"Woi, bengong aja!" Amy terperanjat saat si tomboy menepuk pelan pipinya, telapak tangan Ade terasa dingin dan rupanya si tomboy baru saja selesai mandi. Wangi aroma sabun mandi, yang dipakainya menguar memenuhi ruangan kamar. Semakin pekat saat aroma deodoran dan lotion badan, yang kini dioleskan ke ketiak dan seluruh tubuh. Sepuluh menit kemudian, Ade selesai berpakaian. Amy memperhatikan penampilan si tomboy, gadis itu masih nyaman dengan jeans dan kemeja longgar. Meski rambutnya sekarang sudah agak lebih panjang, kesan maskulin tetap terlihat pada tampilannya."Yuk buruan, aku udah lapar nih!" rengek Ade.Tas punggung kecil disandang sebagai pelengkap penampilan, sekaligus juga tempat menyimpan dompet dan segala peralatan.Dengan mobil milik kantornya, Ade mengajak Amy ke salah satu restoran yang ada di daerah Kemayoran. Suasana jalan tidak terlalu ramai, karena sudah lewat jam makan siang."Aku masih penasaran,
Pagi hari seperti biasa, Amy sibuk menyiapkan sarapan untuk dirinya dan suami tersayang. Mencoba melupakan kejadian tadi malam, dan melupakan usul Dialin kepada Tesla. Mencoba percaya pada janji Tesla, yang tidak akan menggantikannya dengan siapapun juga. "Assalamualaikum …." Sapaan itu memaksa Amy untuk menoleh. Tidak diduga Arem sudah berdiri di ambang pintu pembatas antara ruang keluarga dengan dapur."Eh, ada apa pagi-pagi?" tanya Amy heran.Perasaan dongkol kembali menguasai, tetapi dicobanya bersikap biasa."Bang Tesla mana ya?" tanya Arem santai."'Bang Tesla' sejak kapan dia punya sapaan itu kepada suamiku?" Amy membatin sendiri. "Ada perlu apa ya?" selidiknya."Itu ruang makanku semalam kemasukan air hujan, mau minta tolong Abang betulkan. Mungkin ada yang bocor," papar Arem santai."Apa?! dia menyuruh suamiku membetulkan atap rumah yang bocor? Lima tahun menikah, belum sekalipun aku menyuruh Tesla m
"Kamu kalau di depan Amy jangan terlalu lincah kayak semalam dong," tegur Tesla."Loh kenapa, perasaan semalam aku gak ngapa-ngapain deh," protes Arem, keduanya berjalan beriringan meninggalkan ruang kelas."Itu semalam, kamu menuangkan air ke gelasku, apa kamu tidak lihat perubahan wajah Amy.""Kenapa sih Abang takut banget sama Mbak Amy, Tante Dialin bilang sama aku biasa aja gak usah takut sama Mbak Amy.""Bukannya takut, bagaimanapun dia itu istriku, aku berkewajiban menjaga perasaannya.""Jadi menurut Abang, perasaan aku tidak perlu dijaga?""Bukan begitu ... kok jadi ribet begini sih Rem?""Abang yang bikin semuanya jadi ribet!" Arem melangkah lebih cepat meninggalkan Tesla."Rem, Arem, tunggu dulu!" Tesla berseru, tetapi perempuan itu sudah menghilang di tikungan.Tesla memilih untuk tidak mengejar, karena di saat yang sama ponselnya berdering. Dari ringtone yang terdengar, sangat jelas panggilan itu berasal dari nomor Amy."Ya Sayang," sapa Tesla."Kamu di mana?" tanya Amy d
Amy sesenggukan menahan tangis, sesuatu yang sejak pagi mengganjal di hati kini terungkap sudah. Apa yang terlihat seakan menjawab segala tanya.Tesla telah berbohong kepadanya, lelaki itu tidak ke Jogja melainkan sedang berdua-duaan dengan janda kembang tetangga rumah. Sungguh komposisi yang serasi, lelaki penulis roman bertemu wanita pelakon sandiwara. Dicomblangi ibunda tercinta untuk berpaling dari pernikahan yang telah terbina, sungguh naif si istri yang selalu berpikir suaminya lelaki setia.Amy menggeleng lemah mencoba menolak kenyataan, yang tadi terlihat di depan mata. Namun semakin dia menolak, semakin pula hatinya terluka. Seperti terkurung di rumpun duri, sekuat apa usaha untuk membebaskan diri, sebanyak itu pula luka yang menggores kulit."Tuhan ... mengapa aku seperti manusia bodoh? Begitu mudah tertipu dengan janji manis lelaki itu, berpikir dia setia ternyata Tesla seorang pembohong? Apa kekuranganku sehingga pantas diperlakukan seperti ini? Tidak bisakah dia
Amy membuka mata, dan mendapati dirinya berada di sebuah ruangan bernuansa coklat terang."Di mana aku?" tanyanya dalam hati, "siapa, yang membawaku ke tempat ini?"Dia bangkit dan kembali mengawasi sekitar, sambil mengingat kejadian terakhir yang dialaminya."Elu udah sadar?" tanya seseorang.Tubuh kurus langsing dengan tampilan acak-acakan itu dapat Amy kenali."Ade, kok kamu ada di sini? Di mana kita?" tanya Amy lemah.Si tomboy melangkah mendekat, dia mengambil piring dan gelas yang ada di atas nakas."Sebaiknya kamu makan dulu deh, biar gak pingsan lagi, sumpah badan kamu berat banget!" ujarnya.Ade menyendok makanan di piring dan menyuapkan ke mulut sahabatnya. Terdorong perasaan lapar, Amy makan dengan lahap dan cepat."Tesla mana? Tadi aku ngikutin dia, dan kamu 'kan aku tinggalin di rumah, kok bisa sekarang kita bersama?" cercanya sambil terus mengunyah.Ade meletakkan ujung telunjuk ke bibir, dan kembali menyuapi makanan ke mulut Amy.Selesai makan si tomboy menyuruh sahaba
"Sebaiknya kita pulang ke Jakarta malam itu juga, aku sudah tidak sanggup lagi meneruskan penguntitan itu." pinta Amy kepada Ade.Hujan air mata membuat batinnya semakin membeku, tidak ada yang tersisa kecuali rasa sakit. Bahkan sakitnya tidak lagi dapat digambarkan dengan kata-kata."Kamu yakin?" tanya Ade.Amy mengangguk, dari alun-alun kota Ade mengarahkan mobil kembali ke hotel, mereka berbenah dan mengganti mobil lalu pulang ke Jakarta."Janji ya, kamu gak akan macam-macam," ujar Ade selama mereka dalam perjalanan."Memangnya kamu pikir aku mau apa?" tanya Amy dingin."Hem ... Aku khawatir kamu bunuh diri," gumam Ade."Gila apa?!" sentak Amy.Ade menghela napas panjang, "Syukurlah kalau pikiranmu tidak sependek itu.""Aku sayang dengan Tesla, tetapi aku lebih sayang dengan diriku sendiri. Kalau Tesla pergi, aku masih bisa mencari ganti yang lebih lagi. Hanya saja aku perlu waktu untuk me
"Pagi, Sayang." Sapa Tesla.Amy menoleh sekilas terlihat suaminya sudah rapi dengan pakaian kerja, Tesla mengecup puncak kepala istrinya sebelum duduk di kursi yang biasa didudukinya."Sepertinya aku akan memulai bekerja kembali," ucap Amy membuka obrolan pagi ini.Tesla menatap sang istri, dengan sepasang alis nyaris menyatu."Katanya mau adopsi anak, kok malah berencana kerja? Terus nanti kalau ada anaknya siapa yang urus?" tanya Tesla."Kalau nanti ada, kita pikirkan nanti saja. Sekarang aku jenuh terus menerus di rumah, sementara kamu sibuk di luaran sana." Sindir Amy.Tesla menghela napas panjang, "Kamu masih marah, soal tidak aku aja ke Jogja? Maaf ya, Sayang bukan aku ....""Tidak apa, aku tau kamu bekerja, dan mungkin besok-besok aku juga bisa pergi sendiri dengan alasan pekerjaan juga." Amy menukas kata-kata suaminya.Tesla terdiam, dan akhirnya mereka sarapan dengan saling diam."Oh ya, soal kamu mau kerja, memangnya kamu sudah ditetima di perusahaan mana?" tany Tesla, setela
"Amy, dengarkan aku, ini semua salah paham," panggil Tesla.Menggelegak darah Amy dibuatnya, sudah jelas-jelas terpampang di dalam gambar itu, Tesla tanpa sehelai benang menutupi badan. Tengah mendekap tubuh seorang perempuan yang juga bugil, dan sekarang dengan entengnya lelaki itu berkata semua salah paham.Amy tidak mau lagi berdebat, karena menurutnya itu percuma. Wanita muda yang belum genap kepala tiga itu, memilih untuk membenamkan kepalanya ke bantal dan terlelap dalam tangis kecewa."Amy, buka pintunya Sayang. Kamu ikut aku ke rumah sakit gak? Papa masuk rumah sakit!" jeritan disertai gedoran keras pada pintu kamar, membangunkan Amy.Seperti bermimpi, Amy bangkit dan mencoba mencerna kata-kata yang diucapkan Tesla barusan."Amy, aku pergi ya."Mendengar itu Amy cepat turun dari ranjang dan berjalan mendekati pintu, sempat diliriknya jam yang tergantung di dinding. Jarum pendek jam menunjuk ke angka sepuluh."Tesla, tunggu!" panggil Amy, disambarnya jaket yang tergantung di pi