Home / Romansa / Because the Baby / Tuduhan Kejam

Share

Because the Baby
Because the Baby
Author: AfiahN

Tuduhan Kejam

Author: AfiahN
last update Last Updated: 2021-05-21 00:12:48

Nena kini sedang dirundung kesedihan, hatinya hancur berkeping-keping akibat  pesan singkat dari pujaan hati yang telah menemaninya selama dua tahun terakhir. 

Nena, selama hidup di kota ini sejak awal begitu bergantung pada Anjar, mantan kekasihnya. Hanya karena permintaan Anjar yang tidak bisa Nena turuti, dengan teganya dia memutuskan hubungan.

Dia diputuskan lewat pesan singkat satu jam yang lalu, saat hujan masih begitu derasnya.

[Kita putus!]

Setelah pesan tersebut, Nena sama sekali tidak bisa menghubungi nomor Anjar, bahkan pesannya pun hanya ceklis satu. Nomornya sudah diblok.

Tega!

Kejam!

Hujan di luar menambah kegalauan dirinya, walau sebenarnya sekarang hanya tersisa gerimis saja, mengingat dirinya yang mudah sekali sakit jika terkena hujan dia memilih untuk tetap berada di dalam kamar. 

"Anjar, aku nggak bisa kamu giniin. Sakit banget tau, nomorku juga langsung kamu blok!" Tangisnya kembali pecah, bahkan ingusnya sudah ikutan meler. Dia tetap saja memilih untuk menenggelamkan wajahnya diantara kedua lututnya.

Dalam keadaan gerimis seperti ini, dia dengan samar-samar mendengar suara tangisan bayi. Astaga, apa karena patah hati dirinya jadi berhalu ria?

Dia mendongak, terlihat jelas matanya yang sembab karena tangisannya yang tidak henti, wajahnya begitu kusut, dan rambut yang disanggul asal. 

Dia begitu takut untuk hanya sekadar mengintip dari jendelanya, takut jika tangisan tersebut hanya halusinasinya.

"Aku nggak mimpi, itu benar suara–."

Nena segera bangkit dan mencoba mengintip dari jendela kamarnya. Kondisi halaman yang agak gelap membuatnya kesusahan untuk melihat sekitar, tapi dia kembali mendengar tangisan tersebut. 

"Siapa yang bawa bayi keluar? Masih gerimis pula. Seingatku juga Mbak Arum belum waktunya lahiran deh, masih juga delapan bulan." 

Nena memilih untuk menjauh dari jendela setelah ada kilatan seram. 

Dia kembali mengingat Anjar, diambilnya dengan kasar gawai yang masih tergeletak di karpet, dia masih memiliki harapan bahwa Anjar sudah bisa untuk dihubungi.

Berkali-kali mencoba untuk menghubungi tapi tetap saja tidak bisa, bahkan Nena sampai spam pesan begitu banyak untuk Anjar, tetap saja ceklis satu. 

"Anjar brengsek!" pekiknya kesal. Gawai tak berdosa dia banting di atas tempat tidur dengan kasar. Nena masih sadar, jika dia membanting gawainya di lantai pastinya dia akan mengeluarkan biaya untuk membenarkannya karena rusak.

Aneh baginya ketika dia masih mendengar suara tangisan bayi tersebut. Penasaran dengan asal suara tangisan itu, Nena dengan penampilan yang pantas disebut tak layak memilih keluar kamar dengan berbekal payung pemberian Anjar. 

Di luar, dia melihat Hady anak pemilik kost tempatnya tinggal menggendong entah apa. Buru-buru dia berlari mendekat karena begitu penasaran. 

"Bang, itu ... astaga, bayi!" Nena tidak pernah menyangka jika memang benar ada bayi di halaman rumah.

Hady menyerahkan bayi yang hanya berbalut baju dan jaket tersebut kepada Nena. "Eh, Bang, kok aku?" Dirinya bingung karena dia belum ada pengalaman menggendong bayi.

"Gendong dulu, saya tidak bisa gendong bayi!" Dengan terpaksa dia menerima bayi tersebut walaupun rasanya begitu kesusahan mengingat tangan sebelahnya membawa payung.

Hady kini sedang berjongkok, di hadapannya terdapat keranjang bayi, dia meminta Nena untuk menidurkan bayi tersebut di sana. 

"Kenapa nggak dari tadi, Bang?" kesalnya. Hadi hanya mengangkat bahunya.

Pertanyaannya sekarang, ini bayi siapa? Siapa yang tega menaruh bayi tak berdosa di halaman rumah orang lain? Di mana orang tuanya?

"Ayo kita bawa dia masuk," ajak Hady. Wajahnya masih saja jutek. 

Nena bergeming. "Bang, di sini cuma ada kita berdua. Aku takut nanti ada yang salah paham, gimana? Bu Elok dan Mbak Susi kan nggak ada di rumah."

Hady mengerutkan keningnya, dia tidak habis pikir dengan gadis kucel di hadapannya. Dalam keadaan begini dia masih saja memikirkan masalah seperti itu.

"Apa kamu nggak kasihan sama bayinya? Lihat dia sudah menggigil, pasti dia udah lama di sini. Ayo," ajaknya. Hady sampai memilih berdiri di belakang Nena dan mendorong punggungnya pelan.

"Bang, aku masih takut. Kalau ini jebakan buat kita gimana?" Hady tidak mau memedulikan apa-apa dulu. Sekarang dipikirannya, dia harus menyelamatkan bayi tidak berdosa tersebut secepatnya. Naluri dokternya meronta.

Tidak mendapat respons dari Hady, Nena akhirnya memilih untuk menurut. Hady membawa dirinya dan sang bayi ke ruang tamu rumahnya dengan pintu yang dia biarkan terbuka. 

"Kamu tunggu di sini, saya mau ke dapur sebentar." Nena hanya mengangguk, dia memilih menaruh keranjang bayi tersebut di sampingnya. 

Bayi yang imut tidak berdosa, siapa yang tega meninggalkannya.

Hady begitu sibuk mencari susu yang dia ingat dua hari lalu belikan untuk anak kucingnya yang sakit. Bukan susu kucing, tapi susu bayi dan dia rasa bisa dia berikan pada sang bayi.

Sementara, di ruang tamu Nena dirundung ketakutan. Beberapa menit setelah kepergian Hady, beberapa warga datang dan kini berada di dalam ruang tamu.

Nena, melindungi bayi tersebut. "Jadi kalian selama ini melakukan hal yang tidak bermoral di sini?!" Salah seorang mulai menginterogasi Nena, mata mereka dipenuhi kecurigaan pada Nena.

"Iya, nggak sangka. Mbak Nena yang kelihatannya polos ternyata bisa berbuat mesum sama anak pemilik kost-nya sendiri." Yang lain ikut menyahut.

Mereka mengira bahwa Nena dan Hady akan membuang bayi tersebut. Tadi saat mereka sedang di halaman ada tetangga yang melihat ngelagat aneh keduanya.

"Bapak-bapak salah. Saya dan Bang Hady nggak ngelakuin hal itu. Ini bayi tadi kami temukan di luar gerbang," sangkal Nena. Bayi tersebut kini berada di gendongan seorang ibu. 

"Bohong, kita nggak percaya ucapan kamu!" Seorang bapak berbadan gemuk menyela ucapan Nena. Dia terlihat paling ngotot.

"Kita tunggu saja Pak RT datang, mau kita apakan mereka berdua. Di mana Hady, apa dia sembunyi? Hady!" teriak bapak berbadan gemuk tersebut. 

Tidak lama, Hady menuju ke ruang tamu. Aneh baginya banyak orang di sana. "Nah ini salah satu pelakunya juga." Hady yang membawa botol susu itu kebingungan, pelaku apa?

Dia melihat Nena yang menunduk ketakutan dan bayi yang mereka temukan berada di gendongan tetangganya. "Ada apa ini, Pak, Bu. Kenapa kalian semua berkumpul di rumah saya?" Ibu yang sedang menggendong sang bayi merampas botol susu di tangan Hady dan segera memberikan pada bayi yang ternyata sedang kehausan.

Nena mengangkat wajahnya, wajahnya yang kusut semakin kusut saja. "Bang, kita dituduh mereka mau menelantarkan bayi itu," tunjuknya pada bayi tersebut. 

"Kita nggak nuduh, kita ada buktinya kalau kalian mau buang bayi itu. Kalian sudah mencemarkan lingkungan sini dengan berbuat mesum dan sekarang kalian dengan tega mau membuang hasil kejahatan!" 

Kepala Hady begitu pusing sekarang, niat baiknya hanya untuk menolong malah disalahartikan oleh tetangga.

"Pak, itu bukan bayi kita. Saya dan dia temukan bayi itu di depan."

"Alah, maling mana mau ngaku sih, udah kita tunggu Pak RT saja."

Mereka tetap ngotot tidak mau mendengarkan pembelaan keduanya.

"Saya juga sudah hubungi Bu Elok, dia malam ini juga langsung pulang." 

Firasat Hady sudah tidak enak. Ibunya sudah tahu. "Kamu hubungi orang tuamu," perintah salah seorang tetangga pada Nena. Nena hendak bangun dan langsung dicegah oleh mereka.

"Mau ke mana? Kabur ya?" 

"Mau ambil ponsel di kamar, Pak Broto," kesal Nena. Pak Broto pria yang berbadan gemuk itu yang sejak tadi paling berisik. 

"Nggak usah, biar pakai ponsel Mas Hady saja. Kamu di sini!" Pak Broto segera merampas gawai yang baru saja Hady keluarkan dari kantong celananya dan memberikannya pada Nena.

Lama dirinya hanya menatap layar ponsel tersebut. Siapa yang akan dia hubungi sekarang, ibunya kah atau ayahnya. Dia tidak begitu dekat dengan keduanya setelah mereka memilih bercerai.

"Ayo, kenapa lama?" desak mereka di sana. Sebelum Nena menekan ikon warna hijau untuk memanggil, dia melirik sesaat pada Hady. Dilihatnya pria tersebut sedang frustrasi sekarang. Karena begitu lama menunggu Nena, Pak Broto mengambil paksa gawai Hady dari tangan Nena dan segera menghubungi nomor yang sudah Nena ketik di sana.

"Halo, saya tetangga anak Anda, Nena. Bisa Anda datang sekarang ke tempat tinggalnya? Ada hal penting yang harus Anda tahudan tidak bisa ditunda." Belum sempat orang di seberang panggilan tersebut berbicara, Pak Broto segera mematikannya. 

Tidak lama Pak RT datang bersama bidan, dia melihat Nena dan Hady yang sudah duduk bersampingan dengan Nena menggendong bayi yang sudah kenyang tersebut.

"Ada apa ini sebenarnya? Apa benar Mas Hady dan Mbak Nena melakukan hal yang tidak baik di sini?" tanya Pak RT. Dia tidak mau ikut menyudutkan kedua orang yang terduduk lesu tersebut.

"Pak RT bisa lihat sendiri, mereka mau membuang bayi hasil hubungan terlarang mereka," jelas bapak berkeoala botak.

"Benar Mas, Mbak?" 

Hady menghela napas kasar. Dia menatap manik Pak RT penuh harap. "Kita tidak melakukan hal yang Bapak dan Ibu katakan itu. Kita menemukan bayi ini di depan rumah," jelasnya.

"Alah maling mana mau ngaku!" 

"Iya tuh, benar."

Mereka yang berada di dalam ruang tamu itu semakin memperkeruh suasana. Nena sudah tidak dapat menahan tangisnya lagi, sayang air matanya sudah terkuras habis karena tadi. 

"Baiklah, Bapak dan Ibu sekalian harap tenang. Bu Asih saya minta tolong cek kondisi bayi tersebut ya sembari kita menunggu Bu Elok yang katanya sudah masuk gang.

Pikiran Hady semakin kacau. Ibunya dalam hitungan menit sudah akan tiba di rumah. Bagaimana begitu cepat?

Bu Asih selaku bidan sudah selesai memeriksa keadaan bayi berjenis kelamin laki-laki itu. Katanya keadaan bayi sehat.

Pandangan mereka tidak lepas pada kedua orang tersangka yang seperti sedang duduk di kursi panas menunggu hasil sidang.

Mereka sudah dua jam lebih masih memilih untuk bertahan menunggu kedua orang tua mereka datang.

"Assalamualaikum."

"Wa'alaikumussalam, Bu Elok sudah datang. Silakan masuk, Bu." Mereka memberikan jalan untuk pemilik rumah. 

Bu Elok segera menghampiri keduanya. Dia langsungmenjewer kesal putranya itu sampai mengaduh kesakitan. Nena dan yang berada di sana hanya bisa menahan tawanya agar tidak pecah melihat perlakuan Bu Elok pada Hady.

"Anak nakal, kenapa kamu tega berbuat begitu sama gadis polos ini?" Bu Elok menatap Nena dengan iba. Dielusnya pipi Nena dengan penuh kasih sayang. 

Mendapatkan perlakuan lembut dari orang lain membuat hati Nena terenyuh, dia ingin memeluk wanita paruh baya tersebut tapi urung dilakukan.

"Bapak dan Ibu maafkan kesalahan putra saya. Pak RT saya janji akan menikahkan mereka berdua secepatnya." Nena dan Hady spontan menolak dengan keras.

"Nggak!" Keduanya begitu kompak.

"Jangan didengarkan ucapan mereka. Setelah orang tua Nena hadir saya akan membicarakan masalah ini sama mereka."

"Baik Bu. Kita tinggal menunggu orang tua Nena ke sini, sudah hampir tiga jam ini."

Hady melirik sekilas ke arah Nena, gadis yang begitu jauh dari kriterianya selama ini. Dirinya tidak menyangka ibunya memilih untuk tidak membela mereka. 

Tepat pukul dua belas malam, mobil orang tua Nena memasuki pekarangan rumah. Mereka langsung disambut dengan tanda tanya melihat ramainya rumah tersebut. 

Mereka masuk ke dalam rumah yang terasa sesak. "Permisi, maaf Bapak saya orang tua Nena. Ada apa sampai–" Belum selesai wanita paruh baya itu berbicara, Pak Broto sudah menyela.

"Anak Anda berbuat asusila di sini. Dia hamil di luar nikah dan mau membuang bayi mereka!" Nena menunduk dalam, dia begitu takut dengan tatapan tajam ibunya sendiri.

"Apa?!" 

Comments (1)
goodnovel comment avatar
ci panda
awalnya aku pingin baca gara2 sinopsisnya yang menarik,dan chapter 1 nya ga mengecewakan! ga sabar pingin baca semuanya 😊 btw author gaada sosmed kah? aku pingin follow~
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Because the Baby   Aib keluarga

    Semua warga telah pulang setelah Pak RT meminta mereka bubar, tersisa 5 orang di ruang tamu. Nena hanya bisa menunduk dan meremas jari-jarinya yang saling bertautan, sama sekali tidak berani menatap ibu dan ayah tirinya.Suasana tampak hening–nyenyat. Bayi mungil itu juga telah tidur di pangkuan Bu Elok. Untuk mencairkan suasana yang tegang, ayah tiri Nena mulai membuka suara setelah mendapat persetujuan dari istrinya."Nena dan Nak–" Dia tampak ragu untuk menyebut."Hady, Om." Hady mewakili dirinya sendiri menjawab keraguan pria berbadan kekar itu. Dia mengangguk."Karena kalian sudah membuat ulah, maka kalian harus menikah," tegasnya.Nena yang tidak habis pikir dengan pria tersebut, mengangkat wajahnya dan menatap kesal. "Kenapa aku harus nikah sama dia? Sudah kami jelasin kalau bayi itu bukan bayi kami. Bu Elok, apa pernah Ibu lihat ada perubahan aneh di tubuh saya?" Kini pandangannya tertuju pada wanita paruh baya yang terlihat begitu bahagia.

    Last Updated : 2021-05-22
  • Because the Baby   Keputusan Kabur

    Ketukan pintu membuyarkan lamunan Nena, sejak dua jam lalu dirinya memilih untuk membaringkan tubuhnya di samping bayi mungil tak berdosa itu."Nena, boleh Ayah masuk." Sayup-sayup terdengar suara ayahnya memanggil, Nena segera beranjak untuk membuka pintu kamarnya."Nak ...." Menatap sekilas wajah yang begitu dirindunya, mendengar semua percakapan mereka tadi membuatnya enggan untuk hanya sekadar tersenyum tipis."Masuklah," ujarnya. Dia terlalu malas untuk hanya menatap lama wajah ayahnya.Nena memilih duduk di tepi tempat tidur, sedangkan menyuruh ayahnya untuk duduk di kursi yang tersedia lewat dagunya. "Ada apa?" tanya Nena.Ayahnya terlihat mengembuskan napas kasar. "Na ... Ayah nggak akan tanya alasan kamu lakuin hal memalukan seperti sekarang ini. Yang perlu kamu tau, kami sudah sepakat besok lusa keluarga pihak pria akan datang ke rumah ini untuk acara pernikahan kalian, itu keputusan kami dan sudah bulat.""Apa Ayah juga perc

    Last Updated : 2021-05-24
  • Because the Baby   Akad

    Gadis itu beberapa kali menghela napas panjang, dirinya memandang wajahnya yang kini begitu cantik dengan polesan makeup dari perias profesional di kampungnya."Mbak Na ini memang sudah cantik, jadi kupolesin dikit saja dah kelihatan menawan, pasti calon suaminya langsung terpana, deh," pujinya bangga. Nena hanya tersenyum tipis, dirinya berusaha menetralisir perasaannya."Mbak Na calon suaminya orang daerah mana? Apa jauh dari Punggur?" tanya perias tersebut."Dia orang Bandar Lampung, Mbak." Mendengar Nena memanggil dirinya 'Mbak' perias tersebut begitu kegirangan. Ibunya sudah mewanti-wanti dirinya untuk memanggil perias tersebut dengan sebutan yang seharusnya ditunjukkan untuk wanita sedangkan dia pria."Mbak makin cantik, deh." Dia mencubit gemas dagu Nena, jujur saja jika dirinya tidak sedang dalam keadaan cemas begini sudah ditangkis tangan nakalnya tadi.Derit pintu terdengar, dari balik cermin Nena bisa melihat siapa yang membukanya

    Last Updated : 2021-05-27
  • Because the Baby   Malam Pengantin vs Perjanjian Kontrak

    Mereka terlihat begitu lelah, setelah seharian menjadi ratu dan raja dengan duduk di singgasana. Keduanya tidak ada yang memutuskan keluar kamar setelah selesai membersihkan tubuh masing-masing. Bahkan, bayi mungil itu dititipkan pada ibu Nena malam ini."Di luar masih ramai, padahal sudah jam sepuluh malam. Apa di sini kalau hajatan tetangga suka berkumpul sampai larut malam begini?" Nena hanya mengangkat bahu. Acara resepsi sudah usai sejak jam delapan malam."Ini rumah kamu tapi kamu seolah nggak tahu apa pun." Hady heran dengan tingkah Nena. Dia terkesan kaku dan seolah belum pernah berbaur dengan sekitar. Terlihat dari caranya tadi saat tetangga sekitar menyalaminya.Nena mengembuskan napas pelan. "Aku dari SMP sampai SMA sama Nenek tinggal satu kabupaten sama Ayah, beda desa. Nenek meninggal dan aku masuk kuliah, tinggal di Bandar Lampung sampai sekarang."Hady mengangguk, dia terus memperhatikan gerak-gerik Nena yang berjalan mendekati meja r

    Last Updated : 2021-05-29
  • Because the Baby   Kartu keluarga

    Mereka telah sampai di rumah, Bu Elok langsung menyuruh Hady membawa istri dan anaknya ke kamar."Tidurkan baby Zoe di sana, kamu bisa rebahan juga. Pasti capek." Nena hanya mengangguk.Saat Hady hendak keluar kamar, Nena menarik ujung kemeja bawahnya. Dia menatap Nena dengan heran."Ada apa?"Bukan menjawab, Nena segera menjauhkan tangannya dan menggeleng. "Ya sudah, aku keluar dulu."Hady sebenarnya merasa heran dengan gadis yang kini berstatus istrinya itu. Sejak meninggalkan rumah ibunya dia menjadi begitu pendiam. Selama di mobil pun dia memilih menatap keluar menikmati suasana di luar dan menyerahkan baby Zoe pada ibu mertuanya."Mereka sudah di kamar?" Hady mengangguk dan duduk mendekat.Bu Elok mendesah pelan, dilihatnya sejenak putra bungsunya yang kini sudah berstatus sebagai suami dan memiliki tanggung jawab besar itu. "Kamu sudah menikah, maafin Ibu kalau sering marahin kamu."Hady merasa terenyuh, dia men

    Last Updated : 2021-05-30
  • Because the Baby   Cemburukah?

    "Na ...." Baru saja Nena membukakan pintu, Susi segera melangkah masuk dan memeluk Nena. Dirinya yang tidak tahu apa yang akan dilakukan Susi hampir saja terjatuh ke belakang."Mbak Sus, kenapa?" Nena mendorong pelan pundak Susi, tapi Susi semakin mempererat pelukannya. "Mbak, i-ini kenapa? Lepasin dulu, Mbak," pintanya.Susi menunduk, dia sudah menangis entah apa penyebabnya. Nena meminta Susi untuk duduk di ruang tamu."Mbak, ada apa?"Susi menggeleng, dia masih saja menangis. Bahkan kesalnya Nena, Susi mengambil sekaligus 5 lembar tisu yang tersedia di meja ruang tamu. Dia menghitungnya saat Susi mengambil helai per helai tisu.Suara tangisan Baby Zoe membuat konsentrasi Nena kepada Susi pecah. Dia bingung, hendak meninggalkan Susi dalam keadaan menangis karena rasa kemanusiaan dia sulit untuk melangkah. Tangisan Baby Zoe juga semakin kencang yang menandakan suaminya belum keluar dari kamar mandi."Na, anak k

    Last Updated : 2021-06-01
  • Because the Baby   Target Pertama

    "Kamu yakin?"Nena kembali menggeleng, entah pertanyaan ke berapa kalinya dari Hady. Sesekali tangannya membenahi atau memainkan ujung selimut Baby Zoe agar bayi tersebut tidak kedinginan."Tuh kamu sendiri nggak yakin, gimana bisa kita jadikan dia target pertama? Lagipula yang Abang lihat ....""Ya, karena Bang Hady suka sama dia makanya pikirannya nggak mungkin. Iya, kan?"Kesal bagi Nena karena akan sulit jika harus bekerja sama mencurigai seseorang yang teristimewa di hati."Ya, bukan gitu, Na. Masalahnya cuma karena felling kamu begitu belum tentu benar. nanti jatuhnya suudzon, loh.""Karena itu felling makanya harus dibuktikan, Bang!" Hady tidak habis pikir, kenapa Nena malah mencurigai gadis cantik seperti Susi yang terkenal span dan tidak banyak tingkah. "Kalau Abang nggak mau bantu, ya, sudah biar Nena saja." Sekali lagi, gadis yang kini sah menjadi seorang istri dan Ibu itu merajuk. Menatap Hady penuh intimidasi.

    Last Updated : 2021-06-21

Latest chapter

  • Because the Baby   Target Pertama

    "Kamu yakin?"Nena kembali menggeleng, entah pertanyaan ke berapa kalinya dari Hady. Sesekali tangannya membenahi atau memainkan ujung selimut Baby Zoe agar bayi tersebut tidak kedinginan."Tuh kamu sendiri nggak yakin, gimana bisa kita jadikan dia target pertama? Lagipula yang Abang lihat ....""Ya, karena Bang Hady suka sama dia makanya pikirannya nggak mungkin. Iya, kan?"Kesal bagi Nena karena akan sulit jika harus bekerja sama mencurigai seseorang yang teristimewa di hati."Ya, bukan gitu, Na. Masalahnya cuma karena felling kamu begitu belum tentu benar. nanti jatuhnya suudzon, loh.""Karena itu felling makanya harus dibuktikan, Bang!" Hady tidak habis pikir, kenapa Nena malah mencurigai gadis cantik seperti Susi yang terkenal span dan tidak banyak tingkah. "Kalau Abang nggak mau bantu, ya, sudah biar Nena saja." Sekali lagi, gadis yang kini sah menjadi seorang istri dan Ibu itu merajuk. Menatap Hady penuh intimidasi.

  • Because the Baby   Cemburukah?

    "Na ...." Baru saja Nena membukakan pintu, Susi segera melangkah masuk dan memeluk Nena. Dirinya yang tidak tahu apa yang akan dilakukan Susi hampir saja terjatuh ke belakang."Mbak Sus, kenapa?" Nena mendorong pelan pundak Susi, tapi Susi semakin mempererat pelukannya. "Mbak, i-ini kenapa? Lepasin dulu, Mbak," pintanya.Susi menunduk, dia sudah menangis entah apa penyebabnya. Nena meminta Susi untuk duduk di ruang tamu."Mbak, ada apa?"Susi menggeleng, dia masih saja menangis. Bahkan kesalnya Nena, Susi mengambil sekaligus 5 lembar tisu yang tersedia di meja ruang tamu. Dia menghitungnya saat Susi mengambil helai per helai tisu.Suara tangisan Baby Zoe membuat konsentrasi Nena kepada Susi pecah. Dia bingung, hendak meninggalkan Susi dalam keadaan menangis karena rasa kemanusiaan dia sulit untuk melangkah. Tangisan Baby Zoe juga semakin kencang yang menandakan suaminya belum keluar dari kamar mandi."Na, anak k

  • Because the Baby   Kartu keluarga

    Mereka telah sampai di rumah, Bu Elok langsung menyuruh Hady membawa istri dan anaknya ke kamar."Tidurkan baby Zoe di sana, kamu bisa rebahan juga. Pasti capek." Nena hanya mengangguk.Saat Hady hendak keluar kamar, Nena menarik ujung kemeja bawahnya. Dia menatap Nena dengan heran."Ada apa?"Bukan menjawab, Nena segera menjauhkan tangannya dan menggeleng. "Ya sudah, aku keluar dulu."Hady sebenarnya merasa heran dengan gadis yang kini berstatus istrinya itu. Sejak meninggalkan rumah ibunya dia menjadi begitu pendiam. Selama di mobil pun dia memilih menatap keluar menikmati suasana di luar dan menyerahkan baby Zoe pada ibu mertuanya."Mereka sudah di kamar?" Hady mengangguk dan duduk mendekat.Bu Elok mendesah pelan, dilihatnya sejenak putra bungsunya yang kini sudah berstatus sebagai suami dan memiliki tanggung jawab besar itu. "Kamu sudah menikah, maafin Ibu kalau sering marahin kamu."Hady merasa terenyuh, dia men

  • Because the Baby   Malam Pengantin vs Perjanjian Kontrak

    Mereka terlihat begitu lelah, setelah seharian menjadi ratu dan raja dengan duduk di singgasana. Keduanya tidak ada yang memutuskan keluar kamar setelah selesai membersihkan tubuh masing-masing. Bahkan, bayi mungil itu dititipkan pada ibu Nena malam ini."Di luar masih ramai, padahal sudah jam sepuluh malam. Apa di sini kalau hajatan tetangga suka berkumpul sampai larut malam begini?" Nena hanya mengangkat bahu. Acara resepsi sudah usai sejak jam delapan malam."Ini rumah kamu tapi kamu seolah nggak tahu apa pun." Hady heran dengan tingkah Nena. Dia terkesan kaku dan seolah belum pernah berbaur dengan sekitar. Terlihat dari caranya tadi saat tetangga sekitar menyalaminya.Nena mengembuskan napas pelan. "Aku dari SMP sampai SMA sama Nenek tinggal satu kabupaten sama Ayah, beda desa. Nenek meninggal dan aku masuk kuliah, tinggal di Bandar Lampung sampai sekarang."Hady mengangguk, dia terus memperhatikan gerak-gerik Nena yang berjalan mendekati meja r

  • Because the Baby   Akad

    Gadis itu beberapa kali menghela napas panjang, dirinya memandang wajahnya yang kini begitu cantik dengan polesan makeup dari perias profesional di kampungnya."Mbak Na ini memang sudah cantik, jadi kupolesin dikit saja dah kelihatan menawan, pasti calon suaminya langsung terpana, deh," pujinya bangga. Nena hanya tersenyum tipis, dirinya berusaha menetralisir perasaannya."Mbak Na calon suaminya orang daerah mana? Apa jauh dari Punggur?" tanya perias tersebut."Dia orang Bandar Lampung, Mbak." Mendengar Nena memanggil dirinya 'Mbak' perias tersebut begitu kegirangan. Ibunya sudah mewanti-wanti dirinya untuk memanggil perias tersebut dengan sebutan yang seharusnya ditunjukkan untuk wanita sedangkan dia pria."Mbak makin cantik, deh." Dia mencubit gemas dagu Nena, jujur saja jika dirinya tidak sedang dalam keadaan cemas begini sudah ditangkis tangan nakalnya tadi.Derit pintu terdengar, dari balik cermin Nena bisa melihat siapa yang membukanya

  • Because the Baby   Keputusan Kabur

    Ketukan pintu membuyarkan lamunan Nena, sejak dua jam lalu dirinya memilih untuk membaringkan tubuhnya di samping bayi mungil tak berdosa itu."Nena, boleh Ayah masuk." Sayup-sayup terdengar suara ayahnya memanggil, Nena segera beranjak untuk membuka pintu kamarnya."Nak ...." Menatap sekilas wajah yang begitu dirindunya, mendengar semua percakapan mereka tadi membuatnya enggan untuk hanya sekadar tersenyum tipis."Masuklah," ujarnya. Dia terlalu malas untuk hanya menatap lama wajah ayahnya.Nena memilih duduk di tepi tempat tidur, sedangkan menyuruh ayahnya untuk duduk di kursi yang tersedia lewat dagunya. "Ada apa?" tanya Nena.Ayahnya terlihat mengembuskan napas kasar. "Na ... Ayah nggak akan tanya alasan kamu lakuin hal memalukan seperti sekarang ini. Yang perlu kamu tau, kami sudah sepakat besok lusa keluarga pihak pria akan datang ke rumah ini untuk acara pernikahan kalian, itu keputusan kami dan sudah bulat.""Apa Ayah juga perc

  • Because the Baby   Aib keluarga

    Semua warga telah pulang setelah Pak RT meminta mereka bubar, tersisa 5 orang di ruang tamu. Nena hanya bisa menunduk dan meremas jari-jarinya yang saling bertautan, sama sekali tidak berani menatap ibu dan ayah tirinya.Suasana tampak hening–nyenyat. Bayi mungil itu juga telah tidur di pangkuan Bu Elok. Untuk mencairkan suasana yang tegang, ayah tiri Nena mulai membuka suara setelah mendapat persetujuan dari istrinya."Nena dan Nak–" Dia tampak ragu untuk menyebut."Hady, Om." Hady mewakili dirinya sendiri menjawab keraguan pria berbadan kekar itu. Dia mengangguk."Karena kalian sudah membuat ulah, maka kalian harus menikah," tegasnya.Nena yang tidak habis pikir dengan pria tersebut, mengangkat wajahnya dan menatap kesal. "Kenapa aku harus nikah sama dia? Sudah kami jelasin kalau bayi itu bukan bayi kami. Bu Elok, apa pernah Ibu lihat ada perubahan aneh di tubuh saya?" Kini pandangannya tertuju pada wanita paruh baya yang terlihat begitu bahagia.

  • Because the Baby   Tuduhan Kejam

    Nena kini sedang dirundung kesedihan, hatinya hancur berkeping-keping akibat pesan singkat dari pujaan hati yang telah menemaninya selama dua tahun terakhir.Nena, selama hidup di kota ini sejak awal begitu bergantung pada Anjar, mantan kekasihnya. Hanya karena permintaan Anjar yang tidak bisa Nena turuti, dengan teganya dia memutuskan hubungan.Dia diputuskan lewat pesan singkat satu jam yang lalu, saat hujan masih begitu derasnya.[Kita putus!]Setelah pesan tersebut, Nena sama sekali tidak bisa menghubungi nomor Anjar, bahkan pesannya pun hanya ceklis satu. Nomornya sudah diblok.Tega!Kejam!Hujan di luar menambah kegalauan dirinya, walau sebenarnya sekarang hanya tersisa gerimis saja, mengingat dirinya yang mudah sekali sakit jika terkena hujan dia memilih untuk tetap berada di dalam kamar."Anjar, aku nggak bisa kamu giniin. Sakit banget tau, nomorku juga langsung kamu blok!" Tangisnya kembali pecah, bahkan ingu

DMCA.com Protection Status