Share

Aib keluarga

Author: AfiahN
last update Last Updated: 2021-05-22 09:44:28

Semua warga telah pulang setelah Pak RT meminta mereka bubar, tersisa 5 orang di ruang tamu. Nena hanya bisa menunduk dan meremas jari-jarinya yang saling bertautan, sama sekali tidak berani menatap ibu dan ayah tirinya.

Suasana tampak hening–nyenyat. Bayi mungil itu juga telah tidur di pangkuan Bu Elok. Untuk mencairkan suasana yang tegang, ayah tiri Nena mulai membuka suara setelah mendapat persetujuan dari istrinya.

"Nena dan Nak–" Dia tampak ragu untuk menyebut.

"Hady, Om." Hady mewakili dirinya sendiri menjawab keraguan pria berbadan kekar itu. Dia mengangguk.

"Karena kalian sudah membuat ulah, maka kalian harus menikah," tegasnya.

Nena yang tidak habis pikir dengan pria tersebut, mengangkat wajahnya dan menatap kesal. "Kenapa aku harus nikah sama dia? Sudah kami jelasin kalau bayi itu bukan bayi kami. Bu Elok, apa pernah Ibu lihat ada perubahan aneh di tubuh saya?" Kini pandangannya tertuju pada wanita paruh baya yang terlihat begitu bahagia.

"Bu," tegur Hady.

Bu Elok mengembuskan napas perlahan dan kemudian menatap mereka bergantian. "Ibu tidak tahu, yang jelas ini adalah bagi kalian!" Hady dan Nena sama-sama frustrasi sekarang. Bagaimana mungkin mereka tidak ada yang mau mendengarkan.

"Kamu harus sadar, Na. Kamu itu sudah buat aib keluarga. Sekarang ayo ikut Ibu pulang bawa bayi kamu." Prapti begitu murka, anak perempuannya telah membuat malu saja.

"Bu, saya minta pertanggungjawaban anak Anda, besok dan paling lambat lusa kalian sudah harus ke rumah saya untuk melamar Nena dan langsung melaksanakan pernikahan. Saya tidak mau anak saya menanggung aib seorang diri," tegasnya. Dia memaksa Nena berdiri dan meminta Bu Elok untuk menyerahkan bayi tersebut pada Nena. 

Tidak lama, Pak RT yang diminta tolong untuk membereskan barang Nena datang. 

"Pak RT, terima kasih sebelumnya. Saya minta tolong pada Bapak untuk memastikan bahwa keluarga Bu Elok hadir di rumah saya."

Bu Elok melepas pelukannya pada gadis yang kini tengah tersudut tersebut. "Ibu dan Hady akan datang ke rumah kamu." Nena hanya bisa pasrah, dia mengangguk dan mengikuti orang tuanya keluar dari rumah.

Setelah kepergian Nena dan orang tuanya beserta Pak RT, Bu Elok kini mulai menginterogasi Hady dengan tatapan mata tajam.

"Besok kamu jangan ke klinik, izin. Kamu dipingit!" 

Bu Elok segera pergi menuju kamarnya. Dia begitu kesal, seharusnya dia pulang pagi harinya, tetapi karena masalah ini dia harus segera pulang dan untung saja jarak yang ditempuh tidak terlalu jauh. 

Hady, seorang dokter hewan tersebut begitu kesal. Di hadapan ibunya dia tidak berkutik, rasa sayang pada ibunya membuat dia lebih baik memilih diam dan menurut, apalagi semenjak kepergian sang ayah untuk selamanya membuat dia harus begitu memedulikan kesehatan ibunya.

***

Nena hanya memandang sekeliling yang masih gelap karena sekarang masih dini hari. Dia sesekali merapatkan selimut untuk bayi yang tidak dia ketahui asal usulnya agar tetap hangat. 

"Tidurlah, Na. Masih ada waktu dua jam lagi kita sampai di rumah." Nena hanya melirik kesal pada ayah tirinya yang duduk di dekat sopir. Dia tahu, pria yang kini berstatus suami ibunya itu hanya ingin dekat dengannya sebagai ayah–anak, karena perasaan terluka yang teramat dalam akibat perceraian orang tuanya Nena menjadi enggan untuk bersikap baik.

"Bapak ngapain bersikap baik sama anak pembuat aib begitu," ketus Prapti. Dia begitu kesal, putrinya telah mencemarkan nama baiknya.

"Besok, Ayahmu akan datang ke rumah. Lihat saja apa yang akan dia lakukan, Ibu yakin dia akan sangat kecewa sama kamu." Nena memilih memejamkan mata, dia terlalu malas untuk menebak apa yang akan terjadi padanya esok hari. 

"Ibu jangan bilang begitu, kita sebagai orang tua harusnya memberi dukungan untuk anak-anak." Adi berusaha menegur istrinya.

***

Prapti membangunkan Nena yang tertidur, dia menggendong bayi mungil tersebut dan segera membawanya masuk ke rumah.

Nena menatap asing pada rumah ibunya itu. Rumah yang lumayan besar dengan halaman yang luas tersebut. Wajar jika ibunya begitu bahagia kini melihat dari semua yang telah didapatkan, suami yang merupakan seorang dosen dan juragan tanah.

Dia melihat seorang gadis keluar yang diperkirakan berusia 10 tahun itu datang menghampirinya.

"Kata Ibu sama Ayah, disuruh masuk," ucapnya ketus. Terlihat sekali rasa tidak sukanya pada Nena. Setelah mengatakan itu gadis tersebut langsung berjalan meninggalkan Nena yang masih bergeming.

Nena berjalan dengan perlahan, dia mendengar celotehan ibunya yang seperti sedang berbicara dengan anak kecil, penasaran Nena mempercepat langkahnya. Dia masuk dan melihat ibunya sedang bermain dengan bayi tersebut.

Nena, bawalah anakmu ke kamar. Nanti Bu Siti akan bantu kamu untuk mandikan dia." Prapti langsung menyerahkan bayi itu pada Nena. Dia langsung mengajak Nena untuk mengikutinya.

"Ini kamarmu, sudah lama Ibu siapkan kamar ini buat kamu. Sayang, kamu sama sekali nggak mau tinggal di rumah Ibu, baru deh kamu merasakan tinggal di rumah Ibu setelah aib yang kamu buat itu, masuklah." Nena hanya bisa pasrah mendengar ucapan Prapti. 

Dia tidak pernah lagi mendapatkan kasih sayang kedua orang tuanya. Setelah perceraian sebelas tahun lalu dan membuatnya lebih memilih tinggal dengan neneknya.

Nena menertawakan nasibnya kini. Apakah harapannya yang selama ini dia panjatkan untuk bisa bahagia dapat terlaksana?

Dia menatap bayi mungil tersebut yang juga menatapnya dengan mata polosnya tersebut. "Hai, kamu berasal dari mana? Siapa yang tega buang kamu?" Dia memainkan pipi chubby tersebut.

Nena bahkan kini hampir ketiduran karena begitu lama menunggu orang yang akan membantunya memandikan bayi tersebut. Dilihatnya beberapa kali bayi tersebut menguap. Sepertinya dia juga mengantuk.

"Permisi Mbak Nena, Ibu diminta Nyonya untuk memandikan bayi Mbak Nena." Nena mengangguk, dia meminta wanita tersebut untuk mendekat dan sebelumnya meminta untuk menutup pintu kamar.

Dia membawa peralatan mandi untuk Nena dan bayi serta tas Nena yang ternyata masih tertinggal di ruang tamu.

"Sekarang kita mandikan dia, Bu?" 

Nena melihat wanita tersebut begitu cekatan melepaskan baju bayi dan mulai memandikannya.

"Bayinya masih umur sebulan ya, Mbak?" Kening Nena berkerut, bagaimana mungkin dia tahu berapa umur bayi itu.

"I–iya, Bu," jawabnya ragu. 

"Panggil Bu Siti atau nama saja, Mbak. Iya kelihatan, bayinya juga lucu banget, Mbak." Dia membasuk perlahan kulit bayi tersebut. "Namanya siapa?" 

"Hah ... Nena, Bu." 

Bu Siti terkekeh pelan, Nena salah mengartikan pertanyaannya. "Nama bayinya siapa?" tanya dirinya ulang, memperjelas pertanyaan sebelumnya.

"Itu, nunggu ayahnya saja, Bu." Ayah? Siapa? Hady, kah? Bu Siti hanya mengangguk. 

Setelah selesai memandikan bayi, dia meminta Nena untuk mandi juga. Nena hanya menurut dan memberikan hak penuh pada Bu Siti untuk mengantikan baju pada bayi tersebut.

***

Kini tinggal mereka berdua di kamat, dia enggan untuk keluar walau perutnya meronta minta diisi. "Ah, kenapa aku nggak bisa nulis sih," gerutunya kesal, "pasti karena masalah ini deh," lanjutnya.

Melihat bayi yang semula begitu anteng mulai menangis, Nena jadi kewalahan. Padahal sudah diberi susu formula dan sudah kenyang. "Kamu pup?" Nena mengecek kondisi bayi itu dan benar saja dia sedang buang air. 

"Astaga, gimana ini." Dengan malas dan tidak mau merepotkan Bu Siti dia mulai membersihkan kotoran tersebut walau rasa mual melandanya. Setelah membersihkan kekacauan yang dia alami, dengan polosnya bayi tersebut kembali tidur. Dia mencium gemas pipi bayi itu.

"Aku lapar, kamu aku tinggal sebentar ya. Cuma sebentar aja, ambil makan terus balik lagi ke sini." Setelah memastikan bayi itu aman, Nena keluar kamar dan menutup pintu begitu pelan.

Sayup-sayup terdengar obrolan beberapa orang di ruang tamu. Suara ibunya yang seolah begitu kesal. Dia berjalan perlahan mendekat untuk sekadar melepaskan rasa penasarannya.

"Dia anakmu, apa kamu nggak berpikir kalau saja waktu itu kamu paksa dia untuk tinggal sama kamu.  Pasti dia nggak akan dapat pengaruh buruk sampai membuat aib seperti sekarang ini." 

Dia melihat wajah ayah kandungnya yang memerah, di sampingnya juga ada ibu tirinya yang mencoba menenangkan suaminya dengan mengelus lengan.

"Jangan salahkan aku. Ini semua salah kamu juga. Dia jadi bergaul semaunya," ucapnya tak kalah lantang. 

"Cukup!" Adi menengahi pertikaian mereka. "Apa kalian tidak malu? Nena anak kalian berdua dan kalian saling menyalahkan?" 

"Mas," sungut Prapti kesal.

"Cukup, Bu. Tidak ada yang benar, semua salah. Baik Nena mau pun kita sebagai orang tua dari dia." 

"Saya merasa tidak bersalah, tapi ini semua salah ibunya yang tidak bisa mendidik anaknya," elak ayah Nena.

Nena muak, dirinya benar-benar muak. Dia kembali ke kamarnya tidak lagi menghiraukan rasa lapar yang meronta-ronta.

Dia hanya ingin ketenangan di sini. Lalu apa semua ini? Siti yang melihat Nena hanya bisa menghela napas berat. Dia begitu kasihan pada gadis tersebut.

"Hei, kamu tau ternyata mereka begitu egois. Mereka mementingkan diri mereka sendiri. Apa semua orang tua begitu?" Nena mengadu pada bayi yang kini tertidur pulas.

Bersambung

Related chapters

  • Because the Baby   Keputusan Kabur

    Ketukan pintu membuyarkan lamunan Nena, sejak dua jam lalu dirinya memilih untuk membaringkan tubuhnya di samping bayi mungil tak berdosa itu."Nena, boleh Ayah masuk." Sayup-sayup terdengar suara ayahnya memanggil, Nena segera beranjak untuk membuka pintu kamarnya."Nak ...." Menatap sekilas wajah yang begitu dirindunya, mendengar semua percakapan mereka tadi membuatnya enggan untuk hanya sekadar tersenyum tipis."Masuklah," ujarnya. Dia terlalu malas untuk hanya menatap lama wajah ayahnya.Nena memilih duduk di tepi tempat tidur, sedangkan menyuruh ayahnya untuk duduk di kursi yang tersedia lewat dagunya. "Ada apa?" tanya Nena.Ayahnya terlihat mengembuskan napas kasar. "Na ... Ayah nggak akan tanya alasan kamu lakuin hal memalukan seperti sekarang ini. Yang perlu kamu tau, kami sudah sepakat besok lusa keluarga pihak pria akan datang ke rumah ini untuk acara pernikahan kalian, itu keputusan kami dan sudah bulat.""Apa Ayah juga perc

    Last Updated : 2021-05-24
  • Because the Baby   Akad

    Gadis itu beberapa kali menghela napas panjang, dirinya memandang wajahnya yang kini begitu cantik dengan polesan makeup dari perias profesional di kampungnya."Mbak Na ini memang sudah cantik, jadi kupolesin dikit saja dah kelihatan menawan, pasti calon suaminya langsung terpana, deh," pujinya bangga. Nena hanya tersenyum tipis, dirinya berusaha menetralisir perasaannya."Mbak Na calon suaminya orang daerah mana? Apa jauh dari Punggur?" tanya perias tersebut."Dia orang Bandar Lampung, Mbak." Mendengar Nena memanggil dirinya 'Mbak' perias tersebut begitu kegirangan. Ibunya sudah mewanti-wanti dirinya untuk memanggil perias tersebut dengan sebutan yang seharusnya ditunjukkan untuk wanita sedangkan dia pria."Mbak makin cantik, deh." Dia mencubit gemas dagu Nena, jujur saja jika dirinya tidak sedang dalam keadaan cemas begini sudah ditangkis tangan nakalnya tadi.Derit pintu terdengar, dari balik cermin Nena bisa melihat siapa yang membukanya

    Last Updated : 2021-05-27
  • Because the Baby   Malam Pengantin vs Perjanjian Kontrak

    Mereka terlihat begitu lelah, setelah seharian menjadi ratu dan raja dengan duduk di singgasana. Keduanya tidak ada yang memutuskan keluar kamar setelah selesai membersihkan tubuh masing-masing. Bahkan, bayi mungil itu dititipkan pada ibu Nena malam ini."Di luar masih ramai, padahal sudah jam sepuluh malam. Apa di sini kalau hajatan tetangga suka berkumpul sampai larut malam begini?" Nena hanya mengangkat bahu. Acara resepsi sudah usai sejak jam delapan malam."Ini rumah kamu tapi kamu seolah nggak tahu apa pun." Hady heran dengan tingkah Nena. Dia terkesan kaku dan seolah belum pernah berbaur dengan sekitar. Terlihat dari caranya tadi saat tetangga sekitar menyalaminya.Nena mengembuskan napas pelan. "Aku dari SMP sampai SMA sama Nenek tinggal satu kabupaten sama Ayah, beda desa. Nenek meninggal dan aku masuk kuliah, tinggal di Bandar Lampung sampai sekarang."Hady mengangguk, dia terus memperhatikan gerak-gerik Nena yang berjalan mendekati meja r

    Last Updated : 2021-05-29
  • Because the Baby   Kartu keluarga

    Mereka telah sampai di rumah, Bu Elok langsung menyuruh Hady membawa istri dan anaknya ke kamar."Tidurkan baby Zoe di sana, kamu bisa rebahan juga. Pasti capek." Nena hanya mengangguk.Saat Hady hendak keluar kamar, Nena menarik ujung kemeja bawahnya. Dia menatap Nena dengan heran."Ada apa?"Bukan menjawab, Nena segera menjauhkan tangannya dan menggeleng. "Ya sudah, aku keluar dulu."Hady sebenarnya merasa heran dengan gadis yang kini berstatus istrinya itu. Sejak meninggalkan rumah ibunya dia menjadi begitu pendiam. Selama di mobil pun dia memilih menatap keluar menikmati suasana di luar dan menyerahkan baby Zoe pada ibu mertuanya."Mereka sudah di kamar?" Hady mengangguk dan duduk mendekat.Bu Elok mendesah pelan, dilihatnya sejenak putra bungsunya yang kini sudah berstatus sebagai suami dan memiliki tanggung jawab besar itu. "Kamu sudah menikah, maafin Ibu kalau sering marahin kamu."Hady merasa terenyuh, dia men

    Last Updated : 2021-05-30
  • Because the Baby   Cemburukah?

    "Na ...." Baru saja Nena membukakan pintu, Susi segera melangkah masuk dan memeluk Nena. Dirinya yang tidak tahu apa yang akan dilakukan Susi hampir saja terjatuh ke belakang."Mbak Sus, kenapa?" Nena mendorong pelan pundak Susi, tapi Susi semakin mempererat pelukannya. "Mbak, i-ini kenapa? Lepasin dulu, Mbak," pintanya.Susi menunduk, dia sudah menangis entah apa penyebabnya. Nena meminta Susi untuk duduk di ruang tamu."Mbak, ada apa?"Susi menggeleng, dia masih saja menangis. Bahkan kesalnya Nena, Susi mengambil sekaligus 5 lembar tisu yang tersedia di meja ruang tamu. Dia menghitungnya saat Susi mengambil helai per helai tisu.Suara tangisan Baby Zoe membuat konsentrasi Nena kepada Susi pecah. Dia bingung, hendak meninggalkan Susi dalam keadaan menangis karena rasa kemanusiaan dia sulit untuk melangkah. Tangisan Baby Zoe juga semakin kencang yang menandakan suaminya belum keluar dari kamar mandi."Na, anak k

    Last Updated : 2021-06-01
  • Because the Baby   Target Pertama

    "Kamu yakin?"Nena kembali menggeleng, entah pertanyaan ke berapa kalinya dari Hady. Sesekali tangannya membenahi atau memainkan ujung selimut Baby Zoe agar bayi tersebut tidak kedinginan."Tuh kamu sendiri nggak yakin, gimana bisa kita jadikan dia target pertama? Lagipula yang Abang lihat ....""Ya, karena Bang Hady suka sama dia makanya pikirannya nggak mungkin. Iya, kan?"Kesal bagi Nena karena akan sulit jika harus bekerja sama mencurigai seseorang yang teristimewa di hati."Ya, bukan gitu, Na. Masalahnya cuma karena felling kamu begitu belum tentu benar. nanti jatuhnya suudzon, loh.""Karena itu felling makanya harus dibuktikan, Bang!" Hady tidak habis pikir, kenapa Nena malah mencurigai gadis cantik seperti Susi yang terkenal span dan tidak banyak tingkah. "Kalau Abang nggak mau bantu, ya, sudah biar Nena saja." Sekali lagi, gadis yang kini sah menjadi seorang istri dan Ibu itu merajuk. Menatap Hady penuh intimidasi.

    Last Updated : 2021-06-21
  • Because the Baby   Tuduhan Kejam

    Nena kini sedang dirundung kesedihan, hatinya hancur berkeping-keping akibat pesan singkat dari pujaan hati yang telah menemaninya selama dua tahun terakhir.Nena, selama hidup di kota ini sejak awal begitu bergantung pada Anjar, mantan kekasihnya. Hanya karena permintaan Anjar yang tidak bisa Nena turuti, dengan teganya dia memutuskan hubungan.Dia diputuskan lewat pesan singkat satu jam yang lalu, saat hujan masih begitu derasnya.[Kita putus!]Setelah pesan tersebut, Nena sama sekali tidak bisa menghubungi nomor Anjar, bahkan pesannya pun hanya ceklis satu. Nomornya sudah diblok.Tega!Kejam!Hujan di luar menambah kegalauan dirinya, walau sebenarnya sekarang hanya tersisa gerimis saja, mengingat dirinya yang mudah sekali sakit jika terkena hujan dia memilih untuk tetap berada di dalam kamar."Anjar, aku nggak bisa kamu giniin. Sakit banget tau, nomorku juga langsung kamu blok!" Tangisnya kembali pecah, bahkan ingu

    Last Updated : 2021-05-21

Latest chapter

  • Because the Baby   Target Pertama

    "Kamu yakin?"Nena kembali menggeleng, entah pertanyaan ke berapa kalinya dari Hady. Sesekali tangannya membenahi atau memainkan ujung selimut Baby Zoe agar bayi tersebut tidak kedinginan."Tuh kamu sendiri nggak yakin, gimana bisa kita jadikan dia target pertama? Lagipula yang Abang lihat ....""Ya, karena Bang Hady suka sama dia makanya pikirannya nggak mungkin. Iya, kan?"Kesal bagi Nena karena akan sulit jika harus bekerja sama mencurigai seseorang yang teristimewa di hati."Ya, bukan gitu, Na. Masalahnya cuma karena felling kamu begitu belum tentu benar. nanti jatuhnya suudzon, loh.""Karena itu felling makanya harus dibuktikan, Bang!" Hady tidak habis pikir, kenapa Nena malah mencurigai gadis cantik seperti Susi yang terkenal span dan tidak banyak tingkah. "Kalau Abang nggak mau bantu, ya, sudah biar Nena saja." Sekali lagi, gadis yang kini sah menjadi seorang istri dan Ibu itu merajuk. Menatap Hady penuh intimidasi.

  • Because the Baby   Cemburukah?

    "Na ...." Baru saja Nena membukakan pintu, Susi segera melangkah masuk dan memeluk Nena. Dirinya yang tidak tahu apa yang akan dilakukan Susi hampir saja terjatuh ke belakang."Mbak Sus, kenapa?" Nena mendorong pelan pundak Susi, tapi Susi semakin mempererat pelukannya. "Mbak, i-ini kenapa? Lepasin dulu, Mbak," pintanya.Susi menunduk, dia sudah menangis entah apa penyebabnya. Nena meminta Susi untuk duduk di ruang tamu."Mbak, ada apa?"Susi menggeleng, dia masih saja menangis. Bahkan kesalnya Nena, Susi mengambil sekaligus 5 lembar tisu yang tersedia di meja ruang tamu. Dia menghitungnya saat Susi mengambil helai per helai tisu.Suara tangisan Baby Zoe membuat konsentrasi Nena kepada Susi pecah. Dia bingung, hendak meninggalkan Susi dalam keadaan menangis karena rasa kemanusiaan dia sulit untuk melangkah. Tangisan Baby Zoe juga semakin kencang yang menandakan suaminya belum keluar dari kamar mandi."Na, anak k

  • Because the Baby   Kartu keluarga

    Mereka telah sampai di rumah, Bu Elok langsung menyuruh Hady membawa istri dan anaknya ke kamar."Tidurkan baby Zoe di sana, kamu bisa rebahan juga. Pasti capek." Nena hanya mengangguk.Saat Hady hendak keluar kamar, Nena menarik ujung kemeja bawahnya. Dia menatap Nena dengan heran."Ada apa?"Bukan menjawab, Nena segera menjauhkan tangannya dan menggeleng. "Ya sudah, aku keluar dulu."Hady sebenarnya merasa heran dengan gadis yang kini berstatus istrinya itu. Sejak meninggalkan rumah ibunya dia menjadi begitu pendiam. Selama di mobil pun dia memilih menatap keluar menikmati suasana di luar dan menyerahkan baby Zoe pada ibu mertuanya."Mereka sudah di kamar?" Hady mengangguk dan duduk mendekat.Bu Elok mendesah pelan, dilihatnya sejenak putra bungsunya yang kini sudah berstatus sebagai suami dan memiliki tanggung jawab besar itu. "Kamu sudah menikah, maafin Ibu kalau sering marahin kamu."Hady merasa terenyuh, dia men

  • Because the Baby   Malam Pengantin vs Perjanjian Kontrak

    Mereka terlihat begitu lelah, setelah seharian menjadi ratu dan raja dengan duduk di singgasana. Keduanya tidak ada yang memutuskan keluar kamar setelah selesai membersihkan tubuh masing-masing. Bahkan, bayi mungil itu dititipkan pada ibu Nena malam ini."Di luar masih ramai, padahal sudah jam sepuluh malam. Apa di sini kalau hajatan tetangga suka berkumpul sampai larut malam begini?" Nena hanya mengangkat bahu. Acara resepsi sudah usai sejak jam delapan malam."Ini rumah kamu tapi kamu seolah nggak tahu apa pun." Hady heran dengan tingkah Nena. Dia terkesan kaku dan seolah belum pernah berbaur dengan sekitar. Terlihat dari caranya tadi saat tetangga sekitar menyalaminya.Nena mengembuskan napas pelan. "Aku dari SMP sampai SMA sama Nenek tinggal satu kabupaten sama Ayah, beda desa. Nenek meninggal dan aku masuk kuliah, tinggal di Bandar Lampung sampai sekarang."Hady mengangguk, dia terus memperhatikan gerak-gerik Nena yang berjalan mendekati meja r

  • Because the Baby   Akad

    Gadis itu beberapa kali menghela napas panjang, dirinya memandang wajahnya yang kini begitu cantik dengan polesan makeup dari perias profesional di kampungnya."Mbak Na ini memang sudah cantik, jadi kupolesin dikit saja dah kelihatan menawan, pasti calon suaminya langsung terpana, deh," pujinya bangga. Nena hanya tersenyum tipis, dirinya berusaha menetralisir perasaannya."Mbak Na calon suaminya orang daerah mana? Apa jauh dari Punggur?" tanya perias tersebut."Dia orang Bandar Lampung, Mbak." Mendengar Nena memanggil dirinya 'Mbak' perias tersebut begitu kegirangan. Ibunya sudah mewanti-wanti dirinya untuk memanggil perias tersebut dengan sebutan yang seharusnya ditunjukkan untuk wanita sedangkan dia pria."Mbak makin cantik, deh." Dia mencubit gemas dagu Nena, jujur saja jika dirinya tidak sedang dalam keadaan cemas begini sudah ditangkis tangan nakalnya tadi.Derit pintu terdengar, dari balik cermin Nena bisa melihat siapa yang membukanya

  • Because the Baby   Keputusan Kabur

    Ketukan pintu membuyarkan lamunan Nena, sejak dua jam lalu dirinya memilih untuk membaringkan tubuhnya di samping bayi mungil tak berdosa itu."Nena, boleh Ayah masuk." Sayup-sayup terdengar suara ayahnya memanggil, Nena segera beranjak untuk membuka pintu kamarnya."Nak ...." Menatap sekilas wajah yang begitu dirindunya, mendengar semua percakapan mereka tadi membuatnya enggan untuk hanya sekadar tersenyum tipis."Masuklah," ujarnya. Dia terlalu malas untuk hanya menatap lama wajah ayahnya.Nena memilih duduk di tepi tempat tidur, sedangkan menyuruh ayahnya untuk duduk di kursi yang tersedia lewat dagunya. "Ada apa?" tanya Nena.Ayahnya terlihat mengembuskan napas kasar. "Na ... Ayah nggak akan tanya alasan kamu lakuin hal memalukan seperti sekarang ini. Yang perlu kamu tau, kami sudah sepakat besok lusa keluarga pihak pria akan datang ke rumah ini untuk acara pernikahan kalian, itu keputusan kami dan sudah bulat.""Apa Ayah juga perc

  • Because the Baby   Aib keluarga

    Semua warga telah pulang setelah Pak RT meminta mereka bubar, tersisa 5 orang di ruang tamu. Nena hanya bisa menunduk dan meremas jari-jarinya yang saling bertautan, sama sekali tidak berani menatap ibu dan ayah tirinya.Suasana tampak hening–nyenyat. Bayi mungil itu juga telah tidur di pangkuan Bu Elok. Untuk mencairkan suasana yang tegang, ayah tiri Nena mulai membuka suara setelah mendapat persetujuan dari istrinya."Nena dan Nak–" Dia tampak ragu untuk menyebut."Hady, Om." Hady mewakili dirinya sendiri menjawab keraguan pria berbadan kekar itu. Dia mengangguk."Karena kalian sudah membuat ulah, maka kalian harus menikah," tegasnya.Nena yang tidak habis pikir dengan pria tersebut, mengangkat wajahnya dan menatap kesal. "Kenapa aku harus nikah sama dia? Sudah kami jelasin kalau bayi itu bukan bayi kami. Bu Elok, apa pernah Ibu lihat ada perubahan aneh di tubuh saya?" Kini pandangannya tertuju pada wanita paruh baya yang terlihat begitu bahagia.

  • Because the Baby   Tuduhan Kejam

    Nena kini sedang dirundung kesedihan, hatinya hancur berkeping-keping akibat pesan singkat dari pujaan hati yang telah menemaninya selama dua tahun terakhir.Nena, selama hidup di kota ini sejak awal begitu bergantung pada Anjar, mantan kekasihnya. Hanya karena permintaan Anjar yang tidak bisa Nena turuti, dengan teganya dia memutuskan hubungan.Dia diputuskan lewat pesan singkat satu jam yang lalu, saat hujan masih begitu derasnya.[Kita putus!]Setelah pesan tersebut, Nena sama sekali tidak bisa menghubungi nomor Anjar, bahkan pesannya pun hanya ceklis satu. Nomornya sudah diblok.Tega!Kejam!Hujan di luar menambah kegalauan dirinya, walau sebenarnya sekarang hanya tersisa gerimis saja, mengingat dirinya yang mudah sekali sakit jika terkena hujan dia memilih untuk tetap berada di dalam kamar."Anjar, aku nggak bisa kamu giniin. Sakit banget tau, nomorku juga langsung kamu blok!" Tangisnya kembali pecah, bahkan ingu

DMCA.com Protection Status