“Tuan Thomas! Hentikan! Dia adikku!” Kirana memekik panik.
Mendengarnya, pewaris Adijaya itu langsung melepaskan genggamannya di kerah baju Romi.
Namun, tatapan penuh amarah yang dia layangkan pada Romi tetap tidak berubah.
“Astaga, suami Mbak benar-benar gila!” Romi merengut sambil mengelus pipinya yang membiru. Pukulan Thomas seperti batu yang menghantam rahangnya.
“Benar dia adikmu?” tanya Thomas, masih tidak percaya pada Kirana.
“Iya, Tuan. Namanya Romi. Dia…dia ke sini untuk menjengukku,” balas Kirana cepat.
“Tuan? Kenapa Mbak manggil dia Tuan? Dia kan suami, Mbak?” Romi melirik Thomas dengan penuh kebencian.
Meski miskin, bukankah suami kakaknya itu harus tetap menghormatinya? Pikir Romi.
Di sisi lain, mata Kirana melotot. Diberikannya peringatan pada Romi untuk diam.
“Ya sudah, aku pergi dulu, Mbak.” Romi masih menatap suami kakaknya dengan sinis.
“Sampaikan salamku untuk ibu dan bude,” ujar Kirana, melepas kepergian Romi.
“Kamu pikir aku percaya begitu saja kalau dia adikmu?” ucap Thomas tajam. “Bisa saja dia pacarmu, kan?”
Kirana menghela napas dalam sebelum menjawab pertanyaan suaminya. “Kalau memang dia pacarku, untuk apa Tuan memukulnya? Tuan cemburu? Apa Tuan lupa kalau kita hanya terlibat pernikahan kontrak?”
Rahang Thomas nampak menegang.
Matanya berkilat-kilat menatap Kirana.
Dan jujur, Kirana jadi sedikit takut sekarang. Tanpa dia sadari, dia mengambil satu langkah mundur, menjauh dari Thomas.
“Jangan besar kepala, Kirana,” Thomas menukas lugas. “Aku hanya tidak ingin kamu hamil anak orang lain tapi mengakuinya sebagai anakku.”
“Aku bukan wanita murahan seperti itu, Tuan,” balas Kirana, berani.
Cukup sudah! Dia muak pada Thomas.
Hanya saja, balasan pria itu tak pernah ia sangka. “Dari mana aku tahu? Aku enggak pernah mempercayai kata-kata dari orang asing sepertimu.”
Setelahnya, Thomas membuka mobilnya dan masuk ke dalam begitu saja.
Mesin mobilnya menderu dan dalam sekejap, meninggalkan Kirana yang masih berdiri, termenung--di depan gerbang kediaman Adijaya!
Apakah dia sanggup bertahan dengan pria dingin itu?
Bahkan, dua minggu berlalu setelahnya, keadaan mereka masih begitu canggung.
Kirana hanya bertemu dengan Thomas di kamar pada malam hari. Tanpa bicara, mereka selalu melakukan hubungan suami istri.
Meski awalnya terasa sakit dan malu, tetapi Kirana lambat laun dia mulai merasa nyaman.
Entah mengapa, tubuhnya bahkan mulai merasa candu dan diam-diam mendambakan sentuhan Thomas.
Hanya saja, dia harus selalu menelan pil pahit di pagi hari. Thomas selalu meninggalkannya sendiri di ranjang king size yang dingin itu karena Thomas selalu pergi sebelum dia terbangun.
"Ingat pasal no.6 di kontrak, Kirana," ucapnya sambil menertawai dirinya.
Ya, tidak boleh ada cinta di pernikahan ini. Mengapa dia hampir lupa hal sepenting itu?
Satu hal yang dia syukuri saat ini, Vivian sedang tidak ada di rumah, sehingga Kirana bisa tenang sejenak, terhindar dari hinaan istri pertama Thomas itu.
***
Di sisi lain, Thomas tampak duduk termenung di ruang rapat.
Kedua matanya terpaku pada layar proyektor yang menampilkan presentasi acara ragam terbaru dari Starlight Production kala pimpinan kreatif sibuk memaparkan idenya.
Akan tetapi, semua seperti mengalir tanpa makna di telinga Thomas.
Belakangan ini, pikirannya memang tidak pernah fokus.
Benaknya selalu dipenuhi oleh wajah Kirana, sang istri keduanya. Thomas memang sengaja melakukannya dengan cepat. Dia tidak ingin dirinya terbawa suasana.
Meski dia tahu Kirana begitu gugup menghadapi dirinya, tapi Thomas malah lebih gugup lagi!
Pria dingin itu bukan pemain.
Dia bahkan tak pernah menjalin hubungan selain dengan Vivian sejak perjodohan bisnis mereka.
Ya, Winarta Holdings milik keluarga Vivian menyuntikkan dana segar agar Starlight Production tidak bangkrut.
Thomas mengusap wajahnya kasar.
Dia selalu ingat, perasaan aneh menjalar saat dia melihat Kirana untuk pertama kalinya, di hari pertama pernikahan mereka.
Bahkan, hingga hari ini!
Tubuh Thomas seolah tersengat listrik saat berdekatan dengan Kirana.
Sungguh berbeda dengan saat dia menyentuh Vivian.
“Pak? Pak Thomas?”
Seketika Thomas terhenyak saat ada yang memanggil namanya. Layar proyektor mati dan ternyata rapat sudah selesai.
Dia pun tersadar bahwa semua mata kini tertuju padanya. Thomas berdeham pelan, coba menguasai dirinya. Lalu dia bangkit dengan anggukan singkat pada timnya sebelum keluar dari ruangan.
Pintu ruangan Thomas menutup perlahan. Pria itu bergerak ke arah jendela, melayangkan pandangannya ke siang yang terik. Pikirannya terus berputar pada Kirana.
“Sial,” gumamnya, mengusap dagunya yang sedikit kasar. “Wanita itu benar-benar membuatku gila.”
Semakin Thomas menghalau perasaannya pada Kirana, semakin dalam pula perasaan itu mencengkramnya.
Hubungannya dengan Kirana hanya sebatas pernikahan kontrak demi mendapat keturunan, itu saja.
Tapi, ia pun begitu lelah bila terus berpura-pura bersikap dingin di hadapan Kirana.
Padahal kenyataannya, dia ingin memeluk erat tubuh wanita itu, memberikannya kehangatan dan kenyamanan.
Thomas lantas bergerak ke arah meja kerjanya.
Namun, baru saja Thomas menghempaskan dirinya ke atas kursi, ponselnya bergetar.
Nama Melinda Adijaya muncul di layar ponselnya. Thomas menghela napas sejenak sebelum mengangkatnya.
“Bagaimana? Kok Kirana belum hamil juga,” cerocos Melinda tanpa basa-basi. “Sudah berapa kali sih kalian berhubungan?”
Thomas menghela napas pelan sambil memijat pelipisnya. “Ditunggu saja, Ma. Nanti dia juga hamil.”
Melinda mendengus keras. “Pokoknya kalau dalam jangka waktu tiga bulan Kirana belum juga hamil, kamu harus menceraikannya.”
“Kenapa begitu?” tanya Thomas, bingung.
“Ada pasalnya kok di kontrak perjanjian itu. Dan Mama akan mencari wanita lain untukmu.”
“Apa?!” Kedua mata Thomas membulat tidak percaya.
“Mama enggak sedang bercanda kan?” Thomas terdengar begitu syok.“Bercanda? Untuk apa Mama bercanda Thomas?!” balas Melinda dari seberang sana. “Buat apa kamu melanjutkan pernikahan kontrak itu kalau Kirana enggak bisa hamil secepatnya. Ingat, pernikahan ini terjadi demi melahirkan keturunan bagi keluarga kita, Thomas.”“Ya, ya, aku tahu, Ma…” Thomas mengusap punggung lehernya dengan gelisah.“Oh, iya. Supaya cepat hamil, usahakan kalian melakukannya di masa subur Kirana. Kalau kamu memang enggak terlalu bernafsu sama dia, sebaiknya kamu belikan saja dia lingerie yang seksi!” “Lingerie?” Kening Thomas mengernyit.“Iya, Thomas. Pokoknya kalau dia belum hamil juga, kamu harus ceraikan dia dan menikah lagi!”“Ma–”Tut!Belum sempat Thomas membalas ucapan Melinda, wanita itu sudah memutus sambungan teleponnya.Kini kata lingerie menyusup ke dalam benak Thomas. Entah kenapa dia jadi memikirkan saran ibunya.“Lingerie? Aku pasti sudah gila,” Thomas menggelengkan kepalanya. Namun, perkataan
Sebulan sudah Kirana resmi menjadi istri kedua Thomas Adijaya. Namun, dirinya tidak kunjung hamil juga.“Kamu tidak boleh keluar kali ini, setidaknya sampai dirimu hamil. Ingat, prioritasmu adalah melahirkan anak untuk kami,” tegas Melinda, “Kalau kamu gagal hamil, maka kembalikan cek lima ratus juta itu.”Raut wajah Melinda nampak kesal saat mengucapkannya. Sebenarnya, dia tidak terlalu mempermasalahkan Kirana yang belum hamil. Toh, masih ada waktu. Hanya saja, Melinda tak sengaja melihat Vivian melempar beberapa baju kotor miliknya pada Kirana–menyuruh Kirana untuk mencucinya.Istri pertama Thomas itu bilang, jangan-jangan Kirana juga mandul, sama seperti dirinya, lalu Vivian tertawa!Mendengar hal itu, Melinda merasa dia ikut ditertawakan karena ide pernikahan kontrak Kirana dan Thomas berasal dirinya!Jadi, ia pun nampak senewen dan semakin mengekang Kirana yang tidak bisa berbuat apa-apa.Tok, tok, tok!Tiba-tiba, terdengar ketukan di pintu kamarnya. Kirana terkejut dan segera b
Seharusnya kalimat itu yang meluncur dari mulutnya yang kaku. Tetapi sayangnya, kalimat itu hanya menggantung di benaknya. Atau mungkin dia akan membiarkannya terus mengendap selamanya?“Apa Tuan?” tanya Kirana, terheran.Thomas melepaskan lengan Kirana agak kasar. “Sebenarnya…aku enggak bermaksud menyakiti hatimu. Maafkan aku. Pernikahan ini sungguh mendadak."Kirana mengangguk pelan, lalu kembali menyeret kopernya ke dalam kamar.Ya, siapapun tidak akan menerima pernikahan mendadak seperti ini. Apalagi, untuk Thomas, kan?Pria itu jelas merasa menurunkan standar untuk bersamanya. Diam-diam Kirana merasakan hatinya kembali sakit.Di sisi lain, Thomas memutar tubuhnya, menghela napas lega membiarkan jantungnya kembali berdetak normal.Malam kian larut.Thomas dan Kirana sibuk dengan kegiatannya masing-masing.Setelah makan malam, Kirana menghabiskan waktu di kamar, sementara Thomas mengganti-ganti saluran televisi.Diliriknya jam yang menempel di dinding. Sudah pukul setengah sepuluh
“Huh!” Vivian mendengus sinis saat menatap layar ponselnya.Membaca pesan dari Thomas yang memberi tahu dirinya bahwa dia tidak pulang malam ini, membuatnya langsung tahu jika suaminya itu sedang bersama wanita sialan bernama Kirana itu.Dalam kesendirian, Vivian menyesap wine di kamarnya, berusaha menghempaskan pikiran suaminya sedang bergumul dengan wanita itu.“Tenang, Vivian,” ucapnya pada diri sendiri. “Setelah wanita sialan itu melahirkan, maka hidupmu akan tambah sempurna.”Ya, tiga tahun pernikahannya dengan Thomas, orang-orang di luar sana selalu menanyakan kapan dirinya hamil.Terus terang, pertanyaan itu membuatnya tertekan. Gosip bahwa dirinya mandul pun mulai tersebar–yang pada akhirnya menjadi kenyataan.Meski kesal, tapi Melinda sudah mempersiapkan semuanya. Vivian akan memakai semacam perut palsu yang bahkan sudah Melinda pesan dari Amerika. Lalu menjelang Kirana melahirkan, Vivian akan pergi ke Singapura dan pura-pura melahirkan di sana.Wanita itu tersenyum tipis. Di
‘Thomas! Berani-beraninya dia membohongiku!’ Amarah Vivian membludak seiring dengan langkahnya yang panjang.Brak!Pintu ruangan Thomas membuka keras. Dari balik meja, pria itu mendongak terkejut, mendapati Vivian yang menatapnya tajam.Thomas sama sekali tidak menyadari bakal ada badai yang hendak menerjang dirinya.“Thomas,” Vivian menggeram sambil bergerak ke arah suaminya.Thomas semakin menyadari bahwa sorot mata Vivian nampak diliputi amarah. “Apa yang terjadi, Sayang? Kenapa kamu terlihat marah seperti ini?” tanya Thomas bingung.Bagian bawah tas kulit milik Vivian menghentak permuk
“Nyo-Nyonya??” Suara Kirana tersendat. Dia benar-benar syok dengan tamparan itu. “Saya enggak pernah berpikiran seperti itu…”Kedua bola mata Vivian melebar, seakan hendak keluar dari rongga matanya.“Kamu mungkin bisa mengecoh orang lain, tapi tidak dengan diriku. Aku tahu siasatmu, Kirana. Kamu berlagak polos. Tapi aku tahu apa yang sebenarnya kamu incar. Kamu menginginkan Thomas dan kekayaannya. Iya kan? Dasar perempuan murahan! Aku yakin mama mertuaku pasti menyesal sudah memilihmu jadi istri kedua Thomas!”Apa yang dikatakan Vivian tidak sepenuhnya salah. Dia memang sudah jatuh cinta pada Thomas. Tapi dia bukan perempuan murahan. Setelah kontrak pernikahannya selesai, dia akan pergi dan melupakan Thomas.Tidak mungkin dia m
“Hah!”Kesadaran seakan menyambar cepat ke tubuh Vivian. Jantungnya menghentak-hentak keras begitu melihat kepala Kirana berada di dalam air.Bergegas dia melepaskan cengkraman tangannya pada leher wanita itu, membiarkan tubuh Kirana yang menelungkup, mengambang.Mulut Vivian menganga lebar. Dirinya mundur perlahan. Dinginnya air sekarang begitu menusuk.‘Ti-tidak…jangan bilang perempuan itu mati…’ Vivian sungguh kalut. Dia tidak berniat membunuh Kirana! Dia hanya ingin memberi wanita itu pelajaran!Vivian tiba-tiba tersentak saat melihat tubuh Kirana bergerak. Kepalanya mencuat ke atas sambil terbatuk. Napasnya terengah dengan wajah yang pucat.
“Tu-Tuan Thomas?” Kirana tergagap.“Mau kemana kamu?” Tanyanya dingin.Kirana coba melepas cengkraman tangan Thomas. Namun, pria itu malah menahan lengannya lebih kuat.“Nyonya Melinda sudah mengusirku dan setelah Tuan menceraikanku maka otomatis kontrak pernikahan itu batal,” terang Kirana.“Kamu pikir aku akan membiarkan hal itu terjadi begitu saja?” Thomas menarik tubuh Kirana mendekat.Kedua pupil mata Kirana mendadak melebar. Kini wajah mereka hanya tinggal sejengkal tangan.“A-apa maksud, Tuan? Jelas-jelas Nyonya Melinda dan Nyonya Vivian sudah tidak menginginkan saya jadi istri kedua Tuan lagi.”