Share

Kartu keluarga

Penulis: AfiahN
last update Terakhir Diperbarui: 2021-05-30 07:42:14

Mereka telah sampai di rumah, Bu Elok langsung menyuruh Hady membawa istri dan anaknya ke kamar.

"Tidurkan baby Zoe di sana, kamu bisa rebahan juga. Pasti capek." Nena hanya mengangguk. 

Saat Hady hendak keluar kamar, Nena menarik ujung kemeja bawahnya. Dia menatap Nena dengan heran.

"Ada apa?" 

Bukan menjawab, Nena segera menjauhkan tangannya dan menggeleng. "Ya sudah, aku keluar dulu."

Hady sebenarnya merasa heran dengan gadis yang kini berstatus istrinya itu. Sejak meninggalkan rumah ibunya dia menjadi begitu pendiam. Selama di mobil pun dia memilih menatap keluar menikmati suasana di luar dan menyerahkan baby Zoe pada ibu mertuanya.

"Mereka sudah di kamar?" Hady mengangguk dan duduk mendekat.

Bu Elok mendesah pelan, dilihatnya sejenak putra bungsunya yang kini sudah berstatus sebagai suami dan memiliki tanggung jawab besar itu. "Kamu sudah menikah, maafin Ibu kalau sering marahin kamu." 

Hady merasa terenyuh, dia mengangguk dan hanya diam menjadikan dirinya pendengar. "Ibu sudah daftarkan nama kalian sama Pak RT, tinggal bayi kalian yang Ibu belum tahu." 

"Iya Mas, kalau boleh tau siapa nama bayinya? Besok kartu keluarga dan aktanya sudah bisa saya serahkan."

Hady nampak berpikir sejenak, beberapa kali mengembuskan napas. Bukannya menjawab pertanyaan kedua orang yang sudah begitu setia menunggu jawab, dia malah memilih balik ke kamarnya.

"Bang Hady ngapain kayak habis dikejar anjing tetangga?" tanya Nena sedang memberi susu baby Zoe melihat suaminya masuk ke kamar dengan tergesa-gesa.

"Bayi itu nggak kamu kasih nama Zoe Taslim, kan?"

"Hah?"

"Namanya siapa?"

"Nena," jawabnya polos. 

Hady menepuk keningnya keras. Astaga, dia kini kembali mengetahui lagi sisi unik dari istrinya. "Sudah tau!" Hady mendengus kesal. Nena dengan santai hanya mengangguk dan meletakkan botol susu ke nakas di sampingnya.

"Terus kenapa tanya?" Nena menyelimuti baby Zoe dan memberi guling di sisi kanan dan kirinya. Dia mengajak suaminya itu keluar karena penasaran kenapa sampai menanyakan namanya.

"Ayo," ajak Nena.

'Kenapa aku bisa nikah sama dia?' Hady mengikuti Nena yang berjalan terlebih dahulu ke ruang tamu.

Dia tersenyum tipis dan menjadi begitu ramah. "Eh, ada Pak RT?" Dia segera duduk di samping Bu Elok, tempat yang tadi diduduki suaminya.

"Bayi kalian kok ditinggal?" Melihat Hady yang seperti sedang tertimpa musibah berat, Bu Elok yang hendak protes mengurungkan niatnya.

"Begini Mbak Nena, saya dimintai tolong mertua Mbak untuk mendaftarkan kartu keluarga kalian dan saya butuh data diri anak Mbak Nena dan Mas Hady."

"Oh itu, namanya Zoe." Dia melirik pada suaminya. "Taslim." 

"Nggak! Enak aja namanya begitu, jangan ditulis, Pak!" larangnya.

"Terus siapa, Mas?" tanya Nena menggoda Hady yang kesal. 

"Anzoe Putra Pratama." 

Sebelum mencatatnya kembali, Pak RT meminta persetujuan dari Bu Elok dan Nena untuk menuliskan. Setelah mendapat anggukan dari keduanya dia langsung menulis seperti apa yang dikatakan  Hady.

"Pertanyaan selanjutnya, kapan dan di mana bayi kalian lahir. Soalnya saya butuh data diri lengkapnya." Hady dan Nena saling tatap, mereka bingung saat ditanya kedua hal yang tidak mereka ketahui.

"Mbak, Mas?" tegur Pak RT.

Nena hanya menunduk, dia meremas jari-jarinya yang saling bertautan. Melihat reaksi istrinya, Hady menelan ludahnya kasar dan berkata, "Lahir di rumah, 17 April."

Pak RT manggut-manggut, dia segera mencatat apa yang tadi dikatakan Hady. Merasa tidak ada lagi yang dia butuhkan, dia segera berpamitan. Walaupun begitu dia merasa kesal untuk hari ini berkunjung ke rumah Bu Elok, tidak ada suguhan apa pun yang dia terima.

Setelah kepergian Pak RT, Bu Elok sekarang seperti sedang menginterogasi keduanya. "Jadi, Nena melahirkan saat Ibu nginap di rumah Mbakmu?" Hady mengangguk membenarkan. "Ya Allah, untung saja nggak terjadi apa-apa waktu itu sama cucu laki-laki Ibu."

"Maaf, Bu."

Bu Elok mengelus surai Nena yang diikat kuncir kuda itu dengan penuh kasih sayang. Sungguh, mendapatkan perlakukan seperti itu hatinya terenyuh dan hampir saja dia menangis.

"Itu bukan salah kamu, tapi salah anak Ibu, suami kamu!" Dia melirik Hady dengan tatapan kesal.

"Mulai besok Ibu akan tinggal sama Mbakmu di Metro, sekalian jagain Nenekmu yang sudah tua. Rumah ini sudah sepenuhnya jadi milik kamu, Dy. Ingat dijaga baik-baik."

"Kenapa besok, Bu? Ibu bisa tinggal di sini lebih lama lagi," rajuk Nena, dia segera memeluk tubuh ibu mertuanya.

Bu Elok tertawa melihat reaksi menantunya itu. "Dasar, sudah jadi Ibu masih saja manja begini. Itu sudah jadi keputusan Ibu dan Almarhum ayahnya, kalau Hady sudah menikah maka sepenuhnya rumah ini milik Hady." 

Nena melepas pelukannya. "Kontrakan tiga pintu juga, Bu?" tanya Nena polos. Awalnya Bu Elok sempat kaget dengan pertt menantunya dan melihat kepolosan di matanya, dia mengangguk.

"Iya, dong. Sudah sana balik ke kamar, kasihan bayimu kelamaan di kamar sendirian." 

***

Nena sudah memandikan baby Zoe, dia segera menggendong bayi tersebut dan membawanya keluar kamar. Terlihat di ruang makan Bu Elok dan suaminya sedang menyantap nasi uduk yang tadi dibelinya dari pedagang tidak jauh dari rumahnya, hanya butuh jalan kaki.

"Loh, Ibu sama Bang Hady udah selesai sarapannya?" 

"Iya, aku mau langsung antar Ibu ke terminal dulu, ya, nanti setelah antar Ibu langsung ke klinik." Nena segera menyalami mertua dan suaminya itu.

"Jaga cucu Ibu, ya. Kamu juga harus jaga diri."

Hendak kembali masuk setelah mengantar suami dan mertuanya di teras rumah, Nena yang akan masuk rumah ditahan oleh sapa lembut tetangganya.

"Na."

"Mbak Mega, duduk sini, Mbak," ajaknya pada wanita hamil tua itu. Mega segera mendekat. 

"Anakmu ganteng banget, Na. Mbak nggak sangka kamu yang kelihatannya nggak hamil eh, udah ngelahirin. Lah lihat nih perut Mbak yang udah kayak balon." Dia menunjuk perutnya sendiri. Nena terkekeh pelan. 

Ya, siapa yang sangka dirinya kini telah menjadi seorang istri dengan bonus anak. 

"Mbak kaget, Na, waktu tau kamu sampai mau buang bayimu, tapi rasanya nggak mungkin deh kamu lakuin itu." Kini baby Zoe telah berpindah gendongan ke Mega. 

"Itu cuma salah paham saja, Mbak." Mega mengangguk dan mengajak bicara baby Zoe seolah sudah paham bayi tersebut tersenyum.

"Mbak kiranya yang digerebek warga itu si Tuti, soalnya beberapa bulan ini dia digosipkan hamil juga." Nena menjadi merasa curiga jika ternyata yang membuang baby Zoe adalah Tuti.

"Iya, ya, Mbak. Tuti juga nggak kelihatan. Biasanya dia kan suka setel musik keras kalau buka toko."

"Makanya itu."

"Hai, Na, Mbak Mega. Wah, ini bayimu, Na? Ih gemesin banget sih," ucapnya. Nena menatap Susi mantan tetangga kamarnya dulu penuh curiga. Entah kenapa target utamanya kini adalah Susi, teller bank yang diam-diam disukai pria berstatus suaminya.

"Belum berangkat kerja, Mbak Sus?" 

"Tunggu jemputan." Tidak lama suara klakson motor menyapa. "Nah itu dia, ya sudah aku duluan. Dah Baby ...." Dia menatap Nena untuk menanyakan nama bayinya lewat sorot mata.

"Zoe."

"Dah Baby Zoe."

Mega menyerahkan Baby Zoe pada Nena dan juga berpamitan pulang karena dirasa telah lama keluar rumah.

"Kenapa aku curiga sama Mbak Susi, ya? Perutnya tadi aku lihat udah rata lagi," ucapnya penuh selidik, tidak mau ambil pusing dia segera masuk ke dalam rumah.

***

Nena memegang masing-masing satu di kedua tangannya. Kartu keluarga dan akta lahir. "Anzoe Putra Pratama," ucapnya lirih. Namanya dan bayi tersebut sudah tercatat dengan Hady sebagai kepala keluarga. 

"Aku nggak pernah sangka, ini benar, Bang?" tanya Nena memastikan. 

"Iya." 

"Aku sama sekali nggak pernah memikirkan kalau bakal ada namaku sebagai istri di kartu keluarga." Mendengarnya Hady menyipitkan matanya. Benar kata ibunya, istrinya itu perlu curahan kasih sayang yang berlimpah. Dia mendekat dan mengelus surai istrinya yang menyeruak harum buah stroberi.

"Bukannya setiap kita ditakdirkan berpasangan?" Nena mengangguk lemah.

"Semenjak perceraian Ayah sama Ibu, aku takut dengan pernikahan. Aku takut jika nantinya apa yang mereka alami aku juga alami." 

"Sssttt, jangan bilang begitu. Aku nggak akan buat apa yang kamu pikirkan jadi kenyataan." Nena mengangkat wajahnya yang sejak tadi menunduk, menatap lekat mata bening Hady, segera dia mengangguk. 

Rasanya apa yang dikatakan Hady itu ada benarnya bagi Nena. "Ya sudah, sekarang kamu simpan keduanya, aku mau mandi dulu." Dia mengecup puncak kepala Nena dan segera pergi ke kamar setelahnya.

"Permisi, Na, Bang Hady?" 

"Suara Mbak Susi, ada apa?" Nena segera menuju ruang tamu hendak membuka pintu, kembali Susi yang tidak sabar memanggil mereka berdua kembali. 

Kesal dan gelisah dengan alasan Susi yang tidak sabar, Nena mempercepat langkahnya. "Mbak Sus, ada apa?" 

"Na ...."

Bersambung 

***

Bab terkait

  • Because the Baby   Cemburukah?

    "Na ...." Baru saja Nena membukakan pintu, Susi segera melangkah masuk dan memeluk Nena. Dirinya yang tidak tahu apa yang akan dilakukan Susi hampir saja terjatuh ke belakang."Mbak Sus, kenapa?" Nena mendorong pelan pundak Susi, tapi Susi semakin mempererat pelukannya. "Mbak, i-ini kenapa? Lepasin dulu, Mbak," pintanya.Susi menunduk, dia sudah menangis entah apa penyebabnya. Nena meminta Susi untuk duduk di ruang tamu."Mbak, ada apa?"Susi menggeleng, dia masih saja menangis. Bahkan kesalnya Nena, Susi mengambil sekaligus 5 lembar tisu yang tersedia di meja ruang tamu. Dia menghitungnya saat Susi mengambil helai per helai tisu.Suara tangisan Baby Zoe membuat konsentrasi Nena kepada Susi pecah. Dia bingung, hendak meninggalkan Susi dalam keadaan menangis karena rasa kemanusiaan dia sulit untuk melangkah. Tangisan Baby Zoe juga semakin kencang yang menandakan suaminya belum keluar dari kamar mandi."Na, anak k

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-01
  • Because the Baby   Target Pertama

    "Kamu yakin?"Nena kembali menggeleng, entah pertanyaan ke berapa kalinya dari Hady. Sesekali tangannya membenahi atau memainkan ujung selimut Baby Zoe agar bayi tersebut tidak kedinginan."Tuh kamu sendiri nggak yakin, gimana bisa kita jadikan dia target pertama? Lagipula yang Abang lihat ....""Ya, karena Bang Hady suka sama dia makanya pikirannya nggak mungkin. Iya, kan?"Kesal bagi Nena karena akan sulit jika harus bekerja sama mencurigai seseorang yang teristimewa di hati."Ya, bukan gitu, Na. Masalahnya cuma karena felling kamu begitu belum tentu benar. nanti jatuhnya suudzon, loh.""Karena itu felling makanya harus dibuktikan, Bang!" Hady tidak habis pikir, kenapa Nena malah mencurigai gadis cantik seperti Susi yang terkenal span dan tidak banyak tingkah. "Kalau Abang nggak mau bantu, ya, sudah biar Nena saja." Sekali lagi, gadis yang kini sah menjadi seorang istri dan Ibu itu merajuk. Menatap Hady penuh intimidasi.

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-21
  • Because the Baby   Tuduhan Kejam

    Nena kini sedang dirundung kesedihan, hatinya hancur berkeping-keping akibat pesan singkat dari pujaan hati yang telah menemaninya selama dua tahun terakhir.Nena, selama hidup di kota ini sejak awal begitu bergantung pada Anjar, mantan kekasihnya. Hanya karena permintaan Anjar yang tidak bisa Nena turuti, dengan teganya dia memutuskan hubungan.Dia diputuskan lewat pesan singkat satu jam yang lalu, saat hujan masih begitu derasnya.[Kita putus!]Setelah pesan tersebut, Nena sama sekali tidak bisa menghubungi nomor Anjar, bahkan pesannya pun hanya ceklis satu. Nomornya sudah diblok.Tega!Kejam!Hujan di luar menambah kegalauan dirinya, walau sebenarnya sekarang hanya tersisa gerimis saja, mengingat dirinya yang mudah sekali sakit jika terkena hujan dia memilih untuk tetap berada di dalam kamar."Anjar, aku nggak bisa kamu giniin. Sakit banget tau, nomorku juga langsung kamu blok!" Tangisnya kembali pecah, bahkan ingu

    Terakhir Diperbarui : 2021-05-21
  • Because the Baby   Aib keluarga

    Semua warga telah pulang setelah Pak RT meminta mereka bubar, tersisa 5 orang di ruang tamu. Nena hanya bisa menunduk dan meremas jari-jarinya yang saling bertautan, sama sekali tidak berani menatap ibu dan ayah tirinya.Suasana tampak hening–nyenyat. Bayi mungil itu juga telah tidur di pangkuan Bu Elok. Untuk mencairkan suasana yang tegang, ayah tiri Nena mulai membuka suara setelah mendapat persetujuan dari istrinya."Nena dan Nak–" Dia tampak ragu untuk menyebut."Hady, Om." Hady mewakili dirinya sendiri menjawab keraguan pria berbadan kekar itu. Dia mengangguk."Karena kalian sudah membuat ulah, maka kalian harus menikah," tegasnya.Nena yang tidak habis pikir dengan pria tersebut, mengangkat wajahnya dan menatap kesal. "Kenapa aku harus nikah sama dia? Sudah kami jelasin kalau bayi itu bukan bayi kami. Bu Elok, apa pernah Ibu lihat ada perubahan aneh di tubuh saya?" Kini pandangannya tertuju pada wanita paruh baya yang terlihat begitu bahagia.

    Terakhir Diperbarui : 2021-05-22
  • Because the Baby   Keputusan Kabur

    Ketukan pintu membuyarkan lamunan Nena, sejak dua jam lalu dirinya memilih untuk membaringkan tubuhnya di samping bayi mungil tak berdosa itu."Nena, boleh Ayah masuk." Sayup-sayup terdengar suara ayahnya memanggil, Nena segera beranjak untuk membuka pintu kamarnya."Nak ...." Menatap sekilas wajah yang begitu dirindunya, mendengar semua percakapan mereka tadi membuatnya enggan untuk hanya sekadar tersenyum tipis."Masuklah," ujarnya. Dia terlalu malas untuk hanya menatap lama wajah ayahnya.Nena memilih duduk di tepi tempat tidur, sedangkan menyuruh ayahnya untuk duduk di kursi yang tersedia lewat dagunya. "Ada apa?" tanya Nena.Ayahnya terlihat mengembuskan napas kasar. "Na ... Ayah nggak akan tanya alasan kamu lakuin hal memalukan seperti sekarang ini. Yang perlu kamu tau, kami sudah sepakat besok lusa keluarga pihak pria akan datang ke rumah ini untuk acara pernikahan kalian, itu keputusan kami dan sudah bulat.""Apa Ayah juga perc

    Terakhir Diperbarui : 2021-05-24
  • Because the Baby   Akad

    Gadis itu beberapa kali menghela napas panjang, dirinya memandang wajahnya yang kini begitu cantik dengan polesan makeup dari perias profesional di kampungnya."Mbak Na ini memang sudah cantik, jadi kupolesin dikit saja dah kelihatan menawan, pasti calon suaminya langsung terpana, deh," pujinya bangga. Nena hanya tersenyum tipis, dirinya berusaha menetralisir perasaannya."Mbak Na calon suaminya orang daerah mana? Apa jauh dari Punggur?" tanya perias tersebut."Dia orang Bandar Lampung, Mbak." Mendengar Nena memanggil dirinya 'Mbak' perias tersebut begitu kegirangan. Ibunya sudah mewanti-wanti dirinya untuk memanggil perias tersebut dengan sebutan yang seharusnya ditunjukkan untuk wanita sedangkan dia pria."Mbak makin cantik, deh." Dia mencubit gemas dagu Nena, jujur saja jika dirinya tidak sedang dalam keadaan cemas begini sudah ditangkis tangan nakalnya tadi.Derit pintu terdengar, dari balik cermin Nena bisa melihat siapa yang membukanya

    Terakhir Diperbarui : 2021-05-27
  • Because the Baby   Malam Pengantin vs Perjanjian Kontrak

    Mereka terlihat begitu lelah, setelah seharian menjadi ratu dan raja dengan duduk di singgasana. Keduanya tidak ada yang memutuskan keluar kamar setelah selesai membersihkan tubuh masing-masing. Bahkan, bayi mungil itu dititipkan pada ibu Nena malam ini."Di luar masih ramai, padahal sudah jam sepuluh malam. Apa di sini kalau hajatan tetangga suka berkumpul sampai larut malam begini?" Nena hanya mengangkat bahu. Acara resepsi sudah usai sejak jam delapan malam."Ini rumah kamu tapi kamu seolah nggak tahu apa pun." Hady heran dengan tingkah Nena. Dia terkesan kaku dan seolah belum pernah berbaur dengan sekitar. Terlihat dari caranya tadi saat tetangga sekitar menyalaminya.Nena mengembuskan napas pelan. "Aku dari SMP sampai SMA sama Nenek tinggal satu kabupaten sama Ayah, beda desa. Nenek meninggal dan aku masuk kuliah, tinggal di Bandar Lampung sampai sekarang."Hady mengangguk, dia terus memperhatikan gerak-gerik Nena yang berjalan mendekati meja r

    Terakhir Diperbarui : 2021-05-29

Bab terbaru

  • Because the Baby   Target Pertama

    "Kamu yakin?"Nena kembali menggeleng, entah pertanyaan ke berapa kalinya dari Hady. Sesekali tangannya membenahi atau memainkan ujung selimut Baby Zoe agar bayi tersebut tidak kedinginan."Tuh kamu sendiri nggak yakin, gimana bisa kita jadikan dia target pertama? Lagipula yang Abang lihat ....""Ya, karena Bang Hady suka sama dia makanya pikirannya nggak mungkin. Iya, kan?"Kesal bagi Nena karena akan sulit jika harus bekerja sama mencurigai seseorang yang teristimewa di hati."Ya, bukan gitu, Na. Masalahnya cuma karena felling kamu begitu belum tentu benar. nanti jatuhnya suudzon, loh.""Karena itu felling makanya harus dibuktikan, Bang!" Hady tidak habis pikir, kenapa Nena malah mencurigai gadis cantik seperti Susi yang terkenal span dan tidak banyak tingkah. "Kalau Abang nggak mau bantu, ya, sudah biar Nena saja." Sekali lagi, gadis yang kini sah menjadi seorang istri dan Ibu itu merajuk. Menatap Hady penuh intimidasi.

  • Because the Baby   Cemburukah?

    "Na ...." Baru saja Nena membukakan pintu, Susi segera melangkah masuk dan memeluk Nena. Dirinya yang tidak tahu apa yang akan dilakukan Susi hampir saja terjatuh ke belakang."Mbak Sus, kenapa?" Nena mendorong pelan pundak Susi, tapi Susi semakin mempererat pelukannya. "Mbak, i-ini kenapa? Lepasin dulu, Mbak," pintanya.Susi menunduk, dia sudah menangis entah apa penyebabnya. Nena meminta Susi untuk duduk di ruang tamu."Mbak, ada apa?"Susi menggeleng, dia masih saja menangis. Bahkan kesalnya Nena, Susi mengambil sekaligus 5 lembar tisu yang tersedia di meja ruang tamu. Dia menghitungnya saat Susi mengambil helai per helai tisu.Suara tangisan Baby Zoe membuat konsentrasi Nena kepada Susi pecah. Dia bingung, hendak meninggalkan Susi dalam keadaan menangis karena rasa kemanusiaan dia sulit untuk melangkah. Tangisan Baby Zoe juga semakin kencang yang menandakan suaminya belum keluar dari kamar mandi."Na, anak k

  • Because the Baby   Kartu keluarga

    Mereka telah sampai di rumah, Bu Elok langsung menyuruh Hady membawa istri dan anaknya ke kamar."Tidurkan baby Zoe di sana, kamu bisa rebahan juga. Pasti capek." Nena hanya mengangguk.Saat Hady hendak keluar kamar, Nena menarik ujung kemeja bawahnya. Dia menatap Nena dengan heran."Ada apa?"Bukan menjawab, Nena segera menjauhkan tangannya dan menggeleng. "Ya sudah, aku keluar dulu."Hady sebenarnya merasa heran dengan gadis yang kini berstatus istrinya itu. Sejak meninggalkan rumah ibunya dia menjadi begitu pendiam. Selama di mobil pun dia memilih menatap keluar menikmati suasana di luar dan menyerahkan baby Zoe pada ibu mertuanya."Mereka sudah di kamar?" Hady mengangguk dan duduk mendekat.Bu Elok mendesah pelan, dilihatnya sejenak putra bungsunya yang kini sudah berstatus sebagai suami dan memiliki tanggung jawab besar itu. "Kamu sudah menikah, maafin Ibu kalau sering marahin kamu."Hady merasa terenyuh, dia men

  • Because the Baby   Malam Pengantin vs Perjanjian Kontrak

    Mereka terlihat begitu lelah, setelah seharian menjadi ratu dan raja dengan duduk di singgasana. Keduanya tidak ada yang memutuskan keluar kamar setelah selesai membersihkan tubuh masing-masing. Bahkan, bayi mungil itu dititipkan pada ibu Nena malam ini."Di luar masih ramai, padahal sudah jam sepuluh malam. Apa di sini kalau hajatan tetangga suka berkumpul sampai larut malam begini?" Nena hanya mengangkat bahu. Acara resepsi sudah usai sejak jam delapan malam."Ini rumah kamu tapi kamu seolah nggak tahu apa pun." Hady heran dengan tingkah Nena. Dia terkesan kaku dan seolah belum pernah berbaur dengan sekitar. Terlihat dari caranya tadi saat tetangga sekitar menyalaminya.Nena mengembuskan napas pelan. "Aku dari SMP sampai SMA sama Nenek tinggal satu kabupaten sama Ayah, beda desa. Nenek meninggal dan aku masuk kuliah, tinggal di Bandar Lampung sampai sekarang."Hady mengangguk, dia terus memperhatikan gerak-gerik Nena yang berjalan mendekati meja r

  • Because the Baby   Akad

    Gadis itu beberapa kali menghela napas panjang, dirinya memandang wajahnya yang kini begitu cantik dengan polesan makeup dari perias profesional di kampungnya."Mbak Na ini memang sudah cantik, jadi kupolesin dikit saja dah kelihatan menawan, pasti calon suaminya langsung terpana, deh," pujinya bangga. Nena hanya tersenyum tipis, dirinya berusaha menetralisir perasaannya."Mbak Na calon suaminya orang daerah mana? Apa jauh dari Punggur?" tanya perias tersebut."Dia orang Bandar Lampung, Mbak." Mendengar Nena memanggil dirinya 'Mbak' perias tersebut begitu kegirangan. Ibunya sudah mewanti-wanti dirinya untuk memanggil perias tersebut dengan sebutan yang seharusnya ditunjukkan untuk wanita sedangkan dia pria."Mbak makin cantik, deh." Dia mencubit gemas dagu Nena, jujur saja jika dirinya tidak sedang dalam keadaan cemas begini sudah ditangkis tangan nakalnya tadi.Derit pintu terdengar, dari balik cermin Nena bisa melihat siapa yang membukanya

  • Because the Baby   Keputusan Kabur

    Ketukan pintu membuyarkan lamunan Nena, sejak dua jam lalu dirinya memilih untuk membaringkan tubuhnya di samping bayi mungil tak berdosa itu."Nena, boleh Ayah masuk." Sayup-sayup terdengar suara ayahnya memanggil, Nena segera beranjak untuk membuka pintu kamarnya."Nak ...." Menatap sekilas wajah yang begitu dirindunya, mendengar semua percakapan mereka tadi membuatnya enggan untuk hanya sekadar tersenyum tipis."Masuklah," ujarnya. Dia terlalu malas untuk hanya menatap lama wajah ayahnya.Nena memilih duduk di tepi tempat tidur, sedangkan menyuruh ayahnya untuk duduk di kursi yang tersedia lewat dagunya. "Ada apa?" tanya Nena.Ayahnya terlihat mengembuskan napas kasar. "Na ... Ayah nggak akan tanya alasan kamu lakuin hal memalukan seperti sekarang ini. Yang perlu kamu tau, kami sudah sepakat besok lusa keluarga pihak pria akan datang ke rumah ini untuk acara pernikahan kalian, itu keputusan kami dan sudah bulat.""Apa Ayah juga perc

  • Because the Baby   Aib keluarga

    Semua warga telah pulang setelah Pak RT meminta mereka bubar, tersisa 5 orang di ruang tamu. Nena hanya bisa menunduk dan meremas jari-jarinya yang saling bertautan, sama sekali tidak berani menatap ibu dan ayah tirinya.Suasana tampak hening–nyenyat. Bayi mungil itu juga telah tidur di pangkuan Bu Elok. Untuk mencairkan suasana yang tegang, ayah tiri Nena mulai membuka suara setelah mendapat persetujuan dari istrinya."Nena dan Nak–" Dia tampak ragu untuk menyebut."Hady, Om." Hady mewakili dirinya sendiri menjawab keraguan pria berbadan kekar itu. Dia mengangguk."Karena kalian sudah membuat ulah, maka kalian harus menikah," tegasnya.Nena yang tidak habis pikir dengan pria tersebut, mengangkat wajahnya dan menatap kesal. "Kenapa aku harus nikah sama dia? Sudah kami jelasin kalau bayi itu bukan bayi kami. Bu Elok, apa pernah Ibu lihat ada perubahan aneh di tubuh saya?" Kini pandangannya tertuju pada wanita paruh baya yang terlihat begitu bahagia.

  • Because the Baby   Tuduhan Kejam

    Nena kini sedang dirundung kesedihan, hatinya hancur berkeping-keping akibat pesan singkat dari pujaan hati yang telah menemaninya selama dua tahun terakhir.Nena, selama hidup di kota ini sejak awal begitu bergantung pada Anjar, mantan kekasihnya. Hanya karena permintaan Anjar yang tidak bisa Nena turuti, dengan teganya dia memutuskan hubungan.Dia diputuskan lewat pesan singkat satu jam yang lalu, saat hujan masih begitu derasnya.[Kita putus!]Setelah pesan tersebut, Nena sama sekali tidak bisa menghubungi nomor Anjar, bahkan pesannya pun hanya ceklis satu. Nomornya sudah diblok.Tega!Kejam!Hujan di luar menambah kegalauan dirinya, walau sebenarnya sekarang hanya tersisa gerimis saja, mengingat dirinya yang mudah sekali sakit jika terkena hujan dia memilih untuk tetap berada di dalam kamar."Anjar, aku nggak bisa kamu giniin. Sakit banget tau, nomorku juga langsung kamu blok!" Tangisnya kembali pecah, bahkan ingu

DMCA.com Protection Status