Share

Bab 2

Author: Dewita
Begitu melihat pecahan gelas kaca di lantai, pria itu mengernyit. Aura angkuh dan dingin yang terpancar dari dirinya makin kentara. Dia berkata dengan sinis, "Kamu masih saja tantrum dan menghancurkan barang-barang di rumah sakit? Kapan kamu akan dewasa?"

Aku kebingungan mendengar kata-katanya. Tantrum? Siapa dia?

Pria itu sepertinya masih ingin melanjutkan sindirannya padaku, tetapi seolah-olah teringat sesuatu, dia berhenti dan justru berkata, "Gara-gara kamu bikin onar dengan nggak mau pulang dari rumah sakit, Rara sedih dan ingin pergi. Aku nggak peduli, pokoknya hari ini kamu harus minta maaf padanya dan membuatnya tetap tinggal."

Sambil bicara, pria itu mendekat dengan langkah lebar dan mencoba menarikku dari ranjang. Aku refleks menghindari tangannya yang terulur.

"Siapa kamu? Aku nggak kenal kamu, jangan sentuh aku!" seruku.

Aku memang sudah bisa bergerak sekarang, tetapi luka-lukaku belum pulih benar. Aku masih takut disentuh siapa pun.

Pria itu berucap dengan alis berkerut, "Luna, drama apa lagi yang kamu mainkan sekarang?"

Aku langsung membalas, "Drama apanya? Aku nggak kenal kamu, sebaiknya kamu segera pergi, kalau nggak ...."

Sebelum aku selesai bicara, pria itu mencengkeram bahuku dengan kuat dan berkata, "Luna, kalau kamu nggak menghentikan sandiwaramu, aku benar-benar akan marah!"

Cengkeramannya begitu kuat hingga aku khawatir detik berikutnya dia akan kembali mematahkan tulang-tulangku yang belum sepenuhnya pulih.

Aku sangat sensitif terhadap rasa sakit. Mengingat-ingat sakit karena patah tulangku saja aku tidak berani, apalagi menanggungnya sekali lagi.

Aku ketakutan setengah mati dan tidak bisa menahan diri untuk berteriak kencang. Pria itu tampak terkejut melihat reaksiku. Dia tertegun, lalu tanpa sadar melepaskan cengkeramannya.

Aku langsung memanfaatkan kesempatan itu dengan menekan bel di ranjang untuk memanggil seseorang menyelamatkanku.

Dokter dan perawat segera datang. Aku meringkuk dengan tubuh gemetar di belakang mereka, meminta mereka untuk menelepon polisi.

Saat pria itu mendengar aku ingin menelepon polisi, dia mengernyit dan berucap, "Luna, apa lagi yang kamu rencanakan sekarang?"

Aku tidak tahu dari mana pria itu mengetahui namaku dan mengapa dia bersikap seakan-akan begitu akrab denganku. Aku juga tidak ingin tahu.

Aku hanya ingin orang berbahaya ini ditangkap polisi secepat mungkin. Aku pun memohon pada dokter untuk segera menelepon polisi.

Melihatku bersikeras ingin menelepon polisi, mata bening pria itu berkilat tidak sabar. Dia berkata lagi, "Luna, apa kamu bisa berhenti berbuat onar?"

Sambil berkata begitu, pria itu menatap dokter dan perawat. Dia meminta mereka untuk berhenti membantuku membuat kekacauan. Dia juga mengaku sebagai suami sahku dan bukan orang jahat.

Begitu mendengarnya mengaku sebagai suami sahku, aku makin tidak sabar melihat polisi menangkap orang gila ini.

Aku hanya terluka secara fisik, bukan sakit jiwa. Mana mungkin aku tidak tahu statusku sendiri atau apakah aku sudah bersuami atau belum? Suamiku? Berani sekali pria itu mengaku-ngaku!

Aku kira pria itu hanya orang gila dengan asal-usul tidak jelas yang salah mengenali orang. Siapa sangka, polisi justru mengonfirmasi bahwa dia benar-benar suami sahku!

Aku terhenyak mendengar itu dan meminta polisi untuk memastikannya sekali lagi. Namun, berapa kali pun aku meminta polisi menyelidiki, fakta menunjukkan bahwa pria di depan memang suami sahku.

Aku tertegun. Untuk sesaat, aku kehilangan kata-kata dan isi kepalaku terasa kosong.

Aku tiba-tiba teringat sensasi yang kurasakan saat siuman setelah terluka untuk kedua kalinya. Seolah-olah aku telah melupakan sesuatu.

Namun ... masa lalu sejak berusia tiga tahun saja masih aku ingat, lantas bagaimana aku bisa melupakan hal yang begitu penting seperti pernikahan dan suamiku sendiri? Hal ini sulit dipercaya! Dokter juga kesulitan menjelaskan kondisiku.

"Kamu ingat semuanya selain aku?" Pria yang ternyata adalah suamiku itu menatapku dengan ekspresi merendahkan, penuh penghinaan dan kesinisan. Seakan-akan aku hanya berakting amnesia di depannya. Tatapannya membuatku sangat tidak nyaman.

Tidak peduli pria itu suamiku atau bukan, aku hendak memintanya pergi terlebih dahulu. Namun, dia tiba-tiba melempar setumpuk rekam medis ke ranjangku.

Steven berkata dengan nada tajam, "Luna, kali ini kamu benar-benar kelewatan! Nggak hanya memalsukan rekam medis yang serius, kamu juga berakting sakit demi nggak keluar dari rumah sakit, sekarang kamu juga berpura-pura amnesia!"

Steven benar-benar jengkel. Sejak Rara kembali, Luna terus-menerus berulah. Sekarang dia juga berpura-pura amnesia!

Aku dan dokter sontak terdiam. Memalsukan rekam medis dan berakting sakit demi tidak keluar dari rumah sakit?

Pria itu berkata dengan nada dingin, "Aku sudah pernah bilang sebelumnya, kekacauan yang kamu buat dan sandiwaramu nggak ada gunanya. Sebaiknya kamu hentikan semua itu!"

"Malam ini, paling lambat malam ini. Kalau kamu nggak keluar dari rumah sakit dan minta maaf pada Rara, kamu nggak usah pulang lagi!" tambahnya lagi.

Usai berkata begitu, suami sahku pun pergi dengan aura dominan. Dia sama sekali tidak memberiku kesempatan bicara.

Setelah kepergiannya, dokter menatapku dengan simpati. Simpati karena aku menikah dengan pria seperti itu.

Aku terluka parah, hampir mati, dan hanya bisa berbaring di ranjang rumah sakit selama dua bulan lebih. Bukan hanya tidak menjengukku, suamiku malah mengira aku berpura-pura. Dia bahkan menuduhku memalsukan rekam medis. Benar-benar keterlaluan!

Aku hanya bisa membisu di bawah tatapan simpati dokter. Perasaanku masih campur aduk dan sulit dijelaskan. Bagaimanapun, aku baru tahu bahwa aku sudah memiliki suami.

Aku sendiri tidak mengerti. Mengapa aku bisa mengingat berbagai hal yang terjadi sejak aku berusia tiga tahun, tetapi malah melupakan sesuatu yang besar seperti pernikahan dan suamiku.

Biar kupikir sekeras apa pun, aku masih tidak mengerti. Memikirkan hal-hal ini membuat kepalaku sakit.

Aku adalah tipe orang yang tidak tahan dengan rasa sakit. Berhubung usaha kerasku memikirkan hal ini tidak berbuah hasil, aku berhenti melakukannya.

Aku merasa ... mungkin karena pria itu tidak penting. Sejak kecil, otakku hanya terprogram untuk mengingat orang-orang yang penting dan berguna. Aku tidak akan repot-repot mengingat orang-orang dan hal-hal yang trivial.

Orang-orang yang tidak penting tidak layak untuk kupikirkan terlalu banyak. Aku berhenti memikirkan suami sahku itu dan memusatkan perhatian pada pemulihan kesehatanku.

Malam itu, aku menerima panggilan telepon.

"Luna, pulang sekarang juga. Kalau kamu nggak pulang ...," ujar pria di ujung telepon.

Begitu mendengar suara suami sahku, aku langsung mematikan panggilan tanpa menunggunya selesai bicara.

Sudah dua bulan lebih berlalu sejak aku tertimpa musibah sampai sekarang. Pria itu tidak pernah satu kali pun menjengukku. Sebaliknya, dia sangat kejam dan tidak memedulikan hidup atau mati istrinya.

Satu-satunya orang yang kulupakan juga hanya dirinya. Jadi, pernikahan kami pasti adalah pernikahan bisnis yang tanpa cinta.

Seorang suami dari pernikahan bisnis tanpa cinta mengira dia bisa mengatur-aturku seperti kaisar? Menggelikan sekali!

Aku tidak ingin menerima panggilan telepon tidak berguna lainnya dari pria itu, jadi aku langsung memblokir nomornya, lalu menaruh ponselku. Setelah itu, aku mengambil gelas berisi air yang berhasil kutuangkan dan meminumnya dengan anggun.

Steven tampak tertegun melihat teleponnya dimatikan. Selama ini, dialah yang selalu menutup telepon dari Luna. Mana pernah wanita itu berani menutup teleponnya?

Luna selalu memohon Steven untuk tidak menutup telepon, memohon agar kata-katanya didengar, memohonnya untuk kembali dan menemuinya. Namun, sekarang dia sama sekali tidak menunggunya selesai bicara dan langsung mematikan panggilan.

Steven teringat akan kejadian pagi ini di rumah sakit. Luna bersikap seolah-olah dia benar-benar tidak mengenalnya, belum lagi rekam medis yang terlihat asli itu. Entah mengapa, Steven jadi merasa sedikit jengkel.

"Steven, Kak Luna masih marah dan nggak mau pulang, ya? Gimana ini? Apa aku pergi lagi dan memohon padanya?" tanya Sierra Halim.

"Semua ini salahku. Aku benar-benar nggak berguna. Kalau saja aku bisa menguatkan diri waktu menjenguk Kak Luna sebelumnya di rumah sakit, kalau saja aku nggak pingsan dan membiarkan Kak Luna memukuliku sampai puas ... dia mungkin nggak akan semarah ini," tambah Sierra.

Melihat Sierra yang merasa bersalah dan menyalahkan dirinya sendiri, mata Steven tiba-tiba berkilat dingin. Jika Luna masih punya tenaga untuk memukul orang, bisa seserius apa kondisinya?

"Jangan pedulikan dia. Dia akan pulang setelah puas berulah," ucap Steven.

"Tapi ...," kata Sierra.

"Nggak ada kata tapi. Ini bukan salahmu, tapi salahnya," potong Steven. Jika Luna benar-benar berani, dia tidak usah pulang saja selamanya!

"Steven ... gimana ... gimana kalau aku pergi saja? Kalau aku pergi, Kak Luna nggak akan marah-marah dan nggak senang lagi ...," ujar Sierra lagi.

Related chapters

  • Belenggu Cinta Tak Terbalas   Bab 3

    Tiba-tiba dihantam fakta bahwa aku sudah bersuami membuatku hanya berbaring di ranjang tanpa bisa terlelap. Akhirnya, aku memutuskan untuk menelepon sahabatku, Teresia.Aku tidak menghubunginya sebelum ini karena aku tidak ingin dia tahu bahwa aku terluka parah dan membuatnya khawatir padaku. Aku juga lega dia tidak menghubungiku. Jika tidak, dia pasti akan tahu tentang luka-lukaku.Namun, begitu panggilan tersambung, aku tetap tidak bisa menahan diri untuk berkata dengan nada sebal, "Tega banget, karena aku nggak menghubungimu, kamu juga nggak berinisiatif menghubungiku selama ini?"Sudah dua bulan lebih berlalu. Selain tidak meneleponku, Teresia juga tidak pernah mengirimiku SMS atau pesan WhatsApp. Benar-benar tidak berperasaan!Kukira Teresia akan buru-buru menjelaskan bahwa dia pergi melakukan penelitian ke suatu tempat antah-berantah, jadi ponselnya tidak memiliki sinyal atau semacamnya. Siapa sangka, yang kudengar hanya keheningan di ujung telepon.Setelah beberapa saat, Teresia

  • Belenggu Cinta Tak Terbalas   Bab 4

    Selama satu bulan lebih terakhir pemulihan diri di rumah sakit, aku tidak diam saja. Aku menyuruh orang menyelidiki segala sesuatu tentangku, suami sahku, dan Sierra.Ternyata aku dan Steven menikah atas dasar cinta. Setidaknya, aku selalu berpikir aku menikah karena cinta.Demi pria ini, aku mengorbankan segala sesuatu untuk membantunya merintis bisnis. Aku bahkan rela meninggalkan studiku dan menjadi ibu rumah tangga agar bisa menjaganya secara lebih maksimal.Siapa sangka, ternyata Steven hanya memanfaatkan perasaanku demi keuntungannya. Wanita yang sebenarnya dia cintai adalah adik angkatku, Sierra.Setelah Sierra kembali ... semuanya berporos padanya. Pada hari ulang tahun pernikahan kami, Steven menemani Sierra melihat aurora di Kutub Utara. Pada hari ulang tahunku, dia menemani Sierra menikmati bunga sakura yang romantis di Takya.Pada Hari Kasih Sayang, Steven memberi Sierra mawar merah yang memenuhi satu vila dan cincin berlian besar. Sementara itu, dia hanya memberiku barang

  • Belenggu Cinta Tak Terbalas   Bab 5

    Semua orang seketika mengecamku tak berperasaan. Di tengah cemooh semua orang, aku melihat tatapan puas dan penuh provokasi Sierra. Semenjak wanita itu datang ke rumahku, aku terus-menerus kalah oleh kebaikan hatinya yang rapuh itu.Sierra adalah orang yang tidak pernah ragu melukai dirinya sendiri. Seperti ketika dia mencengkeram tanganku dan membuat seolah-olah aku mendorongnya dari tangga untuk memfitnahku tidak menyukainya. Akibatnya, dia luka parah dan harus dirawat selama sebulan lebih di rumah sakit.Mendengar kata-kataku, Sierra menyunggingkan senyum lembut dan pedih, lalu menekan pisau itu ke lehernya sendiri.Jika Steven tidak bergerak cepat dan merebut pisau itu tepat waktu, mungkin darahnya sudah berceceran di lantai. Kadang-kadang, aku benar-benar mengagumi keberaniannya.....Meskipun Steven bergerak cukup cepat sehingga Sierra tidak terluka berat, pisau tajam itu masih sedikit menggores kulitnya. Luka kecil yang akan sembuh dengan berobat sebentar ke rumah sakit itu suda

  • Belenggu Cinta Tak Terbalas   Bab 6

    Ibuku yang masih ingin mengatakan sesuatu sontak tertegun saat mendengar kata-kataku. Tampaknya dia tidak menyangka aku akan setuju secepat ini. Ayahku yang siap untuk meledakkan amarahnya juga ikut tercengang.Bagaimanapun, dahulu aku terlalu keras kepala. Sekalipun mereka memukuliku hingga mati, aku tidak akan pernah mau bercerai.Tanpa menunggu mereka sadar dari keterkejutan, aku berkata lagi, "Tubuhku belum sembuh benar, aku nggak ingin bergerak. Aku nggak akan ikut kalian minta maaf. Setelah Steven selesai menyusun surat cerai, minta pengacaranya datang menemuiku."Usai berkata begitu, aku menarik selimut dan berbaring.Selimut yang basah menjadi menyesakkan dan membuatku kesulitan bernapas. Namun, itu lebih baik daripada melihat wajah gembira yang pasti akan segera terlihat di wajah orang tuaku.Orang tuaku masih cukup memahamiku. Mereka memang masih sulit percaya bahwa aku akan langsung setuju untuk bercerai. Namun, setelah rasa terkejut mereka pudar, mereka sadar aku tidak seda

  • Belenggu Cinta Tak Terbalas   Bab 7

    Aku terkejut dan secara naluriah mundur beberapa langkah. Kupikir, dia hanya pura-pura mabuk dan berencana melakukan sesuatu yang tidak baik padaku. Namun, ternyata dia bahkan lebih berbahaya daripada sekadar berpura-pura mabuk."Sayang, aku pulang ...." Steven berdiri dengan tubuh terhuyung-huyung, lalu menerjang ke arahku. Dia bertubuh tinggi dan kuat. Kalau benar-benar menabrakku hingga jatuh, mungkin nyawaku sungguh tak bisa diselamatkan lagi.Aku ketakutan dan buru-buru menghindar ke samping. Berhubung tidak mengenai sasaran, tubuh besarnya jatuh terjerembap ke lantai dengan suara yang begitu keras, hingga lantai pun ikut bergetar sejenak."Sayang ...." Sepertinya Steven tidak menyangka aku akan menghindar. Tatapannya yang penuh rasa terluka dan kecewa tertuju padaku.Tatapan itu seperti seorang anak kecil yang dengan penuh kebahagiaan ingin berlari ke arah orang yang paling disukainya dan paling dipercayainya, tetapi justru didorong menjauh. Melihatnya seperti ini, aku hampir saj

  • Belenggu Cinta Tak Terbalas   Bab 8

    Steven membalas, "Luna, aku sudah berkali-kali bilang, nggak ada apa-apa di antara aku dan Rara! Hubungan kami bukan seperti yang kamu pikirkan. Jangan gunakan perceraian untuk mengancamku. Meskipun kamu terus mengancam, aku tetap nggak akan mengirimnya ke luar negeri!"Aku pikir Steven akhirnya sadar bahwa aku benar-benar ingin bercerai dengannya. Namun ternyata, dia malah menganggapku hanya sedang marah dan menggunakan perceraian sebagai ancaman.Berhadapan dengan seseorang yang tidak bisa diajak bicara dengan masuk akal seperti ini sungguh membuatku frustrasi.Aku menatapnya dengan sangat serius, lalu menegaskan lagi dan lagi, "Steven, aku nggak marah dan bukan sedang mengancammu dengan perceraian. Aku sama sekali nggak berniat menyuruhmu mengirim Sierra ke luar negeri.""Aku sungguh-sungguh dan dengan sepenuh hati sangat berharap kalian bisa bersama. Kalau saja aku bisa merobek dadaku dan menunjukkan isi hatiku padamu, aku benar-benar ingin melakukannya supaya kamu bisa melihat bet

  • Belenggu Cinta Tak Terbalas   Bab 9

    "Nggak apa-apa, cuma luka kecil." Steven menarik kembali tangannya dan menjaga jarak dari Sierra.Sekilas ada kilatan dingin di mata Sierra, tetapi segera menghilang. Saat dia menatap Steven lagi, ekspresinya kembali lembut dan penuh perhatian. Dia berucap, "Kak Steven, cepatlah pergi membalut lukamu dulu."Steven menolak, "Nggak perlu, aku akan membawamu menemui profesor dulu."Saat orang tua Luna melihat bagaimana Steven begitu peduli pada Sierra, bahkan sampai mengabaikan lukanya sendiri demi mengurusnya, mereka hanya bisa menghela napas.Kalau bukan karena kejadian itu, kalau saja Steven sudah bercerai, bukankah dia dan Sierra bisa bersama dengan bahagia? Sayangnya ....Saat mengingat bahwa semua ini adalah kesalahan Luna, mereka makin tidak bisa menyukai putri kandung mereka sendiri.....Makin memikirkannya, ibuku menjadi makin emosi. Dia langsung meneleponku dan memarahi, "Lenora, kamu sengaja, 'kan? Kamu pasti tahu bahwa Steven masih belum bisa melewati rintangan di hatinya, ma

  • Belenggu Cinta Tak Terbalas   Bab 10

    Saat malam tiba, suasana di klub makin ramai. Lampu berwarna-warni terlihat berkelip-kelip, musik berdentum keras, dan kemewahan terpancar di setiap sudut.Saat Edgar membawa kliennya menuju ruangan VIP untuk membicarakan bisnis, langkahnya tiba-tiba terhenti. Dia meminta asistennya untuk lebih dulu mengantarkan klien, sementara dirinya berbelok ke ruangan VIP sebelah. Setelah berbasa-basi sebentar, pandangannya beralih ke Steven.Edgar segera bertanya, "Kak Steven, bukankah hari ini ulang tahun ke-70 Nenek Monika?"Kenapa Steven tidak menghadiri perayaan itu, malah duduk di sini minum-minum? Namun, Steven tidak menjawab. Dia hanya mengambil gelas di atas meja dan meneguk isinya dalam sekali tegukan.Edgar bertanya lagi, "Masih marah pada istrimu? Yang benar saja. Di saat seperti ini, kenapa dia nggak coba menenangkanmu? Hari ini, ulang tahun ke-70 neneknya lho. Kalau kamu nggak hadir bersamanya, kira-kira berapa banyak orang yang akan mentertawakannya?"Sorot mata Steven menjadi makin

Latest chapter

  • Belenggu Cinta Tak Terbalas   Bab 50

    "Sayang." Steven akhirnya sadar dan langsung melangkah ke arahku.Namun, saat dia melewati Sierra, Sierra yang awalnya berdiri dengan baik, tiba-tiba melemas dan jatuh.Ekspresi Steven sontak berubah drastis. Dia buru-buru menangkap Sierra, sepenuhnya melupakan keberadaanku.Di sudut yang tak terlihat oleh Steven, Sierra melirikku dengan senyuman penuh provokasi. Aku membalas dengan senyuman santai.Aku tidak takut dia punya trik, justru takut sebaliknya. Aku masih berharap dia bisa membantuku mempercepat perceraianku!Melihat Sierra pingsan, Yunita langsung maju. "Kak Rara, kamu kenapa? Kamu sampai jatuh sakit karena Luna mau merebut barangmu?"Usai berkata demikian, dia menangis sambil menatap Steven. "Kak, kamu selalu meminta kami mengalah pada Luna dan kami menurut! Tapi, dia keterlaluan sekali! Dia tahu betapa berharganya desain Master Tex bagi Kak Rara, tapi tetap bersikeras merebut! Kak Rara marah sampai sakit!""Dia ingin Kak Rara mati!"Di dalam pelukan Steven, Sierra berucap

  • Belenggu Cinta Tak Terbalas   Bab 49

    Teresia mengacungkan jempol padaku. "Keren!"Aku tahu dia sedang memujiku. Aku tidak lupa pada siapa pun, kecuali Steven. Itu benar, aku melupakannya dengan sangat sempurna!"Oke, jangan bahas bajingan itu lagi. Hari ini ulang tahunmu, kita harus merayakannya dengan baik!"Hari ini, aku akan memanjakan Teresia seperti seorang tuan putri yang paling bahagia di dunia ini!Aku merangkul Teresia. Begitu mengambil satu langkah ke depan, tiba-tiba terdengar suara keras di belakang. Sebuah benda berat menghantam lantai!Kami spontan menoleh. Sebuah pot bunga besar jatuh tepat di tempat kami berdiri barusan. Pot itu langsung hancur berkeping-keping.Wajah kami seketika pucat pasi. Entah bagaimana jika kami terlambat sedetik. Dengan ukuran dan berat seperti itu, jika pot itu mengenai kepala kami, yang pecah bukan hanya potnya, tetapi juga kepala kami!Teresia tersadar dari keterkejutannya. Dia langsung menengadah, siap memaki ke arah atas. Namun, sebelum sempat berteriak, tampak dua anak kecil

  • Belenggu Cinta Tak Terbalas   Bab 48

    Wajah Steven seketika memucat. Dia akhirnya teringat, orang yang suka kacang itu adalah Sierra.Wati sungguh kehabisan kata-kata melihat situasi ini. Saat menyiapkan bahan untuk roti, dia sempat mengatakan bahwa kacangnya terlalu banyak. Dia sendiri tidak pernah melihat Luna makan kacang, jadi dia menduga bahwa Luna tidak menyukainya.Namun, Steven malah berkata dengan yakin bahwa istrinya paling suka kacang. Ketika melihat keyakinannya, Wati pun percaya. Dia bahkan sempat berpikir akan membuatkan lebih banyak makanan yang mengandung kacang mulai sekarang.Alhasil, nyonyanya ini bukan hanya tidak suka kacang, bahkan alergi berat terhadap kacang. Ini ... sungguh keterlaluan.Sebagai seorang suami, Steven bukan hanya tidak tahu bahwa istrinya alergi kacang, tetapi malah mengira kacang adalah makanan favoritnya.Bukan hanya sang istri yang merasa kecewa, bahkan Wati yang hanya seorang pelayan juga merasa demikian. Tuannya ini benar-benar ....Wati melirik Steven sekilas. Untuk sesaat, dia

  • Belenggu Cinta Tak Terbalas   Bab 47

    Awalnya, Wati menyarankan untuk memasak telur tomat. Dia pikir, hanya perlu memotong tomat lalu menggorengnya dengan telur. Asalkan tidak terlalu asin atau hambar, rasanya bisa diterima.Siapa sangka, Steven, pria cerdas dan berbakat, raja di dunia bisnis, sosok luar biasa yang disebut sebagai genius langka, ternyata bahkan tidak bisa memasak telur tomat yang sesimpel itu. Hasilnya sampai tidak bisa dimakan!Melihat itu, Wati langsung menyerah dan menyuruhnya mencoba masakan lain. Mengingat nyonya mereka suka makan roti dan membuat roti dengan mesin adalah hal yang paling simpel, dia pun menyarankan Steven membuat roti. Cukup memasukkan bahan, menekan tombol, lalu roti akan matang.Yang penting punya tangan. Apalagi, roti sangat cocok untuk sarapan. Makanya, Wati memberinya saran seperti itu.Dengan bimbingan Wati, takaran bahan pun pas, dan hasilnya roti matang tanpa kesalahan, bahkan terlihat sangat menggugah selera."Sayang, ayo coba ini. Bukankah kamu paling suka kacang?" Steven me

  • Belenggu Cinta Tak Terbalas   Bab 46

    Aku ingin mengatakan bahwa dia sangat menjijikkan. Namun, dalam kondisiku sekarang, aku tidak bisa membuang energi untuk berdebat dengan seorang pemabuk. Jadi, aku berkata, "Lepaskan aku dulu. Aku nggak nyaman dipeluk begini."Mendengar itu, Steven sedikit mengendurkan pelukannya, tetapi tidak melepaskanku sepenuhnya.Aku melanjutkan, "Kamu bilang kamu nggak akan seperti dulu lagi. Kalau begitu, tunjukkan ketulusanmu. Kamu nggak bisa mengharapkanku memaafkanmu hanya dengan satu kata maaf setelah kamu menyakitiku begitu dalam dan melihatku hampir mati tanpa melakukan apa-apa."Aku bisa mendengar sedikit rasa bersalah dalam suaranya tentang insiden aku tenggelam. Jadi, aku sengaja mengungkitnya untuk membuat rasa bersalah itu semakin besar.Benar saja, lengannya yang memelukku menegang beberapa saat."Lepaskan aku dulu. Sekarang sudah sangat larut, aku ingin tidur. Kalau kamu benar-benar bisa menunjukkan perubahanmu, mungkin suatu hari aku bisa melupakan luka ini."Meskipun sedang menena

  • Belenggu Cinta Tak Terbalas   Bab 45

    Steven si berengsek itu memang tidak menganggapku sebagai istri. Namun, dia sangat antusias dengan urusan ranjang.Ini jelas perilaku bajingan kelas kakap. Namun, dulu aku malah menganggap ini sebagai bukti cintanya. Aku berpikir, jika dia tidak mencintaiku dan sudah muak denganku, dia pasti tidak akan menyentuhku, apalagi begitu terobsesi denganku.Wanita hanya akan menyerahkan dirinya pada pria yang mereka cintai. Setelah tidak mencintai, disentuh sedikit pun akan terasa menjijikkan.Namun, pria tidak begitu. Bagi mereka, nafsu dan cinta adalah dua hal yang sangat berbeda. Pria yang suka tidur denganmu tidak berarti mencintaimu.Setelah mengalami cedera dan sadar kembali, aku harus minum obat tidur setiap hari supaya bisa tidur. Namun, di rumah ini, aku tidak berani minum obat. Sekalipun pintu dikunci, aku tetap tidak berani.Jadi, aku hanya bisa memejamkan mata, bertahan sampai pukul 2 dini hari, tetapi tetap tidak bisa tidur. Aku mulai menghitung domba, satu ... dua ... tiga ....A

  • Belenggu Cinta Tak Terbalas   Bab 44

    Dia bilang aku berpikiran kotor, jadi melihat segalanya dengan cara yang kotor. Dia bilang aku picik, jadi tidak bisa menerima orang lain. Yang dia bela itu adalah adikku, penyelamat hidupnya! Bagaimana mungkin aku berpikir buruk tentangnya?Menghadapi ejekanku, Steven tidak bisa berkata-kata lagi. Dia sangat tahu bagaimana dia menjawab pertanyaanku dulu, berkali-kali.Setelah beberapa saat, dia menarik dasinya dengan frustrasi dan melemparkannya ke sofa. "Luna, kamu dan aku berbeda!""Apa yang berbeda? Karena aku benar-benar bersyukur atas orang yang menyelamatkan hidupku, sementara kamu memanfaatkan alasan itu untuk mengontrolku, menyiksaku, dan membuatku gila?"Steven tahu bahwa pria dan wanita seharusnya menjaga jarak dan memiliki batasan. Dia tahu bahwa banyak tindakannya selama ini salah. Namun, dia tetap melakukannya, bahkan menyalahkanku dan menudingku yang salah.Satu-satunya alasan yang masuk akal adalah dia memang sengaja menyiksaku, ingin membuatku menderita, ingin membuatk

  • Belenggu Cinta Tak Terbalas   Bab 43

    Aku tiba-tiba merasa sangat muak dan tidak ingin mendengar apa pun lagi darinya. "Kalau kamu benar-benar ingin mati, tancap gas lebih cepat lagi. Pastikan kalau terjadi kecelakaan, kamu bakal mati total. Jangan sampai malah cacat dan nggak bisa mati, itu merepotkan!"Aku lebih memilih mati daripada harus mengalami rasa sakit seperti sebelumnya.Steven yang tadinya ingin mengatakan sesuatu, tiba-tiba terdiam. Matanya menjadi suram, lalu dia tidak berkata apa-apa lagi. Dia hanya memperlambat laju mobil.Aku tidak bisa menahan tawa dingin. Dasar pria berengsek! Saat aku memintamu untuk pelan, kamu tidak mau. Begitu disuruh mati, dia justru melambat.Sama seperti bagaimana dia memperlakukanku dulu. Ketika aku menginginkannya, dia tidak peduli. Sekarang saat aku tidak menginginkannya lagi, justru dia yang tidak rela.Mobil melaju kencang menuju sebuah tempat yang terasa familier, tetapi juga asing bagiku. Sebuah vila mewah di pusat kota, harganya sangat mahal. Namun, lingkungannya memang lu

  • Belenggu Cinta Tak Terbalas   Bab 42

    Melihat Sierra duduk tegak dan menjaga jarak darinya, seberkas kekecewaan melintas di mata Willy."Aku sudah menyelidikinya, tapi nggak menemukan apa-apa. Luka Luna begitu parah sampai turun dari tempat tidur saja nggak bisa. Seharusnya dia juga nggak bisa melakukan apa pun.""Menurutku, kemungkinan besar dia cuma benar-benar patah hati. Dia terluka separah itu, tapi Pak Steven nggak pernah menjenguknya. Itu pasti membuatnya sangat hancur."Bagi Willy, Luna hanyalah seorang wanita bodoh dan tidak berguna. Orang seperti dia tidak mungkin memiliki kemampuan untuk melakukan sesuatu, apalagi merencanakan sesuatu yang besar.Namun, mata Sierra menjadi suram. Dia tahu Luna terluka parah dan tidak memiliki kemampuan untuk melakukan apa pun. Namun, tidak peduli seberapa parah lukanya, seberapa sakit hatinya, dengan cintanya yang mendalam kepada Steven, seharusnya Luna tidak berubah sejauh ini!Ada yang tidak beres! Pasti ada sesuatu yang terjadi selama wanita itu dirawat di rumah sakit!Sierra

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status