“Aaaaarggh ….”
Ilona menjerit. Suaranya menggema memenuhi ruangan ini. Ia berteriak. Menahan semua rasa sakit yang sedang diberikan oleh sang tuan. Tubuhnya bergetar sangat hebat. Jiwanya seolah ditarik ketika benda itu menyentuh biritnya.
Kent kembali mengayunkan tangannya. Mengarahkan ikat pinggang berbahan kulit itu ke birit polos milik Ilona. Oh ya Tuhan, gadis itu kembali meringis, berteriak sambil mengepalkan tangan.
“Berteriaklah.” Suara penuh dominasi itu terdengar begitu mengerikan. Pria itu seperti kesetanan. Murkanya meledak-ledak memerintah tangan kekarnya untuk terus terayun.
TAAASSSHHH ….
“Aaaarrgghhh!” Lagi-lagi Ilona berteriak. Gadis itu meremas seprai dengan kedua tangan yang terikat. Ia mengubur wajah kedalam kasur. Menggigit kain sutra tipis di bawahnya. Berusaha melampiaskan semua rasa sakit yang sedang ia alami.
TAAASSSSHHH ….
Sekali lagi. Kent mendaratkan pukulan terakhirnya. Ia ambruk. Tangannya bergetar dengan hebat. Rahangnya mengeras, di balut dengan keringat yang kini bercucuran di wajahnya. Dadanya bergemuruh. Hebat. Puas. Seketika tubuhnya melemas. Ia duduk di samping tubuh Ilona yang juga masih bergetar hebat.
Tangisan yang tertahan itu masih terdengar. Menggema didalam ranjang yang empuk. Tubuh Ilona mengejang. Kulitnya bagai terkelupas. Ia masih mempertahankan tangannya yang tengah meremas seprai. Tak ingin menjauhkan wajahnya dari atas kasur. Ini terlalu menyakitkan. Pergelangan kakinya kebas dan mungkin sebentar lagi tali-tali itu akan mengiris pergelangan kakinya.
Sementara Kenedict masih belum bergeming. Ia masih duduk sambil menatap dengan pandangan kosong. Telapak tangannya memerah. Rahang yang mengetat itu perlahan mulai terbuka.
“Hahhh ….” Kent menghembuskan napas panjang sambil menengadahkan wajahnya keatas. Ia mengusap wajahnya dengan kasar. Kent kembali berdiri. Dengan cepat ia menaikan pakaian dalam Ilona. Menutup bagian polos yang kini berubah warna menjadi merah, berbekas tanda ikat pinggang milik sang tuan.
Gadis itu menutup mata sambil mengetatkan rahang ketika kain itu seolah berubah menjadi sebilah pisau yang mengiris daging padatnya.
Tak berhenti sampai disitu. Kini Kenedict berdiri di depan telap kaki Ilona yang terjulur, membeku di atas ranjangnya. Sambil menatap punggung Ilona, Kent berusaha melepaskan tali yang melingkari pergelangan kaki Ilona. Tali yang mengikat kencang itu kini telah terlepas. Meninggalkan tanda merah yang melingkari pergelangan kaki gadis itu.
Kent kembali berjalan. Memutari ranjang lalu berhenti di depan kepala Ilona. Ia meraih kedua tangan Ilona yang tersimpan di atas kepala gadis itu. Tangan kekar itu kini tengah berusaha melepaskan tali yang melingkari tangan Ilona.
Kent menelan ludah setengah mati. Ia kembali membawa pandangannya keatas. Menatap langit-langit ruangan sambil meraup udara sebanyak yang ia bisa. Dada pria itu makin kuat bergemuruh namun, dalam hati ia tengah bersusah payah mengusir amarahnya. Sudah cukup. Ia telah meluapkan semuanya. Bagai lahar yang meluap dari gunung berapi lalu disirami air hujan. Kent berusaha menjinakkan sisi liarnya. Sudah cukup.
Setelah berhasil melonggarkan ikatan, Kent menarik tali itu dengan satu kali gerakkan cepat. Wajahnya menatap lurus kedepan. Kent lalu menggenggam kedua tangan yang masih terjulur kedepan tanpa gerakkan. Ia menarik kedua tangan itu, memaksa Ilona untuk terduduk di atas ranjangnya. Ilona masih terisak tangis.
“Haruskah aku menerima semua perlukan ini? Mengapa tidak kau bunuh saja aku?” lirih gadis itu dengan napas yang terputs-putus. Ilona meringis. Refleks mengangkat tubuh ketika biritnya tak sengaja menyentuh kedua kakinya yang terlipat. Bokongnya serasa di bakar. Perih dan sakit. Ilona menggigit bibirnya sendiri.
Kent meraih dagu Ilona dengan ujung jari telunjuknya. Memaksa namun dengan gerakkan lembut. Membuat Ilona kembali mengangkat wajah. Manik berwarna cokelat itu sedang bergetar hebat hingga Kenedict bisa melihat ketakutan besar yang sedang dirasakan oleh sang gadis. Ia terus menyakiti bibirnya sendiri. Semua itu ia lakukan untuk menahan semua rasa sakit di tubuhnya.
“Bahkan binatang pun tidak pernah mengalami perlakuan seperti ini dari tuannya, mengapa aku harus?” Ilona kembali berucap dengan suaranya yang parau. Air mata kembali menetes di wajahnya.
Kent memandang gadis di depannya dengan tatapan sendu. Kent kembali dibuat dilema. Semenit yang lalu ia hanya berusaha melampiaskan amarahnya. Pria berkuasa itu berpikir jika Ilona layak menerima semua ini. Dan kini, setelah melihat wajah Ilona, Kent kembali merasa bersalah. Kembali terjebak dalam perasaan yang tidak biasa. Tak pernah ia rasakan sebelumnya.
“Karena kau pembangkang,” ucap Kent. Entah ia sadar atau tidak namun barusan suaranya begitu pelan -hampir parau. Dimana teriakkan dan ancaman yang semenit yang lalu menggema di ruangan ini? Amarahnya kini mencair. Bagai bongkahan es yang terkena sinar matahari. Ia mengalir begitu saja. Kini yang tersisa adalah sedikit rasa penyesalan.
“Kau harus tahu jika aku bukan orang jahat, sungguh.” Kent kembali bersuara. Ia meraih sebelah sisi tubuh Ilona dan duduk di sampingnya. Kenedict menatap gadis itu. Jantungnya mulai berdetak normal. Ia memutar tubuh, menatap gadis yang masih menundukkan kepala itu. Kent meraih sebelah sisi wajah Ilona. Membungkus bagian itu dengan telapak tangan kekarnya. Ilona kembali menutup mata. Air mata kembali keluar dari mata cokelat itu. Bahunya bergetar hebat. Refleks. Setiap sentuhan yang diberikan Kent kini makin membuatnya merinding.
“Tatap aku,” ucap Kent. Nada pelan dan seolah memohon.
Ilona kembali dipaksa untuk mengangkat wajah. Tepat kini iris cokelat itu berada di depan Kenedict. Manik berwarna hijau yang semenit lalu seolah menyala, kini berubah sendu. Rahang yang sebelumnya terkatup tegas kini melembut. Tatapan Kent berubah lembut seolah ingin mengakui jika perbuatannya telah salah namun bibirnya tak sanggup mengungkapkan kalimat itu. Ilona juga pasrah begitu saja. Manik cokelat yang bergetar itu tak sanggup lepas dari iris hijau di depannya.
Hening. Hanya terdengar hembusan napas berat dan terputus-putus dari Ilona. Sesekali ia tersendu hingga membuat Kent akhirnya menarik tengkuk Ilona dengan gerakkan pelan. Pria itu membawa gadis di depannya kedalam pelukan.
Ada rasa takut, berbalut perasaan lega. Ada apa dengan pelukkan ini? Mengapa rasanya begitu hangat? Dan tangan yang sedang mengelus rambutnya, bukankah tangan itu juga yang telah melukainya? Namun mengapa kali ini terasa begitu nyaman? Ilona bahkan harus memejamkan matanya. Gadis itu diam. Tak ingin mengeluarkan suara dan hanya menikmati sentuhan ini.
Kenedict semakin menarik tubuh gadis itu untuk makin menempel dengannya. Pria itu mendaratkan dagunya di atas kepala Ilona. Ketika menyentuh rambut cokelat bergelombang itu, Kenedict merasa telah berhasil menjinakkan iblis yang beberapa saat yang lalu menguasai tubuhnya.
“Maafkan aku.” Bahkan kalimat itu meluncur begitu saja di bibir Kent. Tak ada paksaan. Kent benar-benar menyesali perbuatannya. Tubuh mungil yang sedang bergetar dalam pelukannya membuat ia sadar jika perbuatannya barusan sudah sangat keterlaluan.
Kenedict kembali memegang kedua sisi pundak Ilona lalu menariknya pelan-pelan. Kent menarik napas panjang.
“Tatap aku." Kent memohon sekali lagi. Pelan tapi pasti Ilona pun mengangkat wajahnya. Kembali menatap Kenedict. Ilona bisa merasakan jika aura mengerikan yang sempat menguasai pria itu, kini telah pergi. Kent menelan ludahnya. Memalingkan wajah sebentar untuk membangun keberanian.
“Apakah kau ingin dihukum seperti ini lagi?” tanya Kent dengan suara yang semakin melembut. Ilona menggeleng tanpa menjawab pertanyaan Kent.
“Kalau begitu mulai saat ini, apakah kau akan menuruti semua perintahku?” Kent kembali bertanya. Ilona menarik napas panjang seiring dengan anggukkan kepala darinya.
“Ilona,” panggilnya. Entah mengapa mendengar namanya keluar dari bibir Kent membuat Ilona merasakan hal yang berbeda. Terdengar indah namun menyakitkan. Ilona kembali menatap manik berwarna hijau di depannya.
“Jadilah milikku. Milik Kenedict Archer. Hem?”
“Bukankah hidupku ini sepenuhnya milikmu?” ucap Ilona dengan suara parau.
“Kalau begitu kau tidak boleh mengijinkan siapapun menginginkanmu. Siapapun.” Kent kembali meraih puncak kepala Ilona. Mengelusnya dengan lembut. Ilona meringis dalam hatinya.
“Hemm,” sahut gadis itu.
“Bagus. Sekarang mandilah. Kita akan makan malam bersama,” ucap Kent. Ia hendak menarik dirinya dari atas ranjang namun, entah kenapa pria itu jadi ingin menyentuh Ilona.
Kent kembali menyelipkan tangannya di bawah rahang Ilona. Mengangkat wajah itu pelan-pelan hingga membuatnya tepat berada di bawah dagunya. Mereka saling menatap dengan jarak yang sangat dekat. Ilona mendongakkan wajah. Manik berwarna hijau bak zamrud itu kembali menawannya. Membuat gadis itu terdiam. Ia bisa merasakan otoriter dan keagungan yang dimiliki oleh pria bermata zamrud itu. Namun bukan seperti yang diriasakan Ilona beberapa saat yang lalu. Kali ini, mata itu berubah sayu dan sanggup membuat Ilona mendamba.
Kent menggerakkan tangannya perlahan. Jarinya masuk menyentuh rahang Ilona, bergerak pelan hingga kini tepat berada pipinya. Kent memiliki jari yang panjang membuat jangkauannya bisa menyetuh seluruh wajah Ilona. Gadis itu menutup matanya. Alam bawah sadarnya bergidik, namun bukan ngeri. Ia tak bisa menolak sentuhan ini. Tubuhnya membeku. Tak bisa merasakan apa pun bahkan rasa nyeri di sekujur tubuhnya, hilang. Sentuhan macam apa ini?
Hembusan napas Kenedict yang menyapu kulit wajah Ilona bahkan sanggup membuat tubuhnya merinding. Bagai melayang di atas awan.
Apa yang terjadi?
Bukankah napas itu juga yang sebelumnya memburu, buas dan bahkan ingin melahapnya? Kenapa sekarang Ilona seperti terkena sihir? Bahkan tidak bisa menggerakkan tubuh dan seolah memang tubuhnya sendiri ingin menikmati napas itu.
Bagaimana seseorang bisa memiliki kendali penuh atas tubuhnya, bahkan ketika ia hanya berdiam diri. Baik sisi buas maupun sisi tenangnya. Semua itu memang sanggup membuat Ilona takluk. Ilona bahkan menyadari hal itu.
“Jangan buat aku jadi orang yang jahat, Ilona.”
Suara berat Kent membuat Ilona tersadar. Entah kemana jiwa dan pemikirannya melayang semenit yang lalu. Sekalipun telah sadar, Ilona masih tidak bisa melepas tatapan dari Kenedict. Ilona tidak menjawab. Ia diam. Sejak tadi seperti itu.
Kent masih mempertahankan tangannya di wajah Ilona. Sedetik kemudian ia menurunkan wajah dan begitu saja mendaratkan kecupan di puncak kepala gadis itu. Ilona membeku dengan mata yang melebar. Cukup lama bibir pria itu menempel di puncak kepala Ilona sebelum akhirnya ia pergi. Meninggalkan kamar itu sementara Ilona masih tidak bergerak di tempatnya.
Ia terduduk di atas kedua kakinya. Membayangkan apa yang terjadi sedetik yang lalu. Bagaimana bisa Kenedict mencium puncak kepalanya dan bagaimana bisa Ilona menerimanya begitu saja. Jantungnya berdetak meningkat seketika membuatnya gugup.
Ilona berusaha keras membuang napas yang serasa begitu berat tertahan di dadanya. Gadis itu memabwa kedua tangan menahan debar-debar di dada.
“Apa itu tadi?” Ilona bergumam. Ia terbelalak merasakan degup jantungnya yang menggila. Hembusan napas berat darinya kembali terdengar. Ia memutar wajah menatap pintu kayu di ujung sana. Membayangkan siluet pria yang baru saja mendaratkan kecupan di dahinya. Bagaimana ini? Ilona sudah sering menerima kecupan di puncak kepala dan itu ia dapatkan dari George. Namun ketika kekasihnya itu melakukan hal yang sama, jantung Ilona biasa saja. Tak menggila seperti ini.
Apakah karena ia takut?
“Oh my ….” Ilona melempar tubuhnya di atas ranjang. “Awh!” Ia meringis saat biritnya kembali terasa perih. “Sial!”
Gadis itu menatap langit-langit ruangan. Ia masih bingung dengan perasaannya saat ini dan juga dengan perlakuan Kenedict. Di satu sisi, ia menjadi pria yang sangat kejam bahkan Ilona tidak pernah bertemu orang sekejam Kent sebelumnya. Namun, di saat yang sama ia menjadi begitu lemah lembut. Seolah berdiri dua pribadi dalam tubuh pria itu.
“Psycho,” gumam gadis itu. Ia memicingkan mata. Ilona menaruh kedua tangan di depan dada. Ia teringat salah film thriller yang pernah ia tonton. Kisah seorang gadis yang tinggal bersama seorang pria psikopat. “Ihhhh ….” Gadis itu menggidikkan bahu sambil menggelengkan kepala.
‘Jadilah milikku. Milik Kenedict Archer. Hem?’
Ilona menarik napas panjang saat suara Kenedict kembali menggema dalam kepalanya. Ia menutup mata. Dadanya masih sedikit sesak. Ilona menatap pergelangan tangannya yang kini memerah dan terasa perih. Ia menelan ludah susah payah.
“Ya Tuhan, apa yang akan terjadi padaku setelah ini? Tidak bisakah dua puluh tujuh hari itu berlalu dengan cepat?”
_____________
To Be ContinueHaii ... gengs, jika kalian menyukai cerita ini, jangan lupa untuk terus memberikan riview di kolom komentar. Ohya, aku baru saja memublikasikan certia yang baru berjudul TRAPPED by MISS BILLIONAIRE. Kalian tinggal pilih Bahasa Indonesianya yah.
Sekian dan sampai jumpa di episode selanjutnya. ;)
Hallo, selamat datang di duniaku. Jika kalian menyukai cerita ini, silahkan menyimpan cerita ini di perpustakaan kalian. Oh ya, ini Novel Dewasa yang hanya bisa dibaca oleh kalian yg sudah berumur 18+. Beberapa part akan menyuguhkan adegan dewasa dan explicit. Jika kurang menyenangkan bisa di skip. Cerita ini sekadar FIKSI semata. Tidak ada maksud utk menyinggung sebagian atau bbrp kelompok. Nikmati saja alurnya. Suka, duka, sedih, bahagia. Gemetar dan meledak. Rasakan sensasinya. Jangan lupa untuk memberikan VOTE dengan mengklik tombol VOTE di bawah. Keep your eyes open untill the end, yah ;) Mampir juga ke cerita terbaruku judulnya BEAUTIFUL PSYCHO bertema Romansa Dewasa. Ditunggu kehadirannya ;)
Kenedict Archer, salah satu tamu VVIP Pub The Lion. Club malam yang terkenal hanya menerima tamu eksklusif dan satu-satunya yang termegah di San Diego bahkan di California. Tamu-tamu di sini kebanyakan adalah kalangan para eksekutif termasuk para miliarder dari berbagai tempat. Mereka datang ke night club ini untuk melepas lelah, mencari hiburan bahkan … sebagian dari mereka mencari sesuatu untuk di taklukan namun, bagi seorang Kenedict yang lebih nyaman di sapa Mr. Kent, mencari sesuatu sepertinya tidak di takdirkan untuknya sebab … dialah yang dicari oleh orang-orang. Dia begitu muda. Begitu muda dan menarik, sangat menarik. Postur tubuh atletis dengan tinggi mencapai 183 CM, 
Kenedict kini berada di ruangan lain. Ia ditemani seorang asisten. Mereka tengah menunggu di ruangan terpisah dari ruangan VVIP yang biasanya menjadi tempat favoritnya. “Maaf membuatmu menunggu lama, Mr. Kent, aku harus benar-benar mengurus gadis itu,” ucap Scarlett. Ia muncul dari balik pintu sambil menundukkan kepalanya. Kent menarik satu sisi kerah jasnya. Tubuhnya berkeringat padahal pendingin ruangan ini sungguh sangat mampu membuatnya nyaman namun, gadis bermata bulat itu seperti menyemburkan api yang membuat Kent merasa terbakar. Pria itu sungguh tidak mengerti jika ada manusia seperti gadis bermata cokelat yang baru di temuinya. Ini untuk pertama kali dalam hidup seorang Kenedict Archer mendapat penolakkan dari seorang gadis dan ironinya gadis itu adalah seorang pelayan bar. “Jadi, berapa yang harus kubayar?" tanya Kent. Scarlet langsung bisa menebak maks
Archer's Mansion07.43 AM______________ Ilona mengernyit, kelopak matanya menekan kedalam dengan kuat ketika cahaya yang masuk seolah berubah menjadi pisau yang langsung menusuk ke matanya. “Auh ….” Ilona lanjut mendesis. Ia meremas kepalanya ketika merasakan pening yang hebat. Masih dengan posisi tengkurap, Ilona berusaha mengumpulkan kesadaran dan betapa kagetnya ia ketika otaknya langsung bergerak memberikan dia rekaman kejadian yang telah ia alami sebelumnya.
“Hei, kubilang lepaskan aku!” Ilona terus meronta. Kent membalikan tubuh Ilona dengan paksa lalu dia mengangkat tubuh mungil itu dan dengan satu kali gerakan cepat, tubuh Ilona kini sudah berada di atas pundaknya. Ilona sadar jika kini Kent sedang menggendongnya seperti yang di lakukan Massimo anak buah Kent. “Diam!” kecam kent. Ia membawa tangannya lalu menampar birit Ilona membuat Ilona kembali meringis. “Dasar setan!” maki Ilona dengan bahasanya. Kent terus membawa Ilona. Ia menaiki lift kemudian menekan tombol ground. Ilona masih saja meronta-ronta dan Kent semakin tidak perduli. Kent kembali menampar bokong Ilona dan kali ini lebih keras dari sebelumnya. Ilona melawan. Dia menonjok-nonjok punggung Kent bahkan berani menggigit punggung itu tapi Kent menghiraukan rasa sakit yang tidak seberapa itu. Ketika pintu lift terbuka, Ilona pun
Archer’s Residence, San DiegoJuly 2019 – 09.24 PM__________________ Crossover SUV mewah pabrikan otomotif Jerman kembali terparkir di halaman mewah mansion megah ini. Turun dari dalam mobil seseorang yang begitu tampak gagah masih sama seperti ketika ia meninggalkan rumah mewah ini, hanya saja dua kancing kameja bagian atas sudah tidak terpasang sempurna bersamaan dengan dasi berwarna hitam metalik yang kini telah melonggar di lehernya. “Selamat datang Mr. Kent,” Jane menyapa. Ia menunggu tuannya di pintu utama mansion. Kent hanya memberi satu anggukkan kepala lalu kakinya kembali melangkah memasuki rumah mewahnya, namun ketika kaki jenjangnya hampir menaiki satu anak tangga, tubuhnya kembali berputar. Ia berpaling dan menatap Jane lewat pundaknya. “Bagaimana keadaan gadis itu?” Jane menundukkan k
Archer’s Mansion – 11.03 PM________________________ Kenedict tidak mengerti lagi dengan apa yang sedang terjadi dan apa yang sebenarnya di pikirkan oleh otaknya. Ia sedang berdiri, menyandarkan satu sisi tubuhnya di pintu sambil membawa tangan yang mengepal mengetuk-ngetuk bibirnya yang terkatup. Pria itu tampak serius memperhatikan seorang dokter yang sedang memeriksa tubuh gadis yang sedang berbaring di atas ranjangnya. Setelah melihat keadaan Ilona, Kent yang sempat menjadi panik langsung menyuruh kepala pelayan menghubungi dokter pribadinya. Sang dokter pun tampaknya terlalu enggan mengabaikan permohonan dari sang miliarder yang meminta dirinya untuk segera ke kediaman Archer. Kent mulai penasaran. Bahkan ia tidak peduli dengan kameja
Archer’s Mansion 09.23 AM _________ Samar-samar Ilona mendengar suara yang berderu, kemudian dia sadar jika itu napasnya sendiri. Terasa begitu berat dan hangat. Mendadak kepalanya terasa begitu pening ketika ia berusaha membuka kelopak matanya. Tubuh gadis itu benar-benar telah remuk. Ilona merasa seperti diikat dengan tali di sekujur tubuhnya. Begitu sulit digerakkan. Tubuhnya seperti membeku dan ada rasa seperti terbakar di bawah sana, pada pergelangan kakinya. Tenggorokan Ilona tersekat hebat dan mulutnya begitu kering hingga Ilona merasa jika ia perlu menelan ludah berkali-kali. Tulang-tulangnya seperti ditarik dan dagingnya bergetar hebat. Untuk pertama kali dalam hidup seorang Ilona Audrey Natalie, ia merasa benar-benar tidak berdaya. Namun
“Kalau begitu, bolehkah kau tunjukan rasa hormatmu padaku?” Ilona mengangguk. Kent menarik dirinya dari depan wajah Ilona namun pria Adonis itu tidak ingin melepas tatapannya pada Ilona dan Ilona pun, ia kembali merasa seperti tersihir oleh manik hijau milik pria berkuasa itu. “Sekarang, berlututlah padaku.”“Apa?” pekik Ilona. Ia lanjut mendengkus lalu memutar bola mata. “Tidakkah kau lihat jika tanganku sedang di infus?” protes gadis itu. Kent memanyunkan bibir, ia tampak tak peduli dengan semua itu. Segera Kent mengambil botol cairan infus yang sedang di gantung di sisi kiri ranjang. Ia menarik benda itu dengan satu gerakan cepat lalu melemparnya pada Ilona. Gadis itu membulatkan mulut dengan mata yang melebar. “Astaga ….” Ilona memekik dengan suara rendah, tak percaya. “Tunggu apa
Enam kemudian ><__________________San Diego – California USA Archer’s Mansion 07.23 PM_________ Ilona dan Jane begitu sibuk menata meja makan. Gadis itu sengaja turun ke dapur untuk membantu para pelayan mansion. Turun dari tangga, seorang pria bermata hijau dalam balutan sweater panjang berwarna abu-abu. Ia mengambil langkah panjang menghampiri dining room. Kedua kaki berhenti tepat saat tubuhnya tiba di pintu. “Katanya sup ayam mampu meningkatkan kekebalan tubuh saat hamil?” tanya Ilona. Ia membawa sesendok kuah ke mulutnya. Di sampingnya, Jane mengangguk. “Bagaimana rasanya?” Ilona menarik kedua sudut bibirnya ketika kelopak matanya melebar. “Mmmm …,” gumam gadis itu. Ia mengacungkan jempol. “Masakanmu selalu yang tebaik, Jane.” Jane tertawa. “Aku senang kau menyukainya, Nyonya.” “Em, em, em, em!” Hailey menggoyangkan telunjuk di depan wajahnya. “Sudah berkali-kali kubilang jangan pern
“Kalau begitu ayo kita mulai.” Hailey tersenyum penuh kemenangan. Melihat bagaimana manik berwarna biru milik suaminya kini berubah gelap membuat sesuatu dalam pangkal paha Hailey berkedut makin kencang. Embusan napas berat dari Christian menyapu kulit dadanya. Ditatapnya sang pria yang kini tengah melucuti bagian atas gaunnya dengan gerakan pelan. Seakan-akan tengah membuka kado spesial, Christian membukanya sepenuh hati. “Damn it,” gumam Christian ketika menatap bagian padat dan kenyal milik sang istri. Christian mendongak menatap Hailey lalu dilumatnya bibir istrinya dengan kasar. Hailey menghela napas di dalam mulut Christian lalu dengan cepat pria itu menarik bibirnya lagi. Tubuh Hailey menggeliat gelisah ketika Christian menempelkan lingualnya di leher wanita itu. “Oh, Chris. Mmmptthhh ....” Hailey mendesah. Kelopak matanya menutup sebagian manik berwarna cokelat itu. Tangan Hailey terangkat melepaskan jepit rambut. Membiarkan rambutnya
Christian menggendong pengantinnya dengan begitu lembut memasuki salah satu kamar mewah di hotel termegah kota ini. Desain serba putih dengan taburan bunga mawar merah di atas tempat tidur. Sementara sang pengantin wanita mengalungkan tangan ke leher Christian. Hailey memandang lelakinya lekat-lekat lantas ia menarik kedua sudut bibirnya. Hailey tersenyum. Hatinya dipenuhi bunga-bunga yang bermekaran. Betapa tidak menyangkanya wanita itu mendapatkan Christian sebagai suaminya. Sepertinya ia harus sering berterimakasih kepada Kenedict yang telah mengirim Hailey kepada kakaknya. Walaupun pertemuan mereka dibilang tragedy, tetapi Hailey sungguh bersyukur. Ia tak menginginkan hal yang lain selain pria bermata biru yang kini sedang mendekapnya mesra. Christian menaruh tubuh istrinya dengan begitu lembut di atas ranjang. Sambil mengunci tatapan pada Hailey, Christian bergerak menudungi tubuh sang istri. Ia tetap menjaga bobot tubuhnya dengan kedua lutut dan satu ta
Hallo :)Dengan berakhirnya kisah romansa dewasa ini, aku mau mengucapkan terima kasih untuk seluruh pembacaku yang sudah mengikuti kisah ini dari awal sampai akhir. Terima kasih juga untuk kalian yang telah berbaik hati memberikan VOTE & RIVIEW untuk novel ini. Mohon maaf apabila Novel ini kurang memuaskan. Sekali lagi, novel ini hanyalah sebuah karangan yang datang dari imajinasi penulis. Tidak ada sangkut paut dengan dunia nyata dan tidak ada maksud untuk menyinggung satu dan atau beberapa pihak/golongan. Apa pun yang tersuguhkan dalam novel ini, niatnya hanyalah untuk menghibur. Semoga ada pesan moral yang bisa diambil dari kisah Kenedict, Christian, Ilona dan Hailey. Sampai bertemu di karya-karyaku selanjutnya, yah :)Sehat terus. Jaga kesehatan dan semoga TUHAN MEMBERKATI :)Your lovely Author : DREAMER QUEEN
London – England09.23 AM________Kenedict mondar-mandir di dalam ruang ganti. Sementara di sudut ruangan terdengar embusan napas panjang dari Christian yang sedang duduk di kursi tunggal berwarna putih.“Kent, apa kau butuh popok?” cibir Christian. Pria itu gemas melihat tingkah Kent.“Sial!” Kent mendesis sambil menatap kakaknya dengan nyalang.Wajahnya pucat. Benar-benar pucat, tapi telinganya merah. Ia kembali berlari ke kamar mandi dan datang setelah sepuluh detik. Christian menggelengkan kepalanya. Pria itu akhirnya berdiri lalu mengambil jas berwarna hitam yang disampirkan ke sandaran kursi.TOK TOKKeduanya kompak menengok ke arah pintu. Hailey muncul dengan senyum sumringah.“Mempelai wanita telah siap,” kata Hailey.Christian tersenyum. Ia menjulurkan tangan saat Hailey berjalan cepat menghampirinya. Pria itu mendekap tubuh Ha
Dan sekarang aku sadar, jika sebenarnya ada tempat di mana seharusnya aku berada di sana. Berlari ke sana. Tempat yang pernah kuanggap sebagai sebuah kengerian. Kini berdiri di depanku sebagai penyembuhku.Christian Archer~______________Restoran di hotel mewah ini sedikit ramai, oleh karena para eksekutif global company memilih untuk makan siang di Ritz Carlton.Terdengar gelak tawa dari suara bass berat milik tuan Dune. Diikuti kekehan dari beberapa teman sebayanya. Mereka menikmati makan siang dengan santai. Berusaha menghilangkan formalitas yang mengikat.Namun, ada satu tempat dekat jendela yang suasananya sangat canggung. Dua orang muda memilih untuk duduk di tempat tersudut. Seolah-olah yang lain memang memberikan ruang bagi mereka. Sesekali mereka memandang pada pemandangan di luar jendela. Namun, semua itu sekadar untuk melepaskan gugup yang sedari tadi membalut suasana makan siang mereka.&ldq
Dua jam lebih duduk dalam posisi tegang. Gelisah. Gugup. Terus terdengar suara deheman berbalas-balasan.Sesekali saling mencuri pandangan lalu membuang muka saat tak sengaja bertabrak pandang . Seperti seorang pencuri yang sudah tahu akan tertangkap, tapi tetap ke sana.“Bagaimana dengan Anda, Mr. Chris?”Christian akhirnya bergeming. Pria itu menoleh ke samping. Ia bergumam lalu menaikkan kedua alis.“Apakah Anda punya ide lain?” tanya seorang pria pertengahan tiga puluh.Christian berdehem. Sejujurnya pria itu tak bisa berkonsentrasi. Ia telah berusaha selama dua jam penuh untuk membentuk konsentrasi di otaknya, akan tetapi Christian gagal. Otaknya berhenti berpikir. Terpusat pada bagaimana seorang Hailey McAvoy bisa berada satu ruangan dengannya. Dan kenapa dia sangat sialan cantik.“Ehem!”Entah Christian sadar atau tidak, wajah Adonisnya kini sedang berubah warna. Bagai udang yang terken
Christian menatap dirinya di depan cermin. Kameja berwarna putih dengan dasi hitam metalik tampak begitu gagah membalut tubuh kekarnya. Namun, wajah pria itu terlihat suram. Terdengar dari embusan napas panjang yang menggema di dalam deluxe room hotel mewah ini. “Sepertinya aku memang harus diet,” gumam Christian. Sekali lagi ia menatap dirinya dari pantulan cermin. Oke, Chris tak menyangka jika dirinya akan termakan ucapan manipulative adiknya sendiri. Akhirnya semalam Christian ke salon yang berada di dalam hotel ini. Dalam semalam, Chris bisa mengembalikan tampilannya. Dia terlihat makin tampan dengan tatanan rambut klasik yang telah menjadi ciri khasnya selama ini. Pria itu tak pernah mengganti gaya rambut sama sekali. Terlalu betah dengan potongan rambut crew cut. Tak lupa Christian juga mencukur kumis. Ah! Ini sungguh tidak adil. Sejauh ini Christian memang tak pernah memerhatikan dan memedulikan penampilannya. Hanya saja … entah mengapa
Milan – Lombardia, Italia. _____________________“Semua sudah siap, Tuan.” Seorang pria dalam balutan sweater rajut berwarna hitam dan celana jins berwarna biru bangkit dari atas bangsal rumah sakit yang telah selama enam bulan ini menjadi tempat tinggalnya. “Terima kasih, Theo.” Dia berucap setelah asistennya memberikan over coat berwarna cokelat. Mereka bersiap meninggalkan rumah sakit ini. Setelah dokter ortopedi mengatakan jika Christian Archer telah sembuh dari cedera kakinya seminggu yang lalu. Tidak mudah. Selama enam bulan ini, Christian Archer menahan rasa sakit. Mengikuti fisio terapi bukanlah hal yang gampang bagi seseorang yang memiliki cedera kaki parah. “Tuan,” panggil Theo. Ia memberikan kruk kepada Christian. “Aku tidak membutuhkannya,” kata Christian. Asistennya tak dapat membantah. Melihat tuannya mampu berdiri dengan kedua kaki, membuat ia senang. Perjuangan sang tuan akhirnya