"Dasar perempuan licik!"
Kayana tertegun mendengarnya. Ia memandang pria yang berdiri di hadapannya. Dia adalah Eiser Ryan Devanders. Pria yang sejak tadi pagi telah resmi menyandang status sebagai suaminya.Hari ini adalah hari resepsi pernikahan digelar, dan Kayana berniat kembali ke kamar hotel yang telah disiapkan, karena acara telah usai. Tetapi, siapa sangka suaminya ini malah menyusul dengan amarah yang meletup-letup lalu melontarkan kata-kata kasar kepada dirinya."Jadi semua ini rencana kamu untuk bisa menikah dengan aku, dasar perempuan licik!" Eiser sekali lagi mengulangi kalimat umpatan untuk istrinya. Dalam sekejap tatapan matanya menjadi sangat menakutkan."Apa maksud kamu, Eiser?" Kayana tidak mengerti, mengapa datang-datang suaminya ini malah mencaci maki dirinya."Jangan berlagak bodoh di depanku, Kay!" Eiser menjejalkan tangan pada saku jasnya, lalu menunjukkan apa yang ia dapat kepada istrinya.Sebuah rekaman suara menyapa indera pendengaran. Kayana sampai melotot mendengarnya. "Dari mana kamu mendapatkan itu, Eiser?""Kamu nggak perlu tahu, aku dapat dari mana. Semuanya sudah jelas. Dan rencana busuk kamu telah terbongkar. Aku benci kamu, Kay!"Kayana menggeleng tidak percaya. "Tidak, itu tidak benar, Eiser!""Masih mau mengelak?"Kayana mendadak linglung. "Sungguh, itu bukan aku, Eiser!" Kayana mencoba membela diri. Tetapi, ia malah ditertawakan oleh sang suami."Lalu bagaimana dengan ini." Tak cukup dengan memberi bukti rekaman suara. Eiser mengeluarkan beberapa lembar foto dan dilempar tepat di wajah Kayana. Foto itu jatuh tepat di bawah kaki. Kayana menunduk. Benar saja, kedua manik indah itu melebar saat melihatnya.Sekali lagi Kayana menggeleng. Bedanya sekarang matanya malah berkaca-kaca. "Ini tidak benar, Eiser!""Semua sudah jelas. Tapi kamu masih mau menyangkal. Kamu memang licik, Kayana. Aku baru tahu kamu adalah perempuan seperti itu!""Berhenti menyebutku seperti itu, Eiser! Aku tidak seperti yang kau pikirkan!""Lalu seperti apa? Aku sendiri tidak percaya kamu mampu melakukan hal sehina ini terhadap aku, Kay. Aku mempercayaimu karena kamu temanku. Tetapi, teganya kamu melakukan ini padaku!"Kayana terpejam, karena sang suami yang tak henti-henti menyalahkan dirinya. Satu bulan yang lalu. Ia memang telah melakukan kesalahan. Tepatnya, kasalahan yang tak disengaja.Ia salah karena telah membiarkan dirinya hanyut dalam permainan Eiser. Saat itu, tepat di acara reuni tahunan sekolah. Kayana memutuskan datang. Tiba di lokasi acara, ia tidak menyangka melihat Eiser juga datang karena yang ia tahu, pria itu berada di luar negeri.Awalnya, ia memang ingin mendekati pria itu sekedar menanyakan kabar. Namun, melihat keberadaan Ivana yang juga merupakan teman satu kelasnya berada di sisi Eiser. Kayana urung melakukannya.Hingga tiba di penghujung acara, ia melihat Eiser yang berjalan sempoyongan dengan memegang kepala. Tidak ada Ivana di sana. Eiser berusaha menggapai mobilnya dengan susah payah. Bahkan pria itu sempat terjatuh berkali-kali.Melihat itu, Kayana berisiatif membantu. Aroma alkohol menyeruak memasuki indera penciuman. Sepertinya Eiser telah berada di bawah pengaruh alkohol. Namun, yang menjadi pertanyaan. Ke mana Ivana? Bukankah sejak tadi wanita itu lengket sekali dengan Eiser?Tanpa banyak bicara, Kayana membawa Eiser ke dalam mobil. Lalu melajukan mobilnya ke sebuah hotel karena Kayana tidak tahu tempat tinggal Eiser. Kayana berpikir, setelah menyewa kamar untuk Eiser, ia akan segera pergi.Namun, di luar dugaan. Eiser malah menahan tangannya. Menariknya sampai terjatuh tepat di atas tubuh Eiser. Pria itu bertindak aneh. Mengeluarkan desisan yang menyerukan kalau dia tengah kepanasan.Eiser bahkan meminta bantuan, untuk meredakan rasa panas yang menjalar di sekujur tubuhnya. Kayana pikir, kenapa Eiser bisa sampai seperti itu. Dan Kayana tahu apa yang terjadi, sepertinya Eiser telah dijebak dengan menggunakan obat perangsang.Eiser terus saja meceracau, sembari mengurung tubuh Kayana di bawahnya. Kayana jelas menolak, karena ia tahu bila kesadaran Eiser kembali. Pria itu tidak akan senang dengan ini. Namun Eiser terlalu kuat, pria itu telah dikuasai napsu bejat.Kayana meronta, namun reaksi tubuhnya berkata lain. Eiser terlalu pandai memainkan sentuhan. Sehingga membuat Kayana terbuai. Terlebih ketika mengingat rasa yang telah ia pendam kepada pria ini selama bertahun-tahun. Dan pada akhirnya Kayana memilih menyerahkan dirinya dan terbakar dalam hasrat terlarang bersama Eiser.Paginya, entah bagaimana bisa kedua orang tua Eiser berada di sana. Memergoki dirinya dan Eiser berada di dalam selimut yang sama. Itulah alasan kenapa dirinya bisa sampai berada dalam situasi ini sekarang.Kanaya tidak mengerti dengan jalan pikiran Eiser. Mengapa pria itu terus saja memojokkan dirinya? Sepertinya karena rekaman dan foto itu. Yang telah menimbulkan kebencian di hati Eiser."Eiser, aku sungguh tidak tahu apa-apa. Bukankah di sini kamu yang pantas disalahkan?. Kamu yang melakukan itu terhadap aku!""Sialan!" Eiser maju, lalu meraih leher, kemudian mencengkeramnya."Lepaskan aku, Eiser!" Kayana mencoba menahan tangan Eiser. Namun, tenaganya tak lebih kuat. Malah Eiser semakin menguatkan cengkeramannya."Gara-gara kamu, aku tidak bisa menikahi Ivana, gara-gara kamu. Kekasihku hampir bunuh diri. Dan karena rencana sialanmu itu, aku kehilangan bayiku!"Kanaya melotot mendengar itu. "Bayi?""Ya, Ivana mengandung anakku, dia mencoba untuk bunuh diri, dan itu karena kelakuanmu!"Emosi Eiser meluap-luap, dan saking emosinya, Eiser sampai mendorong Kayana hingga wanita itu terjerembab ke atas kasur. Kayana meringis, akibat cengkeraman tangan Eiser. Ia terbatuk-batuk setelah itu."Sungguh, aku tidak tahu apa-apa, Eiser. Bagaimana aku harus menjelaskannya padamu?" ucap Kayana memelas. Ia hampir meneteskan air matanya, tetapi berusaha ia tahan. Ia tidak tahu bagaimana cara dirinya menghadapi Eiser.Di mata pria itu, dirinya sudah seperti penjahat yang melakukan kesalahan yang fatal. Menjelaskan apapun, semua akan percuma. Karena pria itu terlanjur membenci dirinya. Dan soal bayi itu, Kayana sungguh tidak tahu apa-apa."Aku tidak mau tahu, kau harus mendapatkan balasan.""Lalu apa maumu? Kamu ingin memberitahu orang tuamu soal rekaman itu, kemudian menceraikan aku lalu menikahi Ivana? silakan saja, Eiser. Aku akan terima apapun keputusan kamu!"Kanaya pasrah. Kalau ini memang takdir pernikahannya sampai di sini. Menjanda di usia pernikahan yang hanya beberapa jam ini. Itu akan ia terima asal membuat Eiser senang."Tidak semudah itu, kamu harus merasakan apa yang Ivana rasakan! Kamu harus merasakan sakit yang diderita Ivana, akibat percobaan bunuh dirinya!""Jadi kamu ingin aku membunuh diri aku sendiri? Begitu, Eiser?""Aku rasa kau cukup pintar untuk memahami kata-kataku, Kay."Kayana melotot. "Kau sungguh aku ingin melakukan itu, Eiser?""Kita lihat saja, apa kau sanggup melakukannya."Kayana menggeleng tidak percaya. Kenapa Eiser jadi seperti ini? Sepertinya, dirinyalah yang telah merubah Eiser jadi seperti itu. Dan jika Kayana melakukan apa yang dilakukan Ivana membuat Eiser senang. Maka Kayana harus melakukannya."Kalau itu mau kamu, baik aku akan melakukannya, Eiser." Detik itu juga, ia berjalan keluar balkon lalu menatap ke bawah.Lompat dari gedung 12 adalah hal yang paling gila yang harus Kayana lakukan. Bisa menyebabkan cedera, cacat, atau kemungkinan besar kematian. Dan Kayana harus melakukan itu demi untuk menyenangkan suaminya. Anehnya, Eiser malah diam saja. Pria itu hanya tersenyum melihat apa yang Kayana lakukan. Semua demi apa? Hanya untuk membalaskan dendam sang kekasih. Kayana harus melakukan apa yang Ivana lakukan. Menurut informasi, Ivana mencoba bunuh diri dengan cara lompat dari gedung apartemennya dan mengabaikan janin di perut sehingga janin tersebut menjadi korban. Dan itu dilakukan Ivana sehari sebelum hari pernikahan dirinya dan Eiser dilaksanakan. Kayana sendiri tidak tahu, sejak kapan Eiser memiliki hubungan dengan wanita itu. Melihat kedekatan mereka saat acara reuni, Kayana tidak menyangka kalau keduanya memang sedekat itu. Bahkan sempat membuat bayi. Satu kenyataan yang membuat hati Kayana teriris. Sampai-sampai ia yakin kalau dirinya harus terjun dari balkon gedung sekarang juga.
Kayana tertegun melihat pria yang berdiri tak jauh darinya. Selain aura yang menakutkan, tatapan yang tak pernah berubah sejak kejadian malam pertama membuat Kayana merasa kerdil saat berhadapan dengan suaminya ini. Terlebih ketika pria itu mulai mendekat seperti sekarang, rasa-rasanya Kayana ingin enyah saja dari dunia. Namun, ketakutan itu tak beralasan karena Eiser rupanya hanya melewati dirinya saja. Hembusan napas kasar terdengar. Bolehkah Kayana merasa lega sekarang? Tidak, karena sepertinya Eiser tidak akan membiarkan Kayana begitu saja, pria itu membalik diri lalu menatap punggung Kayana. "Kenapa kamu masih di situ? cepat siapkan air mandi. Istri macam apa kamu ini!" Kayana refleks membalik diri. Ia memandang sang suami dengan kening berkerut. Bukankah kata-kata itu lebih cocok untuk Eiser. Suami macam apa yang meninggalkan istrinya sendirian selama satu bulan tanpa kabar?"Oh, masih ingat pulang? Maaf, aku pikir kamu tidak akan pulang." Entah keberanian dari mana, Kayana
Jantung Kayana berdegup kencang, terlebih ketika Eiser menyusuri leher jenjangnya dengan menggunakan bibir. Namun, Kayana tidak akan membiarkan itu berlanjut. Ia tidak boleh terbuai pada perasaan yang hanya ia rasakan sepihak. Eiser tidak akan bersikap selembut ini. Kayana mencoba mensugesti diri dan segera mengembalikan kesadarannya. "Berhenti, Eiser. Bukankah kamu bilang ingin makan." Eiser tersenyum miring. "Bukankah kamu yang menginginkan ini? Kamu pasti sengaja tidak menyiapkan aku pakaian ganti agar aku berpenampilan begini." Kayana terpejam. Ingin sekali memprotes dan mengatakan, "bukannya pakaian kamu ada di lemari. Kenapa mengambil pakaian saja menunggu aku?" Tetapi itu hanya ada dalam angan saja. Kayana tidak ingin memancing emosi Eiser dan memilih untuk diam dan meminta maaf. "Maaf, kalau begitu akan aku siapkan sekarang." Kayana berdiri. Tetapi lagi-lagi Eiser menahannya. Eiser meraih pinggang lalu mengangkat Kayana dan mendudukkan di atas meja yang kosong. "Terlamba
Apa Kayana tidak salah dengar? Pantasnya yang bicara begitu adalah dirinya. Bukankah selama ini yang tidak menganggap istri adalah Eiser? Tapi kenapa pria itu berkata seolah dirinya yang tidak bersikap layaknya seorang istri? "Kamu sedang membicarakan dirimu sendiri, Eiser." Kayana membalas ucapan telak pada sang suami. "Tak bisakah kamu tidak membantahku." "Aku hanya berbicara kenyataan, Eiser." Eiser, mendecak kesal lantaran sang istri terus saja membantah. Dan ketika keduanya sampai di lokasi acara senyum mereka tampakkan di bibir masing-masing. "Akhirnya kamu datang juga, Sayang." Kayana langsung menerima pelukan dari Lusiana, sang ibu mertua. Wanita yang masih terlihat muda di usia kepala 5 itu nampak begitu kagum terhadap paras yang dimiliki sang menantu. Lalu Evan, sang papa mertua. Dia juga sangat senang terhadap Kayana. Pembawaan yang lemah lembut dan penuh sopan santun, menandakan kalau menantunya ini memiliki attitude yang bagus. Tidak seperti yang dikatakan oleh san
"Bercerai? hahaha....!" Tawa Eiser menggema di ruangan dan itu membuat Kayana semakin geram. "Kamu pikir aku akan melepaskanmu begitu saja setelah apa yang kamu perbuat di kehidupanku? Tidak semudah itu, Kay. Kamu harus terima pembalasanku terlebih dahulu." "Persetan denganmu, Eiser. Aku akan tetap mengajukan perceraian." Kayana tidak akan tinggal diam kali ini. "Coba saja kalau kamu bisa. Tapi itu tidak akan mudah. Dan sampai kapanpun, tidak akan ada perceraian. Camkan itu!""Kamu egois, Eiser. Aku membencimu!" jerit Kayana. "Pantasnya aku yang mengatakan itu." Eiser tidak kalah sinis. "Kalau begitu maki aku sesuka hati kamu, Eiser. Lakuka apa yang ingin kamu lakukan. Setelah itu, biarkan aku pergi." Kayana menurunkan nada bicaranya. Sayangnya itu terdengar lucu bagi Eiser sampai-sampai pria itu harus tertawa dengan remeh. "Sudah kubilang. Itu tidak akan terjadi, sampai kapanpun kamu tidak akan bisa lepas dari genggamanku, Kay." "Sebenarnya apa maumu! Jika kamu ingin menghancur
Kayana tercenung beberapa saat. Ia mencoba untuk memahami ucapan suaminya. Dia bilang apa tadi? Eiser ingin kekasihnya tinggal bersama dirinya di rumah ini? Apa dirinya tidak salah dengar? Yang benar saja? Apa dia sudah gila? "Eiser. Kamu boleh untuk tidak pulang. Tapi jangan keterlaluan dengan menyuruhku melakukan hal yang tidak akan pernah aku lakukan." Eiser menanggapi ucapan istrinya dengan senyum remeh. Ia jelas tahu kalau wanita itu tidak senang bahkan menolek keputusannya, itu bisa dilihat dari raut wajah Kayana dan juga ucapannya. Dan memang itulah tujuan Eiser sebenarnya. Membuat istrinya marah. "Aku tidak perlu izinmu untuk melakukan apapun. Di rumahku!" Eiser memberi tekanan di kalimat terakhirnya dan itu membuat Kayana mengepal geram. Ia memang membiarkan dirinya ditindas oleh Eiser agar pria itu puas membalaskan dendamnya. Tetapi tidak dengan keputusan ini. "Baik, kalian boleh tinggal di sini. Kalau begitu aku yang akan keluar dari rumah ini." Kayana melangkahkan kak
Tentu saja itu hanya bisa Kayana ucapkan dalam hati. Meski ia membenci Eiser, tetapi melihat apa yang dilakukan Eiser terhadap Ivana, membuat sudut hati Kayana terluka. Selain berdiri, ia hanya bisa memalingkan wajahnya dengan sesekali mendongak ke atas agar buliran bening yang sedari ia tahan tidak tumpah. Pekerjaan dapur menjadi menumpuk setelah kepergian Eiser dan Ivana. Kayana memandang makanan sisa yang ditinggalkan oleh Eiser. Selera makannya seketika menghilang tak bersisa. Ia kembali ke kamar setelah menyelesaikan pekerjaan dapur. Tak ia pedulikan di mana keberadaan Eiser, terakhir kali ia melihat pria itu mengantar selingkuhannya ke kamar. Persetan bila pria itu ingin tidur di sana. Itu malah bagus, dan dirinya bisa terlepas dari pria itu malam ini. Kayana menjatuhkan bobot tubuhnya di bibir ranjang, melepas ikatan rambutnya, barulah ia merebahkan diri untuk beristirahat. Di sepertiga malam, ia dibangukan oleh suara derit pintu dan derap langkah kaki seseorang. Setengah
Kayana tidak dapat menahan keterkejutannya atas apa yang dilihatnya. Sosok pria yang dimaksud oleh anak buahnya ini memang benar adanya. Dia sosok yang tampan, dan bersahaja. Dan yang terpenting, maksud kedatangannya kemari. Dan lagi-lagi apa yang dikatakan oleh Vero benar. Pria ini memang akan menagih sesuatu seperti yang ia janjikan kepadanya. Saat acara pesta ulang tahun perusahaan keluarga suaminya, Kayana telah memberikan kerugian bagi pria itu dengan menumpahkan segelas wine pada jasnya yang mahal. Lalu ia memberi kartu nama miliknya untuk menuntut ganti rugi. "Kita bertemu lagi," ucap pria itu yang seketika menyadarkan Kayana dari lamunan."Ah ya." Kayana tersenyum kikuk. Dengan sesekali melirik ke arah Vero yang tak henti memandang takjub pada pria di hadapannya ini. "Sepertinya Anda sangat sibuk. Sulit sekali ditemui. Anda tidak bermaksud lari dari tanggung jawab 'kan, Nona?" "Ah bukan begitu. Bukankah saya sudah memberi Anda kartu nama dan di sana tertera nomor yang bis