“Kita harus melakukannya malam ini.”
Seketika Kirana tercekat mendengar ucapan pria di hadapannya itu.
Maksudnya, hubungan suami-istri? Dadanya terasa mau meledak.
"I--itu..."
"Kamu lupa tujuan pernikahan ini?” Thomas mendengus heran sambil menaikkan satu alis tebalnya.
“Tidak, Tuan. Itu bagian dari kontrak. Jadi, saya harus siap melaksanakannya,” balas Kirana cepat.Ya, semua demi 5 miliar.
Kirana bersedia menerima penawaran gila ini dari ibu Thomas karena terdesak utang yang dibuat oleh adik laki-lakinya.
Juga, demi pengobatan kanker tulang untuk sang ibu.
Kalau tidak, Kirana jelas tak mau jadi yang kedua dari pria ini.
“Baguslah,” balas Thomas acuh, membuka kancing baju tidurnya satu per satu.
Kedua bola mata Kirana membulat.
Secepat inikah? Lantas, apa yang harus dia lakukan? Membuka bajunya sendiri atau bagaimana?!
Astaga, dia merasa bodoh soal ini, hingga malah mematung begitu saja melihat Thomas mulai menanggalkan pakaiannya.
Pria itu berdecak heran. “Kenapa kamu masih bengong di situ? Kamu malu?”
Kirana memalingkan pandangannya ke lantai kamar.
“Tidak, Tuan,” Kirana buru-buru mencegat laju Thomas. “Sa-saya siap. Lebih cepat, lebih baik bukan? Ta-tapi…”
“Tapi apa?”
Jemari Kirana saling terkait. “Sebenarnya…ini kali pertama buat saya. Saya merasa sedikit takut.”
“Lalu, apa peduliku?” Thomas memicingkan kedua matanya. “Kamu ingin malam pertama ini jadi malam yang berkesan untukmu? Kirana, kamu hanyalah istri kontrakku. Pernikahan ini terjadi karena dilandasi uang. Jadi, aku enggak punya kewajiban untuk membuatmu melayang.”
“Ibuku sudah membayar mahal dirimu. Jadi, jangan berharap apa-apa dariku.” Tambah Thomas lagi.
Deg!
Kirana bukanlah tipe melankolis. Tapi, ucapan Thomas sungguh menyakiti dirinya.
Seakan Kirana adalah perempuan murahan dan matrealistis hanya karena bersedia melakukan pernikahan kontrak.
“Maafkan aku, Tuan…” Kirana hanya bisa tertunduk, mencoba kuat.
Bergegas, Kirana menarik ujung kaosnya hingga melewati kepala, mengekspos tubuh bagian atasnya pada pria yang baru saja menikahinya pagi tadi.
Tubuh Kirana mendadak menggigil, entah mungkin karena embusan AC di kamar ini, atau memang karena kegugupan luar biasa yang menyergap dirinya.
Di sisi lain, jakun Thomas nampak bergerak pelan sembari memalingkan pandangannya dari tubuh Kirana.
Pria itu tampaknya tidak pernah menyangka dirinya akan menikahi gadis antah-berantah ini demi melindungi reputasi istrinya yang mandul, serta mendapatkan anak untuk mewarisi perusahaan keluarganya.
Ide konyol ibunya, Melinda Adijaya, agar dirinya menikah lagi, tentu dia tolak mentah-mentah.
Namun siapa sangka, Vivian, istrinya malah menyetujui ide Melinda?
Thomas menghela napas kasar. Tanpa basa-basi, dia bergerak cepat begitu seluruh pakaian Kirana sudah terlepas dari tubuhnya.
Gadis itu sampai memekik pelan saat Thomas menindih tubuhnya.
Napas Kirana menderu. Jantungnya berdentum-dentum begitu cepat.
Tidak pernah terlintas di benaknya, dia akan menyerahkan kesuciannya pada pria yang baru dikenalnya ini, pria asing yang begitu dingin.
“Tu-Tuan…”
Gadis itu menggigit bibirnya keras-keras saat Thomas mencoba melesakkan miliknya di bawah sana.
Pasrah. Hanya itu yang bisa ia lakukan.
Ditahannya rasa sakit dan perih di bawah sana. Bahkan ketika kedua kelopak mata Kirana membuka pelan keesokan harinya, rasa nyeri menjalar dari pangkal pahanya masih terasa.
Perlahan, dia coba bergerak, menyandarkan punggungnya di kepala ranjang.
Di luar sana, cahaya matahari coba menerobos masuk tirai kamarnya.
Kirana pun menghela napas pelan saat menoleh ke samping.
Tentu saja, Thomas tidak ada di sebelahnya. Setelah selesai melakukan hubungan suami-istri, pria itu langsung pergi begitu saja.
Meninggalkan Kirana bagai sampah yang sudah tidak terpakai.
Semalam, Thomas juga melakukannya dengan cepat.
Tanpa basa-basi, tanpa ada ciuman serta kata-kata manis yang bisa menggairahkan dirinya.
Tapi, Kirana bisa berharap apa? Seharusnya dia sadar dia hanyalah alat di keluarga ini.
Thomas jelas tidak menyukainya. Pria itu terpaksa menikahi dirinya demi mendapatkan keturunan.
Dan Kirana? Sebagai imbalan, dia akan mendapatkan uang yang sekeras apapun dia cari sebagai pegawai, tidak akan pernah bisa didapatkannya.
Meski demikian, apakah Kirana tak layak dihargai?
Mengingat hal itu, tidak terasa air mata mengalir begitu saja di pipinya.
Mampukah dia menjalani kehidupannya sebagai istri kedua dari Thomas Adijaya, CEO serta pewaris tunggal dari Starlight Production?
Tidak ada yang dapat memberinya jawaban. Cepat-cepat dia menghapus air matanya dan membersihkan diri.
Untungnya, rumah mewah Kediaman Adijaya memiliki halaman yang begitu indah.
Jadi, Kirana bisa menghirup dalam-dalam udara pagi yang segar di bangku taman halaman belakang kediaman Adijaya yang luas dan asri.
Seketika, keadaan hatinya yang muram berangsur membaik.
Walaupun begitu, Kirana tetap merindukan kehangatan di rumahnya.
Dia rindu ibunya serta budenya, padahal dia baru menginap semalam di rumah mewah ini.
Srak!
Kirana tersadar dari lamunan. Bunyi langkah kaki membuatnya terkejut kala menemukan Vivian--istri pertama Thomas--mendengus keras sambil melayangkan tatapan merendahkan ke arahnya.
“Selamat pagi, Nyonya Vivian…” Kirana berusaha bersikap sopan sambil menganggukkan kepalanya pelan.
Akan tetapi, Vivian malah semakin meruncingkan tatapannya. “Jangan pikir setelah menikahi Thomas, kamu akan mendapatkan hatinya. Kamu hanyalah alat untuk melahirkan keturunan bagi kami.” Tanpa tedeng aling-aling, Vivian langsung menukas sinis.
“Aku yakin Thomas pasti juga jijik dengan perempuan rendahan yang rela mengorbankan tubuhnya demi uang sepertimu. Buktinya, dia langsung buru-buru mandi di kamarku setelah menyentuhmu semalam.”
Deg!
Setiap kata yang keluar dari Vivian, menusuk hati Kirana.Walau dia sudah mengira jika istri pertama Thomas itu tidak menerima dirinya sebagai istri kedua, rasanya Kirana tetap saja sakit hati.Dia bahkan ingin berteriak, mengapa hanya dia yang disalahkan?Apa karena dia menerima 5 miliar? Tapi apakah itu salah setelah dia menggadaikan hidup dan harga diri?Itu bahkan tak sepadan!Jika bukan demi keluarganya....“Paham?” sentak Vivian menyadarkan Kirana dari lamunan.Gadis itu sontak mengangguk. “Paham, Nyonya.”Tak ada lagi yang bisa dia lakukan, bukan? “Astaga, sekarang saja aku sudah mual melihatmu,” ucap Vivian lagi, "Ingat! Mama mertuaku mungkin menginginkanmu, tapi jangan pernah bermimpi lebih. Asal kamu tahu, keturunan tidaklah penting untukku kalau bukan karena reputasi keluarga ini.” Lagi, Kirana hanya bisa tertunduk. Dia tidak menyangka hari-hari pertamanya di kediaman Adijaya dimulai dengan ancaman langsung dari istri pertama Thomas.“Saya tahu posisi saya, Nyonya Vivian
“Ambilah. Aku tahu hidupmu sulit,” tukas Melinda ketika mereka ada di ruang baca kemarin, sesaat setelah Thomas pergi. “Pergunakan uang itu sebaik-baiknya. Tapi ingat, jangan pernah coba kabur dari rumah ini.”Kirana mengangguk. Perlahan tangannya meraih selembar cek yang dijulurkan Melinda.Ditatapnya selembar cek di tangannya, hatinya campur aduk antara lega dan juga kesal.Lima ratus juta rupiah. Mata Kirana mengerjap-ngerjap memandangi nominalnya. Jumlahnya bahkan lebih banyak dari yang dimintanya.Akhirnya, Melinda memberikan cek itu meskipun Kirana belum memenuhi salah satu syarat dari perjanjian kontrak pernikahan tersebut—yaitu hamil.“Terima kasih, Nyonya…” Kirana tidak kuasa untuk menangis. “Saya…saya benar-benar membutuhkan uang ini…”Melinda hanya tersenyum tipis menanggapinya.Sejenak, Kirana merasa ada sesuatu yang tulus dari tatapan ibu mertuanya itu. Namun, Kirana sebaiknya tidak terlalu banyak berasumsi. Hubungan mereka hanyalah bisnis yang disamarkan dengan ikatan pe
“Tuan Thomas! Hentikan! Dia adikku!” Kirana memekik panik.Mendengarnya, pewaris Adijaya itu langsung melepaskan genggamannya di kerah baju Romi.Namun, tatapan penuh amarah yang dia layangkan pada Romi tetap tidak berubah.“Astaga, suami Mbak benar-benar gila!” Romi merengut sambil mengelus pipinya yang membiru. Pukulan Thomas seperti batu yang menghantam rahangnya.“Benar dia adikmu?” tanya Thomas, masih tidak percaya pada Kirana.“Iya, Tuan. Namanya Romi. Dia…dia ke sini untuk menjengukku,” balas Kirana cepat.“Tuan? Kenapa Mbak manggil dia Tuan? Dia kan suami, Mbak?” Romi melirik Thomas dengan penuh kebencian.Meski miskin, bukankah suami kakaknya itu harus tetap menghormatinya? Pikir Romi.Di sisi lain, mata Kirana melotot. Diberikannya peringatan pada Romi untuk diam.“Ya sudah, aku pergi dulu, Mbak.” Romi masih menatap suami kakaknya dengan sinis.“Sampaikan salamku untuk ibu dan bude,” ujar Kirana, melepas kepergian Romi.“Kamu pikir aku percaya begitu saja kalau dia adikmu?”
“Mama enggak sedang bercanda kan?” Thomas terdengar begitu syok.“Bercanda? Untuk apa Mama bercanda Thomas?!” balas Melinda dari seberang sana. “Buat apa kamu melanjutkan pernikahan kontrak itu kalau Kirana enggak bisa hamil secepatnya. Ingat, pernikahan ini terjadi demi melahirkan keturunan bagi keluarga kita, Thomas.”“Ya, ya, aku tahu, Ma…” Thomas mengusap punggung lehernya dengan gelisah.“Oh, iya. Supaya cepat hamil, usahakan kalian melakukannya di masa subur Kirana. Kalau kamu memang enggak terlalu bernafsu sama dia, sebaiknya kamu belikan saja dia lingerie yang seksi!” “Lingerie?” Kening Thomas mengernyit.“Iya, Thomas. Pokoknya kalau dia belum hamil juga, kamu harus ceraikan dia dan menikah lagi!”“Ma–”Tut!Belum sempat Thomas membalas ucapan Melinda, wanita itu sudah memutus sambungan teleponnya.Kini kata lingerie menyusup ke dalam benak Thomas. Entah kenapa dia jadi memikirkan saran ibunya.“Lingerie? Aku pasti sudah gila,” Thomas menggelengkan kepalanya. Namun, perkataan
Sebulan sudah Kirana resmi menjadi istri kedua Thomas Adijaya. Namun, dirinya tidak kunjung hamil juga.“Kamu tidak boleh keluar kali ini, setidaknya sampai dirimu hamil. Ingat, prioritasmu adalah melahirkan anak untuk kami,” tegas Melinda, “Kalau kamu gagal hamil, maka kembalikan cek lima ratus juta itu.”Raut wajah Melinda nampak kesal saat mengucapkannya. Sebenarnya, dia tidak terlalu mempermasalahkan Kirana yang belum hamil. Toh, masih ada waktu. Hanya saja, Melinda tak sengaja melihat Vivian melempar beberapa baju kotor miliknya pada Kirana–menyuruh Kirana untuk mencucinya.Istri pertama Thomas itu bilang, jangan-jangan Kirana juga mandul, sama seperti dirinya, lalu Vivian tertawa!Mendengar hal itu, Melinda merasa dia ikut ditertawakan karena ide pernikahan kontrak Kirana dan Thomas berasal dirinya!Jadi, ia pun nampak senewen dan semakin mengekang Kirana yang tidak bisa berbuat apa-apa.Tok, tok, tok!Tiba-tiba, terdengar ketukan di pintu kamarnya. Kirana terkejut dan segera b
Seharusnya kalimat itu yang meluncur dari mulutnya yang kaku. Tetapi sayangnya, kalimat itu hanya menggantung di benaknya. Atau mungkin dia akan membiarkannya terus mengendap selamanya?“Apa Tuan?” tanya Kirana, terheran.Thomas melepaskan lengan Kirana agak kasar. “Sebenarnya…aku enggak bermaksud menyakiti hatimu. Maafkan aku. Pernikahan ini sungguh mendadak."Kirana mengangguk pelan, lalu kembali menyeret kopernya ke dalam kamar.Ya, siapapun tidak akan menerima pernikahan mendadak seperti ini. Apalagi, untuk Thomas, kan?Pria itu jelas merasa menurunkan standar untuk bersamanya. Diam-diam Kirana merasakan hatinya kembali sakit.Di sisi lain, Thomas memutar tubuhnya, menghela napas lega membiarkan jantungnya kembali berdetak normal.Malam kian larut.Thomas dan Kirana sibuk dengan kegiatannya masing-masing.Setelah makan malam, Kirana menghabiskan waktu di kamar, sementara Thomas mengganti-ganti saluran televisi.Diliriknya jam yang menempel di dinding. Sudah pukul setengah sepuluh
“Huh!” Vivian mendengus sinis saat menatap layar ponselnya.Membaca pesan dari Thomas yang memberi tahu dirinya bahwa dia tidak pulang malam ini, membuatnya langsung tahu jika suaminya itu sedang bersama wanita sialan bernama Kirana itu.Dalam kesendirian, Vivian menyesap wine di kamarnya, berusaha menghempaskan pikiran suaminya sedang bergumul dengan wanita itu.“Tenang, Vivian,” ucapnya pada diri sendiri. “Setelah wanita sialan itu melahirkan, maka hidupmu akan tambah sempurna.”Ya, tiga tahun pernikahannya dengan Thomas, orang-orang di luar sana selalu menanyakan kapan dirinya hamil.Terus terang, pertanyaan itu membuatnya tertekan. Gosip bahwa dirinya mandul pun mulai tersebar–yang pada akhirnya menjadi kenyataan.Meski kesal, tapi Melinda sudah mempersiapkan semuanya. Vivian akan memakai semacam perut palsu yang bahkan sudah Melinda pesan dari Amerika. Lalu menjelang Kirana melahirkan, Vivian akan pergi ke Singapura dan pura-pura melahirkan di sana.Wanita itu tersenyum tipis. Di
‘Thomas! Berani-beraninya dia membohongiku!’ Amarah Vivian membludak seiring dengan langkahnya yang panjang.Brak!Pintu ruangan Thomas membuka keras. Dari balik meja, pria itu mendongak terkejut, mendapati Vivian yang menatapnya tajam.Thomas sama sekali tidak menyadari bakal ada badai yang hendak menerjang dirinya.“Thomas,” Vivian menggeram sambil bergerak ke arah suaminya.Thomas semakin menyadari bahwa sorot mata Vivian nampak diliputi amarah. “Apa yang terjadi, Sayang? Kenapa kamu terlihat marah seperti ini?” tanya Thomas bingung.Bagian bawah tas kulit milik Vivian menghentak permuk