Share

4. Perasaan Terpendam

“Tuan Thomas! Hentikan! Dia adikku!” Kirana memekik panik.

Mendengarnya, pewaris Adijaya itu langsung melepaskan genggamannya di kerah baju Romi.

Namun, tatapan penuh amarah yang dia layangkan pada Romi tetap tidak berubah.

“Astaga, suami Mbak benar-benar gila!” Romi merengut sambil mengelus pipinya yang membiru. Pukulan Thomas seperti batu yang menghantam rahangnya.

“Benar dia adikmu?” tanya Thomas, masih tidak percaya pada Kirana.

“Iya, Tuan. Namanya Romi. Dia…dia ke sini untuk menjengukku,” balas Kirana cepat.

“Tuan? Kenapa Mbak manggil dia Tuan? Dia kan suami, Mbak?” Romi melirik Thomas dengan penuh kebencian.

Meski miskin, bukankah suami kakaknya itu harus tetap menghormatinya? Pikir Romi.

Di sisi lain, mata Kirana melotot. Diberikannya peringatan pada Romi untuk diam.

“Ya sudah, aku pergi dulu, Mbak.” Romi masih menatap suami kakaknya dengan sinis.

“Sampaikan salamku untuk ibu dan bude,” ujar Kirana, melepas kepergian Romi.

“Kamu pikir aku percaya begitu saja kalau dia adikmu?” ucap Thomas tajam. “Bisa saja dia pacarmu, kan?”

Kirana menghela napas dalam sebelum menjawab pertanyaan suaminya. “Kalau memang dia pacarku, untuk apa Tuan memukulnya? Tuan cemburu? Apa Tuan lupa kalau kita hanya terlibat pernikahan kontrak?”

Rahang Thomas nampak menegang.

Matanya berkilat-kilat menatap Kirana.

Dan jujur, Kirana jadi sedikit takut sekarang. Tanpa dia sadari, dia mengambil satu langkah mundur, menjauh dari Thomas.

“Jangan besar kepala, Kirana,” Thomas menukas lugas. “Aku hanya tidak ingin kamu hamil anak orang lain tapi mengakuinya sebagai anakku.”

“Aku bukan wanita murahan seperti itu, Tuan,” balas Kirana, berani.

Cukup sudah! Dia muak pada Thomas.

Hanya saja, balasan pria itu tak pernah ia sangka. “Dari mana aku tahu? Aku enggak pernah mempercayai kata-kata dari orang asing sepertimu.”

Setelahnya, Thomas membuka mobilnya dan masuk ke dalam begitu saja.

Mesin mobilnya menderu dan dalam sekejap, meninggalkan Kirana yang masih berdiri, termenung--di depan gerbang kediaman Adijaya!

Apakah dia sanggup bertahan dengan pria dingin itu?

Bahkan, dua minggu berlalu setelahnya, keadaan mereka masih begitu canggung.

Kirana hanya bertemu dengan Thomas di kamar pada malam hari. Tanpa bicara, mereka selalu melakukan hubungan suami istri.

Meski awalnya terasa sakit dan malu, tetapi Kirana lambat laun dia mulai merasa nyaman.

Entah mengapa, tubuhnya bahkan mulai merasa candu dan diam-diam mendambakan sentuhan Thomas.

Hanya saja, dia harus selalu menelan pil pahit di pagi hari. Thomas selalu meninggalkannya sendiri di ranjang king size yang dingin itu karena Thomas selalu pergi sebelum dia terbangun.

"Ingat pasal no.6 di kontrak, Kirana," ucapnya sambil menertawai dirinya.

Ya, tidak boleh ada cinta di pernikahan ini. Mengapa dia hampir lupa hal sepenting itu?

Satu hal yang dia syukuri saat ini, Vivian sedang tidak ada di rumah, sehingga Kirana bisa tenang sejenak, terhindar dari hinaan istri pertama Thomas itu.

***

Di sisi lain, Thomas tampak duduk termenung di ruang rapat.

Kedua matanya terpaku pada layar proyektor yang menampilkan presentasi acara ragam terbaru dari Starlight Production kala pimpinan kreatif sibuk memaparkan idenya.

Akan tetapi, semua seperti mengalir tanpa makna di telinga Thomas.

Belakangan ini, pikirannya memang tidak pernah fokus.

Benaknya selalu dipenuhi oleh wajah Kirana, sang istri keduanya. Thomas memang sengaja melakukannya dengan cepat. Dia tidak ingin dirinya terbawa suasana.

Meski dia tahu Kirana begitu gugup menghadapi dirinya, tapi Thomas malah lebih gugup lagi!

Pria dingin itu bukan pemain.

Dia bahkan tak pernah menjalin hubungan selain dengan Vivian sejak perjodohan bisnis mereka.

Ya, Winarta Holdings milik keluarga Vivian menyuntikkan dana segar agar Starlight Production tidak bangkrut.

Thomas mengusap wajahnya kasar.

Dia selalu ingat, perasaan aneh menjalar saat dia melihat Kirana untuk pertama kalinya, di hari pertama pernikahan mereka. 

Bahkan, hingga hari ini!

Tubuh Thomas seolah tersengat listrik saat berdekatan dengan Kirana.

Sungguh berbeda dengan saat dia menyentuh Vivian.

“Pak? Pak Thomas?”

Seketika Thomas terhenyak saat ada yang memanggil namanya. Layar proyektor mati dan ternyata rapat sudah selesai.

Dia pun tersadar bahwa semua mata kini tertuju padanya. Thomas berdeham pelan, coba menguasai dirinya. Lalu dia bangkit dengan anggukan singkat pada timnya sebelum keluar dari ruangan.

Pintu ruangan Thomas menutup perlahan. Pria itu bergerak ke arah jendela, melayangkan pandangannya ke siang yang terik. Pikirannya terus berputar pada Kirana.

“Sial,” gumamnya, mengusap dagunya yang sedikit kasar. “Wanita itu benar-benar membuatku gila.”

Semakin Thomas menghalau perasaannya pada Kirana, semakin dalam pula perasaan itu mencengkramnya.

Hubungannya dengan Kirana hanya sebatas pernikahan kontrak demi mendapat keturunan, itu saja.

Tapi, ia pun begitu lelah bila terus berpura-pura bersikap dingin di hadapan Kirana.

Padahal kenyataannya, dia ingin memeluk erat tubuh wanita itu, memberikannya kehangatan dan kenyamanan.

Thomas lantas bergerak ke arah meja kerjanya.

Namun, baru saja Thomas menghempaskan dirinya ke atas kursi, ponselnya bergetar.

Nama Melinda Adijaya muncul di layar ponselnya. Thomas menghela napas sejenak sebelum mengangkatnya.

“Bagaimana? Kok Kirana belum hamil juga,” cerocos Melinda tanpa basa-basi. “Sudah berapa kali sih kalian berhubungan?”

Thomas menghela napas pelan sambil memijat pelipisnya. “Ditunggu saja, Ma. Nanti dia juga hamil.”

Melinda mendengus keras. “Pokoknya kalau dalam jangka waktu tiga bulan Kirana belum juga hamil, kamu harus menceraikannya.”

“Kenapa begitu?” tanya Thomas, bingung.

“Ada pasalnya kok di kontrak perjanjian itu. Dan Mama akan mencari wanita lain untukmu.”

“Apa?!” Kedua mata Thomas membulat tidak percaya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status