Share

BAB 4

last update Last Updated: 2023-01-24 22:54:43

Haidar memeluk lutut. Mendadak tubuhnya menggigil kencang. Dia menggigit bibir hingga terasa asin. Pernikahannya dengan Kiran berakhir di tahun ke empat. Akankah dia kembali kehilangan istri? Apakah Raya benar-benar akan meninggalkannya juga di tahun keempat pernikahan mereka?

“Haidar! Astagfirullahaladzim, Naaaaak.” Ratna berlari ke dalam dan langsung menuntun anaknya Haidar. Dia sempat menoleh pada dokter dan perawat yang langsung menyiapkan tindakan untuk Raya.

Di luar, Haidar membisu. Tatapan matanya kosong. Dia tidak memperdulikan sedikitpun gerakan gelisah sang Ayah yang berjalan mondar-mandir ke sana kemari. Sementara ibunya sejak tadi terus mengelus punggungnya untuk memberikan ketenangan.

Haidar menyugar rambut dengan kasar. Perasaannya campur aduk. Baru saja dia mendengar kabar anak mereka telah tiada, kini dia harus menghadapi kenyataan Raya sedang bertarung dengan maut di dalam sana.

Gelap.

Mendadak pandangan Haidar menjadi hitam kelam. Telinganya berdenging seakan berada di ruang hampa suara. Sedetik berlalu, dia tenggelam dalam ruang pekat yang menyesakkan.

Jauh.

Di ujung sana, jauh dari jangkauannya, Haidar melihat setitik cahaya perlahan bersinar memenuhi sekitar. Lelaki itu tertatih berdiri. Dengan langkah diseret, dia memaksakan kaki agar bisa sampai di tempat terang bermandikan cahaya.

“Perampingan karyawan, Bu. Sudah dua tahun ini produktivitas perusahaan mengalami kemunduran.” Hakim duduk bersandar sambil memejamkan mata. Sementara Ratna merapikan sepatu kerja suaminya dan bergegas melangkah ke belakang. Dia kembali ke ruang tamu sambil membawa segelas teh hangat.

“Yang diambil hanya karyawan-karyawan muda yang semangat kerjanya masih menggebu, tapi bayarannya tidak terlalu besar karena masa kerja yang masih terhitung baru.” Hakim memijat kening. Lelaki itu melirik jam di dinding, sesiang ini dia sudah berada di rumah.

“Semua rekan yang seangkatan Ayah kena perampingan?” Ratna memijat bahu suaminya. Dia paham sekali bagaimana gundahnya perasaan lelaki yang sudah menemani lebih dari setengah hidupnya itu.

“Hampir, hanya beberapa orang yang dipertahankan karena memang posisinya cukup krusial di perusahaan.” Hakim menyesap teh hangat buatan istrinya. Manis dan pahit bersatu di dalam lidahnya. Rasa hangat mengalir dari mulut terus melewati tenggorokan. Sensasi yang memberikan ketenangan tersendiri bagi lelaki itu.

“Ini pesangon dari perusahaan, Bu. tiga bulan gaji.” Hakim memberikan amplop coklat yang cukup tebal pada istrinya. “Sementara, kita bisa gunakan uang itu untuk membayar cicilan pinjaman.”

Di sini, Haidar terpaku melihat wajah kedua orang yang sangat dia kasihi itu muram. Ratna bahkan setengah menangis saat mengambil amplop dari suaminya. Entah bagaimana, dia mendadak terlempar ke masa beberapa tahun lalu. Suatu waktu saat kedua orangtuanya berada di titik terendah hidup mereka.

“Doakan Ayah bisa segera mendapatkan pintu rezeki yang baru, Bu.” Hakim menarik napas panjang.

“Ibu tidak mau kita kehilangan rumah ini, Yah. Tempat ini saksi bisu perjuangan kita. Mulai dari hanya ruang sepetak dengan kamar mandi menumpang di toilet mushola, sampai akhirnya sekarang sudah lengkap dengan tiga kamar, dapur dan kamar mandi sendiri.” Bahu Ratna bergetar.

“Tidak akan, Bu. Ayah janji rumah kita tidak akan disita Bank.”

Haidar memejamkan mata melihat kepiluan dan ketakutan orangtuanya di depan sana. Dia tahu ayahnya meminjam uang di Bank dengan rumah mereka sebagai jaminan. Uang itu digunakan untuk biaya masuk kuliah adiknya. Sisanya, Ratna menggunakan uang itu untuk modal berjualan kecil-kecilan di depan rumah mereka.

“In syaa Allah semua akan ada jalannya, Bu. Simpan saja masalah ini untuk kita berdua. Jangan sampai anak-anak tahu. Ayah takut bisa mempengaruhi pelajaran Risti. Ayah juga tidak mau menyusahkan Haidar, tanggungannya pun saat ini sudah besar.”

Haidar menggigit bibir. Ayahnya benar. Kalaupun orangtuanya bercerita, dia tidak dapat membantu banyak. Saat itu dia juga masih mencicil KPR rumah yang dia tempati bersama Kiran.

Selain itu, dia dan Kiran juga sedang berikhtiar melakukan program kehamilan. Memasuki tiga setengah tahun pernikahan, mereka berharap bisa segera mendapatkan keturunan. Biaya yang dibutuhkan tidak sedikit. Entah berapa yang sudah mereka keluarkan untuk kontrol setiap bulannya, Haidar tak pernah menghitung. Bahkan, tabungan Kiran semasa bekerja dulupun habis terpakai.

Segala cara sudah mereka lakukan. Hanya program bayi tabung yang belum dilakukan. Besarnya biaya yang dibutuhkan membuat cara itu sulit untuk mereka tempuh. Perlahan kesadaran Haidar datang. Inilah awal kemelut dalam hidupnya.

Andai ayahnya tidak dipecat, mungkin dia tidak akan menikah dengan Raya. Mungkin saat ini dia masih hidup rukun bersama Kiran dan Raya tidak akan terbujur bertaruh nyawa karena memaksa mengandung anaknya.

Ah … Raya? Haidar tersentak. Seperti ada terowongan besar yang menyedot tubuhnya hingga dia tertarik dari sekitar Hakim dan Ratna. Haidar terus berputar hingga dia merasa dihempaskan dengan kencang kembali ke badannya yang sedang terduduk dengan kepala menunduk sambil memeluk lutut di depan ruang rawat istrinya.

Dia mengangkat kepala dan melihat ayahnya berdiri di depan pintu sambil meremas tangan. Kekhawatiran terlihat jelas dari wajah yang mulai keriput itu. Sementara ibunya masih mengelus punggungnya.

Tak ada yang berubah.

Semua masih sama seperti saat dia belum terlempar ke dalam dimensi ruang masa lalu tadi. Bahkan, sepertinya kondisi Raya pun masih sama. Tenaga kesehatan masih berjuang keras di dalam sana untuk memulihkan kondisi Raya yang tadi kritis.

“Keluarga Ibu Raya?”

Hakim yang berdiri tepat di depan pintu langsung mendekat. Sementara Haidar langsung berjalan dengan dada berdegup kencang. Pandangan matanya bertemu dengan mata ayahnya. Tatapan yang berisi berjuta harap dan kekhawatiran yang saling berkelindan.

“Bagaimana, Dok?” Ratna bertanya dengan suara bergetar.

“Mohon maaf, Pak, Bu, kami sudah berusaha sebaik mungkin. Namun, kondisi Ibu Raya memang sudah sangat lemah sejak awal. Dia kehilangan banyak darah dalam perjalanan kemari.”

“APA MAKSUD DOKTER?!”

“Haidar!” Hakim langsung merangkul anaknya. Untuk pertama kali dalam tiga puluh tahun dia melihat Haidar berbicara dengan nada tinggi.

“MASUK DAN BANGUNKAN RAYA! BUKANKAH ANDA SUDAH BERSUMPAH AKAN MEMBANTU SETIAP MANUSIA? KENAPA ANDA MEMBIARKAN ISTRIKU PERGI BEGITU SAJA?"

"Haidar …." Ratna memeluk pinggang anaknya. Baju bagian dada haidar basah terkena air mata ibunya.

"Dokter, tolong, tolong coba kembali. Tolong …." Haidar memohon. Tenaganya mendadak terasa habis. Badannya lemas. Sungguh, dia baru merasakan ternyata sesakit ini kehilangan seseorang yang selama ini tak pernah dia anggap ada.

"Tolong, Dok, tolong …." Ketakutan itu mengungkung Haidar. Pikirannya kalut. Akankah dia mampu melanjutkan hidup tanpa Raya? Kenapa dunia mendadak terasa hampa padahal selama ini di hatinya tak pernah ada cinta untuk Raya.

"Maaf …." Lelaki yang menggunakan jas putih dan kacamata itu menggeleng. Setelah berpamitan, dia melangkah pergi meninggalkan Haidar dan kedua orangtuanya yang tenggelam dalam lautan duka.

"Sabar … sabar …." Terbata Hakim berkata. Dia merengkuh Haidar dan memeluknya kencang. Berkali-kali lelaki itu menciumi kepala anaknya yang menangis tanpa suara.

Haidar terguncang.

Tepat di tahun keempat pernikahannya dengan Raya, sang istri pergi untuk selamanya. Raya pergi dengan membawa sebongkah hati yang layu dan mati karena tak pernah mendapat siraman cinta dari sang suami.

Haidar tergugu. Perasaan bersalah menyesaki rongga dadanya.

Sakit.

Perih.

Nyeri.

Campur aduk dia rasa saat membayangkan perasaan Raya. Istrinya tersiksa hingga embusan napas terakhir karena mendamba cinta yang tak pernah berpihak padanya.

Yang paling memilukan, Haidar bahkan tak diberi kesempatan untuk mengucapkan maaf pada istri yang tak pernah dicintainya.

Comments (2)
goodnovel comment avatar
Nur Janah
kenapa karna ayah Haidar di pecat, dia nikah sama Raya, apa untuk balas budi
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
balasan yg sempurna krn tujuan awal hanya harta. g usah sik2 an kehilangan tapi masih mengaku cinta yg utuh tetap utk kiran. laki2 g jelas hanya punya nafsu harta dan selangkangan.
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Belenggu Hati Mantan Suami   BAB 5

    “Mbak Kiran ya? Iiih benar, kan? Masya Allah tambah cantik aja.”“Numpang parkir ya, Bu.” Kiran tersenyum sopan pada Desi. Wanita itu merapikan motor agar selaras dengan kendaraan lain yang juga sedang parkir di sana. Dia menarik napas panjang saat menoleh ke samping, rumah yang dulu pernah menjadi tempat ternyamannya untuk pulang.Tempat itu terlihat ramai. Pakaian hitam menjadi penanda bahwa di sana sedang berduka. Bendera kuning berkibar tertiup angin sepoi-sepoi yang sedikit basah. Gerimis kecil membungkus kota itu sejak jam dua tadi.Sebagian besar pelayat adalah tetangga sekitar sana. Beberapa tamu dikenali oleh Kiran sebagai rekan kerja Haidar kala masih bekerja di salah satu kantor BUMN dulu. Beberapa lagi dia tak tahu, mungkin dari kenalan keluarga Raya.“Lama tak berjumpa, Mbak.” Desi menepuk pelan pundak Kiran yang sedang termangu menatap keramaian. Dalam balutan busana hitam, para pelayat terlihat muram. Tak ada canda tawa, hanya wajah kelam dan penuh duka yang menggelayut

    Last Updated : 2023-01-24
  • Belenggu Hati Mantan Suami   BAB 6A

    Kiran melepas kacamata hitam yang dia gunakan. Titik-titik air hujan membuat buram penglihatannya. Gerimis terus membungkus bumi seakan enggan pergi. Andai ini hari-hari biasa, pastilah Kiran lebih memilih bergelung dengan selimut di atas kasur atau menepi sejenak dari kesibukan pekerjaan dengan menikmati semangkuk bakso hangat jualan Pakde Wiryo di samping kantor.Sayangnya, ini bukan hari biasa.Di tengah rinai hujan, kalimah tahlil mengiringi langkah sepanjang jalan menuju tempat pemakaman. Kiran mengusap wajah. Dia merapikan jilbabnya yang sedikit basah. Wanita itu menggigil. Bukan hanya karena bajunya yang lembab terkena rintik, tapi juga karena kenyataan bahwa kini dia sedang mengantar sahabat sekaligus mantan madunya ke tempat peristirahatan menuju keabadian.“Astaghfirullahaladzim, hati-hati, jalannya licin.” Kiran menoleh ke belakang. Beberapa pelayat tampak sibuk membantu temannya yang terpeleset barusan. “Sudah pulang kerja, Nak?”Kiran menoleh ke samping. Dia tidak menyad

    Last Updated : 2023-02-10
  • Belenggu Hati Mantan Suami   BAB 6B

    Dapur itu ramai oleh suara tawa. Kiran sengaja membelikan jam tangan untuk Haidar karena miliknya hilang. Entah ketinggalan saat sedang wudhu atau jatuh dimana, Haidar tidak ingat persis kapan hilangnya.“Ah iya, jam berapa mau berangkat nanti malam, Mas?” Kiran mendadak teringat dengan pesan dari Ibu mertuanya kemarin malam. Mereka diminta datang untuk makan malam bersama. Ada teman lama yang hendak berkunjung.“Nanti sepulang Mas dari kantor kita langsung berangkat. Biar shalat maghrib di sana saja. Takut macet di jalan kalau berangkat habis maghrib. Tidak enak sampai tamu Ayah dan Ibu menunggu.”Kiran mengangguk setuju. Haidar memang selalu pulang setiap jam makan siang. Lokasi kantor yang hanya memakan waktu sepuluh menit perjalanan menggunakan sepeda motor membuatnya leluasa setiap jam istirahat tiba.Sayang, harapan kadang tak seiring dengan rencana. Haidar mendapat cukup banyak pekerjaan yang harus diselesaikan hari itu juga. Posisi tutup bulan membuat pekerjaan tak bisa ditund

    Last Updated : 2023-02-10
  • Belenggu Hati Mantan Suami   BAB 7A

    “Masya Allah, merdu sekali suara adzan Mas Haidar.”Kiran menarik napas panjang saat mendengar beberapa pelayat memuji mantan suaminya. Dia mengakui Haidar memang memiliki suara yang bagus. Setiap kali mereka sedang shalat berjamaah di rumah, Kiran selalu terharu dan meneteskan air mata mendengar kalimah Allah dilantunkan. Ah … itu pula yang dulu menjadi alasan bapaknya menerima lamaran Haidar. Mereka baru dekat tiga bulan dan Haidar langsung mengajaknya ke pelaminan. Haidar sempat panas dingin saat bertemu untuk pertama kalinya dengan kedua orangtua Kiran dengan maksud langsung mengajukan pinangan.“Adzan isya’ baru selesai berkumandang, alangkah baiknya sebelum meneruskan pembicaraan ini kita menunaikan kewajiban terlebih dahulu.” Kiran ingat sekali, Haidar yang sudah panas dingin dengan cepat mengangguk saat itu.“Mari silakan, Nak Haidar.” Kiran tersenyum tipis mengingat wajah Haidar yang tidak mengerti saat bapaknya mempersilakan menjadi imam shalat mereka.“Saya, Pak?”“Iya, Ba

    Last Updated : 2023-02-10
  • Belenggu Hati Mantan Suami   BAB 7B

    "Aku senang kamu sering kemari, Ran. Sejak kecil, aku jarang mempunyai teman dekat. Dulu ada satu orang, tapi dia pindah ke luar kota dan kami kehilangan kontak.”Kiran menautkan alis. Dia menghentikan kegiatan merajut dan menatap Raya yang masih asyuk terus menyulam. “Kamu memang jarang keluar rumah ya, Ray?”“Iya.” Raya mengangguk. “Aku takut kenapa-kenapa dan akan merepotkan banyak orang.”Kiran tersenyum tipis. Ini pertama kalinya Raya berbicara panjang lebar sejak perkenalan mereka. Biasanya, Raya hanya akan tertawa dan sesekali menanggapi jika Kiran bercerita. Pembawaannya yang riang dapat menghidupkan suasana di antara mereka.“Mbak Kiran? Pulang sekarang?”Kiran tersentak saat ada yang mencolek bahunya. Wanita itu tersenyum saat mengetahui Desi yang tadi memanggil. Dia mengangguk dan menoleh pada Ratna, mantan ibu mertuanya. Wanita itu tak melepaskan tangannya sedikitpun sejak berangkat tadi hingga sampai proses pemakaman selesai.“Bu, Kiran pamit.”“Pamit? Bisakah Kiran menem

    Last Updated : 2023-02-10
  • Belenggu Hati Mantan Suami   BAB 8A

    “Nak ….” Ratna mengambil tangan Kiran yang terkepal di dada. “Maafkan kami, maafkan Ibu dan Ayah ….”Kiran membisu. Dia mengalihkan pandangan ke arah gundukan tanah merah yang dibawahnya terkubur jasad Raya. Sahabat yang sangat dia sayangi seperti keluarga sendiri, sekaligus madu pahit yang hadir begitu saja, menyirami manisnya mahligai rumah tangganya dengan Haidar.Bunga tabur memenuhi pusara Raya. Aroma mawar, sedap malam dan kenanga bercampur menjadi satu hingga menimbulkan wangi manis yang sangat khas. Kiran mengalihkan pandangan, di sana, di antara gerimis yang masih belum berhenti, berdiri terpaku sosok lelaki yang namanya masih terpatri di hati. Haidar menatapnya dengan pandangan yang sulit dia artikan.Ah … mengapa hidup sesakit ini? Kenapa semesta seolah masih saja ingin terus bermain-main dengan mereka?“Kiran duluan ya, Bu.” Wanita itu memalingkan wajah. Kiran sengaja memutus tatapan mata dengan Haidar. Napasnya tersengal, dia merasakan degup tak menentu di dalam sana saat

    Last Updated : 2023-02-10
  • Belenggu Hati Mantan Suami   BAB 8B

    Kiran terisak. Hatinya ngilu mengingat setiap kepingan kenangan di antara mereka. Mengapa hanya kepedihan yang tersisa di sepanjang ingatannya? Bahkan, cuaca hari ini seolah menemani Kiran menapaktilasi kembali semua mendung yang masih juga enggan beranjak pergi hingga hari ini.Tiga tahun berlalu. Ratusan minggu terlewati. ribuan hari sudah Kiran lalui. Namun, mengapa nyeri itu masih menancap kuat di hati?"Kami dapat memahami kalau Nak Kiran berat hati merestui. Tapi, izinkan Om bicara sebentar, setelah itu kami akan menerima apapun keputusan yang Nak Kiran sampaikan." Seperti ada yang meremas hati Kiran saat kelebatan masa lalu kembali menghampiri.Malam itu, orangtua Raya dan mertuanya datang berkunjung setelah penolakan keras dari Haidar beberapa waktu lalu. Kiran tersenyum menanggapi ucapan Fajar. Pandai sekali mereka mencari waktu. Mereka datang tepat di saat Haidar sedang ke luar kota karena tugas dinas.“Kami mengenal Haidar sejak masih kecil. Dia anak lelaki yang baik. Bukan

    Last Updated : 2023-02-10
  • Belenggu Hati Mantan Suami   BAB 9A

    "Kiran." Haidar terpana saat wanita yang pernah menjadi istrinya menoleh. Wajah putih bersih itu bersemu merah. Jejak-jejak sisa air mata terlihat jelas di sana.Haidar menarik napas panjang saat mata mereka bertemu. Hanya berjarak dua langkah, dia bisa melihat dengan jelas hati Kiran kembali berdarah dari pancaran matanya. Dia mengerti, semua yang ada di sini membangkitkan kenangan menyakitkan di dasar hati. Apa yang terjadi di antara mereka, tak selesai begitu saja. Walau ketuk palu hakim sudah memutuskan ikatan pernikahan, tapi tak ada yang bisa membendung perasaan.Dia mengetahui dengan jelas sebesar apa cinta Kiran untuknya. Pun wanita itu mengetahui dengan pasti sedalam apa perasaannya. Pertemuan demi pertemuan beberapa waktu terakhir membangkitkan kembali getaran-getaran yang tak pernah mati.Bagaimana akan mati jika setiap hari Haidar terus memupuk rasa hingga cinta itu justru tumbuh semakin subur? Dia bahkan sengaja mengajukan pinjaman ke tempat Kiran bekerja hanya untuk menc

    Last Updated : 2023-02-10

Latest chapter

  • Belenggu Hati Mantan Suami   BAB 50B [TAMAT]

    Namun, tak sekalipun dia membicarakan mantan istrinya itu di hadapan istrinya. Bahkan sampai usia pernikahan mereka yang ke empat, Kamila tidak tahu kalau Haidar pernah menikah sebelum dengan Raya. Kamila hanya tahu Haidar pernah menikah dan itu dengan Raya.Bagi Haidar, tidak ada gunanya menceritakan semua yang telah berlalu. Cukup dia dan hatinya saja yang merasakan. Cinta yang tersimpan rapi di dalam hati. Perasaan yang terus ada walau telah coba dia lupakan dan tak pernah lagi dia ucapkan.Untuk Kamila, dia mempersembahkan hati yang baru. Cinta dan rasa hormat yang berdasarkan pada komitmen dan tanggung jawab pada wanita yang sebentar lagi akan memberinya dua buah hati. Cinta dan kasih untuk ibu dari anak-anaknya.“Ah iya, hati-hati di jalan.”Kiran menatap Pras bingung. Sejak pulang dari bertemu Haidar tadi, entah sudah berapa belas kali Pras mengulangi kalimat terakhir yang Haidar ucapkan. Wanita itu menarik napas panjang. Dia melirik jam di dinding, sudah hampir jam sembilan

  • Belenggu Hati Mantan Suami   BAB 50A

    “Kiran?”Kiran dan Pras yang baru saja keluar dari menebus vitamin kehamilan di bagian farmasi menoleh berbarengan. Pras langsung melingkarkan tangan dengan posesif di bahu Kiran mengetahui siapa yang menyapa.“Mas Haidar?” Kiran tersenyum lebar. Dia menoleh pada Pras hingga mereka saling berpandangan. Suaminya itu meremas bahu istrinya pelan. Kiran hampir kelepasan tertawa melihat sorot mata Pras yang seolah mengatakan “jangan tebar pesona”.“Pras, sehat?” Haidar mengulurkan tangan pada Pras saat menyadari dia terpaku cukup lama menatap Kiran barusan. Ah … hampir lima tahun tak berjumpa, Kiran tak berubah. Wajah mulus, hidung mancung, bibir kecil dan penuh, kombinasi yang menciptakan keindahan di mata Haidar.Perlahan, pandangannya turun ke bawah. Mata Haidar mengembun. Mendadak perasaannya buncah. Hampir saja isaknya keluar tak tertahankan menyadari perut Kiran yang membuncit. Sungguh, walau bukan dia yang menjadi Ayah dari anak yang Kiran kandung saat ini, dia bahagia.“Kapan Kiran

  • Belenggu Hati Mantan Suami   BAB 49B

    “Untuk proses bayi tabung, ada beberapa tahapan yang harus kita lalui. Secara simpel saja saya jelaskan ya, pertama adalah tahapan induksi ovulasi. Nanti akan ada penyuntikan hormon untuk merangsang proses pembentukan sel telur. Nanti bisa dilakukan secara mandiri di rumah setelah saya berikan petunjuknya.Nah selama proses ini, Ibu harus kontrol setiap beberapa hari karena saya harus memantau ukuran telur yang ada. Setelah dirasa ukurannya sesuai, nanti disuntik dengan hormon lagi untuk membantu proses pematangannya.Maaf sebelumnya, apa menstruasi Ibu sudah teratur?”Kiran menggeleng. “Kadang dua bulan sekali, pernah sampai tiga bulan tidak halangan.” Kiran menjawab dengan bibir bergetar.“Baik, berarti kemungkinan besar tidak ada sel telur yang matang sehingga tidak terjadi pembuahan. Nah, setelah penyuntikan hormon untuk pematangan telur dilakukan, kita bisa mulai mengambil sel telur. Kemudian pengambilan sp**ma, proses pembuahan dan terakhir transfer embrio. Singkatnya seperti it

  • Belenggu Hati Mantan Suami   BAB 49A

    “Wa ja’alna minal-maa-I kulla syai’in hayyin. Afala yu’minuna.” (QS. Al-Anbiya: 30).“Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga beriman?”"Alhamdulillah." Kiran langsung mengucap hamdalah begitu turun dari mobil. Waktu sudah senja saat mereka tiba. "Bu, Pak." Kiran berjalan menghampiri orangtuanya yang memang sudah menunggu kedatangan mereka.Kiran menatap sekitar. Dia benar-benar merindukan suasana rumah mereka. Dua belas hari perjalanan umroh ditambah dengan masa karantina membuat dia dan Pras cukup lama meninggalkan tempat itu."Istirahat dulu." Linda yang menjemput mereka di tempat karantina tadi menepuk punggung Kiran pelan. Wanita itu membantu membawakan beberapa bawaan khas oleh-oleh dari tanah suci. Rista dan Ahmad bergegas ikut bergabung membawakan barang-barang dari mobil.Tidak terasa, azan isya’ berkumandang saat mereka baru saja selesai merapikan barang bawaan agar tidak terlalu berantakan.Setelah membersihkan diri dan makan m

  • Belenggu Hati Mantan Suami   BAB 48B

    Kesyahduan itu terhenti saat dua kanak-kanak berteriak riang di dekat mereka. Anak lelaki berusia sekitar enam tahun sedang mengejar anak wanita berusia sekitar empat tahun yang tertawa-tawa. “Oh!” Kiran menutup mulut. Matanya membelalak lebar pada Pras. Sedetik kemudian tawa Kiran berderai saat kedua anak itu berlarian di bawah meja mereka. Dia benar-benar senang melihat anak-anak itu bercanda.“Sini!” Teriak si anak laki-laki.“Tangkap ayo tangkap!” Anak wanita itu menjulurkan lidah dari seberang meja.“Nina, Fajar, kemari!” Wanita muda yang seusia dengan Kiran dan Pras berteriak galak pada kedua anaknya. “Maaf ya, Mas, Mbak, anak saya mengganggu makan malamnya.” Wanita itu mengangguk sungkan.“Tidak apa-apa, anaknya lucu.” Kiran menuntun anak itu memutari meja dan menyerahkannya pada ibunya. Kiran masih sempat mencubit gemas pipi gembil itu sebelum mereka berlalu.Pras dan Kiran tersenyum berbarengan saat meja mereka kembali sepi. Mereka mulai menikmati hidangan penutup malam itu.

  • Belenggu Hati Mantan Suami   BAB 48A

    "Makan yang banyak, biar cepat pulih. Ini Mama bawakan buah-buahan, bolu gulung, dimsum, ayo dimakan." Linda mengeluarkan barang bawaannya di meja. Satu persatu makanan itu diletakkan di hadapan Kiran. "Atau kalau nggak selera, biar Mama pesankan, Nak Kiran mau apa?"Kiran menggeleng pelan sambil tersenyum pada Linda. "Terima kasih, Ma." Tangannya terulur mengambil sumpit, dia mengangguk-angguk saat satu gigitan dimsum masuk ke mulutnya. "Enak, Ma." Kiran mengacungkan jempol."Sama-sama." Linda ikut duduk di meja makan. Wanita itu mengelus bahu Kiran pelan. "Habiskan." Linda tersenyum lembut."Diminum, Bu Linda, Pak Sakti." Rista meletakkan teh hangat. Dia lalu mengambil beberapa buah dan mengupasnya untuk dimakan bersama. Sementara Ahmad dan Sakti mulai asyik dengan topik obrolan mereka berdua."Kata Pras, Nak Kiran susah makan. Masih kepikiran ya?" Linda mengelus bahu Kiran. "Paksakan makan biar cepat pulih. Ajak Pras liburan, mumpung Nak Kiran dapat jatah cuti, toko nanti biar Papa

  • Belenggu Hati Mantan Suami   BAB 47B

    “Dugaan awal saya, kemungkinan janin tidak berkembang, Pak, Bu.” Dokter menjelaskan dengan hati-hati. Dia tahu sekali bagaimana perasaan dua orang di hadapannya ini. Mereka yang tadi datang dengan wajah cerah dan penuh rona bahagia kini terlihat pucat pasi seolah tak ada aliran darah di wajahnya.“Tidak berkembang bagaimana?” Pras mengepalkan tangan. Suaranya terdengar meninggi karena merasa dokter begitu lambat menjelaskan. Napasnya terengah menahan perasaan yang tidak karuan di dalam sana.“Begini, saya akan resepkan obat.” Dokter berdehem menyadari kondisi Kiran dan Pras yang mulai tidak bisa mengendalikan diri. “Semoga kontrol bulan depan, janinnya sudah bergerak aktif dan terdengar detak jantung. Dalam beberapa kasus, hal seperti ini sering terjadi. Kita usahakan yang terbaik.”Pras menekan matanya dengan jari. Sebisa mungkin dia mengendalikan diri dan menahan tangis. Dalam keadaan seperti ini, Pras menyadari ada Kiran yang pasti sangat terpukul mengetahui hasil pemeriksaan. Kala

  • Belenggu Hati Mantan Suami   BAB 47A

    "Berhenti dulu, Pi, beliin rujak buah itu." Kiran mencengkram tangan Pras sambil menunjuk ke pinggir jalan. "Mual, pengen yang asem-asem." Kiran nyengir melihat wajah Pras yang kesal karena dia minta berhenti mendadak."Ini Dedek yang mau, bukan aku.” Kiran mengelus perutnya pelan. Dia menahan tawa saat Pras memperhatikan dia dengan pandangan curiga.Pras menatap istrinya penuh selidik. Setelahnya, Pras tertawa dengan pandangan tidak percaya. “Dedek yang mau?” Pras tersenyum menggoda dengan sebelah alis terangkat. Dia mengelus pelan perut Kiran yang masih rata.“Iya.” Kiran mengangguk dengan raut wajah lucu hingga membuat Pras merasa gemas. Lelaki itu mencubit pipi istrinya sebelum membuka pintu mobil dan menyeberang jalan menuruti keinginan Kiran.Pras menggeleng pelan sambil menyerahkan plastik berisi irisan buah segar pada Kiran. Sejak tadi malam, istrinya itu mulai merasakan “ngidam”. Kiran bahkan menjadi lebih manja padanya. Pras sedikit heran karena sebelum mengetahui sedang ham

  • Belenggu Hati Mantan Suami   BAB 46

    Mata Kiran membelalak lebar melihat testpack di tangannya. Garis dua. Seketika sekujur tubuh wanita itu bergetar hebat hingga dia harus berpegangan pada dinding agar tidak terjatuh.Kiran akhirnya jongkok di toilet kantor. Dia masih menatap tidak percaya pada hasil tes di tangannya. Dia bahkan berkali-kali memastikan bahwa itu adalah alat tes kehamilan, bukan testpack ovulasi untuk mengetahui masa subur."Ran?"Gedoran di pintu terdengar. Sementara Kiran masih tercekat tidak percaya dengan testpack di tangannya. Pagi tadi, Mira mendadak membawakan alat pengecek kehamilan dan memberikannya pada Kiran."Sana cek dulu!" Melihat Mira yang sangat ngotot bahkan sampai meminta OB membelikan alat itu tadi, Kiran akhirnya menerima walau dengan sedikit enggan.Sudah lama sekali dia tidak menggunakan testpack, dia takut kecewa dan sakit hati saat hasilnya tidak garis dua. Bahkan, selama menjalani program kehamilan dengan Pras, Kiran juga tidak menggunakannya. Untuk Kiran yang PCOS, telat dapat s

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status