Share

3. Salah Paham

“Ambilah. Aku tahu hidupmu sulit,” tukas Melinda ketika mereka ada di ruang baca kemarin, sesaat setelah Thomas pergi. “Pergunakan uang itu sebaik-baiknya. Tapi ingat, jangan pernah coba kabur dari rumah ini.”

Kirana mengangguk. Perlahan tangannya meraih selembar cek yang dijulurkan Melinda.

Ditatapnya selembar cek di tangannya, hatinya campur aduk antara lega dan juga kesal.

Lima ratus juta rupiah. Mata Kirana mengerjap-ngerjap memandangi nominalnya. Jumlahnya bahkan lebih banyak dari yang dimintanya.

Akhirnya, Melinda memberikan cek itu meskipun Kirana belum memenuhi salah satu syarat dari perjanjian kontrak pernikahan tersebut—yaitu hamil.

“Terima kasih, Nyonya…” Kirana tidak kuasa untuk menangis. “Saya…saya benar-benar membutuhkan uang ini…”

Melinda hanya tersenyum tipis menanggapinya.

Sejenak, Kirana merasa ada sesuatu yang tulus dari tatapan ibu mertuanya itu. Namun, Kirana sebaiknya tidak terlalu banyak berasumsi. Hubungan mereka hanyalah bisnis yang disamarkan dengan ikatan pernikahan.

“Mbak Kirana!”

Lamunan Kirana pun buyar.

Suara lelaki itu membuat Kirana segera menengadahkan wajahnya dari lembaran cek yang dipegangnya.

Dari kejauhan, Romi tersenyum lebar. Matanya nampak berbinar penuh harap saat menghampiri Kirana yang sudah menunggunya di depan kediaman Adijaya. Dagu adiknya itu dipenuhi brewok dengan penampilan yang lusuh.

Romi selalu saja menjadi sumber masalah bagi dirinya. Sejak ayah mereka meninggalkan keluarga demi perempuan lain sepuluh tahun yang lalu, Romi berubah. Dia mulai nakal, sering menghilang, dan akhirnya terjerumus ke dalam dunia judi.

Angin siang berembus, membuat beberapa helai rambut Romi yang sudah berantakan itu tambah mencuat.

“Wah, sekarang hidup Mbak enak banget,” komentar Romi, melirik ke kediaman Adijaya dengan tatapan iri. Pagar yang tinggi membatasi pandangannya, namun Romi yakin pasti nyaman sekali tinggal di dalam sana. “Mbak bisa tinggal di rumah yang kayak istana begitu. Sekali-kali, ajak aku nginep dong!”

“Jangan asal bicara,” sergah Kirana cepat. “Kamu tahu kan keberadaanku di rumah itu sebagai apa?”

Romi mengerucutkan bibirnya. Namun dengan cekatan, matanya tertuju pada selembar cek di tangan Kirana.

Mendadak, kedua bola mata Romi seakan hendak keluar dari rongganya. “Li-lima ratus juta, Mbak?! Gila, ini sih bisa menyelamatkan utang-utangku!”

“Ini uangku, Romi,” tegas Kirana, menjauhkan tangannya begitu adiknya hendak menyambar cek yang dia pegang. 

“Ya, ya, aku tahu,” Romi menukas lirih. “Aku janji, Mbak. Aku akan mempergunakan uang itu untuk membayar utangku dan menebus rumah ibu. Serta membantu pengobatan ibu…”

Wajah Romi yang memelas itu selalu membuat Kirana tidak tega. Lagi pula, uang ini memang untuk membayar utang judi Romi serta pengobatan ibunya.

“Aku percayakan uang ini padamu, Rom,” ucap Kirana pada akhirnya.

Bola mata Romi kembali membulat girang. Dia langsung menghambur, memeluk kakaknya erat. “Makasih, Mbak! Mbak memang selalu bisa diandalkan. Aku sayaaaang banget sama, Mbak! Pokoknya, kali ini aku enggak akan membuat pengorbanan Mbak Kirana sia-sia.”

Kirana hanya memutar kedua bola matanya dan tidak membalas pelukan itu. “Yah, sebaiknya begitu.”

Berkali-kali, Romi menjanjikan hal yang sama dan pada akhirnya dia selalu kembali membuat masalah. Namun, kali ini Kirana yakin Romi akan berubah. Dia melihat Romi begitu hancur saat tahu ibu mereka terkena kanker tulang.

Lagi pula, meskipun Romi sering membuat ulah, Kirana tetap tidak akan pernah tega membiarkan Romi sendirian. Romi adalah adik satu-satunya yang dia miliki.

Brak!

Seketika, suara pintu mobil yang terbuka langsung mengalihkan perhatian kakak adik itu.

Tanpa mereka sadari mobil SUV milik Thomas sudah terparkir di pinggir trotoar. Mata lelaki itu menyipit tajam melihat seorang pria yang memeluk Kirana.

Dan tanpa pikir panjang, Thomas berjalan cepat ke arah mereka.

"Apa-apaan ini?" Suara Thomas terdengar dingin namun terselip nada penuh amarah.

Wajahnya yang biasanya datar, kini memancarkan ketidaksukaan yang begitu kentara.

Sementara itu, Romi melepas pelukannya dan melemparkan tatapan menantang ke arah Thomas. “Memangnya kenapa, hah?”

“Romi!” Kirana mendesis pelan ketika Romi menaikkan dagunya dengan pongah.

“Ada masalah? Perempuan ini–”

Belum sempat Romi melanjutkan kalimatnya, tiba-tiba saja Thomas menarik lengan pria itu.

Bugh!

Dengan kasar, Thomas bahkan menghadiahkan bogem mentah tepat di rahang kiri Romi!

Kedua mata Kirana sontak membelalak. “Tuan Thomas! Hentikan!" 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status