Suara nada alarm yang terdengar membuyarkan keheningan yang tercipta di antara keduanya. "Apakah kamu membunyikan alarm Zeni?" tanya Ibunya. "Aku tidak membunyikan alarm Bu. Mungkin itu punya Sasa." Zeni segera melihat keberadaan Sasa yang saat ini masih tertidur. "Sebentar Bu, aku akan ke sofa barangkali itu bukan suara alarm, mungkin telepon. Sasa seorang perawat, mungkin ada tugas mendadak." Zeni pergi menuju ke Sofa, terlihat Sasa masih tertidur cukup pulas. "Aku tidak bisa memastikan itu suara alarm atau telepon, tapi kemungkinan itu suara alarm, bunyi deringnya cukup lama." gumamnya. Zeni melihat jam dilayar ponselnya yang menunjukkan pukul 03:15 pagi. "Biarkan saja, Sasa terlihat tidur dengan nyenyak, kasihan pasti dia kecapaian." Dia segera pergi menuju brankar ibunya. "Sasa tidurnya sangat nyenyak Bu bahkan suara alarm ponsel tidak terdengar." "Syukurlah dia bisa tertidur nyenyak. Biarkan saja tidak perlu dibangunkan. Zeni, apakah setiap korban dari ledakan proyek Andal
Kumandang adzan subuh bergema di sekitar lingkungan rumah sakit. Zeni yang tengah duduk di dalam masjid masih menunggu kedatangan imam untuk menunaikan sholat subuh berjamaah. Tak berapa lama imam sudah berada di tempatnya untuk mengatur shaff jamaahnya serta memulai memimpin sholat subuh berjamaah tersebut. Langkah kakinya pelan menuju ke minimarket yang berada di sekitar musholla. "Sebaiknya aku membeli beberapa kue, makanan ringan dan teh hangat untuk ibu dan Sasa." gumamnya saat berada di didalam minimarket. Setelah membayar di kasir, Zeni segera pergi ke ruang kecubung di rumah sakit ini. Zeni terkejut saat melihat ada Joy yang tengah duduk disamping bed rumah sakit. Dia segera menghampirinya. "Pak Joy, kapan anda berkunjung di sini?" tanyanya. "Ibu belum tidur lagi? Aku sudah membeli kue dan teh hangat." sembari meletakkannya di atas nakas, ternyata ada kotak makan yang berada di sana. Segera dia duduk di kursi yang kosong. "Aku baru saja datang Zeni, mau melihat kondisi
"Bu, aku akan membereskan tempat makannya, ibu minum obat terlebih dahulu setelah itu istirahatlah." Zeni melihat wajah ibunya yang terlihat lemas. "Sejak bangun tidur semalam, ibu belum tertidur kembali, lihatlah mata ibu masih terlihat bengkak akibat menangis tadi malam." Dia beranjak dari tempat duduk dan membuang kotak makan di tempat sampah. "Tentu saja Zeni, ibu akan minum obat setelah itu baru tidur." Ibunya Zeni mengambil obat dan meminumnya. Zeni menghampiri ibunya, dan mengambil nampak yang berisi makanan. "Ibu, kenapa makanannya belum dihabiskan semua? Ini tinggal sedikit." "Ibu sudah kenyang, lagian ibu mau tidur sebentar."ucapnya. "Zeni, kamu bisa membantu ibu mengembalikan posisi bed ini supaya nyaman untuk berbaring." "Baiklah, aku akan menggerakkan tuasnya." Zeni segera memutar tuasnya dan menyesuaikan dengan posisi yang membuat ibunya menjadi nyaman untuk tidur. "Apakah posisi ini sudah nyaman ibu? atau aku perlu atur lagi?" ucapnya sambil menggenggam tu
Tante Denti sedang memindahkan makanan yang berada di atas nakas menuju ke meja yang berada didekat sofa. Dia mulai menata makanan tersebut dengan rapi. “Seharusnya tadi aku membeli buah untuk ibunya Zeni.” bisiknya lirih. “Rasa segar dan vitamin yang didapat dari buah sangat cocok bagi pasien untuk mempercepat pemulihan.”Dia melihat Zeni yang tertidur dengan nyenyak di atas sofa. “Kenapa aku lupa tidak membawa selimut ya? Berarti tadi malam Zeni kedinginan.” Tante Denti tersenyum melihat Zeni yang sudah tumbuh beranjak dewasa.Tak berapa lama kemudian muncullah sosok perawat dari balik pintu. Segera Tante Denti berkata : “Apakah sekarang waktunya melakukan pemeriksaan terhadap pasien ?” tanya Tante Denti.Sasa yang melihat Tante Denti segera menjawab : “Perkenalkan namaku Sasa, perawat yang ditugaskan oleh Tuan Ayyash untuk menjaga ibu Abdillah. Tentu saja itu salah satu tugasku untuk melakukan pemeriksaan terhadap pasien secara berkala.”“Benarkah kamu Sasa?” tanyanya meyakinkan.
Tante Denti dan Zeni masih duduk di kursi tepat di ruang tunggu Radiologi. Suasana siang ini cukup lenggang hanya terlihat beberapa keluarga penunggu pasien yang duduk di area tunggu tersebut.“Benar kamu tidak terburu-buru berangkat ke stasiun?” tanya Tante Denti dengan raut wajah khawatir sembari dia melihat jam dilayar ponselnya. “Ini sudah jam 01:30 siang.”“Tenang saja Tante, masih satu jam lagi aku berangkat. Itu Sasa dan Ibu baru keluar dari ruang radiologi.” ucap Zeni dengan menunjukkan keberadaan ibunya yang saat ini masih terbaring di atas brankar, ditemani dengan dua orang perawat yang mendorong brankar keluar dari ruang radiologi.“Ayo kita segera kesana.” ajak Tante Denti sembari berjalan mendekat kearah ibunya Zeni.Zeni berjalan mengekor dibelakang tante Denti.“Bagaimana kondisi Ibunya Zeni?” tanya Tante Denti saat sampai didepan pintu ruang Radiologi.“Hasil pemeriksaannya sudah keluar, besok baru dibacakan oleh dokter. Semoga saja kondisinya sehat semua.” jawab Sasa.
Suasana stasiun cukup padat di siang hari ini. Banyak kendaraan lalu lalang di area halaman stasiun. Pengemudi menurunkan Zeni tepat didepan pintu utama stasiun. Zeni segera berjalan masuk ke dalam stasiun. Dia menuju ke mesin pencetak tiket yang tersedia di bagian depan loket. Dia mengambil ponsel dan menulis nama serta menempelkan barcode pemesanan tiket di ponsel pada mesin tersebut. Print tiket segera keluar dari mesin tersebut.“Akhirnya tiket dengan mudah sudah aku print. Sebaiknya aku segera ke bagian pemeriksaan untuk masuk ke area tunggu penumpang.” gumamnya. Zeni berjalan menghampiri ke petugas pemeriksaan. Diserahkannya tiket beserta kartu identitas diri. Setelah lolos dari petugas pemeriksaan, Zeni berjalan memasuki ruang tunggu penumpang. “Kereta berangkat dua puluh menit lagi.” bisiknya sembari melihat jam keberangkatan kereta yang tercantum di tiket. Segera dia berjalan menuju ke musholla di stasiun tersebut. Dia mengambil air wudhu selanjutnya masuk ke musholla untuk
Zeni melangkahkan kakinya masuk ke dalam kamar kos. Lisa yang tadi membukakan pintu, berjalan mengekor dibelakangnya.“Maafkan aku Lisa, kemarin ada musibah, aku tidak bisa mengabarimu terkait kepulanganku secara mendadak ke kota Ngawi.” ucapnya seraya masuk kedalam kamar. Dia meletakkan ransel di atas meja dan duduk di kursi.Lisa mendengarkan Zeni berbicara, dia duduk di tepi ranjang, lalu berkata : “Saya ikut bersimpati atas musibah yang menimpa Mba Zeni, kita semua satu kos khawatir terhadap keadaan mba Zeni, walaupun mba Zeni telat memberi kabar ke aku terkait kepulangan mba, namun ini sangat aneh, biasanya mba mudik tidak terlalu lama. Ini hampir satu minggu.”“Benarkah kalian mengkhawatirkanku?” Zeni mengerutkan dahinya. “Saat di ngawi benar-benar tenaga dan pikiranku terforsir untuk mengurusi kedua orang tuaku. Lisa, badanku terasa gerah, aku akan membersihkan badan terlebih dahulu. Oke?”“Baiklah mba. Silakan, aku akan lanjut mengerjakan tugas.” Zeni mengambil baju tidur dil
“Tunggu Zeni.” ucap Rita sembari berjalan mensejajarkan langkah kakinya dengan Zeni. Dia menarik lengan Zeni dan meminta dia untuk berhenti sejenak. “Untuk apa kamu mengadu kepada ketua panitia?” tegur Rita. “Masalah terkait pembaruan untuk pendistribusian surat sudah selesai, karena deadlinenya hari senin. Aku cuma menegur kamu supaya kamu bersikap profesional dalam tugas kepanitiaan. Setidaknya kamu ijin kalau menghilang terlalu lama.”“Kalau cuma menegur kenapa kamu berkata keras kepadaku Rita? Itu bukan menegur tapi menyalahkanku didepan umum. Sudahlah, kalau tidak ada hal penting yang akan dibicarakan jangan panggil aku. Sebentar lagi ada kelas, kalau aku masih meladeni omongan kamu, aku akan telat.” jelasnya. Zeni segera pergi meninggalkan Rita. Dia berjalan secara tergesa-gesa keluar dari ruang kesekretariatan. Frans yang masih memantau gerak-gerik Rita dan Zeni hanya bergumam : “Kenapa masalah yang sudah terlewat harus diperebutkan? Apakah seperti ini sifat perempuan?” Dia
Zeni mengambil ponselnya dan menghubungi Baskoro. Sesaat panggilan mulai terhubung.“Hallo Zeni. Apakah kamu sudah bertemu dengan driver?” tanya Baskoro melalui sambungan telepon.“Aku sudah bertemu dengan driver dan saat ini sedang dalam perjalanan. Baskoro, aku akan pergi ke kantor sebentar untuk melakukan absensi online dan bertemu dengan pak Leon. Apakah kamu tidak keberatan?”“Tentu saja aku tidak keberatan. Driver akan mengantarkanmu ke kantor sebelum pergi ke rumah sakit.”“Baiklah… Bagaimana kondisi bapak Hutama?”“Keadaannya jauh lebih baik dibandingkan tadi malam. Saat ini bapak sedang sarapan pagi ditemani oleh Ibu dan Om Laksana.”“Syukurlah jika kondisi pak Hutama semakin baik. Sebentar lagi aku akan sampai di kantor, aku tutup teleponnya sekarang Baskoro.”“Siapa yang meneleponmu Baskoro?” tanya Galuh tepat berada didepan Baskoro.“Tante!” kata Baskoro dengan terkejut. “Kapan tante Galuh datang ke balkon ini? Kenapa aku tidak menyadari kedatangan tante?”“Aku baru saja d
Laksana dan Galuh masuk ke dalam ruang perawatan. Dia melihat Baskoro sedang berbicara dengan seorang perawat yang berdiri tak jauh dari Hutama. Galuh segera duduk disamping Indraswari.“Kak, bersabarlah! Aku yakin kak Hutama segera sembuh. Jika kak Indraswari sudah lelah, istirahatlah! Biarkan aku dan Laksana yang menjaga kak Hutama.”“Aku belum lelah Galuh. Nanti saja sekalian aku menunggu Ardiansyah.” ucapnya dengan sedih.“Kak Hutama memiliki semangat hidup yang tinggi, tentu dia akan lekas sembuh. Kak Indraswari tidak perlu larut dalam kesedihan.”“Benar apa yang kamu katakan Laksana, Hutama memang tipe orang yang bersemangat dan memilki optimis yang tinggi. Aku hanya merasa shock atas kesehatan Hutama yang tiba-tiba jatuh sakit. Selama aku hidup berumah tangga dengannya dia tidak pernah sakit parah. Ini adalah pertama kalinnya.”“Kak Hutama sudah tidak muda lagi, tentu energinya tidak seperti dulu. Yang sama hanyalah semangat hidupnya yang masih berjiwa muda. Kemarin dia sakit s
“Tidak tante Galuh. Aku hanya terkejut saja atas pertanyaan yang tiba-tiba menyudutkanku untuk segera menikah. Aku benar-benar belum memilki teman dekat laki-laki yang cocok dan sesuai dengan kriteriaku.”“Apakah kamu memiliki masalah? Tante berpikir jika kamu memiliki pergaulan yang luas, sehingga tidaklah sulit untuk mendapatkan pasangan hidup.”“Itu tidak semudah yang tante lihat. Aku merasa belum waktunya untuk menikah, usiaku juga belum memasuki kepala tiga, jadi aku masih memiliki waktu untuk menikmati masa lajangku.”“Tidak seperti itu Adiratna, kamu adalah anak perempuan satu-satunya dari kak Hutama, jadi kedua orang tuamu tentu lebih memperhatikan masa depanmu. Mungkin tante dan om Laksana bisa membantumu untuk mengenalkan beberapa lelaki yang pantas untukmu.”“Lakukan saja Galuh! Aku juga pernah memikirkan hal tersebut dengan Hutama, namun karena kami jarang bertemu ditambah dengan kesibukan masing-masing, rencana kami belum terlaksana sampai saat ini.”“Apakah kak Indraswar
Baskoro dan pak Archery segera berjalan masuk ke dalam rumah sakit. Mereka segera menuju ke lift yang membawanya menuju ke lantai dua.“Apakah kamu sudah mengetahui di ruang mana Hutama menjalani perawatan?” “Sudah pak Archery, prof. Jack telah mengirim pesan mengenai ruangan yang digunakan untuk perawatan bapak.”“Oh… benar! Aku hampir lupa. Kamu adalah calon dokter. Apakah kamu sebentar lagi akan menuntaskan kuliahmu?”“Kemungkinan tahun ini aku akan wisuda. Bulan depan aku akan menjalani sidang skripsi.”“Aku salut kepadamu Baskoro. Hutama dan Indraswari pandai mendidik kamu. Selain kamu kuliah saya dengar kamu juga sudah memiliki bisnis. Di usiamu yang cukup muda kamu sudah mendulang kesuksesan.” “Apa yang pak Archery katakan itu sungguh berlebihan. Aku merasa posisiku masih stagnan dan belum ada perkembangan apapun. Bisnis yang aku geluti pun belum berkembang dengan pesat dan masih berskala nasional.”“Apa kamu pikir aku tidak mengetahui bisnismu Baskoro? Kamu telah bekerjasama
Ibu Indraswari mulai menguraikan pelukannya. Perlahan dia mengusap bulir air mata yang mengalir di kedua pipinya.“Ibu tidak tahu mengapa tiba-tiba bapakmu sakit. Tadi saat sedang minum teh di ruang tengah ibu meninggalkan bapakmu sebentar untuk mengambil kudapan di dapur. Saat itu dia masih sehat, kami memang sedang menunggu kerabat dari keluarga bapak yang akan berkunjung ke rumah. Ibu terkejut melihat bapakmu sudah pingsan sekembali dari dapur. Segera ibu memanggil pelayan untuk membawanya menuju ke kamar.”“Setahuku bapak sehat selama ini. Apa ibu menyembunyikan sesuatu dari ku? Apa bapak menderita penyakit tertentu? Tidak mungkin bapak pingan secara tiba-tiba.”“Sudahlah Baskoro! Kamu jangan menyudutkan ibu dengan berbagai pertanyaanmu. Ibu juga tidak tahu sama seperti kita. Sebaiknya kita menunggu dokter memeriksa bapak.” kata Ardiansyah.Om Laksana yang baru saja masuk ke dalam kamar, melihat sedikit keributan yang muncul antara Baskoro dan Ardiansyah. Dia segera berjalan mende
Sesampainya di kamar kos, Lisa mengajak Zeni duduk. “Sebentar mba Zeni, tunggulah disini. Aku menaruh barangnya di motor.” Lisa bergegas keluar dari kamar.Tak lama kemudian Lisa kembali dengan membawa satu buah paper bag dan meletakkannya di atas meja.“Ini mba Zeni, terimalah. Aku tadi sempat mampir ke butik dan aku lihat ini cocok untuk mba Zeni. Cobalah!”“Aku tidak mau merepotkanmu Lisa. Kenapa kamu membelikan ini untukku? Apakah ini kado pernikahan darimu?” kata Zeni sembari membuka paper bag tersebut.Lisa segera duduk disamping Zeni. “Itu bukan kado pernikahan untuk mba Zeni, tapi kenang-kenangan dariku. Mba Zeni sebentar lagi akan melakukan tugas pengabdian masyarakat selama satu bulan dan setelah itu pasti mba sibuk untuk mempersiapkan pernikahan dan tentunya akan mengambil libur kuliah beberapa hari kan? Setelah itu kita pasti jarang bertemu, apalagi fakultas kita berbeda. Aku pasti merindukan mba Zeni.”“Apa yang kamu katakan Lisa? Kamu jangan lebay seperti Lintang, seol
Siang hari Zeni masih berkutik didepan laptop sampai suara nada dering ponsel membuyarkan konsentrasi Zeni. Dia segera mengambil ponselnya dan menjawab panggilan telepon dari Lintang.“Assalamu’alaikum Lintang? Bagaimana kabarmu?” “Wa’alaikumussalam Zeni. Apakah kamu saat ini berada di kos? Aku sekarang sedang di kampus, rencananya aku mau menemuimu karena kamu tidak berangkat ke kampus?”“Iya Lintang, aku ingin rehat sebentar. Aku tunggu kamu di kos. Datanglah sekarang!”“Oke Zeni. Aku akan segera ke kosmu sekarang.” Tak berapa lama kemudian Lintang sudah berada didepan kos. Dia mengetuk pintu kos Zeni sembari mengucapkan salam. Zeni segera berjalan menuju ke ruang tamu saat mendengar ucapan salam. Dibukanya pintu kos, dia tersenyum melihat Lintang sudah berada didepannya.“Masuklah! Aku senang akhirnya kamu datang ke kos?”Lintang segera masuk ke dalam kos. Zeni menutup pintu kos dan menguncinya. Dia memandu Lintang untuk berjalan menuju ke kamarnya.“Kenapa kosmu sepi sekali? Dim
Tepat pukul 20:30 malam Zeni sampai di kos. Dia segera masuk ke dalam kamar dan meletakkan paper bag di atas meja. Diambilnya baju didalam lemari dan segera melangkahkah kakinya berjalan keluar dari dalam kamar menuju ke kamar mandi.Lisa masuk ke dalam kamar. Dia melihat kamarnya kosong tidak menemukan Zeni.Dia bergumam : “Kemana mba Zeni? Sepertinya tadi mba Zeni sudah pulang ke kos?” sesaat pandangan matanya tertuju pada paper bag di atas meja.“Berarti benar jika mba Zeni sudah pulang.” bisiknya lirih.Zeni muncul dari balik pintu. Dia melihat Lisa sudah duduk di depan meja.“Dari mana kamu Lisa? Kenapa aku baru melihatmu?” tanya Zeni sembari masuk ke dalam kamar.“Tadi aku baru menemani Nina untuk memfotokopi beberapa tugas kelompok. Aku tadi melihat ada mobil yang keluar dari halaman kos kita. Berarti benar, tadi mba Zeni diantar oleh Baskoro?”“Benar Lisa. Apakah kamu melihat Baskoro?”Lisa menggelengkan kepalanya.“Tidak mba. Saat itu mobilnya melaju dengan cepat, aku tidak s
“Hallo Baskoro! Ibu sekarang sudah berada di depan café. Keluarlah! Ibu mau bertemu dengan kamu dan Zeni. Ibu tunggu sekarang!” kata Ibu Indraswari melalui sambungan telepon.“Baiklah ibu. Aku dan Zeni akan segera menemui ibu.” Baskoro segera menutup panggilan telepon.“Kami akan pulang terlebih dahulu, ibu sudah menunggu kami di depan Café. Bill nya biar aku yang bayar.” ucap BaskoroBaskoro segera melambaikan tangannya kepada pelayan café. Seorang pelayan café datang.Dia berkata : “Ada yang perlu aku bantu Tuan?”“Tolong berikan bill untuk seluruh pesanan pada meja ini?” “Baiklah Tuan. Tunggu sebentar aku akan ke kasir untuk mengambilkan catatan billnya.” pelayan segera berlalu dari hadapan Baskoro. Sesaat kemudian pelayan datang sembari menyerahkan kertas bill kepada Baskoro.Baskoro segera mengelurkan sejumlah uang untuk membayar pesanan makanan tersebut.“Aku akan pulang nanti Baskoro. Ada hal yang masih ingin aku bicarakan dengan Frans. Berhati-hatilah selama dalam perjalanan