Share

BAB 3

last update Last Updated: 2023-01-24 22:53:30

"Ray?" Haidar memegang tangan Raya yang masih belum sadarkan diri. Dingin. Tangan istrinya terasa dingin. Haidar terisak. Walau pandangannya buram karena air mata, dia masih bisa melihat wajah Raya yang pucat.

“Bangunlah, Ray.” Haidar mencicit. Hatinya mendadak terasa sangat sakit mengingat perjuangan yang Raya lalui agar bisa mempersembahkan keturunan untuknya.

“Tak apa, Mas. Mungkin jika Raya bisa melahirkan anak Mas, Mas bisa sedikit mencintai Raya. Semoga saja anak ini nanti bisa menjadi pengobat luka yang terus menganga di hati Mas Haidar sejak bercerai dari Karin.” Haidar tergugu mengingat ucapan Raya beberapa bulan yang lalu. Dia terkejut setengah mati saat istrinya itu memberikan hasil pemeriksaan USG yang menunjukkan janin di rahimnya yang sudah berusia sepuluh minggu.

“Kamu hamil, Ray?” Suara Haidar bergetar. Tangan lelaki itu gemetar saat mengambil lembar hasil USG dari tangan Raya. Matanya berkaca, dia kehabisan kata. Antara khawatir dan bahagia, Haidar tak bisa mengekspresikan perasaannya.

Sejak Raya keguguran di kehamilan pertama lebih dari tiga tahun yang lalu, mereka memang tak pernah membahas tentang anak sekali pun. Dokter yang menangani proses operasi darurat waktu itu mengatakan kondisi Raya tidak stabil.

Preeklampsia berat yang sudah terdeteksi dari adanya kandungan protein saat tes urin menjadi salah satu penyebab wanita itu mengalami proses kehamilan yang berat. Selain itu, kondisi kandungannya yang lemah membuat Raya harus bedrest sepanjang kehamilan.

Banyak faktor lain yang bisa membahayakan bagi Raya jika wanita itu berkeras mempertahankan kandungan. Hal yang paling buruk bisa saja menyebabkannya kehilangan nyawa. Oleh karena itulah, seperti ada kesepakatan khusus di antara mereka jika tidak akan pernah membahas masalah anak lagi.

Walau Haidar sangat menginginkan keturunan, tapi dia tak ingin membahayakan hidup Raya. meskipun rasa cinta belum menyapa hati, tapi perasaan harus melindungi dan menjaga sebagai suami tumbuh dengan sendirinya di hati Haidar. Itulah sebabnya dia benar-benar kacau saat beberapa tahun lalu Raya hampir kehilangan nyawa saat keguguran.

Kekacauan yang membuatnya tak bisa berpikir jernih hingga hanya fokus pada Raya. Dia abai pada semua termasuk pada dirinya sendiri. Hal yang paling dia sesali, dia bahkan lupa mempedulikan Kiran yang masih tertatih membalut luka sendirian.

Sesuatu yang sangat dia sesali hingga detik ini. Kehilangan Kiran, istri sekaligus belahan hati yang melengkapi separuh jiwanya.

“Mas tidak senang?”

“Ray, kenapa tidak bicara dulu? Mas tak ingin kejadian waktu itu terulang kembali ….”

“Kalau kita bicara, memangnya Mas akan mengizinkan atau menolak?” Raya tersenyum lembut sambil mengambil kembali kertas USG dari tangan Haidar. Dia menggerakkan kursi rodanya menuju dapur untuk membuatkan teh hangat beraroma melati kesukaan suaminya.

Haidar menarik napas panjang. Setelah mandi dan berganti baju dia menyusul Raya untuk makan malam bersama. Lelaki itu tersenyum melihat hidangan yang tersaji. Raya sama seperti Kiran, dua wanita itu pandai menyenangkan lidah suami.

“Raya tahu Mas Haidar sangat menginginkan anak. Candaan-candaan di luar sana bukan tak pernah sampai di telinga Raya, Mas. Raya hanya berpura tuli agar tak tergerak bertanya dan membahasnya dengan Mas.”

Haidar tertegun. Gerakannya yang akan menyendok nasi terhenti. Telinganya mendadak berdengung saat candaan bernada ejekan di luar sana kembali terdengar. “Dua kali beristri, tapi belum juga dikaruniai buah hati. Kopong, Dar?” “Jangan terlalu lama menikmati masa bulan madu, Dar. Nanti terlanjur ketuaan.” “Programlah, kalau yang satu hamil kan masih ada satunya buat cadangan.”

Lelaki itu meletakkan sendok. Selera makannya hilang sudah. Ucapan teman-temannya berdengung memenuhi telinga. Enteng saja kalimat itu keluar dari mulut mereka. Tak tahukah teman-temannya jika hatinya tergores karena itu?

Sungguh, dia sebenarnya penat. Dua kali beristri dan keduanya tak juga memberi buah hati. Pandangan di luar sana seolah menghujam batin Haidar. Dia memang tidak mau membicarakan siapa yang bermasalah di antara mereka sehingga tak ada yang tahu jika Kiran memiliki masalah dengan hormon dan kondisi Raya yang sangat lemah jika sedang hamil.

“Mas ….”

“Kehamilan ini bisa membahayakanmu, Ray. Kenapa mendengarkan omongan orang kalau bisa membahayakan diri sendiri?”

“Karena ….”

Haidar mengangkat kepala. Dia tertegun melihat wajah Raya basah oleh air mata. Sepanjang pernikahan mereka yang hampir menginjak tahun keempat, ini pertama kalinya wanita itu menangis. Biasanya Raya hanya akan berdiam diri dan pergi menyendiri jika hatinya sedang tidak baik-baik saja.

“Kenapa, Ray?” Haidar memegang tangan Raya, sebelah tangannya mengusap air mata di pipi istrinya.

“Karena Raya ingin Mas Haidar memandang Raya sebagai wanita yang dicinta. Sekali saja. Raya ingin Mas Haidar menatap Raya seperti tatapan Mas pada Kiran.”

“Ray ….” Sesak. Dada Haidar terasa sesak mendengar suara bergetar Raya. Apakah begitu jelas terasa oleh Raya kalau hatinya masih belum bisa berpaling juga? Bukankah selama ini dia sudah bersikap sewajar mungkin sebagai seorang suami?

“Kiran telah pergi bertahun lalu, tapi bayangnya seolah masih terus berkelindan di antara kita. Raya tidak muluk-muluk berharap bisa menggantikan posisinya, Mas. Raya hanya ingin Mas Haidar bisa memandang Raya sebagai seorang istri. Sekali saja. Raya ingin Mas Haidar bisa menatap Raya dengn penuh cinta, sekali saja. Sekali ….”

“Ray ….”

“Mohon bantuan agar Raya bisa melewati masa kehamilan. Semoga dengan adanya buah hati, cinta Mas Haidar bisa hadir di dalam rumah tangga kita. Walau bukan untukku, setidaknya cinta itu ada untuk anakku ….”

“Raya ….” Haidar tergugu mengingat percakapan mereka kala itu. Betapa zalimnya dia sebagai seorang suami hingga istrinya harus berkorban sejauh ini hanya untuk menyentuh hatinya. Namun, rasa itu memang tak bisa dia hilangkan begitu saja. Nama Kiran sudah terpatri sempurna di relung jiwa hingga sulit menghapus setiap kenangan mereka.

Desing pendingin ruangan memenuhi kamar rawat Raya. Dengan tangan gemetar, Haidar menyentuh pipi Raya. Wajah itu pucat karena pendarahan hebat. Ah … Haidar sekali lagi mengeluh dalam hati. Dia bahkan sedang sibuk berusaha menyentuh hati Kiran lagi saat tadi Raya tak sadarkan diri. Dia kehilangan darah cukup banyak sehingga buah hati mereka tak bisa diselamatkan.

Bagaimana dia akan membalut luka Raya saat wanita itu bangun nanti? Seperti apa dia akan menjelaskan pada wanita yang bertahun mendamba cintanya itu kalau buah hati mereka telah pergi? Dua kali. Dua kali Raya hampir kehilangan nyawa karena ingin menyempurnakan Haidar sebagai seorang lelaki.

Ayah.

Panggilan yang selalu ingin Raya sematkan untuknya agar tak ada lagi cerca di luar sana yang menggores jiwa.

Tepat saat tangan Haidar menyentuh pipi dingin Raya, detik itu juga alat pendeteksi aktivitas jantung berbunyi kencang. Haidar tersentak, refleks dia menoleh pada layar yang menampilkan garis lurus. Haidar membeku.

Sedetik berlalu.

Lelaki itu langsung memencet bel untuk memanggil suster jaga.

“Ray? Raya?!” Haidar mencicit. Sekali lagi dia menoleh pada layar yang menampilkan rekam aktivitas jantung berharap dia salah lihat dan bunyi yang memenuhi ruangan ini hanya salah dengar saja. Nihil. Layar itu tetap menampilkan garis lurus.

Haidar terduduk. Kakinya lemas seketika. Matanya membelalak lebar melihat wajah Raya yang terpejam dengan damai. Matanya terasa panas. Pandangannya mendadak buram.

Tidak.

Tidak.

Dia tidak siap jika harus kehilangan Raya.

Comments (4)
goodnovel comment avatar
Nur Janah
apa di sini Raya meninggal
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
cari istri kedua koq g lebih baik dari yg pertama. cuman bisa hamil tapi g pernah jadi. jadi g ada gunanya juga disesali. balasan krn g sabar dg ujian. klu istri pertama sesempurna itu dan istri kedua yg cacat masihkah bernafsu ketika menggaulinya? g usah bicara cinta klu nafsu mu yg lebih bertahta.
goodnovel comment avatar
Denovanti
Mungkinkah Kiran masih bisa direngkuh?
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Belenggu Hati Mantan Suami   BAB 4

    Haidar memeluk lutut. Mendadak tubuhnya menggigil kencang. Dia menggigit bibir hingga terasa asin. Pernikahannya dengan Kiran berakhir di tahun ke empat. Akankah dia kembali kehilangan istri? Apakah Raya benar-benar akan meninggalkannya juga di tahun keempat pernikahan mereka?“Haidar! Astagfirullahaladzim, Naaaaak.” Ratna berlari ke dalam dan langsung menuntun anaknya Haidar. Dia sempat menoleh pada dokter dan perawat yang langsung menyiapkan tindakan untuk Raya.Di luar, Haidar membisu. Tatapan matanya kosong. Dia tidak memperdulikan sedikitpun gerakan gelisah sang Ayah yang berjalan mondar-mandir ke sana kemari. Sementara ibunya sejak tadi terus mengelus punggungnya untuk memberikan ketenangan.Haidar menyugar rambut dengan kasar. Perasaannya campur aduk. Baru saja dia mendengar kabar anak mereka telah tiada, kini dia harus menghadapi kenyataan Raya sedang bertarung dengan maut di dalam sana.Gelap.Mendadak pandangan Haidar menjadi hitam kelam. Telinganya berdenging seakan berada

    Last Updated : 2023-01-24
  • Belenggu Hati Mantan Suami   BAB 5

    “Mbak Kiran ya? Iiih benar, kan? Masya Allah tambah cantik aja.”“Numpang parkir ya, Bu.” Kiran tersenyum sopan pada Desi. Wanita itu merapikan motor agar selaras dengan kendaraan lain yang juga sedang parkir di sana. Dia menarik napas panjang saat menoleh ke samping, rumah yang dulu pernah menjadi tempat ternyamannya untuk pulang.Tempat itu terlihat ramai. Pakaian hitam menjadi penanda bahwa di sana sedang berduka. Bendera kuning berkibar tertiup angin sepoi-sepoi yang sedikit basah. Gerimis kecil membungkus kota itu sejak jam dua tadi.Sebagian besar pelayat adalah tetangga sekitar sana. Beberapa tamu dikenali oleh Kiran sebagai rekan kerja Haidar kala masih bekerja di salah satu kantor BUMN dulu. Beberapa lagi dia tak tahu, mungkin dari kenalan keluarga Raya.“Lama tak berjumpa, Mbak.” Desi menepuk pelan pundak Kiran yang sedang termangu menatap keramaian. Dalam balutan busana hitam, para pelayat terlihat muram. Tak ada canda tawa, hanya wajah kelam dan penuh duka yang menggelayut

    Last Updated : 2023-01-24
  • Belenggu Hati Mantan Suami   BAB 6A

    Kiran melepas kacamata hitam yang dia gunakan. Titik-titik air hujan membuat buram penglihatannya. Gerimis terus membungkus bumi seakan enggan pergi. Andai ini hari-hari biasa, pastilah Kiran lebih memilih bergelung dengan selimut di atas kasur atau menepi sejenak dari kesibukan pekerjaan dengan menikmati semangkuk bakso hangat jualan Pakde Wiryo di samping kantor.Sayangnya, ini bukan hari biasa.Di tengah rinai hujan, kalimah tahlil mengiringi langkah sepanjang jalan menuju tempat pemakaman. Kiran mengusap wajah. Dia merapikan jilbabnya yang sedikit basah. Wanita itu menggigil. Bukan hanya karena bajunya yang lembab terkena rintik, tapi juga karena kenyataan bahwa kini dia sedang mengantar sahabat sekaligus mantan madunya ke tempat peristirahatan menuju keabadian.“Astaghfirullahaladzim, hati-hati, jalannya licin.” Kiran menoleh ke belakang. Beberapa pelayat tampak sibuk membantu temannya yang terpeleset barusan. “Sudah pulang kerja, Nak?”Kiran menoleh ke samping. Dia tidak menyad

    Last Updated : 2023-02-10
  • Belenggu Hati Mantan Suami   BAB 6B

    Dapur itu ramai oleh suara tawa. Kiran sengaja membelikan jam tangan untuk Haidar karena miliknya hilang. Entah ketinggalan saat sedang wudhu atau jatuh dimana, Haidar tidak ingat persis kapan hilangnya.“Ah iya, jam berapa mau berangkat nanti malam, Mas?” Kiran mendadak teringat dengan pesan dari Ibu mertuanya kemarin malam. Mereka diminta datang untuk makan malam bersama. Ada teman lama yang hendak berkunjung.“Nanti sepulang Mas dari kantor kita langsung berangkat. Biar shalat maghrib di sana saja. Takut macet di jalan kalau berangkat habis maghrib. Tidak enak sampai tamu Ayah dan Ibu menunggu.”Kiran mengangguk setuju. Haidar memang selalu pulang setiap jam makan siang. Lokasi kantor yang hanya memakan waktu sepuluh menit perjalanan menggunakan sepeda motor membuatnya leluasa setiap jam istirahat tiba.Sayang, harapan kadang tak seiring dengan rencana. Haidar mendapat cukup banyak pekerjaan yang harus diselesaikan hari itu juga. Posisi tutup bulan membuat pekerjaan tak bisa ditund

    Last Updated : 2023-02-10
  • Belenggu Hati Mantan Suami   BAB 7A

    “Masya Allah, merdu sekali suara adzan Mas Haidar.”Kiran menarik napas panjang saat mendengar beberapa pelayat memuji mantan suaminya. Dia mengakui Haidar memang memiliki suara yang bagus. Setiap kali mereka sedang shalat berjamaah di rumah, Kiran selalu terharu dan meneteskan air mata mendengar kalimah Allah dilantunkan. Ah … itu pula yang dulu menjadi alasan bapaknya menerima lamaran Haidar. Mereka baru dekat tiga bulan dan Haidar langsung mengajaknya ke pelaminan. Haidar sempat panas dingin saat bertemu untuk pertama kalinya dengan kedua orangtua Kiran dengan maksud langsung mengajukan pinangan.“Adzan isya’ baru selesai berkumandang, alangkah baiknya sebelum meneruskan pembicaraan ini kita menunaikan kewajiban terlebih dahulu.” Kiran ingat sekali, Haidar yang sudah panas dingin dengan cepat mengangguk saat itu.“Mari silakan, Nak Haidar.” Kiran tersenyum tipis mengingat wajah Haidar yang tidak mengerti saat bapaknya mempersilakan menjadi imam shalat mereka.“Saya, Pak?”“Iya, Ba

    Last Updated : 2023-02-10
  • Belenggu Hati Mantan Suami   BAB 7B

    "Aku senang kamu sering kemari, Ran. Sejak kecil, aku jarang mempunyai teman dekat. Dulu ada satu orang, tapi dia pindah ke luar kota dan kami kehilangan kontak.”Kiran menautkan alis. Dia menghentikan kegiatan merajut dan menatap Raya yang masih asyuk terus menyulam. “Kamu memang jarang keluar rumah ya, Ray?”“Iya.” Raya mengangguk. “Aku takut kenapa-kenapa dan akan merepotkan banyak orang.”Kiran tersenyum tipis. Ini pertama kalinya Raya berbicara panjang lebar sejak perkenalan mereka. Biasanya, Raya hanya akan tertawa dan sesekali menanggapi jika Kiran bercerita. Pembawaannya yang riang dapat menghidupkan suasana di antara mereka.“Mbak Kiran? Pulang sekarang?”Kiran tersentak saat ada yang mencolek bahunya. Wanita itu tersenyum saat mengetahui Desi yang tadi memanggil. Dia mengangguk dan menoleh pada Ratna, mantan ibu mertuanya. Wanita itu tak melepaskan tangannya sedikitpun sejak berangkat tadi hingga sampai proses pemakaman selesai.“Bu, Kiran pamit.”“Pamit? Bisakah Kiran menem

    Last Updated : 2023-02-10
  • Belenggu Hati Mantan Suami   BAB 8A

    “Nak ….” Ratna mengambil tangan Kiran yang terkepal di dada. “Maafkan kami, maafkan Ibu dan Ayah ….”Kiran membisu. Dia mengalihkan pandangan ke arah gundukan tanah merah yang dibawahnya terkubur jasad Raya. Sahabat yang sangat dia sayangi seperti keluarga sendiri, sekaligus madu pahit yang hadir begitu saja, menyirami manisnya mahligai rumah tangganya dengan Haidar.Bunga tabur memenuhi pusara Raya. Aroma mawar, sedap malam dan kenanga bercampur menjadi satu hingga menimbulkan wangi manis yang sangat khas. Kiran mengalihkan pandangan, di sana, di antara gerimis yang masih belum berhenti, berdiri terpaku sosok lelaki yang namanya masih terpatri di hati. Haidar menatapnya dengan pandangan yang sulit dia artikan.Ah … mengapa hidup sesakit ini? Kenapa semesta seolah masih saja ingin terus bermain-main dengan mereka?“Kiran duluan ya, Bu.” Wanita itu memalingkan wajah. Kiran sengaja memutus tatapan mata dengan Haidar. Napasnya tersengal, dia merasakan degup tak menentu di dalam sana saat

    Last Updated : 2023-02-10
  • Belenggu Hati Mantan Suami   BAB 8B

    Kiran terisak. Hatinya ngilu mengingat setiap kepingan kenangan di antara mereka. Mengapa hanya kepedihan yang tersisa di sepanjang ingatannya? Bahkan, cuaca hari ini seolah menemani Kiran menapaktilasi kembali semua mendung yang masih juga enggan beranjak pergi hingga hari ini.Tiga tahun berlalu. Ratusan minggu terlewati. ribuan hari sudah Kiran lalui. Namun, mengapa nyeri itu masih menancap kuat di hati?"Kami dapat memahami kalau Nak Kiran berat hati merestui. Tapi, izinkan Om bicara sebentar, setelah itu kami akan menerima apapun keputusan yang Nak Kiran sampaikan." Seperti ada yang meremas hati Kiran saat kelebatan masa lalu kembali menghampiri.Malam itu, orangtua Raya dan mertuanya datang berkunjung setelah penolakan keras dari Haidar beberapa waktu lalu. Kiran tersenyum menanggapi ucapan Fajar. Pandai sekali mereka mencari waktu. Mereka datang tepat di saat Haidar sedang ke luar kota karena tugas dinas.“Kami mengenal Haidar sejak masih kecil. Dia anak lelaki yang baik. Bukan

    Last Updated : 2023-02-10

Latest chapter

  • Belenggu Hati Mantan Suami   BAB 50B [TAMAT]

    Namun, tak sekalipun dia membicarakan mantan istrinya itu di hadapan istrinya. Bahkan sampai usia pernikahan mereka yang ke empat, Kamila tidak tahu kalau Haidar pernah menikah sebelum dengan Raya. Kamila hanya tahu Haidar pernah menikah dan itu dengan Raya.Bagi Haidar, tidak ada gunanya menceritakan semua yang telah berlalu. Cukup dia dan hatinya saja yang merasakan. Cinta yang tersimpan rapi di dalam hati. Perasaan yang terus ada walau telah coba dia lupakan dan tak pernah lagi dia ucapkan.Untuk Kamila, dia mempersembahkan hati yang baru. Cinta dan rasa hormat yang berdasarkan pada komitmen dan tanggung jawab pada wanita yang sebentar lagi akan memberinya dua buah hati. Cinta dan kasih untuk ibu dari anak-anaknya.“Ah iya, hati-hati di jalan.”Kiran menatap Pras bingung. Sejak pulang dari bertemu Haidar tadi, entah sudah berapa belas kali Pras mengulangi kalimat terakhir yang Haidar ucapkan. Wanita itu menarik napas panjang. Dia melirik jam di dinding, sudah hampir jam sembilan

  • Belenggu Hati Mantan Suami   BAB 50A

    “Kiran?”Kiran dan Pras yang baru saja keluar dari menebus vitamin kehamilan di bagian farmasi menoleh berbarengan. Pras langsung melingkarkan tangan dengan posesif di bahu Kiran mengetahui siapa yang menyapa.“Mas Haidar?” Kiran tersenyum lebar. Dia menoleh pada Pras hingga mereka saling berpandangan. Suaminya itu meremas bahu istrinya pelan. Kiran hampir kelepasan tertawa melihat sorot mata Pras yang seolah mengatakan “jangan tebar pesona”.“Pras, sehat?” Haidar mengulurkan tangan pada Pras saat menyadari dia terpaku cukup lama menatap Kiran barusan. Ah … hampir lima tahun tak berjumpa, Kiran tak berubah. Wajah mulus, hidung mancung, bibir kecil dan penuh, kombinasi yang menciptakan keindahan di mata Haidar.Perlahan, pandangannya turun ke bawah. Mata Haidar mengembun. Mendadak perasaannya buncah. Hampir saja isaknya keluar tak tertahankan menyadari perut Kiran yang membuncit. Sungguh, walau bukan dia yang menjadi Ayah dari anak yang Kiran kandung saat ini, dia bahagia.“Kapan Kiran

  • Belenggu Hati Mantan Suami   BAB 49B

    “Untuk proses bayi tabung, ada beberapa tahapan yang harus kita lalui. Secara simpel saja saya jelaskan ya, pertama adalah tahapan induksi ovulasi. Nanti akan ada penyuntikan hormon untuk merangsang proses pembentukan sel telur. Nanti bisa dilakukan secara mandiri di rumah setelah saya berikan petunjuknya.Nah selama proses ini, Ibu harus kontrol setiap beberapa hari karena saya harus memantau ukuran telur yang ada. Setelah dirasa ukurannya sesuai, nanti disuntik dengan hormon lagi untuk membantu proses pematangannya.Maaf sebelumnya, apa menstruasi Ibu sudah teratur?”Kiran menggeleng. “Kadang dua bulan sekali, pernah sampai tiga bulan tidak halangan.” Kiran menjawab dengan bibir bergetar.“Baik, berarti kemungkinan besar tidak ada sel telur yang matang sehingga tidak terjadi pembuahan. Nah, setelah penyuntikan hormon untuk pematangan telur dilakukan, kita bisa mulai mengambil sel telur. Kemudian pengambilan sp**ma, proses pembuahan dan terakhir transfer embrio. Singkatnya seperti it

  • Belenggu Hati Mantan Suami   BAB 49A

    “Wa ja’alna minal-maa-I kulla syai’in hayyin. Afala yu’minuna.” (QS. Al-Anbiya: 30).“Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga beriman?”"Alhamdulillah." Kiran langsung mengucap hamdalah begitu turun dari mobil. Waktu sudah senja saat mereka tiba. "Bu, Pak." Kiran berjalan menghampiri orangtuanya yang memang sudah menunggu kedatangan mereka.Kiran menatap sekitar. Dia benar-benar merindukan suasana rumah mereka. Dua belas hari perjalanan umroh ditambah dengan masa karantina membuat dia dan Pras cukup lama meninggalkan tempat itu."Istirahat dulu." Linda yang menjemput mereka di tempat karantina tadi menepuk punggung Kiran pelan. Wanita itu membantu membawakan beberapa bawaan khas oleh-oleh dari tanah suci. Rista dan Ahmad bergegas ikut bergabung membawakan barang-barang dari mobil.Tidak terasa, azan isya’ berkumandang saat mereka baru saja selesai merapikan barang bawaan agar tidak terlalu berantakan.Setelah membersihkan diri dan makan m

  • Belenggu Hati Mantan Suami   BAB 48B

    Kesyahduan itu terhenti saat dua kanak-kanak berteriak riang di dekat mereka. Anak lelaki berusia sekitar enam tahun sedang mengejar anak wanita berusia sekitar empat tahun yang tertawa-tawa. “Oh!” Kiran menutup mulut. Matanya membelalak lebar pada Pras. Sedetik kemudian tawa Kiran berderai saat kedua anak itu berlarian di bawah meja mereka. Dia benar-benar senang melihat anak-anak itu bercanda.“Sini!” Teriak si anak laki-laki.“Tangkap ayo tangkap!” Anak wanita itu menjulurkan lidah dari seberang meja.“Nina, Fajar, kemari!” Wanita muda yang seusia dengan Kiran dan Pras berteriak galak pada kedua anaknya. “Maaf ya, Mas, Mbak, anak saya mengganggu makan malamnya.” Wanita itu mengangguk sungkan.“Tidak apa-apa, anaknya lucu.” Kiran menuntun anak itu memutari meja dan menyerahkannya pada ibunya. Kiran masih sempat mencubit gemas pipi gembil itu sebelum mereka berlalu.Pras dan Kiran tersenyum berbarengan saat meja mereka kembali sepi. Mereka mulai menikmati hidangan penutup malam itu.

  • Belenggu Hati Mantan Suami   BAB 48A

    "Makan yang banyak, biar cepat pulih. Ini Mama bawakan buah-buahan, bolu gulung, dimsum, ayo dimakan." Linda mengeluarkan barang bawaannya di meja. Satu persatu makanan itu diletakkan di hadapan Kiran. "Atau kalau nggak selera, biar Mama pesankan, Nak Kiran mau apa?"Kiran menggeleng pelan sambil tersenyum pada Linda. "Terima kasih, Ma." Tangannya terulur mengambil sumpit, dia mengangguk-angguk saat satu gigitan dimsum masuk ke mulutnya. "Enak, Ma." Kiran mengacungkan jempol."Sama-sama." Linda ikut duduk di meja makan. Wanita itu mengelus bahu Kiran pelan. "Habiskan." Linda tersenyum lembut."Diminum, Bu Linda, Pak Sakti." Rista meletakkan teh hangat. Dia lalu mengambil beberapa buah dan mengupasnya untuk dimakan bersama. Sementara Ahmad dan Sakti mulai asyik dengan topik obrolan mereka berdua."Kata Pras, Nak Kiran susah makan. Masih kepikiran ya?" Linda mengelus bahu Kiran. "Paksakan makan biar cepat pulih. Ajak Pras liburan, mumpung Nak Kiran dapat jatah cuti, toko nanti biar Papa

  • Belenggu Hati Mantan Suami   BAB 47B

    “Dugaan awal saya, kemungkinan janin tidak berkembang, Pak, Bu.” Dokter menjelaskan dengan hati-hati. Dia tahu sekali bagaimana perasaan dua orang di hadapannya ini. Mereka yang tadi datang dengan wajah cerah dan penuh rona bahagia kini terlihat pucat pasi seolah tak ada aliran darah di wajahnya.“Tidak berkembang bagaimana?” Pras mengepalkan tangan. Suaranya terdengar meninggi karena merasa dokter begitu lambat menjelaskan. Napasnya terengah menahan perasaan yang tidak karuan di dalam sana.“Begini, saya akan resepkan obat.” Dokter berdehem menyadari kondisi Kiran dan Pras yang mulai tidak bisa mengendalikan diri. “Semoga kontrol bulan depan, janinnya sudah bergerak aktif dan terdengar detak jantung. Dalam beberapa kasus, hal seperti ini sering terjadi. Kita usahakan yang terbaik.”Pras menekan matanya dengan jari. Sebisa mungkin dia mengendalikan diri dan menahan tangis. Dalam keadaan seperti ini, Pras menyadari ada Kiran yang pasti sangat terpukul mengetahui hasil pemeriksaan. Kala

  • Belenggu Hati Mantan Suami   BAB 47A

    "Berhenti dulu, Pi, beliin rujak buah itu." Kiran mencengkram tangan Pras sambil menunjuk ke pinggir jalan. "Mual, pengen yang asem-asem." Kiran nyengir melihat wajah Pras yang kesal karena dia minta berhenti mendadak."Ini Dedek yang mau, bukan aku.” Kiran mengelus perutnya pelan. Dia menahan tawa saat Pras memperhatikan dia dengan pandangan curiga.Pras menatap istrinya penuh selidik. Setelahnya, Pras tertawa dengan pandangan tidak percaya. “Dedek yang mau?” Pras tersenyum menggoda dengan sebelah alis terangkat. Dia mengelus pelan perut Kiran yang masih rata.“Iya.” Kiran mengangguk dengan raut wajah lucu hingga membuat Pras merasa gemas. Lelaki itu mencubit pipi istrinya sebelum membuka pintu mobil dan menyeberang jalan menuruti keinginan Kiran.Pras menggeleng pelan sambil menyerahkan plastik berisi irisan buah segar pada Kiran. Sejak tadi malam, istrinya itu mulai merasakan “ngidam”. Kiran bahkan menjadi lebih manja padanya. Pras sedikit heran karena sebelum mengetahui sedang ham

  • Belenggu Hati Mantan Suami   BAB 46

    Mata Kiran membelalak lebar melihat testpack di tangannya. Garis dua. Seketika sekujur tubuh wanita itu bergetar hebat hingga dia harus berpegangan pada dinding agar tidak terjatuh.Kiran akhirnya jongkok di toilet kantor. Dia masih menatap tidak percaya pada hasil tes di tangannya. Dia bahkan berkali-kali memastikan bahwa itu adalah alat tes kehamilan, bukan testpack ovulasi untuk mengetahui masa subur."Ran?"Gedoran di pintu terdengar. Sementara Kiran masih tercekat tidak percaya dengan testpack di tangannya. Pagi tadi, Mira mendadak membawakan alat pengecek kehamilan dan memberikannya pada Kiran."Sana cek dulu!" Melihat Mira yang sangat ngotot bahkan sampai meminta OB membelikan alat itu tadi, Kiran akhirnya menerima walau dengan sedikit enggan.Sudah lama sekali dia tidak menggunakan testpack, dia takut kecewa dan sakit hati saat hasilnya tidak garis dua. Bahkan, selama menjalani program kehamilan dengan Pras, Kiran juga tidak menggunakannya. Untuk Kiran yang PCOS, telat dapat s

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status