Adrian jelas bukan pria kemarin sore. Separuh usianya mungkin sudah dihabiskan untuk bercinta. Dia adalah pria dewasa yang sudah sangat berpengalaman dalam banyak hal, termasuk dalam hubungan intim antara pria dan wanita. Baginya mencumbu wanita selain sang istri adalah hobi yang telah ia tinggalkan sejak menikahi Bianca. Namun, ciuman Shelomita mampu membuat tubuhnya bergetar hingga ke tulang. "She-shelo ... jangan begini, ingat aku adalah suami ibumu," ucap Adrian seraya mendorong pelan tubuh Shelomita. Ia masih mencoba mempertahankan kewarasannya meskipun sempat terlena oleh permainan lidah sang anak tiri.Shelomita melepaskan tautan bibirnya, tetapi kedua tangannya masih melingkar di leher Adrian."Aku tahu ... kau adalah suami ibuku. Itu sebabnya aku ingin kau menceraikannya karena dia tidak layak mendapatkan pria hebat sepertimu. Ibuku bukan wanita yang setia, Adrian. Aku yakin kau pasti sudah tahu apa yang dilakukannya dengan sahabat baikmu itu." Dengan tatapan penuh percaya d
Fajar baru saja menyingsing di ufuk timur, tetapi Hans sudah tampak gagah dalam balutan setelan kemeja dan denim mahal berwarna hitam. Wajahnya yang tampan telah dicukur rapi, menyisakan bayangan kebiruan di bagian dagu dan rahang yang membuat ketampanannya bertambah dua kali lipat.Ia menyisir rapi rambut bergelombangnya yang dipangkas pendek, tak lupa membubuhkan sedikit pomade agar tatanan rambutnya tetap rapi dan berkilau meski beraktivitas seharian.Hans membuka laci kaca yang berisi puluhan jam tangan dari brand-brand ternama. Ia mengambil satu jam tangan merek R bertali hitam. Usai menyemprotkan parfum mahal ke kedua sisi leher dan bagian dalam pergelangan tangannya, Hans pun tersenyum."Perfect! Today is yours, Hans. Bersenang-senanglah."Cahaya matahari telah merambat di sela-sela gorden, Hans meraih kunci lalu bergegas menuju mobilnya yang terparkir di basement. Sejak semalam ia bertekad akan mengunjungi kediaman keluarga Zeny jika Shenka tidak juga meneleponnya.Dan sekaran
Di ruang VIP sebuah kelab malam."Apakah Anda yang bernama Hans?"Seorang gadis muda tiba-tiba masuk, berdiri di depan Hans, lalu bertanya dengan nada menantang. Wajahnya cantik, hidung bangir, bibir mungil berwarna merah muda. Kulitnya yang putih tampak bercahaya di bawah pantulan lampu yang berwarna keemasan.Hans yang sedang mengisi gelas minumannya merasa terusik, refleks menoleh ke sumber suara yang menyebut namanya."Ya, memangnya kenapa?" tanya Hans dingin.Menatap tajam pada gadis itu, tanpa memedulikan tatapan kagum para pria lainnya yang sedang duduk bersamanya."Bagus, berarti aku tidak salah orang," jawab gadis itu ketus.Tangannya mengepal, lalu dalam kecepatan kilat pukulannya melayang ke wajah Hans. Hans tersandar tidak siap mendapat serangan yang begitu tiba-tiba.Semua orang berseru kaget melihat seorang Hans yang terkenal dingin dan kejam pada wanita di pukul dengan mudahnya di tempat umum. Yang lebih mengaget
Keesokan paginya. "Astaga! Ini orang maunya apa, sih?" seru Mila sambil menatap layar ponselnya. "Kenapa sih, Mil? Pagi-pagi udah ngomel. Pamali, ntar rezekimu dipatuk ayam," omel Shenka sambil menarik selimutnya kembali. "Salah, itu untuk orang yang malas bangun pagi kayak kamu," ralat Mila. "Oh, iyakah? Hehehe," cengir Shenka. "Trus, apa yang bikin kamu sewot?" "Manajer kelab ini lho, pagi buta SMS aku lagi, bilang aku ga jadi dipecat, tapi harus menghadap bos besar nanti malam," jelas Mila. Shenka terduduk dengan cepat. "Pria yang aku pukul tadi malam?" tanyanya untuk memastikan. "Iya." "Kalau begitu gak usah datang. Dia pasti mau ngerjain kamu," cetus Shenka. "Trus kerjaan aku gimana?" sahut Mila. "Kan aku udah bilang, ntar kita cari lagi di tempat lain," jawab Shenka pula. "Cari kerja itu ga mudah, Shen. Apa lagi untuk gadis ga berpendidikan seperti aku," kata Mila dengan wajah sedih
"Aku menginginkanmu, Shenka. Jadilah kekasihku," pinta Hans.Tubuh Shenka membeku dalam seketika. Bola matanya membesar, menatap Hans dengan tatapan tidak percaya."Sepertinya kau sudah tidak waras, Tuan. Bagaimana bisa kau memintaku jadi kekasihmu sementara kita tidak saling kenal?" protes Shenka."Aku tidak peduli! Pertemuan malam itu telah membuatku jatuh cinta padamu," tegas Hans."Aku juga tak peduli! Itu adalah perasaanmu, jadi tidak ada urusannya denganku. Sekarang pergilah, kau telah menyita waktuku," balas Shenka sambil mendorong tubuh Hans menjauh."Tunggu."Hans mencegah kepergian Shenka dengan mencekal lengannya."Apakah begini karakter asli putra Adalrich yang terhormat?" sindir Shenka.Ia menatap sinis pada tangan Hans yang mencengkeram lengannya. Sadar arah pandangan Shenka, Hans pun segera melepaskan tangannya."Maaf, aku tidak bermaksud menyakitimu," kata Hans penuh sesal.Ia menyesali kebod
"Ada apa ini? Siapa yang berani berbuat onar di kelabku?!" tanya Hans sambil berkacak pinggang di depan pintu.Mendengar bentakan Hans yang penuh wibawa, pria itu melepaskan tangannya dari rok Mila.Mila langsung berlari sambil memegangi roknya yang robek. Melihat itu Hans langsung melepaskan jasnya, lalu memberikannya pada Mila."Pakai ini," perintahnya.Mila mengangguk, menerima jas itu lalu melilitkannya ke pinggang. Setelah itu ia kembali ke tempatnya semula."Bereskan masalah ini. Tidak peduli siapa orangnya, aku menolak orang-orang cabul sebagai pelanggan kelab ini," perintah Hans pada Rovan, sang manajer kelab."Baik, Bos. Saya pastikan mereka akan menerima sanksinya," kata Rovan mantap.Hans pergi dari ruangan itu, lalu menyusul Mila yang sudah kembali ke balik meja bar."Kamu ... membawa baju ganti?" tanya Hans perhatian."Tidak, Pak. Tetapi jangan khawatir, teman saya dalam perjalanan mengantarkan seragam
"Kenapa kamu menatapku begitu? Apakah di tubuhku ada yang aneh?" tanya Shenka.Hans berdehem, membersihkan tenggorokannya yang mendadak terasa kesat."Bukan aneh," jawab Hans parau."Lalu?""Menggairahkan. Wajahmu, tubuhmu, semuanya ... membangkitkan gairahku," jawab Hans dalam hati."Hellooo ...," tegur Shenka sambil mengetuk meja, membuat Hans terperanjat."Oh ... bukan aneh, tetapi cantik. Kamu cantik sekali, Shenka," puji Hans.Wajah Shenka merona, tetapi ia berusaha untuk tetap tenang mendengar pujian itu. Dengan elegan dia menanggapi pujian dari Hans."Kamu belum mengenalku dengan baik. Setelah mengenalku, kamu pasti menyesal telah berkata begitu," kata Shenka sambil tertawa."Oh, ya? Aku jadi penasaran ingin mengenalmu lebih jauh," kata Hans lagi.Shenka ingin membalas kata-kata Hans, tetapi batal karena tiba-tiba sebuah suara terdengar mendahuluinya."Shenka itu cuma cantik di luar aja, Pak. Aslinya
Hans tergugu mendengar pertanyaan Shenka. Ia tidak menyangka jika gadis itu juga memiliki hobi yang sama dengannya. Tidak hanya itu, gadis itu bahkan hapal dengan jalan cerita novel yang ia baca. Mendadak Hans merasa ada gumpalan pasir di tenggorokannya. ia tercekat, kesulitan untuk langsung menjawab."Oh, tidak ada yang spesifik. Hanya saja terkadang dalam beberapa dialog dan kejadian, aku merasa relate dengan perasaan tokohnya," jawab Hans berdalih.Ia menghembuskan napas lega diam-diam saat Shenka kembali melemparkan pandangannya ke lantai dansa.Setelah cukup lama terdiam, Shenka kembali memutar tubuhnya menghadap Hans. Ia menghabiskan minumannya, lalu melirik penunjuk waktu yang melingkar di pergelangan tangannya."Sudah sangat larut, aku pulang dulu," pamit Shenka seraya berdiri dari kursinya."Tunggu," cegat Hans, tanpa sadar mencekal pergelangan tangan Shenka. Gadis itu mengernyit, melayangkan tatapan protes lewat sudut matanya."Ma-maaf," cicit Hans se