Share

Bab 5

Penulis: Dewita
Semua orang seketika mengecamku tak berperasaan. Di tengah cemooh semua orang, aku melihat tatapan puas dan penuh provokasi Sierra. Semenjak wanita itu datang ke rumahku, aku terus-menerus kalah oleh kebaikan hatinya yang rapuh itu.

Sierra adalah orang yang tidak pernah ragu melukai dirinya sendiri. Seperti ketika dia mencengkeram tanganku dan membuat seolah-olah aku mendorongnya dari tangga untuk memfitnahku tidak menyukainya. Akibatnya, dia luka parah dan harus dirawat selama sebulan lebih di rumah sakit.

Mendengar kata-kataku, Sierra menyunggingkan senyum lembut dan pedih, lalu menekan pisau itu ke lehernya sendiri.

Jika Steven tidak bergerak cepat dan merebut pisau itu tepat waktu, mungkin darahnya sudah berceceran di lantai. Kadang-kadang, aku benar-benar mengagumi keberaniannya.

....

Meskipun Steven bergerak cukup cepat sehingga Sierra tidak terluka berat, pisau tajam itu masih sedikit menggores kulitnya. Luka kecil yang akan sembuh dengan berobat sebentar ke rumah sakit itu sudah cukup untuk membuat mata suamiku memerah iba.

Steven menggendong Sierra, melempar tatapan dingin dan kecewa padaku, lalu buru-buru membawa wanita yang dicintainya ke rumah sakit. Sikapnya berbeda jauh padaku. Ketika dia melihat aku terluka parah sampai-sampai tidak sanggup mengangkat gelas air, dia mengira aku hanya berpura-pura.

Hatiku tanpa sadar berdenyut sakit.

"Gimana aku bisa punya adik sekejam kamu! Luna, aku peringatkan, kalau terjadi sesuatu pada Rara, aku nggak akan pernah memaafkanmu!" ujar kakakku. Setelah mengucapkan kata-kata kasar penuh kekecewaan dan sakit hati itu, dia segera menyusul kedua orang tadi.

Melihat ini, orang-orang lain di dalam ruangan juga ikut keluar. Saat berjalan pergi, mereka sengaja menubruk bahuku dengan keras.

Aku bisa menghindar dari beberapa orang pertama, tetapi gagal menghindari orang terakhir. Untungnya, aku melangkah mundur tepat waktu dan jatuh ke sofa di samping. Jika aku ditubruk dan jatuh dengan keras ke lantai, tubuhku yang ditopang pelat baja pasti akan hancur berantakan.

Aku terlalu bernafsu untuk membuang pria bajingan itu sehingga menjadi sedikit tidak sabar. Walau apa pun yang terjadi kelak, aku harus memprioritaskan keselamatan tubuhku sendiri.

Sofa di ruang VIP berkelas itu sangat empuk. Meski begitu, sekujur tubuhku tetap dihantam rasa sakit yang tak tertahankan. Aku duduk sejenak di sana untuk memulihkan tenaga.

Aku terlalu lelah untuk bergerak. Namun, ini bukan tempat di mana aku bisa istirahat dengan layak. Jadi, seberapa enggannya pun aku untuk bergerak, aku tetap memaksakan diri untuk pulang dengan taksi.

Persendianku berdenyut-denyut nyeri karena ditubruk tadi, membuatku tidak bisa tidur. Aku terpaksa minum beberapa keping pil tidur sebelum akhirnya bisa terlelap.

Aku terbangun oleh sebaskom air dingin. Aku sedikit linglung saat membuka mata dan melihat wajah marah kedua orang tuaku.

Aku tidak tahu hari apa sekarang. Apakah aku sedang bermimpi? Sebab, aku sudah lama tidak melihat wajah orang tuaku, biarpun mereka sedang marah-marah sekarang.

Aku tidak yakin mereka benar-benar nyata hingga ibuku kembali menyiramku dengan sebaskom air dingin lain.

"Lenora, berani-beraninya kamu tidur! Gimana aku bisa melahirkan monster sepertimu! Kamu menyuruh adikmu mati? Kalau kamu ingin melihat seseorang mati, kenapa nggak kamu saja yang mati!" geram ibuku.

Lenora adalah nama pemberian orang tuaku setelah mereka mengadopsi Sierra. Kata ibuku, aku adalah kakak. Dalam hal apa pun, aku harus ingat untuk selalu mengalah pada adikku, Sierra. Jadi, mereka mulai memanggilku dengan nama itu.

Aku tidak mau dan bersikeras menolak. Aku tidak mengerti. Mengapa? Hanya karena aku beberapa hari lebih tua dari Sierra, aku harus memberikan semua milikku untuknya? Orang tuaku, kakakku, kamarku, mainan favoritku, kuota untuk melanjutkan studi, dan penghargaan yang kumenangkan. Aku bahkan dipaksa merelakan namaku.

Hanya saja, segala perlawananku berakhir sia-sia. Di titik terendahku, aku memikirkan kematian. Selangkah demi selangkah, aku berjalan ke laut yang dalam. Kematian akan menjadi bentuk perlawanan terakhirku. Aku harap ini akan membuat orang tuaku menyesali sikap mereka padaku.

Namun, saat aku dilarikan ke UGD dan rumah sakit menelepon orang tuaku, mereka malah sibuk merayakan ulang tahun Sierra. Bukan hanya tidak datang untuk tanda tangan, mereka juga berkata bahwa aku bisa mati jika memang mau mati.

Saat itulah, aku sadar semuanya sia-sia. Apa pun yang kulakukan, semuanya tetap sia-sia.

Belakangan, setelah aku dewasa dan mandiri, hal pertama yang aku lakukan adalah mengubah namaku menjadi Luna. Una dari kata Luna berarti satu, hanya ada aku satu-satunya di dunia ini. Aku layak dan pantas untuk hidup dengan baik di dunia ini.

"Kalau tahu kamu akan menjadi monster sekejam ini, seharusnya aku mencekikmu sampai mati setelah melahirkanmu!" ujar ibuku.

Tatapan penuh kebencian ibuku membuatku yakin akan keseriusan kata-katanya. Jika bisa kembali ke masa lalu, dia pasti akan membunuh aku yang baru lahir tanpa ragu.

Aku menyeka air dingin di wajah, lalu tersenyum dan berkata, "Bu, sekarang juga belum terlambat."

Ibuku tertegun, lalu bertanya, "Belum terlambat untuk apa?"

"Sekarang belum terlambat untuk mencekikku sampai mati. Tenang saja, aku akan menulis surat pengampunan untuk Ibu terlebih dulu. Setelah itu, Ayah bisa membuat seolah-olah Ibu memiliki penyakit mental, jadi Ibu nggak perlu masuk penjara," sahutku.

Meski aku benar-benar ingin hidup, wanita inilah yang memberiku kehidupan. Kalau dia memang bertekad ingin membunuhku, aku tidak akan melawan. Akan kukembalikan kehidupan ini padanya.

"Ka ... kamu ...." Saking marahnya, ibuku tidak tahu harus berkata apa untuk beberapa saat. Kemudian, akhirnya dia berucap, "Kenapa kamu nggak mati saja saat jatuh dari tebing?"

Aku tertawa dan membalas, "Ya, kenapa aku nggak mati saja saat itu?"

Jika aku mati, semua orang akan senang. Tidak ada yang perlu merasa tersiksa seperti ini.

Ibuku menatapku. Aku tidak tahu apakah dia sedang kesulitan merespons ucapanku atau apakah kata-kata putus asaku tadi membangkitkan sedikit rasa keibuan dalam dirinya. Aku hanya diam di bawah tatapan rumitnya. Kemudian, aku merasakan amarahnya tiba-tiba mereda.

"Lenora, bagaimanapun juga kamu nggak bisa menyuruh adikmu mati. Kamu tahu betapa baik hatinya adikmu sejak kecil. Mendengarmu bilang begitu, dia benar-benar akan melakukannya! Kamu kakaknya, apa kamu nggak kasihan padanya?" tegur ibuku.

Aku memandangi ibuku. Ingin rasanya aku bertanya, mengapa dia tidak kasihan padaku? Aku jatuh dari tebing yang begitu tinggi dan hampir mati. Aku dirawat selama tiga bulan lebih di rumah sakit, tiga bulan lebih! Mengapa dia tidak merasa iba dan datang menjengukku?

Hanya saja, seberapa ingin pun aku mengatakannya, aku menahan diri. Sebab, semua yang aku katakan tidak berguna.

Ayahku yang tidak pernah sabar padaku akhirnya berkata, "Sudah, berhenti berlagak menyedihkan. Bangun, rapikan dirimu sekarang. Ikut kami ke rumah sakit dan minta maaf pada Rara!"

"Ada lagi, karena kamu juga merasa kalau Rara dan Steven cocok, cepat ceraikan Steven. Setelah menjadi penghalang di antara mereka selama bertahun-tahun, kamu juga belum bisa membuat Steven mencintaimu. Sudah saatnya kamu sadar diri," tambah ayahku.

Sebelum aku sempat menjawab, ayahku melanjutkan, "Kamu jatuh dari tebing yang begitu tinggi dan berada di air yang dingin begitu lama. Siapa yang tahu apa kamu masih bisa melahirkan atau nggak? Jangan hancurkan hidupnya."

Ibuku juga menimpali, "Iya, Lenora. Dengan kondisimu sekarang, lebih baik kamu lepaskan dia. Kalau kamu benar-benar mencintai Steven, biarkan dia pergi dan berbahagia!"

Aku menatap orang tuaku dalam diam. Ternyata mereka tahu betapa parahnya lukaku. Mereka tidak menjengukku bukan karena mengira aku hanya mengacau. Mereka hanya tidak peduli. Aku tidak pantas menerima kunjungan mereka.

Aku tidak bisa menahan tawa dan berkata, "Oke, aku akan lepaskan dia dan merestui mereka."

Bab terkait

  • Belenggu Cinta Tak Terbalas   Bab 6

    Ibuku yang masih ingin mengatakan sesuatu sontak tertegun saat mendengar kata-kataku. Tampaknya dia tidak menyangka aku akan setuju secepat ini. Ayahku yang siap untuk meledakkan amarahnya juga ikut tercengang.Bagaimanapun, dahulu aku terlalu keras kepala. Sekalipun mereka memukuliku hingga mati, aku tidak akan pernah mau bercerai.Tanpa menunggu mereka sadar dari keterkejutan, aku berkata lagi, "Tubuhku belum sembuh benar, aku nggak ingin bergerak. Aku nggak akan ikut kalian minta maaf. Setelah Steven selesai menyusun surat cerai, minta pengacaranya datang menemuiku."Usai berkata begitu, aku menarik selimut dan berbaring.Selimut yang basah menjadi menyesakkan dan membuatku kesulitan bernapas. Namun, itu lebih baik daripada melihat wajah gembira yang pasti akan segera terlihat di wajah orang tuaku.Orang tuaku masih cukup memahamiku. Mereka memang masih sulit percaya bahwa aku akan langsung setuju untuk bercerai. Namun, setelah rasa terkejut mereka pudar, mereka sadar aku tidak seda

  • Belenggu Cinta Tak Terbalas   Bab 7

    Aku terkejut dan secara naluriah mundur beberapa langkah. Kupikir, dia hanya pura-pura mabuk dan berencana melakukan sesuatu yang tidak baik padaku. Namun, ternyata dia bahkan lebih berbahaya daripada sekadar berpura-pura mabuk."Sayang, aku pulang ...." Steven berdiri dengan tubuh terhuyung-huyung, lalu menerjang ke arahku. Dia bertubuh tinggi dan kuat. Kalau benar-benar menabrakku hingga jatuh, mungkin nyawaku sungguh tak bisa diselamatkan lagi.Aku ketakutan dan buru-buru menghindar ke samping. Berhubung tidak mengenai sasaran, tubuh besarnya jatuh terjerembap ke lantai dengan suara yang begitu keras, hingga lantai pun ikut bergetar sejenak."Sayang ...." Sepertinya Steven tidak menyangka aku akan menghindar. Tatapannya yang penuh rasa terluka dan kecewa tertuju padaku.Tatapan itu seperti seorang anak kecil yang dengan penuh kebahagiaan ingin berlari ke arah orang yang paling disukainya dan paling dipercayainya, tetapi justru didorong menjauh. Melihatnya seperti ini, aku hampir saj

  • Belenggu Cinta Tak Terbalas   Bab 8

    Steven membalas, "Luna, aku sudah berkali-kali bilang, nggak ada apa-apa di antara aku dan Rara! Hubungan kami bukan seperti yang kamu pikirkan. Jangan gunakan perceraian untuk mengancamku. Meskipun kamu terus mengancam, aku tetap nggak akan mengirimnya ke luar negeri!"Aku pikir Steven akhirnya sadar bahwa aku benar-benar ingin bercerai dengannya. Namun ternyata, dia malah menganggapku hanya sedang marah dan menggunakan perceraian sebagai ancaman.Berhadapan dengan seseorang yang tidak bisa diajak bicara dengan masuk akal seperti ini sungguh membuatku frustrasi.Aku menatapnya dengan sangat serius, lalu menegaskan lagi dan lagi, "Steven, aku nggak marah dan bukan sedang mengancammu dengan perceraian. Aku sama sekali nggak berniat menyuruhmu mengirim Sierra ke luar negeri.""Aku sungguh-sungguh dan dengan sepenuh hati sangat berharap kalian bisa bersama. Kalau saja aku bisa merobek dadaku dan menunjukkan isi hatiku padamu, aku benar-benar ingin melakukannya supaya kamu bisa melihat bet

  • Belenggu Cinta Tak Terbalas   Bab 9

    "Nggak apa-apa, cuma luka kecil." Steven menarik kembali tangannya dan menjaga jarak dari Sierra.Sekilas ada kilatan dingin di mata Sierra, tetapi segera menghilang. Saat dia menatap Steven lagi, ekspresinya kembali lembut dan penuh perhatian. Dia berucap, "Kak Steven, cepatlah pergi membalut lukamu dulu."Steven menolak, "Nggak perlu, aku akan membawamu menemui profesor dulu."Saat orang tua Luna melihat bagaimana Steven begitu peduli pada Sierra, bahkan sampai mengabaikan lukanya sendiri demi mengurusnya, mereka hanya bisa menghela napas.Kalau bukan karena kejadian itu, kalau saja Steven sudah bercerai, bukankah dia dan Sierra bisa bersama dengan bahagia? Sayangnya ....Saat mengingat bahwa semua ini adalah kesalahan Luna, mereka makin tidak bisa menyukai putri kandung mereka sendiri.....Makin memikirkannya, ibuku menjadi makin emosi. Dia langsung meneleponku dan memarahi, "Lenora, kamu sengaja, 'kan? Kamu pasti tahu bahwa Steven masih belum bisa melewati rintangan di hatinya, ma

  • Belenggu Cinta Tak Terbalas   Bab 10

    Saat malam tiba, suasana di klub makin ramai. Lampu berwarna-warni terlihat berkelip-kelip, musik berdentum keras, dan kemewahan terpancar di setiap sudut.Saat Edgar membawa kliennya menuju ruangan VIP untuk membicarakan bisnis, langkahnya tiba-tiba terhenti. Dia meminta asistennya untuk lebih dulu mengantarkan klien, sementara dirinya berbelok ke ruangan VIP sebelah. Setelah berbasa-basi sebentar, pandangannya beralih ke Steven.Edgar segera bertanya, "Kak Steven, bukankah hari ini ulang tahun ke-70 Nenek Monika?"Kenapa Steven tidak menghadiri perayaan itu, malah duduk di sini minum-minum? Namun, Steven tidak menjawab. Dia hanya mengambil gelas di atas meja dan meneguk isinya dalam sekali tegukan.Edgar bertanya lagi, "Masih marah pada istrimu? Yang benar saja. Di saat seperti ini, kenapa dia nggak coba menenangkanmu? Hari ini, ulang tahun ke-70 neneknya lho. Kalau kamu nggak hadir bersamanya, kira-kira berapa banyak orang yang akan mentertawakannya?"Sorot mata Steven menjadi makin

  • Belenggu Cinta Tak Terbalas   Bab 11

    Dulu, aku menjadi rendah diri dan penakut karena ketidaksukaan Steven. Namun alasan utamaku tidak pernah melawan mereka adalah karena aku berpikir, sesama wanita tidak perlu saling menyulitkan.Nyatanya, sikap mengalahku tidak mempermudah hidupku, melainkan hanya membuat mereka makin semena-mena. Setiap kali, aku selalu menjadi sasaran penghinaan mereka. Kalau begitu, lebih baik aku menghadapi mereka secara langsung saja.Helen dan Shania adalah teman dekat dari Dania. Setelah kebingungan sesaat, Dania segera memasang ekspresi berwibawa dan mulai menegurku, "Luna, apa-apaan cara bicaramu ini?"Aku menatapnya dengan tenang, lalu membalas sambil tersenyum, "Jangan buru-buru, Bibi. Aku belum selesai. Kalau aku ini ayam tua mandul, lalu Steven itu apa? Gimana dengan dirimu?"Aku melanjutkan, "Lagian daripada menyalahkanku karena nggak bisa melahirkan anak, kenapa nggak membawa keponakan kesayanganmu itu untuk diperiksa dulu? Siapa tahu, justru dia yang bermasalah?""Apalagi, Keluarga Sunar

  • Belenggu Cinta Tak Terbalas   Bab 12

    Di hadapan begitu banyak orang apalagi di acara yang begitu penting, dimarahi seperti itu tentu saja membuat raut wajah kedua orang tuaku seketika berubah menjadi sangat canggung.Melihat situasi ini, putri angkat kesayangan mereka, harta yang paling mereka lindungi selama ini, segera maju dengan ekspresi lemah lembut.Suara Sierra terdengar lembut dan penuh kepedulian ketika berucap, "Nenek, jangan marah ya. Nenek sudah salah paham. Kak Steven cuma membantuku masuk karena kakiku terluka!"Di sampingnya, Steven yang sejak tadi memasang wajah muram langsung menambahkan, "Benar, Nenek sudah salah paham. Aku bukan datang bareng Rara. Kami cuma kebetulan bertemu di depan pintu. Karena kakinya cedera dan sulit berjalan, aku pun membantunya masuk.""Lagian, dia terluka juga karena Nenek. Dia mendengar bahwa jimat dari Kuil Sotala sangat manjur, terutama kalau diminta pada hari ulang tahun seseorang. Jadi, dia pergi ke sana untuk meminta jimat demi kesehatan dan keselamatan Nenek," ucap Steve

  • Belenggu Cinta Tak Terbalas   Bab 13

    Menurutku, pasti ada sesuatu di antara mereka berdua. Namun, aku terlalu mencintai Steven. Saking cintanya, sekalipun sangat menderita dan merasa mereka ada sesuatu, aku tetap memilih percaya saat Steven mengatakan bahwa mereka tidak ada hubungan apa-apa.Aku justru lebih berusaha untuk menyenangkan Steven, mendekatinya, bahkan memikirkan berbagai cara untuk mendapatkan kembali hatinya.Setiap kali terjadi sesuatu antara Steven dan Sierra, aku begitu gelisah seperti burung yang takut ditembak. Aku takut kali ini benar-benar akan kehilangan Steven. Ketika dia pulang, aku terus bertanya apakah dia mencintaiku.Aku yang takut kesakitan, bahkan rela menyayat pergelangan tanganku hanya untuk memohon padanya kembali dari tempat Sierra.Namun bagi Steven, penderitaan dan ketakutan yang aku rasakan malah dianggap kekonyolan dan sandiwara. Itu sebabnya ketika aku menyayat pergelangan tanganku, dia bukan hanya tidak pulang untuk mengasihaniku, bahkan makin merasa apa pun yang kulakukan hanya mem

Bab terbaru

  • Belenggu Cinta Tak Terbalas   Bab 50

    "Sayang." Steven akhirnya sadar dan langsung melangkah ke arahku.Namun, saat dia melewati Sierra, Sierra yang awalnya berdiri dengan baik, tiba-tiba melemas dan jatuh.Ekspresi Steven sontak berubah drastis. Dia buru-buru menangkap Sierra, sepenuhnya melupakan keberadaanku.Di sudut yang tak terlihat oleh Steven, Sierra melirikku dengan senyuman penuh provokasi. Aku membalas dengan senyuman santai.Aku tidak takut dia punya trik, justru takut sebaliknya. Aku masih berharap dia bisa membantuku mempercepat perceraianku!Melihat Sierra pingsan, Yunita langsung maju. "Kak Rara, kamu kenapa? Kamu sampai jatuh sakit karena Luna mau merebut barangmu?"Usai berkata demikian, dia menangis sambil menatap Steven. "Kak, kamu selalu meminta kami mengalah pada Luna dan kami menurut! Tapi, dia keterlaluan sekali! Dia tahu betapa berharganya desain Master Tex bagi Kak Rara, tapi tetap bersikeras merebut! Kak Rara marah sampai sakit!""Dia ingin Kak Rara mati!"Di dalam pelukan Steven, Sierra berucap

  • Belenggu Cinta Tak Terbalas   Bab 49

    Teresia mengacungkan jempol padaku. "Keren!"Aku tahu dia sedang memujiku. Aku tidak lupa pada siapa pun, kecuali Steven. Itu benar, aku melupakannya dengan sangat sempurna!"Oke, jangan bahas bajingan itu lagi. Hari ini ulang tahunmu, kita harus merayakannya dengan baik!"Hari ini, aku akan memanjakan Teresia seperti seorang tuan putri yang paling bahagia di dunia ini!Aku merangkul Teresia. Begitu mengambil satu langkah ke depan, tiba-tiba terdengar suara keras di belakang. Sebuah benda berat menghantam lantai!Kami spontan menoleh. Sebuah pot bunga besar jatuh tepat di tempat kami berdiri barusan. Pot itu langsung hancur berkeping-keping.Wajah kami seketika pucat pasi. Entah bagaimana jika kami terlambat sedetik. Dengan ukuran dan berat seperti itu, jika pot itu mengenai kepala kami, yang pecah bukan hanya potnya, tetapi juga kepala kami!Teresia tersadar dari keterkejutannya. Dia langsung menengadah, siap memaki ke arah atas. Namun, sebelum sempat berteriak, tampak dua anak kecil

  • Belenggu Cinta Tak Terbalas   Bab 48

    Wajah Steven seketika memucat. Dia akhirnya teringat, orang yang suka kacang itu adalah Sierra.Wati sungguh kehabisan kata-kata melihat situasi ini. Saat menyiapkan bahan untuk roti, dia sempat mengatakan bahwa kacangnya terlalu banyak. Dia sendiri tidak pernah melihat Luna makan kacang, jadi dia menduga bahwa Luna tidak menyukainya.Namun, Steven malah berkata dengan yakin bahwa istrinya paling suka kacang. Ketika melihat keyakinannya, Wati pun percaya. Dia bahkan sempat berpikir akan membuatkan lebih banyak makanan yang mengandung kacang mulai sekarang.Alhasil, nyonyanya ini bukan hanya tidak suka kacang, bahkan alergi berat terhadap kacang. Ini ... sungguh keterlaluan.Sebagai seorang suami, Steven bukan hanya tidak tahu bahwa istrinya alergi kacang, tetapi malah mengira kacang adalah makanan favoritnya.Bukan hanya sang istri yang merasa kecewa, bahkan Wati yang hanya seorang pelayan juga merasa demikian. Tuannya ini benar-benar ....Wati melirik Steven sekilas. Untuk sesaat, dia

  • Belenggu Cinta Tak Terbalas   Bab 47

    Awalnya, Wati menyarankan untuk memasak telur tomat. Dia pikir, hanya perlu memotong tomat lalu menggorengnya dengan telur. Asalkan tidak terlalu asin atau hambar, rasanya bisa diterima.Siapa sangka, Steven, pria cerdas dan berbakat, raja di dunia bisnis, sosok luar biasa yang disebut sebagai genius langka, ternyata bahkan tidak bisa memasak telur tomat yang sesimpel itu. Hasilnya sampai tidak bisa dimakan!Melihat itu, Wati langsung menyerah dan menyuruhnya mencoba masakan lain. Mengingat nyonya mereka suka makan roti dan membuat roti dengan mesin adalah hal yang paling simpel, dia pun menyarankan Steven membuat roti. Cukup memasukkan bahan, menekan tombol, lalu roti akan matang.Yang penting punya tangan. Apalagi, roti sangat cocok untuk sarapan. Makanya, Wati memberinya saran seperti itu.Dengan bimbingan Wati, takaran bahan pun pas, dan hasilnya roti matang tanpa kesalahan, bahkan terlihat sangat menggugah selera."Sayang, ayo coba ini. Bukankah kamu paling suka kacang?" Steven me

  • Belenggu Cinta Tak Terbalas   Bab 46

    Aku ingin mengatakan bahwa dia sangat menjijikkan. Namun, dalam kondisiku sekarang, aku tidak bisa membuang energi untuk berdebat dengan seorang pemabuk. Jadi, aku berkata, "Lepaskan aku dulu. Aku nggak nyaman dipeluk begini."Mendengar itu, Steven sedikit mengendurkan pelukannya, tetapi tidak melepaskanku sepenuhnya.Aku melanjutkan, "Kamu bilang kamu nggak akan seperti dulu lagi. Kalau begitu, tunjukkan ketulusanmu. Kamu nggak bisa mengharapkanku memaafkanmu hanya dengan satu kata maaf setelah kamu menyakitiku begitu dalam dan melihatku hampir mati tanpa melakukan apa-apa."Aku bisa mendengar sedikit rasa bersalah dalam suaranya tentang insiden aku tenggelam. Jadi, aku sengaja mengungkitnya untuk membuat rasa bersalah itu semakin besar.Benar saja, lengannya yang memelukku menegang beberapa saat."Lepaskan aku dulu. Sekarang sudah sangat larut, aku ingin tidur. Kalau kamu benar-benar bisa menunjukkan perubahanmu, mungkin suatu hari aku bisa melupakan luka ini."Meskipun sedang menena

  • Belenggu Cinta Tak Terbalas   Bab 45

    Steven si berengsek itu memang tidak menganggapku sebagai istri. Namun, dia sangat antusias dengan urusan ranjang.Ini jelas perilaku bajingan kelas kakap. Namun, dulu aku malah menganggap ini sebagai bukti cintanya. Aku berpikir, jika dia tidak mencintaiku dan sudah muak denganku, dia pasti tidak akan menyentuhku, apalagi begitu terobsesi denganku.Wanita hanya akan menyerahkan dirinya pada pria yang mereka cintai. Setelah tidak mencintai, disentuh sedikit pun akan terasa menjijikkan.Namun, pria tidak begitu. Bagi mereka, nafsu dan cinta adalah dua hal yang sangat berbeda. Pria yang suka tidur denganmu tidak berarti mencintaimu.Setelah mengalami cedera dan sadar kembali, aku harus minum obat tidur setiap hari supaya bisa tidur. Namun, di rumah ini, aku tidak berani minum obat. Sekalipun pintu dikunci, aku tetap tidak berani.Jadi, aku hanya bisa memejamkan mata, bertahan sampai pukul 2 dini hari, tetapi tetap tidak bisa tidur. Aku mulai menghitung domba, satu ... dua ... tiga ....A

  • Belenggu Cinta Tak Terbalas   Bab 44

    Dia bilang aku berpikiran kotor, jadi melihat segalanya dengan cara yang kotor. Dia bilang aku picik, jadi tidak bisa menerima orang lain. Yang dia bela itu adalah adikku, penyelamat hidupnya! Bagaimana mungkin aku berpikir buruk tentangnya?Menghadapi ejekanku, Steven tidak bisa berkata-kata lagi. Dia sangat tahu bagaimana dia menjawab pertanyaanku dulu, berkali-kali.Setelah beberapa saat, dia menarik dasinya dengan frustrasi dan melemparkannya ke sofa. "Luna, kamu dan aku berbeda!""Apa yang berbeda? Karena aku benar-benar bersyukur atas orang yang menyelamatkan hidupku, sementara kamu memanfaatkan alasan itu untuk mengontrolku, menyiksaku, dan membuatku gila?"Steven tahu bahwa pria dan wanita seharusnya menjaga jarak dan memiliki batasan. Dia tahu bahwa banyak tindakannya selama ini salah. Namun, dia tetap melakukannya, bahkan menyalahkanku dan menudingku yang salah.Satu-satunya alasan yang masuk akal adalah dia memang sengaja menyiksaku, ingin membuatku menderita, ingin membuatk

  • Belenggu Cinta Tak Terbalas   Bab 43

    Aku tiba-tiba merasa sangat muak dan tidak ingin mendengar apa pun lagi darinya. "Kalau kamu benar-benar ingin mati, tancap gas lebih cepat lagi. Pastikan kalau terjadi kecelakaan, kamu bakal mati total. Jangan sampai malah cacat dan nggak bisa mati, itu merepotkan!"Aku lebih memilih mati daripada harus mengalami rasa sakit seperti sebelumnya.Steven yang tadinya ingin mengatakan sesuatu, tiba-tiba terdiam. Matanya menjadi suram, lalu dia tidak berkata apa-apa lagi. Dia hanya memperlambat laju mobil.Aku tidak bisa menahan tawa dingin. Dasar pria berengsek! Saat aku memintamu untuk pelan, kamu tidak mau. Begitu disuruh mati, dia justru melambat.Sama seperti bagaimana dia memperlakukanku dulu. Ketika aku menginginkannya, dia tidak peduli. Sekarang saat aku tidak menginginkannya lagi, justru dia yang tidak rela.Mobil melaju kencang menuju sebuah tempat yang terasa familier, tetapi juga asing bagiku. Sebuah vila mewah di pusat kota, harganya sangat mahal. Namun, lingkungannya memang lu

  • Belenggu Cinta Tak Terbalas   Bab 42

    Melihat Sierra duduk tegak dan menjaga jarak darinya, seberkas kekecewaan melintas di mata Willy."Aku sudah menyelidikinya, tapi nggak menemukan apa-apa. Luka Luna begitu parah sampai turun dari tempat tidur saja nggak bisa. Seharusnya dia juga nggak bisa melakukan apa pun.""Menurutku, kemungkinan besar dia cuma benar-benar patah hati. Dia terluka separah itu, tapi Pak Steven nggak pernah menjenguknya. Itu pasti membuatnya sangat hancur."Bagi Willy, Luna hanyalah seorang wanita bodoh dan tidak berguna. Orang seperti dia tidak mungkin memiliki kemampuan untuk melakukan sesuatu, apalagi merencanakan sesuatu yang besar.Namun, mata Sierra menjadi suram. Dia tahu Luna terluka parah dan tidak memiliki kemampuan untuk melakukan apa pun. Namun, tidak peduli seberapa parah lukanya, seberapa sakit hatinya, dengan cintanya yang mendalam kepada Steven, seharusnya Luna tidak berubah sejauh ini!Ada yang tidak beres! Pasti ada sesuatu yang terjadi selama wanita itu dirawat di rumah sakit!Sierra

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status