah mengapa
Milan – Lombardia, Italia. _____________________“Semua sudah siap, Tuan.” Seorang pria dalam balutan sweater rajut berwarna hitam dan celana jins berwarna biru bangkit dari atas bangsal rumah sakit yang telah selama enam bulan ini menjadi tempat tinggalnya. “Terima kasih, Theo.” Dia berucap setelah asistennya memberikan over coat berwarna cokelat. Mereka bersiap meninggalkan rumah sakit ini. Setelah dokter ortopedi mengatakan jika Christian Archer telah sembuh dari cedera kakinya seminggu yang lalu. Tidak mudah. Selama enam bulan ini, Christian Archer menahan rasa sakit. Mengikuti fisio terapi bukanlah hal yang gampang bagi seseorang yang memiliki cedera kaki parah. “Tuan,” panggil Theo. Ia memberikan kruk kepada Christian. “Aku tidak membutuhkannya,” kata Christian. Asistennya tak dapat membantah. Melihat tuannya mampu berdiri dengan kedua kaki, membuat ia senang. Perjuangan sang tuan akhirnya