Home / Romansa / Because the Baby / Keputusan Kabur

Share

Keputusan Kabur

Author: AfiahN
last update Huling Na-update: 2024-10-29 19:42:56

Ketukan pintu membuyarkan lamunan Nena, sejak dua jam lalu dirinya memilih untuk membaringkan tubuhnya di samping bayi mungil tak berdosa itu. 

"Nena, boleh Ayah masuk." Sayup-sayup terdengar suara ayahnya memanggil, Nena segera beranjak untuk membuka pintu kamarnya. 

"Nak ...." Menatap sekilas wajah yang begitu dirindunya, mendengar semua percakapan mereka tadi membuatnya enggan untuk hanya sekadar tersenyum tipis.

"Masuklah," ujarnya. Dia terlalu malas untuk hanya menatap lama wajah ayahnya.

Nena memilih duduk di tepi tempat tidur, sedangkan menyuruh ayahnya untuk duduk di kursi yang tersedia lewat dagunya. "Ada apa?" tanya Nena.

Ayahnya terlihat mengembuskan napas kasar. "Na ... Ayah nggak akan tanya alasan kamu lakuin hal memalukan seperti sekarang ini. Yang perlu kamu tau, kami sudah sepakat besok lusa keluarga pihak pria akan datang ke rumah ini untuk acara pernikahan kalian, itu keputusan kami dan sudah bulat."

"Apa Ayah juga percaya dengan semua yang terjadi sekarang? Ayah percaya kalau Na bisa lakuin hal seperti itu?" Di balik sikapnya kini, masih ada harapan besar bahwa ayahnya memercayai dirinya. 

Benar, mereka tidak akan ada yang percaya. Dilihat dari sikap ayahnya yang tampak ragu untuk menatapnya. "Baiklah, Na paham. Lusa, Na siap menikah. Sekarang Ayah bisa keluar, kasihan Zoe kalau berisik," usirnya.

Mengetahui kekecewaan putrinya, Edi memilih untuk menuruti permintaan Nena. Dia hanya bisa mendengus kesal saat Nena menolak dirinya yang akan mencium kening. 

Setelah kepergian ayahnya, Nena yang semula memilih diam kini mulai mengajak bayi tersebut berbicara. "Kamu lihat Zoe, apa dia benar seorang Ayah?" Dirinya hanya bisa mengadu pada bayi yang tanpa sengaja dia beri nama Zoe tersebut. "Kita sama, sama-sama terbuang," ucapnya lirih. Dia merebahkan tubuhnya kembali di samping bayi tersebut dan menciumi pipi gembulnya.

***

Semua persiapan pernikahan hampir selesai, besok saat acara pernikahan hanya membutuhkan waktu begitu singkat bagi mereka mengurus semua keperluan dekorasi tempat bahkan persyaratan di KUA.

Nena memilih untuk membuatkan susu bayinya itu, dia tidak terlalu peduli dengan apa yang orang tuanya lakukan untuk acara pernikahan yang dilakukan esok.

"Sebaiknya aku buru-buru ke kamar, kasihan Bu Siti jagain baby." Dia mengocok perlahan botol susu yang sudah dibuatnya. Berjalan melewati Ibu kandung dan Ibu tiri yang terlihat akur mempersiapkan pernikahannya esok, membuat dirinya tiba-tiba muak.

"Bu Siti boleh keluar, pasti masih banyak kerjaan untuk besok, kan? Aku nggak apa." 

Wanita paruh baya itu mengangguk dan segera pergi tanpa menjawab setelah mencium gemas pipi gembul baby Zoe.

"Hay, Baby Zoe minum susu dulu ya. Besok kamu bakalan ketemu sama Ayah," kekehnya pelan. Beberapa hari mengurus bayi tersebut, Nena sedikit mulai paham. Dia yang awalnya menggendong dengan begitu kaku menjadi agak luwes walau masih terlihat mengerikan.

"Kamu tau, aku sebenarnya ada niatan kabur karena males nikah sama Bang Hady, dia itu dokter hewan amatiran. Ingat ada kamu sekarang, aku berpikir dua kali untuk ngelakuin hal itu dan semoga dia nggak rawat kamu kayak dia rawat hewan peliharaannya ya." Baby Zoe tersenyum sambil terus meminum susu dari botolnya seolah paham dengan apa yang dibicarakan Nena.

***

Hady dilanda kecemasan, apa benar dirinya harus menikah dengan gadis seperti Nena? Kucel, pelupa, dan yang parah dia itu jorok. 

Hady masih ingat dengan jelas saat dia lihat gadis yang esok akan dia sebut namanya dalam ijab kabul itu menangis di depan pintu kamar indekosnya dengan posisi jongkok. Saat Hady menegurnya dia terkaget ketika Nena mengangkat wajah yang dia sembunyikan pada kedua lututnya itu. Ingus yang meler dan langsung dia lap pada lengan kaus panjangnya. 

"Astaga, mana sanggup aku nikah sama orang begitu! Tapi ... tapi gimanapun juga kasihan bayi itu dan Nena kalau aku nggak mau kasih mereka status yang jelas." Dirinya begitu galau. "Bodo amat, keputusanku udah bulat, aku harus kabur dari rumah sementara waktu. Setelah keadaan aman baru aku balik ke rumah."

Dia kembali mengemasi bajunya dan hendak kabur lewat jendela yang tidak diteralis. "Selesai," girangnya. Hady berusaha melompat keluar saat dirasa keadaan halaman rumahnya sudah sepi. 

"Maafin Hady, Bu. Hady cuma nggak tega sama diri sendiri kalau nikah sama gadis seperti Nena." Setelah menutup kembali jendela kamar, Hady memulai aksinya dia mengambil dan mendorong motornya yang terparkir di dengan rumah.

"Bang Hady, kamu mau ke mana?" Hady mempercepat langkahnya, dia sama sekali tidak menoleh. "Bu, Bu Elok, Bang Hady mau kabur, Bu!" teriak gadis yang memergoki aksi Hady.

"Sial, pasti Ibu yang ambil kunci motorku." Kini Hady kebingungan, sudah mendorong motornya lumayan jauh, sialnya dia tidak melihat kalau kunci motor yang biasa tercantol sudah tidak ada. 

"Mau ke mana kamu, hem!" Bu Elok dengan sigap mendekati putranya yang sudah berada di luar pagar rumahnya itu. Dirinya harus menerima kesakitan pada telinga karena jeweran tanpa ampun Bu Elok padanya.

"Ampun, Bu, ampun," rintihnya memohon.

"Nggak ada! Susi kamu bawa motor Hady ke dalam lagi, ini kuncinya." Perintahnya pada gadis yang tadi memergoki Hady hendak kabur. 

"Siap, Bu."

Hady harus menanggung malu saat ibunya tidak mau melepaskan siksaannya yang terasa menyakitkan. 

Sesampainya di kamar, Hady segera mendapatkan interogasi dari Bu Elok. "Kamu mau mempermalukan Ibu? Hah!" bentaknya, dia berkacak pinggang membuat dunia Hady semakin horor.

Hady berkali-kali mengusap telinganya yang memerah. Dia mendengus kesal dan berkata, "Aku nggak mau Bu, kalau nikah sama gadis seperti Nena."

"Memang kenapa dia?"

Hady menggaruk kepalanya yang sebenarnya tidak gatal. "Ibu tau sendiri, kan gimana dia yang jorok dan nggak pernah perhatian sama dirinya sendiri. Pelupa lagi," sungutnya kesal. 

Kesal dengan pikiran anaknya, Bu Elok sampai kembali menjewer salah satu telinga Hady yang tadi belum merasakannya. "Setelah apa yang kalian berdua lakuin, sekarang kamu nggak mau tanggung jawab? Pria macam apa kamu?" 

Hady benar-benar kesal, ibunya sendiri yang dengan jelas tahu aktivitasnya selama ini dengan mudahnya percaya dengan tuduhan orang di sekitar.

Melihat anaknya yang seperti masih tidak mau menerima, dia semakin kesal dan akhirnya memainkan dramanya. "Kamu benar-benar beda sama Ayahmu, dia pria yang bertanggung jawab nggak kayak kamu, pengecut. Kalau kamu nggak mau nikah sama Nena, kamu bakal lihat Ibu yang terbaring kaku dan dibacain Yasin sama tetangga, mau?" 

Hady mendengus kesal, ibunya terlalu pintar memainkan lakon. "Tapi, Bu ...." 

Melihat ibunya mulai menangis, sebagai pria yang begitu menyayangi ibunya dengan terpaksa dan begitu berat hati dirinya mengangguk setuju. 

"Kamu nggak terpaksa, kan?" Hady kembali mengangguk pasrah. "Kamu harus tau, Nak. Ini semua demi kamu, percayalah kalau Nena itu gadis yang baik dan bertanggung jawab. Sudahlah kamu tidur karena sudah malam dan besok setelah salat subuh kita ke rumah Nena." Bu Elok menepuk pelan bahu putranya itu. 

"Iya, Bu." Wanita paruh baya itu segera keluar dari kamar setelah mengatakan hal tersebut. 

Gagal kabur membuat Hady mengerang kesal. Kenapa juga dirinya sampai ketahuan? Sama Susi lagi yang dia miliki rasa pada gadis tersebut. 

Baru saja dirinya merebahkan tubuh ponselnya berdering, ada pesan masuk di ponselnya. Dalam keadaan malas dirinya membuka pesan tersebut.

"Nena?" Matanya menyipit menaruh curiga pada gadis tersebut dilihat dari isi chatnya.

Bersambung

Hai jangan lupa bersyukur

Kaugnay na kabanata

  • Because the Baby   Akad

    Gadis itu beberapa kali menghela napas panjang, dirinya memandang wajahnya yang kini begitu cantik dengan polesan makeup dari perias profesional di kampungnya."Mbak Na ini memang sudah cantik, jadi kupolesin dikit saja dah kelihatan menawan, pasti calon suaminya langsung terpana, deh," pujinya bangga. Nena hanya tersenyum tipis, dirinya berusaha menetralisir perasaannya."Mbak Na calon suaminya orang daerah mana? Apa jauh dari Punggur?" tanya perias tersebut."Dia orang Bandar Lampung, Mbak." Mendengar Nena memanggil dirinya 'Mbak' perias tersebut begitu kegirangan. Ibunya sudah mewanti-wanti dirinya untuk memanggil perias tersebut dengan sebutan yang seharusnya ditunjukkan untuk wanita sedangkan dia pria."Mbak makin cantik, deh." Dia mencubit gemas dagu Nena, jujur saja jika dirinya tidak sedang dalam keadaan cemas begini sudah ditangkis tangan nakalnya tadi.Derit pintu terdengar, dari balik cermin Nena bisa melihat siapa yang membukanya

  • Because the Baby   Malam Pengantin vs Perjanjian Kontrak

    Mereka terlihat begitu lelah, setelah seharian menjadi ratu dan raja dengan duduk di singgasana. Keduanya tidak ada yang memutuskan keluar kamar setelah selesai membersihkan tubuh masing-masing. Bahkan, bayi mungil itu dititipkan pada ibu Nena malam ini."Di luar masih ramai, padahal sudah jam sepuluh malam. Apa di sini kalau hajatan tetangga suka berkumpul sampai larut malam begini?" Nena hanya mengangkat bahu. Acara resepsi sudah usai sejak jam delapan malam."Ini rumah kamu tapi kamu seolah nggak tahu apa pun." Hady heran dengan tingkah Nena. Dia terkesan kaku dan seolah belum pernah berbaur dengan sekitar. Terlihat dari caranya tadi saat tetangga sekitar menyalaminya.Nena mengembuskan napas pelan. "Aku dari SMP sampai SMA sama Nenek tinggal satu kabupaten sama Ayah, beda desa. Nenek meninggal dan aku masuk kuliah, tinggal di Bandar Lampung sampai sekarang."Hady mengangguk, dia terus memperhatikan gerak-gerik Nena yang berjalan mendekati meja r

  • Because the Baby   Kartu keluarga

    Mereka telah sampai di rumah, Bu Elok langsung menyuruh Hady membawa istri dan anaknya ke kamar."Tidurkan baby Zoe di sana, kamu bisa rebahan juga. Pasti capek." Nena hanya mengangguk.Saat Hady hendak keluar kamar, Nena menarik ujung kemeja bawahnya. Dia menatap Nena dengan heran."Ada apa?"Bukan menjawab, Nena segera menjauhkan tangannya dan menggeleng. "Ya sudah, aku keluar dulu."Hady sebenarnya merasa heran dengan gadis yang kini berstatus istrinya itu. Sejak meninggalkan rumah ibunya dia menjadi begitu pendiam. Selama di mobil pun dia memilih menatap keluar menikmati suasana di luar dan menyerahkan baby Zoe pada ibu mertuanya."Mereka sudah di kamar?" Hady mengangguk dan duduk mendekat.Bu Elok mendesah pelan, dilihatnya sejenak putra bungsunya yang kini sudah berstatus sebagai suami dan memiliki tanggung jawab besar itu. "Kamu sudah menikah, maafin Ibu kalau sering marahin kamu."Hady merasa terenyuh, dia men

  • Because the Baby   Cemburukah?

    "Na ...." Baru saja Nena membukakan pintu, Susi segera melangkah masuk dan memeluk Nena. Dirinya yang tidak tahu apa yang akan dilakukan Susi hampir saja terjatuh ke belakang."Mbak Sus, kenapa?" Nena mendorong pelan pundak Susi, tapi Susi semakin mempererat pelukannya. "Mbak, i-ini kenapa? Lepasin dulu, Mbak," pintanya.Susi menunduk, dia sudah menangis entah apa penyebabnya. Nena meminta Susi untuk duduk di ruang tamu."Mbak, ada apa?"Susi menggeleng, dia masih saja menangis. Bahkan kesalnya Nena, Susi mengambil sekaligus 5 lembar tisu yang tersedia di meja ruang tamu. Dia menghitungnya saat Susi mengambil helai per helai tisu.Suara tangisan Baby Zoe membuat konsentrasi Nena kepada Susi pecah. Dia bingung, hendak meninggalkan Susi dalam keadaan menangis karena rasa kemanusiaan dia sulit untuk melangkah. Tangisan Baby Zoe juga semakin kencang yang menandakan suaminya belum keluar dari kamar mandi."Na, anak k

  • Because the Baby   Target Pertama

    "Kamu yakin?"Nena kembali menggeleng, entah pertanyaan ke berapa kalinya dari Hady. Sesekali tangannya membenahi atau memainkan ujung selimut Baby Zoe agar bayi tersebut tidak kedinginan."Tuh kamu sendiri nggak yakin, gimana bisa kita jadikan dia target pertama? Lagipula yang Abang lihat ....""Ya, karena Bang Hady suka sama dia makanya pikirannya nggak mungkin. Iya, kan?"Kesal bagi Nena karena akan sulit jika harus bekerja sama mencurigai seseorang yang teristimewa di hati."Ya, bukan gitu, Na. Masalahnya cuma karena felling kamu begitu belum tentu benar. nanti jatuhnya suudzon, loh.""Karena itu felling makanya harus dibuktikan, Bang!" Hady tidak habis pikir, kenapa Nena malah mencurigai gadis cantik seperti Susi yang terkenal span dan tidak banyak tingkah. "Kalau Abang nggak mau bantu, ya, sudah biar Nena saja." Sekali lagi, gadis yang kini sah menjadi seorang istri dan Ibu itu merajuk. Menatap Hady penuh intimidasi.

  • Because the Baby   Tuduhan Kejam

    Nena kini sedang dirundung kesedihan, hatinya hancur berkeping-keping akibat pesan singkat dari pujaan hati yang telah menemaninya selama dua tahun terakhir.Nena, selama hidup di kota ini sejak awal begitu bergantung pada Anjar, mantan kekasihnya. Hanya karena permintaan Anjar yang tidak bisa Nena turuti, dengan teganya dia memutuskan hubungan.Dia diputuskan lewat pesan singkat satu jam yang lalu, saat hujan masih begitu derasnya.[Kita putus!]Setelah pesan tersebut, Nena sama sekali tidak bisa menghubungi nomor Anjar, bahkan pesannya pun hanya ceklis satu. Nomornya sudah diblok.Tega!Kejam!Hujan di luar menambah kegalauan dirinya, walau sebenarnya sekarang hanya tersisa gerimis saja, mengingat dirinya yang mudah sekali sakit jika terkena hujan dia memilih untuk tetap berada di dalam kamar."Anjar, aku nggak bisa kamu giniin. Sakit banget tau, nomorku juga langsung kamu blok!" Tangisnya kembali pecah, bahkan ingu

  • Because the Baby   Aib keluarga

    Semua warga telah pulang setelah Pak RT meminta mereka bubar, tersisa 5 orang di ruang tamu. Nena hanya bisa menunduk dan meremas jari-jarinya yang saling bertautan, sama sekali tidak berani menatap ibu dan ayah tirinya.Suasana tampak hening–nyenyat. Bayi mungil itu juga telah tidur di pangkuan Bu Elok. Untuk mencairkan suasana yang tegang, ayah tiri Nena mulai membuka suara setelah mendapat persetujuan dari istrinya."Nena dan Nak–" Dia tampak ragu untuk menyebut."Hady, Om." Hady mewakili dirinya sendiri menjawab keraguan pria berbadan kekar itu. Dia mengangguk."Karena kalian sudah membuat ulah, maka kalian harus menikah," tegasnya.Nena yang tidak habis pikir dengan pria tersebut, mengangkat wajahnya dan menatap kesal. "Kenapa aku harus nikah sama dia? Sudah kami jelasin kalau bayi itu bukan bayi kami. Bu Elok, apa pernah Ibu lihat ada perubahan aneh di tubuh saya?" Kini pandangannya tertuju pada wanita paruh baya yang terlihat begitu bahagia.

Pinakabagong kabanata

  • Because the Baby   Target Pertama

    "Kamu yakin?"Nena kembali menggeleng, entah pertanyaan ke berapa kalinya dari Hady. Sesekali tangannya membenahi atau memainkan ujung selimut Baby Zoe agar bayi tersebut tidak kedinginan."Tuh kamu sendiri nggak yakin, gimana bisa kita jadikan dia target pertama? Lagipula yang Abang lihat ....""Ya, karena Bang Hady suka sama dia makanya pikirannya nggak mungkin. Iya, kan?"Kesal bagi Nena karena akan sulit jika harus bekerja sama mencurigai seseorang yang teristimewa di hati."Ya, bukan gitu, Na. Masalahnya cuma karena felling kamu begitu belum tentu benar. nanti jatuhnya suudzon, loh.""Karena itu felling makanya harus dibuktikan, Bang!" Hady tidak habis pikir, kenapa Nena malah mencurigai gadis cantik seperti Susi yang terkenal span dan tidak banyak tingkah. "Kalau Abang nggak mau bantu, ya, sudah biar Nena saja." Sekali lagi, gadis yang kini sah menjadi seorang istri dan Ibu itu merajuk. Menatap Hady penuh intimidasi.

  • Because the Baby   Cemburukah?

    "Na ...." Baru saja Nena membukakan pintu, Susi segera melangkah masuk dan memeluk Nena. Dirinya yang tidak tahu apa yang akan dilakukan Susi hampir saja terjatuh ke belakang."Mbak Sus, kenapa?" Nena mendorong pelan pundak Susi, tapi Susi semakin mempererat pelukannya. "Mbak, i-ini kenapa? Lepasin dulu, Mbak," pintanya.Susi menunduk, dia sudah menangis entah apa penyebabnya. Nena meminta Susi untuk duduk di ruang tamu."Mbak, ada apa?"Susi menggeleng, dia masih saja menangis. Bahkan kesalnya Nena, Susi mengambil sekaligus 5 lembar tisu yang tersedia di meja ruang tamu. Dia menghitungnya saat Susi mengambil helai per helai tisu.Suara tangisan Baby Zoe membuat konsentrasi Nena kepada Susi pecah. Dia bingung, hendak meninggalkan Susi dalam keadaan menangis karena rasa kemanusiaan dia sulit untuk melangkah. Tangisan Baby Zoe juga semakin kencang yang menandakan suaminya belum keluar dari kamar mandi."Na, anak k

  • Because the Baby   Kartu keluarga

    Mereka telah sampai di rumah, Bu Elok langsung menyuruh Hady membawa istri dan anaknya ke kamar."Tidurkan baby Zoe di sana, kamu bisa rebahan juga. Pasti capek." Nena hanya mengangguk.Saat Hady hendak keluar kamar, Nena menarik ujung kemeja bawahnya. Dia menatap Nena dengan heran."Ada apa?"Bukan menjawab, Nena segera menjauhkan tangannya dan menggeleng. "Ya sudah, aku keluar dulu."Hady sebenarnya merasa heran dengan gadis yang kini berstatus istrinya itu. Sejak meninggalkan rumah ibunya dia menjadi begitu pendiam. Selama di mobil pun dia memilih menatap keluar menikmati suasana di luar dan menyerahkan baby Zoe pada ibu mertuanya."Mereka sudah di kamar?" Hady mengangguk dan duduk mendekat.Bu Elok mendesah pelan, dilihatnya sejenak putra bungsunya yang kini sudah berstatus sebagai suami dan memiliki tanggung jawab besar itu. "Kamu sudah menikah, maafin Ibu kalau sering marahin kamu."Hady merasa terenyuh, dia men

  • Because the Baby   Malam Pengantin vs Perjanjian Kontrak

    Mereka terlihat begitu lelah, setelah seharian menjadi ratu dan raja dengan duduk di singgasana. Keduanya tidak ada yang memutuskan keluar kamar setelah selesai membersihkan tubuh masing-masing. Bahkan, bayi mungil itu dititipkan pada ibu Nena malam ini."Di luar masih ramai, padahal sudah jam sepuluh malam. Apa di sini kalau hajatan tetangga suka berkumpul sampai larut malam begini?" Nena hanya mengangkat bahu. Acara resepsi sudah usai sejak jam delapan malam."Ini rumah kamu tapi kamu seolah nggak tahu apa pun." Hady heran dengan tingkah Nena. Dia terkesan kaku dan seolah belum pernah berbaur dengan sekitar. Terlihat dari caranya tadi saat tetangga sekitar menyalaminya.Nena mengembuskan napas pelan. "Aku dari SMP sampai SMA sama Nenek tinggal satu kabupaten sama Ayah, beda desa. Nenek meninggal dan aku masuk kuliah, tinggal di Bandar Lampung sampai sekarang."Hady mengangguk, dia terus memperhatikan gerak-gerik Nena yang berjalan mendekati meja r

  • Because the Baby   Akad

    Gadis itu beberapa kali menghela napas panjang, dirinya memandang wajahnya yang kini begitu cantik dengan polesan makeup dari perias profesional di kampungnya."Mbak Na ini memang sudah cantik, jadi kupolesin dikit saja dah kelihatan menawan, pasti calon suaminya langsung terpana, deh," pujinya bangga. Nena hanya tersenyum tipis, dirinya berusaha menetralisir perasaannya."Mbak Na calon suaminya orang daerah mana? Apa jauh dari Punggur?" tanya perias tersebut."Dia orang Bandar Lampung, Mbak." Mendengar Nena memanggil dirinya 'Mbak' perias tersebut begitu kegirangan. Ibunya sudah mewanti-wanti dirinya untuk memanggil perias tersebut dengan sebutan yang seharusnya ditunjukkan untuk wanita sedangkan dia pria."Mbak makin cantik, deh." Dia mencubit gemas dagu Nena, jujur saja jika dirinya tidak sedang dalam keadaan cemas begini sudah ditangkis tangan nakalnya tadi.Derit pintu terdengar, dari balik cermin Nena bisa melihat siapa yang membukanya

  • Because the Baby   Keputusan Kabur

    Ketukan pintu membuyarkan lamunan Nena, sejak dua jam lalu dirinya memilih untuk membaringkan tubuhnya di samping bayi mungil tak berdosa itu."Nena, boleh Ayah masuk." Sayup-sayup terdengar suara ayahnya memanggil, Nena segera beranjak untuk membuka pintu kamarnya."Nak ...." Menatap sekilas wajah yang begitu dirindunya, mendengar semua percakapan mereka tadi membuatnya enggan untuk hanya sekadar tersenyum tipis."Masuklah," ujarnya. Dia terlalu malas untuk hanya menatap lama wajah ayahnya.Nena memilih duduk di tepi tempat tidur, sedangkan menyuruh ayahnya untuk duduk di kursi yang tersedia lewat dagunya. "Ada apa?" tanya Nena.Ayahnya terlihat mengembuskan napas kasar. "Na ... Ayah nggak akan tanya alasan kamu lakuin hal memalukan seperti sekarang ini. Yang perlu kamu tau, kami sudah sepakat besok lusa keluarga pihak pria akan datang ke rumah ini untuk acara pernikahan kalian, itu keputusan kami dan sudah bulat.""Apa Ayah juga perc

  • Because the Baby   Aib keluarga

    Semua warga telah pulang setelah Pak RT meminta mereka bubar, tersisa 5 orang di ruang tamu. Nena hanya bisa menunduk dan meremas jari-jarinya yang saling bertautan, sama sekali tidak berani menatap ibu dan ayah tirinya.Suasana tampak hening–nyenyat. Bayi mungil itu juga telah tidur di pangkuan Bu Elok. Untuk mencairkan suasana yang tegang, ayah tiri Nena mulai membuka suara setelah mendapat persetujuan dari istrinya."Nena dan Nak–" Dia tampak ragu untuk menyebut."Hady, Om." Hady mewakili dirinya sendiri menjawab keraguan pria berbadan kekar itu. Dia mengangguk."Karena kalian sudah membuat ulah, maka kalian harus menikah," tegasnya.Nena yang tidak habis pikir dengan pria tersebut, mengangkat wajahnya dan menatap kesal. "Kenapa aku harus nikah sama dia? Sudah kami jelasin kalau bayi itu bukan bayi kami. Bu Elok, apa pernah Ibu lihat ada perubahan aneh di tubuh saya?" Kini pandangannya tertuju pada wanita paruh baya yang terlihat begitu bahagia.

  • Because the Baby   Tuduhan Kejam

    Nena kini sedang dirundung kesedihan, hatinya hancur berkeping-keping akibat pesan singkat dari pujaan hati yang telah menemaninya selama dua tahun terakhir.Nena, selama hidup di kota ini sejak awal begitu bergantung pada Anjar, mantan kekasihnya. Hanya karena permintaan Anjar yang tidak bisa Nena turuti, dengan teganya dia memutuskan hubungan.Dia diputuskan lewat pesan singkat satu jam yang lalu, saat hujan masih begitu derasnya.[Kita putus!]Setelah pesan tersebut, Nena sama sekali tidak bisa menghubungi nomor Anjar, bahkan pesannya pun hanya ceklis satu. Nomornya sudah diblok.Tega!Kejam!Hujan di luar menambah kegalauan dirinya, walau sebenarnya sekarang hanya tersisa gerimis saja, mengingat dirinya yang mudah sekali sakit jika terkena hujan dia memilih untuk tetap berada di dalam kamar."Anjar, aku nggak bisa kamu giniin. Sakit banget tau, nomorku juga langsung kamu blok!" Tangisnya kembali pecah, bahkan ingu

DMCA.com Protection Status