Share

Bayangan Dibalik Cermin
Bayangan Dibalik Cermin
Penulis: Maybe Not

Malam Pertama di Rumah Tua

Suasana malam itu gelap dan sunyi, hanya suara angin yang berdesir di antara pepohonan di sekitar rumah tua yang sudah lama ditinggalkan. Rumah itu terletak di pinggiran desa, jauh dari keramaian. Ketika Rani dan teman-temannya—Budi, Mira, dan Andi—menginjakkan kaki di halaman rumah, mereka merasakan aura aneh yang mengelilingi bangunan tersebut.

"Kenapa kita harus ke sini, sih?" tanya Mira, sambil menggigit bibirnya. "Tempat ini bikin aku merinding."

"Ah, kamu lebay! Ini kan hanya rumah kosong. Kita cuma mau eksplorasi sedikit," jawab Rani, berusaha terdengar optimis. "Lagipula, ini akan jadi cerita seru untuk diunggah ke media sosial."

“Setuju!” Budi mengangguk. “Ayo, kita masuk.”

Dengan sedikit rasa ragu, mereka semua memasuki rumah tua itu. Pintunya berderit pelan saat terbuka, mengeluarkan aroma lembap dan debu yang menempel di setiap sudut. Budi menyalakan senter yang dibawanya, dan cahaya kuning temaram menyinari interior yang suram.

"Jangan bilang kalian percaya mitos tentang rumah ini," kata Andi, menirukan suara seram. "Katanya, pemilik rumah ini menghilang tanpa jejak, dan arwahnya masih berkeliaran di sini."

"Yah, itu kan cuma cerita orang tua," sahut Rani. "Ayo, kita cari tempat menarik di dalam."

Mereka berjalan lebih dalam ke rumah, mengeksplorasi ruangan demi ruangan. Di salah satu ruangan, mereka menemukan sebuah meja bundar dengan beberapa kursi kayu yang terlihat tua. Di tengah meja, terdapat sebuah kotak kayu kecil yang sudah rusak.

“Coba buka!” pinta Budi, matanya berbinar penasaran.

Rani mengangkat kotak itu dan membuka tutupnya. Di dalamnya terdapat beberapa benda aneh: kalung, kertas kuno, dan sebuah boneka kecil yang terlihat menyeramkan. “Wow, lihat ini!” Rani mengangkat boneka itu. “Sangat creepy!”

Mira mengernyitkan dahi. “Jangan sentuh benda-benda itu, Rani. Aku merasa tidak enak.”

"Ah, ini semua hanya barang-barang lama," Rani mengabaikan peringatan Mira. Tiba-tiba, dia mendengar suara keras dari arah belakang mereka.

"Eh, kalian dengar itu?" tanya Andi, terlihat ketakutan.

"Ya, suara apa itu?" tanya Budi, menatap ke arah suara tersebut.

Seketika, suasana menjadi tegang. Mereka bertiga memandang satu sama lain dengan ekspresi cemas. Rani berusaha tenang. "Mungkin hanya angin."

“Tapi suara itu terdengar seperti suara orang!” Mira bersikeras, suaranya bergetar.

Tiba-tiba, suara langkah kaki terdengar jelas di lantai atas. Semua orang terdiam, saling berpandangan dengan ketakutan.

“Siapa di sana?” Rani berteriak, suaranya menggema di dalam rumah. Tak ada jawaban. Hanya keheningan yang mencekam.

“Seharusnya kita pergi saja,” saran Budi, wajahnya pucat.

“Belum! Kita harus cek!” Rani bersikeras, terjebak antara rasa penasaran dan ketakutan.

Mereka perlahan menaiki tangga yang berderit. Setiap langkah terasa berat. Ketika sampai di atas, mereka melihat sebuah pintu yang sedikit terbuka. Dari balik pintu itu, cahaya samar terlihat.

“Mungkin ada orang di dalam!” kata Andi, berusaha meyakinkan diri.

“Siapa yang mau buka?” tanya Mira, suaranya hampir tidak terdengar.

Rani mengambil napas dalam-dalam, kemudian maju dan mendorong pintu itu. Pintu terbuka dengan pelan, dan mereka semua terperangah. Ruangan itu kosong, kecuali untuk sebuah cermin besar yang terpajang di dinding.

“Kenapa ada cermin di sini?” tanya Budi.

Rani melangkah maju mendekati cermin. Dia melihat bayangannya sendiri, tetapi kemudian, saat menatap lebih dalam, dia merasa seperti melihat sosok lain di belakangnya. “Eh… ada seseorang di belakangku?”

Ketika Rani berbalik, tidak ada siapa-siapa. “Tidak ada,” jawabnya, tetapi hatinya berdebar kencang.

“Anda pasti hanya membayangkan, Rani,” Budi mencoba menenangkan.

"Yah, mari kita keluar dari sini," Mira bersikeras, ketakutan mulai menyelimuti mereka.

Tiba-tiba, cermin itu bergetar dan suara keras terdengar dari arah belakang. Kaca cermin mulai pecah, memancarkan serpihan-serpihan kecil ke lantai. Semua orang berteriak dan berlarian ke pintu, tetapi saat mereka berbalik, mereka melihat bayangan gelap melintas cepat di antara mereka.

“Apa itu?!” teriak Andi, ketakutan.

Sebelum mereka bisa berlari, sosok itu muncul, wajahnya samar dan tidak jelas, tetapi mata merahnya menatap tajam ke arah mereka. “Kenapa kalian datang ke sini?” suara beratnya menggema, membuat seluruh tubuh mereka bergetar.

"Pergi! Kami hanya ingin melihat!" Rani berusaha berteriak, tetapi suara itu seolah menembus jiwanya, membuatnya tidak bisa bergerak.

“Bukan tempat kalian!” sosok itu melangkah maju, dan saat itu, rasa dingin melingkupi mereka.

Dengan sekuat tenaga, Rani berbalik dan berlari, diikuti oleh Budi, Mira, dan Andi. Mereka menuruni tangga secepat mungkin, tetapi saat mereka mencapai pintu keluar, pintu itu menutup dengan sendirinya, terhalang oleh kekuatan yang tidak terlihat.

“Tidak! Tolong buka!” Mira menangis, memukul pintu dengan panik.

Rani mencoba mendorong pintu, tetapi seolah terikat oleh kekuatan gaib. “Kita terjebak!” dia berteriak.

Sosok itu muncul di belakang mereka, suaranya membisik, “Tidak ada jalan keluar.”

Malam itu, di dalam rumah tua yang sudah lama terlupakan, mereka terperangkap dalam teror yang lebih dari sekadar cerita. Mimpi buruk baru saja dimulai, dan rahasia rumah itu akan mengungkapkan kengerian yang tak terduga.

Rani menoleh ke arah teman-temannya yang terlihat putus asa. “Kita harus bertahan,” ujarnya, suara bergetar tetapi penuh tekad. “Kita harus mencari jalan keluar!”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status