Share

Bab 4

Author: Dewita
Selama satu bulan lebih terakhir pemulihan diri di rumah sakit, aku tidak diam saja. Aku menyuruh orang menyelidiki segala sesuatu tentangku, suami sahku, dan Sierra.

Ternyata aku dan Steven menikah atas dasar cinta. Setidaknya, aku selalu berpikir aku menikah karena cinta.

Demi pria ini, aku mengorbankan segala sesuatu untuk membantunya merintis bisnis. Aku bahkan rela meninggalkan studiku dan menjadi ibu rumah tangga agar bisa menjaganya secara lebih maksimal.

Siapa sangka, ternyata Steven hanya memanfaatkan perasaanku demi keuntungannya. Wanita yang sebenarnya dia cintai adalah adik angkatku, Sierra.

Setelah Sierra kembali ... semuanya berporos padanya. Pada hari ulang tahun pernikahan kami, Steven menemani Sierra melihat aurora di Kutub Utara. Pada hari ulang tahunku, dia menemani Sierra menikmati bunga sakura yang romantis di Takya.

Pada Hari Kasih Sayang, Steven memberi Sierra mawar merah yang memenuhi satu vila dan cincin berlian besar. Sementara itu, dia hanya memberiku barang gratis yang didapatkan dari hadiah Sierra, serta wanti-wanti agar aku tidak mengacau.

Meski begitu, aku tetap mencintainya dan tidak ingin bercerai dengannya. Setelah rasa sedihku reda, aku masih melayaninya, mengurusinya, dan menjaganya dengan penuh perhatian. Harapanku hanyalah mempertahankan pernikahan ini.

Penculikan kali ini juga bermula dari musuh-musuh Steven yang menginginkannya mati. Aku diculik karena ingin melindunginya. Hanya saja, semua pengorbananku itu tidak membuahkan hasil apa pun.

Aku rela memberikan hidupku untuk Steven, tetapi dia tanpa ragu memilih membiarkanku untuk mati demi Sierra. Setelah aku lolos dari gerbang maut pun, dia tidak peduli. Dia hanya ingin aku meminta maaf pada pujaan hatinya. Benar-benar bajingan keji!

Aku sulit menerima fakta bahwa diriku dahulu menjadi budak cinta yang begitu rendah hingga rela mengorbankan hidup dan harga diri hanya demi seorang pria.

Namun, semua kebodohan itu sudah berlalu. Menyesal sekarang juga tidak ada gunanya. Jalan terbaik yang bisa kutempuh sekarang adalah mencampakkan pria berengsek ini.

Mereka berdua, yang satu bajingan dan yang satunya wanita jalang. Keduanya benar-benar pasangan serasi. Aku harap mereka akan bersama selamanya.

Steven berkata dengan alis berkerut, "Luna, omong kosong apa kamu? Aku sudah memberimu waktu tiga bulan lebih untuk introspeksi, tapi kamu masih saja seperti ini?"

Pria itu masih berani berkata begitu! Saat mendengar kata-katanya, aku tidak bisa menahan tawa. Aku geli mengingat betapa mengenaskannya aku dahulu.

Aku mengorbankan segalanya demi seorang pria, bahkan hingga hampir kehilangan nyawa. Namun, balasan yang kudapatkan hanyalah kalimat: "Kamu belum introspeksi diri."

"Aku sudah introspeksi, kok. Justru aku sengaja ke sini untuk memberikan restu pada kalian berdua," ucapku.

Wajah tampan pria itu tiba-tiba berubah muram. Raut lembut penuh kasihnya barusan hilang tanpa jejak. Lihatlah, cinta dan benci begitu jelas bedanya.

Entah mengapa, padahal aku tidak mengingat sedalam apa cintaku dahulu padanya, aku juga benar-benar ingin membuang pria berengsek ini. Namun, ketika aku bertemu matanya yang dingin dan tak berperasaan, hatiku sontak berdenyut sakit.

"Kak Luna, tolong jangan salah paham. Aku dan Kak Steven nggak ada hubungan apa-apa. Kami hanya kalah main truth and dare. Ini hanya permainan ...," ujar seorang wanita yang tampak sangat rapuh sambil berlari dengan langkah lemah dan panik. Dia terlihat cemas, seolah-olah aku benar-benar telah salah paham tentang mereka.

Saat wanita itu hendak menubrukku, aku refleks menghindar ke samping. Aku memang terlihat baik-baik saja di luar, tetapi sesungguhnya tubuhku disokong oleh pelat dan sekrup baja.

Sebelum aku keluar dari rumah sakit, dokter berulang kali berpesan agar aku selalu berhati-hati hingga tubuhku sepenuhnya pulih. Aku harus menjaga agar tulangku tidak cedera lagi untuk menghindar kerusakan permanen yang tidak bisa dipulihkan.

Saat ini aku lebih rapuh dari boneka porselen. Aku tidak sanggup menahan terjangannya yang "rapuh" itu.

Selama aku dirawat di rumah sakit, orang tuaku, kakakku, dan suamiku tidak datang menjengukku. Namun, adik angkatku ini sering datang dan tahu betul kondisiku sekarang.

"Kak Luna, apa kamu sebenci itu padaku?" keluh Sierra yang gagal menubrukku dan terjatuh ke lantai. Air mata seketika menggenangi matanya. Air mata yang mengancam akan jatuh di wajahnya itu menarik perasaan iba semua orang.

Suamiku tentu saja juga tersentuh. Wajah muramnya bertambah dingin dan menyeramkan.

"Luna, kalau kedatanganmu bukan untuk minta maaf pada Rara, sebaiknya kamu segera pergi! Mulai sekarang jangan muncul lagi di depanku!" ujar pria itu dengan nada dingin.

Aura angkuh Steven dan kata-katanya yang penuh intimidasi membuatku sedikit sesak napas. Namun ... apa dia benar-benar menawarkan hal sebagus ini? Aku tidak perlu minta maaf dan bertemu pria berengsek ini lagi?

Aku mengangkat pandangan, lalu tersenyum dan berkata, "Kebetulan banget, aku memang nggak bermaksud minta maaf. Kalau begitu, aku pergi dulu."

Usai berkata demikian, aku langsung berbalik dan pergi. Aku mengabaikan suasana ruang VIP yang seketika menjadi sehening kamar mayat.

Sayangnya, baru berjalan satu langkah, seseorang sudah mencengkeram lenganku dengan kuat. Rasa sakit yang menusuk tulang seketika membuat tubuhku berkeringat dingin.

"Luna, kamu sadar apa yang kamu katakan? Berbuat onar juga ada batasnya, tahu!" geram Steven dengan jengkel.

Teringat bagaimana Luna telah berulah selama tiga bulan lebih dan alih-alih berhenti, melainkan makin kelewatan, intonasi bicara Steven tanpa sadar meninggi.

Aku menatap Steven. Tak kusangka, bahkan setelah aku mengatakan ini, dia masih mengira aku sedang mengacau dan berulah. Untuk sesaat, aku curiga otaknya bermasalah.

"Kamu pikir aku lagi berulah? Kalau begitu, kita buktikan saja!" tantangku.

"Buktikan apa?" tanya Steven. Instingnya mengatakan bahwa kata-kata Luna selanjutnya bukanlah apa yang ingin dia dengar.

Aku berkata sambil menatapnya dengan serius, "Kita ambil surat cerai. Kita buktikan apa aku sedang mengacau atau bukan."

Begitu kata-kataku itu terlontar, semua orang di ruangan terbelalak tidak percaya. Mereka menatapku seakan-akan aku telah dirasuki alien. Bagaimanapun, apa pun yang terjadi, aku yang dahulu tidak akan pernah mengucapkan sesuatu seperti menceraikan Steven.

Setelah keheningan sejenak, orang-orang di ruangan mulai berkomentar dengan sinis.

"Luna, kalau kamu bilang begitu, Steven benar-benar akan menceraikanmu!"

"Kalau surat cerai sudah diajukan ke Pengadilan Negeri, jangan coba-coba menangis dan memohon ampun sama Steven!"

"Steven, jangan manjakan dia. Ceraikan saja wanita itu!"

"Iya, Steven, ceraikan saja dia! Kita lihat dia berani atau nggak. Setelah menceraikannya, kamu bisa cari wanita yang seratus kali lebih baik. Dia hanya wanita bekas. Jangankan mendapatkan pria sepertimu, kalaupun dia pergi jual diri, kurasa juga nggak ada yang mau!"

"Benar-benar sok. Dia bahkan berani menggunakan kata cerai untuk mengancam Steven!"

"Kamu dirawat di rumah sakit selama tiga bulan lebih dan Steven bahkan nggak satu kali pun menjengukmu. Jadi, seharusnya kamu bisa sadar diri, 'kan?"

"Jangan bercanda, Dylan. Bucin sepertinya mana tahu apa itu kesadaran diri?"

Steven tidak mencintaiku, jadi teman-temannya juga tidak menyukaiku. Mereka memperlakukanku seperti wanita tidak tahu malu yang terus menempeli Steven, sama sekali tidak ada harga dirinya.

Di tengah dorongan semua orang untuk menceraikan Luna, raut wajah Steven bertambah muram. Dia berkata dengan penuh peringatan, "Luna, jangan kelewatan kamu!"

Sama seperti Steven, semua orang berpikir bahwa aku hanya menggunakan kata cerai untuk membuat masalah. Sebab, mereka tahu betapa aku sangat mencintai Steven.

Jika Steven tidak pulang semalaman, aku sudah panik dan menangis ketakutan hingga mengalami alkalosis pernapasan, apalagi jika harus bercerai dengannya.

Hanya kakakku yang bisa melihat keseriusanku. Sebagai saudara kembarku, dia adalah orang yang paling memahamiku.

"Luna, kamu kenapa? Dia Steven, pria yang paling kamu cintai!" ujar kakakku. Berhubung dia tahu aku serius, dia makin tidak percaya. Dia tidak tahu apa yang terjadi padaku hingga aku ingin menceraikan Steven yang sangat kucintai.

Aku mengabaikan kakakku dan hanya menatap Steven, memintanya melepaskanku dalam diam.

Steven tiba-tiba tertawa. Aku tidak tahu apakah dia tertawa karena marah dengan sifat keras kepalaku ataukah dia hanya gembira karena akhirnya bisa menyingkirkanku yang selama ini membebaninya.

"Hebat! Hebat sekali! Luna, kamu benar-benar luar biasa! Kamu mau cerai? Oke! Kita cerai!" ujar Steven.

Aku sudah mendapat jawaban yang kuinginkan dan ingin pergi. Namun, Sierra lagi-lagi menerjang ke arahku sambil berkata dengan berlinang air mata, "Kak Luna, Steven, jangan ... jangan begini! Jangan bercerai karena aku ...."

"Kak Luna, nggak ada apa-apa antara aku dan Steven. Yang tadi itu hanya main-main. Jangan ceraikan dia hanya karena ini. Kalau ... kalau Kak Luna nggak percaya padaku, aku bisa buktikan dengan nyawaku!" tambah Sierra sambil mengambil dan menekankan pisau buah dari meja di lehernya.

Semua orang sontak membujuknya dengan cemas, memintanya untuk tidak bertindak gegabah, membujuknya mengabaikan pembuat onar sepertiku.

Sebaliknya, aku mendengus dan berkata, "Oke, buktikan saja. Kalau kamu mati, aku akan percaya!"

Related chapters

  • Belenggu Cinta Tak Terbalas   Bab 5

    Semua orang seketika mengecamku tak berperasaan. Di tengah cemooh semua orang, aku melihat tatapan puas dan penuh provokasi Sierra. Semenjak wanita itu datang ke rumahku, aku terus-menerus kalah oleh kebaikan hatinya yang rapuh itu.Sierra adalah orang yang tidak pernah ragu melukai dirinya sendiri. Seperti ketika dia mencengkeram tanganku dan membuat seolah-olah aku mendorongnya dari tangga untuk memfitnahku tidak menyukainya. Akibatnya, dia luka parah dan harus dirawat selama sebulan lebih di rumah sakit.Mendengar kata-kataku, Sierra menyunggingkan senyum lembut dan pedih, lalu menekan pisau itu ke lehernya sendiri.Jika Steven tidak bergerak cepat dan merebut pisau itu tepat waktu, mungkin darahnya sudah berceceran di lantai. Kadang-kadang, aku benar-benar mengagumi keberaniannya.....Meskipun Steven bergerak cukup cepat sehingga Sierra tidak terluka berat, pisau tajam itu masih sedikit menggores kulitnya. Luka kecil yang akan sembuh dengan berobat sebentar ke rumah sakit itu suda

  • Belenggu Cinta Tak Terbalas   Bab 6

    Ibuku yang masih ingin mengatakan sesuatu sontak tertegun saat mendengar kata-kataku. Tampaknya dia tidak menyangka aku akan setuju secepat ini. Ayahku yang siap untuk meledakkan amarahnya juga ikut tercengang.Bagaimanapun, dahulu aku terlalu keras kepala. Sekalipun mereka memukuliku hingga mati, aku tidak akan pernah mau bercerai.Tanpa menunggu mereka sadar dari keterkejutan, aku berkata lagi, "Tubuhku belum sembuh benar, aku nggak ingin bergerak. Aku nggak akan ikut kalian minta maaf. Setelah Steven selesai menyusun surat cerai, minta pengacaranya datang menemuiku."Usai berkata begitu, aku menarik selimut dan berbaring.Selimut yang basah menjadi menyesakkan dan membuatku kesulitan bernapas. Namun, itu lebih baik daripada melihat wajah gembira yang pasti akan segera terlihat di wajah orang tuaku.Orang tuaku masih cukup memahamiku. Mereka memang masih sulit percaya bahwa aku akan langsung setuju untuk bercerai. Namun, setelah rasa terkejut mereka pudar, mereka sadar aku tidak seda

  • Belenggu Cinta Tak Terbalas   Bab 7

    Aku terkejut dan secara naluriah mundur beberapa langkah. Kupikir, dia hanya pura-pura mabuk dan berencana melakukan sesuatu yang tidak baik padaku. Namun, ternyata dia bahkan lebih berbahaya daripada sekadar berpura-pura mabuk."Sayang, aku pulang ...." Steven berdiri dengan tubuh terhuyung-huyung, lalu menerjang ke arahku. Dia bertubuh tinggi dan kuat. Kalau benar-benar menabrakku hingga jatuh, mungkin nyawaku sungguh tak bisa diselamatkan lagi.Aku ketakutan dan buru-buru menghindar ke samping. Berhubung tidak mengenai sasaran, tubuh besarnya jatuh terjerembap ke lantai dengan suara yang begitu keras, hingga lantai pun ikut bergetar sejenak."Sayang ...." Sepertinya Steven tidak menyangka aku akan menghindar. Tatapannya yang penuh rasa terluka dan kecewa tertuju padaku.Tatapan itu seperti seorang anak kecil yang dengan penuh kebahagiaan ingin berlari ke arah orang yang paling disukainya dan paling dipercayainya, tetapi justru didorong menjauh. Melihatnya seperti ini, aku hampir saj

  • Belenggu Cinta Tak Terbalas   Bab 8

    Steven membalas, "Luna, aku sudah berkali-kali bilang, nggak ada apa-apa di antara aku dan Rara! Hubungan kami bukan seperti yang kamu pikirkan. Jangan gunakan perceraian untuk mengancamku. Meskipun kamu terus mengancam, aku tetap nggak akan mengirimnya ke luar negeri!"Aku pikir Steven akhirnya sadar bahwa aku benar-benar ingin bercerai dengannya. Namun ternyata, dia malah menganggapku hanya sedang marah dan menggunakan perceraian sebagai ancaman.Berhadapan dengan seseorang yang tidak bisa diajak bicara dengan masuk akal seperti ini sungguh membuatku frustrasi.Aku menatapnya dengan sangat serius, lalu menegaskan lagi dan lagi, "Steven, aku nggak marah dan bukan sedang mengancammu dengan perceraian. Aku sama sekali nggak berniat menyuruhmu mengirim Sierra ke luar negeri.""Aku sungguh-sungguh dan dengan sepenuh hati sangat berharap kalian bisa bersama. Kalau saja aku bisa merobek dadaku dan menunjukkan isi hatiku padamu, aku benar-benar ingin melakukannya supaya kamu bisa melihat bet

  • Belenggu Cinta Tak Terbalas   Bab 9

    "Nggak apa-apa, cuma luka kecil." Steven menarik kembali tangannya dan menjaga jarak dari Sierra.Sekilas ada kilatan dingin di mata Sierra, tetapi segera menghilang. Saat dia menatap Steven lagi, ekspresinya kembali lembut dan penuh perhatian. Dia berucap, "Kak Steven, cepatlah pergi membalut lukamu dulu."Steven menolak, "Nggak perlu, aku akan membawamu menemui profesor dulu."Saat orang tua Luna melihat bagaimana Steven begitu peduli pada Sierra, bahkan sampai mengabaikan lukanya sendiri demi mengurusnya, mereka hanya bisa menghela napas.Kalau bukan karena kejadian itu, kalau saja Steven sudah bercerai, bukankah dia dan Sierra bisa bersama dengan bahagia? Sayangnya ....Saat mengingat bahwa semua ini adalah kesalahan Luna, mereka makin tidak bisa menyukai putri kandung mereka sendiri.....Makin memikirkannya, ibuku menjadi makin emosi. Dia langsung meneleponku dan memarahi, "Lenora, kamu sengaja, 'kan? Kamu pasti tahu bahwa Steven masih belum bisa melewati rintangan di hatinya, ma

  • Belenggu Cinta Tak Terbalas   Bab 10

    Saat malam tiba, suasana di klub makin ramai. Lampu berwarna-warni terlihat berkelip-kelip, musik berdentum keras, dan kemewahan terpancar di setiap sudut.Saat Edgar membawa kliennya menuju ruangan VIP untuk membicarakan bisnis, langkahnya tiba-tiba terhenti. Dia meminta asistennya untuk lebih dulu mengantarkan klien, sementara dirinya berbelok ke ruangan VIP sebelah. Setelah berbasa-basi sebentar, pandangannya beralih ke Steven.Edgar segera bertanya, "Kak Steven, bukankah hari ini ulang tahun ke-70 Nenek Monika?"Kenapa Steven tidak menghadiri perayaan itu, malah duduk di sini minum-minum? Namun, Steven tidak menjawab. Dia hanya mengambil gelas di atas meja dan meneguk isinya dalam sekali tegukan.Edgar bertanya lagi, "Masih marah pada istrimu? Yang benar saja. Di saat seperti ini, kenapa dia nggak coba menenangkanmu? Hari ini, ulang tahun ke-70 neneknya lho. Kalau kamu nggak hadir bersamanya, kira-kira berapa banyak orang yang akan mentertawakannya?"Sorot mata Steven menjadi makin

  • Belenggu Cinta Tak Terbalas   Bab 11

    Dulu, aku menjadi rendah diri dan penakut karena ketidaksukaan Steven. Namun alasan utamaku tidak pernah melawan mereka adalah karena aku berpikir, sesama wanita tidak perlu saling menyulitkan.Nyatanya, sikap mengalahku tidak mempermudah hidupku, melainkan hanya membuat mereka makin semena-mena. Setiap kali, aku selalu menjadi sasaran penghinaan mereka. Kalau begitu, lebih baik aku menghadapi mereka secara langsung saja.Helen dan Shania adalah teman dekat dari Dania. Setelah kebingungan sesaat, Dania segera memasang ekspresi berwibawa dan mulai menegurku, "Luna, apa-apaan cara bicaramu ini?"Aku menatapnya dengan tenang, lalu membalas sambil tersenyum, "Jangan buru-buru, Bibi. Aku belum selesai. Kalau aku ini ayam tua mandul, lalu Steven itu apa? Gimana dengan dirimu?"Aku melanjutkan, "Lagian daripada menyalahkanku karena nggak bisa melahirkan anak, kenapa nggak membawa keponakan kesayanganmu itu untuk diperiksa dulu? Siapa tahu, justru dia yang bermasalah?""Apalagi, Keluarga Sunar

  • Belenggu Cinta Tak Terbalas   Bab 12

    Di hadapan begitu banyak orang apalagi di acara yang begitu penting, dimarahi seperti itu tentu saja membuat raut wajah kedua orang tuaku seketika berubah menjadi sangat canggung.Melihat situasi ini, putri angkat kesayangan mereka, harta yang paling mereka lindungi selama ini, segera maju dengan ekspresi lemah lembut.Suara Sierra terdengar lembut dan penuh kepedulian ketika berucap, "Nenek, jangan marah ya. Nenek sudah salah paham. Kak Steven cuma membantuku masuk karena kakiku terluka!"Di sampingnya, Steven yang sejak tadi memasang wajah muram langsung menambahkan, "Benar, Nenek sudah salah paham. Aku bukan datang bareng Rara. Kami cuma kebetulan bertemu di depan pintu. Karena kakinya cedera dan sulit berjalan, aku pun membantunya masuk.""Lagian, dia terluka juga karena Nenek. Dia mendengar bahwa jimat dari Kuil Sotala sangat manjur, terutama kalau diminta pada hari ulang tahun seseorang. Jadi, dia pergi ke sana untuk meminta jimat demi kesehatan dan keselamatan Nenek," ucap Steve

Latest chapter

  • Belenggu Cinta Tak Terbalas   Bab 50

    "Sayang." Steven akhirnya sadar dan langsung melangkah ke arahku.Namun, saat dia melewati Sierra, Sierra yang awalnya berdiri dengan baik, tiba-tiba melemas dan jatuh.Ekspresi Steven sontak berubah drastis. Dia buru-buru menangkap Sierra, sepenuhnya melupakan keberadaanku.Di sudut yang tak terlihat oleh Steven, Sierra melirikku dengan senyuman penuh provokasi. Aku membalas dengan senyuman santai.Aku tidak takut dia punya trik, justru takut sebaliknya. Aku masih berharap dia bisa membantuku mempercepat perceraianku!Melihat Sierra pingsan, Yunita langsung maju. "Kak Rara, kamu kenapa? Kamu sampai jatuh sakit karena Luna mau merebut barangmu?"Usai berkata demikian, dia menangis sambil menatap Steven. "Kak, kamu selalu meminta kami mengalah pada Luna dan kami menurut! Tapi, dia keterlaluan sekali! Dia tahu betapa berharganya desain Master Tex bagi Kak Rara, tapi tetap bersikeras merebut! Kak Rara marah sampai sakit!""Dia ingin Kak Rara mati!"Di dalam pelukan Steven, Sierra berucap

  • Belenggu Cinta Tak Terbalas   Bab 49

    Teresia mengacungkan jempol padaku. "Keren!"Aku tahu dia sedang memujiku. Aku tidak lupa pada siapa pun, kecuali Steven. Itu benar, aku melupakannya dengan sangat sempurna!"Oke, jangan bahas bajingan itu lagi. Hari ini ulang tahunmu, kita harus merayakannya dengan baik!"Hari ini, aku akan memanjakan Teresia seperti seorang tuan putri yang paling bahagia di dunia ini!Aku merangkul Teresia. Begitu mengambil satu langkah ke depan, tiba-tiba terdengar suara keras di belakang. Sebuah benda berat menghantam lantai!Kami spontan menoleh. Sebuah pot bunga besar jatuh tepat di tempat kami berdiri barusan. Pot itu langsung hancur berkeping-keping.Wajah kami seketika pucat pasi. Entah bagaimana jika kami terlambat sedetik. Dengan ukuran dan berat seperti itu, jika pot itu mengenai kepala kami, yang pecah bukan hanya potnya, tetapi juga kepala kami!Teresia tersadar dari keterkejutannya. Dia langsung menengadah, siap memaki ke arah atas. Namun, sebelum sempat berteriak, tampak dua anak kecil

  • Belenggu Cinta Tak Terbalas   Bab 48

    Wajah Steven seketika memucat. Dia akhirnya teringat, orang yang suka kacang itu adalah Sierra.Wati sungguh kehabisan kata-kata melihat situasi ini. Saat menyiapkan bahan untuk roti, dia sempat mengatakan bahwa kacangnya terlalu banyak. Dia sendiri tidak pernah melihat Luna makan kacang, jadi dia menduga bahwa Luna tidak menyukainya.Namun, Steven malah berkata dengan yakin bahwa istrinya paling suka kacang. Ketika melihat keyakinannya, Wati pun percaya. Dia bahkan sempat berpikir akan membuatkan lebih banyak makanan yang mengandung kacang mulai sekarang.Alhasil, nyonyanya ini bukan hanya tidak suka kacang, bahkan alergi berat terhadap kacang. Ini ... sungguh keterlaluan.Sebagai seorang suami, Steven bukan hanya tidak tahu bahwa istrinya alergi kacang, tetapi malah mengira kacang adalah makanan favoritnya.Bukan hanya sang istri yang merasa kecewa, bahkan Wati yang hanya seorang pelayan juga merasa demikian. Tuannya ini benar-benar ....Wati melirik Steven sekilas. Untuk sesaat, dia

  • Belenggu Cinta Tak Terbalas   Bab 47

    Awalnya, Wati menyarankan untuk memasak telur tomat. Dia pikir, hanya perlu memotong tomat lalu menggorengnya dengan telur. Asalkan tidak terlalu asin atau hambar, rasanya bisa diterima.Siapa sangka, Steven, pria cerdas dan berbakat, raja di dunia bisnis, sosok luar biasa yang disebut sebagai genius langka, ternyata bahkan tidak bisa memasak telur tomat yang sesimpel itu. Hasilnya sampai tidak bisa dimakan!Melihat itu, Wati langsung menyerah dan menyuruhnya mencoba masakan lain. Mengingat nyonya mereka suka makan roti dan membuat roti dengan mesin adalah hal yang paling simpel, dia pun menyarankan Steven membuat roti. Cukup memasukkan bahan, menekan tombol, lalu roti akan matang.Yang penting punya tangan. Apalagi, roti sangat cocok untuk sarapan. Makanya, Wati memberinya saran seperti itu.Dengan bimbingan Wati, takaran bahan pun pas, dan hasilnya roti matang tanpa kesalahan, bahkan terlihat sangat menggugah selera."Sayang, ayo coba ini. Bukankah kamu paling suka kacang?" Steven me

  • Belenggu Cinta Tak Terbalas   Bab 46

    Aku ingin mengatakan bahwa dia sangat menjijikkan. Namun, dalam kondisiku sekarang, aku tidak bisa membuang energi untuk berdebat dengan seorang pemabuk. Jadi, aku berkata, "Lepaskan aku dulu. Aku nggak nyaman dipeluk begini."Mendengar itu, Steven sedikit mengendurkan pelukannya, tetapi tidak melepaskanku sepenuhnya.Aku melanjutkan, "Kamu bilang kamu nggak akan seperti dulu lagi. Kalau begitu, tunjukkan ketulusanmu. Kamu nggak bisa mengharapkanku memaafkanmu hanya dengan satu kata maaf setelah kamu menyakitiku begitu dalam dan melihatku hampir mati tanpa melakukan apa-apa."Aku bisa mendengar sedikit rasa bersalah dalam suaranya tentang insiden aku tenggelam. Jadi, aku sengaja mengungkitnya untuk membuat rasa bersalah itu semakin besar.Benar saja, lengannya yang memelukku menegang beberapa saat."Lepaskan aku dulu. Sekarang sudah sangat larut, aku ingin tidur. Kalau kamu benar-benar bisa menunjukkan perubahanmu, mungkin suatu hari aku bisa melupakan luka ini."Meskipun sedang menena

  • Belenggu Cinta Tak Terbalas   Bab 45

    Steven si berengsek itu memang tidak menganggapku sebagai istri. Namun, dia sangat antusias dengan urusan ranjang.Ini jelas perilaku bajingan kelas kakap. Namun, dulu aku malah menganggap ini sebagai bukti cintanya. Aku berpikir, jika dia tidak mencintaiku dan sudah muak denganku, dia pasti tidak akan menyentuhku, apalagi begitu terobsesi denganku.Wanita hanya akan menyerahkan dirinya pada pria yang mereka cintai. Setelah tidak mencintai, disentuh sedikit pun akan terasa menjijikkan.Namun, pria tidak begitu. Bagi mereka, nafsu dan cinta adalah dua hal yang sangat berbeda. Pria yang suka tidur denganmu tidak berarti mencintaimu.Setelah mengalami cedera dan sadar kembali, aku harus minum obat tidur setiap hari supaya bisa tidur. Namun, di rumah ini, aku tidak berani minum obat. Sekalipun pintu dikunci, aku tetap tidak berani.Jadi, aku hanya bisa memejamkan mata, bertahan sampai pukul 2 dini hari, tetapi tetap tidak bisa tidur. Aku mulai menghitung domba, satu ... dua ... tiga ....A

  • Belenggu Cinta Tak Terbalas   Bab 44

    Dia bilang aku berpikiran kotor, jadi melihat segalanya dengan cara yang kotor. Dia bilang aku picik, jadi tidak bisa menerima orang lain. Yang dia bela itu adalah adikku, penyelamat hidupnya! Bagaimana mungkin aku berpikir buruk tentangnya?Menghadapi ejekanku, Steven tidak bisa berkata-kata lagi. Dia sangat tahu bagaimana dia menjawab pertanyaanku dulu, berkali-kali.Setelah beberapa saat, dia menarik dasinya dengan frustrasi dan melemparkannya ke sofa. "Luna, kamu dan aku berbeda!""Apa yang berbeda? Karena aku benar-benar bersyukur atas orang yang menyelamatkan hidupku, sementara kamu memanfaatkan alasan itu untuk mengontrolku, menyiksaku, dan membuatku gila?"Steven tahu bahwa pria dan wanita seharusnya menjaga jarak dan memiliki batasan. Dia tahu bahwa banyak tindakannya selama ini salah. Namun, dia tetap melakukannya, bahkan menyalahkanku dan menudingku yang salah.Satu-satunya alasan yang masuk akal adalah dia memang sengaja menyiksaku, ingin membuatku menderita, ingin membuatk

  • Belenggu Cinta Tak Terbalas   Bab 43

    Aku tiba-tiba merasa sangat muak dan tidak ingin mendengar apa pun lagi darinya. "Kalau kamu benar-benar ingin mati, tancap gas lebih cepat lagi. Pastikan kalau terjadi kecelakaan, kamu bakal mati total. Jangan sampai malah cacat dan nggak bisa mati, itu merepotkan!"Aku lebih memilih mati daripada harus mengalami rasa sakit seperti sebelumnya.Steven yang tadinya ingin mengatakan sesuatu, tiba-tiba terdiam. Matanya menjadi suram, lalu dia tidak berkata apa-apa lagi. Dia hanya memperlambat laju mobil.Aku tidak bisa menahan tawa dingin. Dasar pria berengsek! Saat aku memintamu untuk pelan, kamu tidak mau. Begitu disuruh mati, dia justru melambat.Sama seperti bagaimana dia memperlakukanku dulu. Ketika aku menginginkannya, dia tidak peduli. Sekarang saat aku tidak menginginkannya lagi, justru dia yang tidak rela.Mobil melaju kencang menuju sebuah tempat yang terasa familier, tetapi juga asing bagiku. Sebuah vila mewah di pusat kota, harganya sangat mahal. Namun, lingkungannya memang lu

  • Belenggu Cinta Tak Terbalas   Bab 42

    Melihat Sierra duduk tegak dan menjaga jarak darinya, seberkas kekecewaan melintas di mata Willy."Aku sudah menyelidikinya, tapi nggak menemukan apa-apa. Luka Luna begitu parah sampai turun dari tempat tidur saja nggak bisa. Seharusnya dia juga nggak bisa melakukan apa pun.""Menurutku, kemungkinan besar dia cuma benar-benar patah hati. Dia terluka separah itu, tapi Pak Steven nggak pernah menjenguknya. Itu pasti membuatnya sangat hancur."Bagi Willy, Luna hanyalah seorang wanita bodoh dan tidak berguna. Orang seperti dia tidak mungkin memiliki kemampuan untuk melakukan sesuatu, apalagi merencanakan sesuatu yang besar.Namun, mata Sierra menjadi suram. Dia tahu Luna terluka parah dan tidak memiliki kemampuan untuk melakukan apa pun. Namun, tidak peduli seberapa parah lukanya, seberapa sakit hatinya, dengan cintanya yang mendalam kepada Steven, seharusnya Luna tidak berubah sejauh ini!Ada yang tidak beres! Pasti ada sesuatu yang terjadi selama wanita itu dirawat di rumah sakit!Sierra

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status