Share

Bab 5

"Tuhan … apa jadinya kalau Tesla tau hal yang sebenarnya?" gumam Amy dalam hati.

"Dokter Dira menyuruh kita makan-makanan bergizi dan vitamin, mudah-mudahan secepatnya aku hamil," jawab Amy, "Sayang, aku mandi ya," pamitnya tanpa menunggu tanggapan dari Tesla.

Amy terpaksa berdusta dan buru-buru menghindar, sungguh dirinya tidak sanggup mengatakan hal yang sebenarnya. Biarlah dia saja yang merasakan perih ini, jangan Tesla.

Andai Tesla tahu hal yang sebenarnya, Amy tidak sanggup bila harus melihat sinar kekecewaan dari sorot mata suaminya. Untuk sementara biarlah dia simpan saja cerita yang sesungguhnya, sementara itu dia akan terus berusaha dan berharap. Dia yakin suatu hari nanti Tuhan akan menjawab doa-doanya.

Bukan tidak mungkin, sekarang Tuhan sedang mengujinya, agar semakin dekat dengan sang pencipta. Lebih taat lagi dalam menjalankan perintah-Nya, dan pelan-pelan meninggalkan segala larangan-Nya.

***

Pukul enam pagi.

Amy melangkahkan kaki menuju warung Morina—wanita berdarah batak, yang setiap hari berdagang sayuran segar di komplek perumahan mereka. Saat dia sampai di sana, warung sudah ramai oleh ibu-ibu yang juga ingin berbelanja.

"Eh, Jeung Amy, apa kabar?" sapa Julie—tetangganya yang warga keturunan.

Julie memang ramah dan mudah sekali membaur dengan masyarakat sekitar. Tidak seperti kebanyakan warga keturunan pada umumnya, yang selalu berjarak dengan warga pribumi.

"Baik Ce, Alhamdulillah," jawab Amy

Julie tersenyum, dan kembali asyik mengumpulkan bahan belanjaan.

"Jeung Amy, belum hamil juga ya?"

Pertanyaan itu sontak membuat Amy menoleh, Siti—tetangga tiga rumah dari rumahnya tampak tersenyum simpul.

Amy membalasnya dengan senyum dan anggukan kepala, Siti memang begitu setiap kali bertemu Amy pasti bertanya apakah sudah hamil atau belum?

"Waduh kok belum hamil juga Jeung Amy? Apa gak pengen atuh punya anak kayak kita-kita ini?" Sambung Siti tanpa perasaan.

Amy masih tersenyum dan tetap diam, dia bingung mau menjawab apa sekaligus juga bosan dengan pertanyaan yang sama setiap kali berbelanja.

"Memang sudah berapa lama nikahnya?" tanya seorang tetangga yang lain.

Amy menoleh untuk melihat siapa gerangan yang bertanya, rupanya ia Rina—teman karib Siti. Amy memang tidak terlalu mengenal Rina, karena setahunya wanita itu merupakan warga baru di komplek mereka.

"Eh udah lama dia mah nikahnya, iyakan Jeung Amy ya? Kalau tidak salah ingat, waktu itu Jeung Amy bilang udah lima tahun lebih ya?" tanya Siti.

Amy tetap diam membiarkan mereka berghibah di depannya.

"Wah, apa gak rewel tu suaminya? Aku dulu pas masih beberapa bulan nikah tapi belum telat juga, ya ampun suami rewelnya gak ketulungan. Sampai-sampai aku disuruh vakum bekerja, biar bisa cepat hamil," ujar Rina curhat.

"Hati-hati loh Jeung, nanti suamimu berpoligami, kalau kamu tidak hamil-hamil."

Seperti ada yang menyentak urat syarafnya, ketika Amy mendengar kata poligami. Sungguh, selama ini dia tidak berpikir sampai sejauh itu, dia yakin Tesla akan tetap setia meski seumur hidup mereka tidak memiliki anak.

"Ini togenya segar kali, Dek Amy, ambillah, kau buat sayur lodeh campur tahu enak kali ini," tawar Morina sambil membolak-balikkan sayuran toge segar dagangannya.

Suara Morina yang besar membuyarkan lamunan Amy, entah karena terkejut atau bagaimana tanpa diperintah otak, tangannya sigap mengambil sayur toge yang ditawarkan.

"Iya Jeung Amy, sayur toge bagus itu untuk kesuburan," sambar Siti, yang ditimpali tawa cekikikan teman-temannya.

Mungkin bagi mereka candaan itu terdengar lucu, tetapi bagi Amy semua itu seperti hantaman ribuan paku. Rasanya sakit, perih, menusuk-nusuk hati. Amy ingin menangis tetapi air mata enggan menetes, dia ingin berteriak marah tetapi logikanya mencegah.

Marah sama saja dengan mempermalukan diri sendiri, biarlah mereka tertawa karena mereka tidak pernah berada pada posisinya, wajar saja kalau mereka tidak memikirkan luka yang Amy rasakan.

"Kasian kamu jeung Amy, sudah lima tahun menikah belum punya anak. Itu loh anak si Kokom baru satu tahun setengah sudah mau dua, anaknya."

Amy tidak sempat memperhatikan, siapa yang barusan bicara. Dia sibuk menenangkan gejolak amarah, yang membuncah di dalam dada.

"Jangan membanding-bandingkan orang begitu, Bu. Setiap orang menjalani takdir sendiri-sendiri," bantah Julie.

Cepat-cepat Amy kumpulkan barang belanjaannya, dan minta Morina menghitung semua. Dia ingin segera enyah dari tempat ini, terlalu lama di sini hanya akan merusak mentalnya saja.

"Jeung Amy!" terdengar seseorang memanggilnya, ketika dia melangkah cepat meninggalkan warung Morina.

Amy menoleh dan melihat Julie berjalan tergesa menyusulnya, "Jangan dipikirkan apa yang mereka katakan, orang-orang itu sibuk menjaga penampilan, tetapi lupa menjaga lisan," ujar Julie.

Amy tersenyum mengangguk, kata-kata Julie terdengar bagus di telinganya. Memang benar sekali menurutnya, zaman sekarang banyak sekali orang yang selalu berusaha menjaga penampilan agar terlihat cantik dan modis, tetapi lupa menjaga lisan agar tetap santun dan tidak melukai orang.

Rombongan Siti sala sedikitnya, mereka selalu tampak rapi dan cantik. Namun kerapian dan kecantikan, tidak diikuti dengan keindahan lisan.

Mereka mungkin tidak sadar telah membuat Amy terluka, dari mereka Amy belajar bahwa pentingnya menjaga lidah.

"Sebagai manusia ada baiknya kita gunakan lidah yang berprikemanusiaan. Jangan memakai lidah ular, tiap terjulur selalu mengandung bisa yang mematikan." ujar Julie lagi.

***

Siang hari.

Setelah jam makan siang, Amy kembali mendengar tawa renyah kelompok Siti. Dia menyingkap sedikit tirai tipis yang melapisi kaca jendela, untuk mengintip sedang apa mereka?

Siti dan rombongan tengah berkumpul di pos kamling, yang berada tidak jauh dari rumah Amy. Mereka tengah membuat dan menikmati rujak, Amy melihat ada wajah baru di antara mereka.

"Siapakah itu? Tetangga baru kah?" tanya Amy dalam hati.

Dia belum mendengar cerita, kalau ada penghuni baru di komplek ini.

Kring kring kring!

Dering telepon memanggil dan memaksanya untuk meninggalkan jendela, guna menghampiri meja di mana ponselnya tergeletak.

"Hallo Sayang," sapa Amy penuh cinta.

Tentu saja itu telepon dari Tesla, lelaki yang namanya menghuni relung dada Amy, dan mengalir dalam aliran darah. Lelaki yang rela membanting tulang, memeras pikiran siang dan malam, demi menafkahi Amy—wanita asing yang menjadi istrinya.

"Sayang, sore ini aku berangkat ke Bengkulu. Ada undangan untuk mengisi seminar kepenulisan di salah satu kampus yang ada di sana," jelas Tesla.

"Kok mendadak?" protes Amy.

"Iya maaf, Sayang. Undangannya baru terbaca sekarang," sesal lelaki itu

Apa mau dikata, meski berat Amy terpaksa menyetujui kepergian suaminya.

Tok tok tok ....

Ketukan di pintu membuyarkan lamunan Amy, dia melangkah cepat untuk melihat siapa yang datang.

Wajah Dialin tampak sumringah berdiri di ambang pintu berhadapan dengan sang menantu, Amy segera menyalami mama mertuanya itu dan mempersilahkan beliau masuk.

"Amy, perkenalkan ini Arem. dia tetanggamu sekaligus anak sahabat mama." Dialin memperkenalkan wanita muda yang datang bersamanya kepada Amy.

Amy menyalami wanita bernama Arem itu, dia ingat sesuatu. Wanita bernama Arem ini adalah salah satu orang, yang tadi berkumpul dengan kelompok Siti.

"Kamu yang tadi berkumpul dengan bu Siti, bukan?" tanya Amy ingin memastikan

Arem tersenyum lalu mengangguk, " Mbak, kok gak ada tadi?" dia balik bertanya.

Amy tertawa, "Rencana baru mau keluar eh udah pada bubar," jawab Amy sekenanya.

Dia kemudian berjalan ke belakang, mengambilkan minuman dingin untuk Arem.

"Tesla belum pulang?" tanya Dialin, saat Amy kembali.

"Tesla langsung ke Bengkulu, Ma. Ada pekerjaan di sana," jawab Amy sambil mempersilahkan Arem untuk minum.

"Berapa hari?" tanya Dialin lagi.

Amy diam sejenak, tadi Tesla tidak mengatakan kepadanya berapa hari suaminya itu di luar kota.

"Mungkin dua hari, Ma," jawab Amy sekenanya. "Mama nginap di sini ya, temani Amy," pintanya.

"Makanya punya anak, biar kamu gak kesepian kalau suamimu sedang tugas luar."

Mendengar kata-kata Dialin, mata Amy terbelalak, mulut ternganga seakan hendak berteriak kencang di hadapan mertuanya.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Ammi Poe YP
semangat up, Thor
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status