Home / Horor / Bayangan Dibalik Cermin / Hantu di Balik Dinding

Share

Hantu di Balik Dinding

Author: Maybe Not
last update Last Updated: 2024-11-06 00:03:35

Mereka berhasil keluar dari ruang bawah tanah, namun rasa lega itu tidak berlangsung lama. Rumah itu, dengan segala kegelapannya, seakan memiliki keinginan sendiri untuk menahan mereka.

Andi membuka ponsel dan melihat waktu, lalu mengerutkan dahi. “Hei, ini… waktu di ponselku berhenti.”

Mira mengerutkan kening. “Berhenti? Maksudmu mati?”

Andi menggeleng, menunjukkan layarnya yang masih menyala. “Bukan mati, tapi jamnya nggak bergerak. Tadi aku ingat pukul 11:45, tapi ini masih di waktu yang sama.”

Rani mendesah. “Rumah ini benar-benar aneh. Waktu di sini mungkin memang tidak berjalan seperti biasanya.”

Tiba-tiba, terdengar suara berbisik dari lorong depan, suara yang samar, tapi jelas bukan suara mereka. Semua langsung menghentikan langkah dan saling berpandangan. Suara itu terdengar seperti seseorang yang berbicara dalam nada penuh penderitaan, namun kata-katanya tak bisa mereka pahami.

Mira menelan ludah. “Apa… kalian dengar itu?”

Budi mengangguk, wajahnya semakin pucat. “Jangan-jangan ini…”

Sebelum dia sempat menyelesaikan kalimatnya, suara itu semakin keras, disertai dengan desiran angin dingin yang melewati punggung mereka. Suhu ruangan mendadak turun drastis, dan bau anyir mulai tercium, seolah ada sesuatu yang membusuk.

“Keluar dari sini…” sebuah suara perempuan terdengar jelas, penuh desakan dan kemarahan.

Mereka semua terpaku, tubuh mereka kaku seolah terkunci oleh rasa takut. Dari arah kegelapan lorong, muncul bayangan samar—sosok perempuan dengan wajah pucat dan mata yang kosong menatap lurus ke arah mereka.

“Si-siapa itu?” Mira berbisik, nyaris tidak bisa bersuara karena ketakutan.

Perempuan itu melayang mendekat, pakaian putihnya compang-camping dan tampak basah oleh darah yang mengering. Setiap langkahnya tidak menghasilkan suara, tapi hawa dingin yang memancar dari tubuhnya membuat mereka mundur secara refleks.

“Keluar… atau kalian akan mati…” suara itu mengancam, dan kini sosok itu berhenti hanya beberapa meter di depan mereka.

“Dia… dia bukan manusia,” bisik Andi, suaranya penuh kepanikan.

Rani, berusaha mengendalikan dirinya, mencoba berbicara dengan tenang. “Kita tidak mau mengganggu. Kami hanya tersesat… tolong, biarkan kami pergi.”

Mata sosok perempuan itu tidak menunjukkan emosi, tapi sepertinya dia mendengar permohonan Rani. Namun, alih-alih menjauh, dia malah mengangkat tangannya dan menunjuk ke arah sebuah pintu di ujung koridor.

Andi bergidik. “Kenapa dia menunjuk ke sana? Ada apa di dalam?”

Rani menarik napas dalam-dalam, lalu mengangguk. “Mungkin itu jalan keluar kita. Mungkin dia mencoba membantu.”

Budi mendesah berat. “Membantu? Hantu ingin membantu kita? Tidak mungkin.”

Namun, mereka tidak punya pilihan lain. Dengan enggan, mereka mulai berjalan ke arah pintu yang ditunjukkan oleh sosok tersebut. Tapi, setiap langkah terasa semakin berat, seolah ada energi gelap yang mencoba menarik mereka mundur.

Ketika mereka sampai di depan pintu, Andi meraih gagang pintu dan menoleh ke yang lain. “Kita siap?”

Mira mengangguk lemah. “Aku… aku tidak punya pilihan. Kita harus keluar dari sini.”

Pintu itu terbuka dengan derit panjang yang memekakkan telinga. Ruangan di baliknya gelap, namun seberkas cahaya remang tampak mengintip dari sudut ruangan, seperti berasal dari sebuah lilin kecil.

Saat mereka masuk, terdengar suara-suara pelan dari seluruh penjuru ruangan. Suara-suara tersebut terdengar seperti bisikan dan isakan, seolah-olah ada orang yang menangis dari balik dinding.

“Dengar itu?” Rani berbisik, merasakan bulu kuduknya meremang.

Andi mengangguk dengan wajah tegang. “Iya. Ini terdengar seperti… suara orang menangis.”

Mira berusaha menenangkan dirinya. “Mungkin… mungkin kita bisa mencari sumber suara ini dan menemukan jawabannya.”

Namun, begitu mereka melangkah lebih jauh, tiba-tiba dinding di sekitar mereka bergetar dan mengeluarkan suara retakan. Dari sela-sela retakan itu, terlihat tangan-tangan kurus dengan jari-jari panjang dan kuku tajam mencakar-cakar permukaan dinding, seolah mencoba keluar.

Mira menjerit. “Apa itu?!”

Mereka mundur dengan panik, tapi tangan-tangan itu terus muncul, menggapai-gapai mereka dengan gerakan lambat namun pasti. Salah satu tangan bahkan berhasil memegang bahu Budi, menariknya ke arah dinding.

“Lepaskan aku!” Budi berteriak sambil berusaha keras menarik dirinya dari cengkraman tangan itu.

Rani segera meraih tangan Budi dan menariknya sekuat tenaga. Dengan susah payah, mereka berhasil melepaskan Budi dari tangan menyeramkan tersebut, namun suara-suara dari dalam dinding semakin keras, berubah menjadi jeritan-jeritan penuh kemarahan dan derita.

“Kita harus keluar dari sini!” Andi berteriak sambil melirik ke seluruh ruangan, mencari pintu keluar lain.

Namun, sebelum mereka bisa bergerak lebih jauh, sebuah bayangan besar melayang di atas mereka, memancarkan aura kelam yang membuat seluruh ruangan terasa lebih dingin. Bayangan itu tampak seperti sosok pria tinggi dengan mata merah menyala, menatap mereka dengan kebencian mendalam.

“Siapa kalian berani masuk ke dalam tempatku…” suara bayangan itu menggelegar, membuat lantai di bawah mereka bergetar.

“Kami… kami tidak bermaksud mengganggu,” Rani mencoba berbicara dengan suara bergetar. “Kami hanya ingin keluar dari sini.”

Sosok itu menggeram, suaranya penuh dendam. “Tidak ada yang bisa keluar setelah melihatku. Kalian akan tinggal di sini… untuk selamanya.”

Mira menangis ketakutan. “Tidak! Tolong, biarkan kami pergi!”

Andi mencoba bernegosiasi. “Kami… kami bisa membantu! Apa pun yang kau inginkan, kami bisa mencarikannya untukmu. Tolong, jangan sakiti kami.”

Bayangan itu tertawa dengan suara yang dalam dan mengerikan. “Yang kubutuhkan adalah jiwa… dan salah satu dari kalian akan menjadi tumbal.”

Rani memandang teman-temannya dengan panik. “Tidak! Kami tidak akan menyerahkan siapa pun.”

Tiba-tiba, bayangan itu bergerak cepat ke arah mereka, tangannya yang seperti kabut hitam meraih ke arah Andi. Andi tersentak mundur, tapi kakinya tersandung dan dia jatuh ke lantai. Sosok itu kini berdiri di atasnya, dengan tangan yang siap mencengkeramnya.

“Tidak!” Budi berteriak, mencoba menghadang sosok itu dengan tongkatnya.

Namun, begitu tongkat itu menyentuh bayangan, bayangan tersebut langsung mencair dan melilit tubuh Budi, membuatnya terjatuh ke lantai dengan wajah penuh ketakutan.

“Aku… aku tidak bisa bergerak!” teriak Budi, matanya penuh teror.

Rani segera menarik Mira dan Andi. “Kita harus berlari! Sekarang!”

Dengan sekuat tenaga, mereka berlari keluar dari ruangan itu, meninggalkan Budi yang masih terjebak dalam cengkraman bayangan. Teriakan Budi menggema di koridor, sementara mereka terus berlari tanpa menoleh ke belakang.

“Budi… kita meninggalkannya,” Mira menangis, tetapi Rani tetap menariknya.

“Kita akan kembali untuknya! Tapi kita harus mencari jalan keluar dulu,” jawab Rani dengan napas tersengal.

Namun, setiap kali mereka berbelok di koridor, mereka kembali ke tempat yang sama—tempat di mana jeritan Budi terdengar semakin lemah.

“Apa kita… tersesat?” Andi berbisik putus asa.

Rani menggeleng, meski dalam hatinya dia merasa sama takutnya. “Tidak. Ini hanya permainan rumah ini. Kita harus tetap kuat.”

Tiba-tiba, di ujung koridor, mereka melihat sosok perempuan yang sama dengan gaun putih compang-camping tadi. Namun kali ini, sosok itu tampak lebih nyata, matanya menatap penuh kesedihan dan tangannya terulur ke arah mereka, seolah meminta bantuan.

“Ayo… bantu aku,” sosok itu berbisik dengan suara parau.

Andi menatap Rani dengan tatapan ragu. “Apa… apa kita harus mengikutinya?”

Rani menelan ludah, tapi lalu mengangguk. “Mungkin dia yang bisa membantu kita keluar dari sini.”

Mereka berjalan perlahan menuju sosok itu, yang kemudian berbalik dan mulai berjalan dengan langkah lambat. Setiap kali mereka mendekat, sosok itu selalu melangkah lebih jauh, seolah mengarahkan mereka ke suatu tempat.

Namun, ketika mereka tiba di ujung koridor, sosok itu berbalik dan tersenyum, senyum yang tidak menyeramkan, melainkan penuh kesedihan.

Related chapters

  • Bayangan Dibalik Cermin   Terperangkap dalam Dunia Lain

    Saat sosok perempuan itu berbalik dan tersenyum, suasana yang tadinya penuh ketegangan seakan berubah menjadi lebih aneh dan misterius. Senyuman itu bukan senyuman biasa. Itu adalah senyuman penuh penderitaan, senyuman yang seolah berasal dari dunia lain. Mata sosok itu kosong, seperti melihat ke dalam jiwa mereka, dan tubuhnya bergerak dengan cara yang tidak manusiawi.Rani merasa ada yang salah, tetapi dia tidak bisa menghentikan dirinya untuk terus mengikuti sosok itu. Langkah mereka semakin lambat, tetapi tetap memaksa mereka bergerak maju, seolah ada kekuatan tak terlihat yang menarik mereka.Andi berbisik pelan, matanya tidak pernah lepas dari sosok itu. “Kita harus berhenti. Ada sesuatu yang tidak beres dengan dia.”Mira menggenggam tangan Rani, mencoba mencari kenyamanan di tengah ketegangan yang mencekam. “Apa yang sebenarnya kita cari di sini? Apa yang kita harapkan dengan mengikuti sosok ini?”“Entahlah,” jawab Rani dengan suara serak. “Tapi kita tidak punya pilihan lain.”

    Last Updated : 2024-11-06
  • Bayangan Dibalik Cermin   Mimpi Buruk

    Hening. Tidak ada suara, tidak ada cahaya. Hanya keheningan yang menyeramkan seolah-olah dunia ini telah kehilangan segala bentuk kehidupan. Di tengah kegelapan, Rani, Mira, dan Andi berdiri membeku, napas mereka terengah-engah, dada mereka terasa berat. Keputusasaan yang tak terjelaskan mulai menggerogoti hati mereka.“Dimana kita?” Mira berbisik, matanya berputar ke segala arah, mencoba menangkap secercah cahaya atau apapun yang bisa memberi mereka harapan. Tapi yang dia lihat hanya kekosongan.“Kita… terperangkap,” suara Andi parau, hampir tak terdengar. “Entah di mana, tapi aku merasa ini bukan tempat biasa.”Rani meremas tangannya sendiri, berusaha menenangkan jantungnya yang berdebar tak karuan. “Tidak mungkin… kita harus bisa keluar dari sini,” gumamnya, lebih untuk meyakinkan dirinya sendiri daripada yang lain. Tapi dalam hatinya, ia tahu mereka berada di luar batas dunia manusia.Langkah kaki terdengar di kejauhan, suara itu menggema, seolah ada sesuatu yang bergerak mendekat

    Last Updated : 2024-11-07
  • Bayangan Dibalik Cermin   Bayangan yang Mengintai

    Malam mulai merambat sunyi ketika Rani, Andi, dan Mira berjalan tertatih di jalan setapak yang gelap, tubuh mereka masih terasa gemetar setelah berhasil melarikan diri dari bangunan angker itu. Udara malam dingin mengiris kulit mereka, tapi ketiganya sama sekali tak merasakan kenyamanan atau ketenangan. Bayangan menakutkan dan ketegangan masih mengisi pikiran mereka, seolah sesuatu tak kasat mata terus mengintai dari balik kegelapan. “Gila… kita bener-bener hampir mati di dalam sana,” bisik Mira, suaranya bergetar. “Aku nggak mau ke tempat itu lagi, Rani. Sama sekali nggak.” Rani memandang Mira, menatap sahabatnya yang masih terisak ketakutan. Dia menggenggam tangan Mira, mencoba menenangkannya meski dalam dirinya sendiri masih diselimuti rasa takut. “Aku juga nggak, Mir… Tapi kita harus tenang sekarang. Yang penting, kita berhasil keluar,” kata Rani dengan suara lirih. Namun, Andi tampak cemas. “Kalian nggak ngerasa aneh, ya? Seolah-olah… kita masih diikuti.” Keduanya terdiam me

    Last Updated : 2024-11-08
  • Bayangan Dibalik Cermin   Tanda-Tanda Kutukan

    Keesokan harinya, Rani, Mira, dan Andi kembali ke rumah masing-masing, tetapi rasa gelisah terus membayangi mereka. Seperti yang dijanjikan, Rani mulai mencari tahu tentang dukun atau orang pintar yang bisa membantu mereka. Namun, setiap malam sejak pertemuan terakhir dengan makhluk itu, mereka diganggu oleh mimpi buruk yang sama.Rani membuka mata dengan tubuh penuh keringat di malam hari, rasa sesak masih mencekam dadanya. "Ya Tuhan… kapan semua ini akan berakhir?" gumamnya sambil mengatur napas.Tiba-tiba terdengar ketukan pelan di jendela kamarnya. Ketukan itu terdengar tidak biasa—lambat, namun penuh tekanan. Dengan perasaan ragu, Rani berjalan mendekati jendela, berharap itu hanya angin atau suara biasa.Namun, ketika dia mengintip melalui celah jendela, dia melihat wajah yang pucat dengan mata yang tampak seperti lubang kosong menatap langsung ke arahnya dari balik kaca. Wajah itu terlihat seperti wajah seseorang yang telah lama mati, kulitnya pucat

    Last Updated : 2024-11-09
  • Bayangan Dibalik Cermin   Teror di Tengah Malam

    Setelah ritual di rumah Dukun Ratna, Rani, Andi, dan Mira merasa sedikit lega. Namun, rasa takut yang dalam tidak sepenuhnya hilang. Bayangan yang pernah mereka lihat, bisikan yang terdengar, dan tatapan tajam makhluk itu masih menghantui pikiran mereka. Mereka berharap mimpi buruk ini telah berakhir, namun ternyata mereka salah besar.Malam itu, Rani duduk di ruang tamunya, menatap jendela yang gelap. Angin bertiup kencang di luar, membawa suara-suara aneh dari pepohonan yang bergoyang. Waktu menunjukkan pukul dua pagi, tapi Rani tidak bisa tidur. Hatinya masih gelisah, dan matanya seolah tidak mau terpejam. Hawa dingin menyelimuti ruangan, membuatnya semakin tak nyaman.Sementara itu, di rumahnya, Andi merasakan hal yang sama. Suara-suara aneh mulai terdengar dari dinding kamar, seperti ketukan dan bisikan yang samar namun mengerikan. Andi menyalakan lampu kamar dan duduk di sudut ruangan, tubuhnya gemetar. Dia mulai merasa seolah-olah ada sesuatu yang menatapnya dari bayang-bayang.

    Last Updated : 2024-11-11
  • Bayangan Dibalik Cermin   Bayang-Bayang Teror

    Suara lonceng gereja di kejauhan membangunkan Andi. Tubuhnya berkeringat dingin, dan napasnya masih terengah-engah. Dia mencoba meredakan degup jantungnya sambil berusaha mengingat mimpi buruk yang baru saja dialaminya. Namun, dia sadar bahwa itu bukan hanya mimpi; teror yang dialami semalam terasa sangat nyata. Bahkan ketika ia membuka mata, ruangan masih terasa dingin dan gelap.Di ujung kamar, bayangan hitam samar-samar terlihat bergerak, melintasi jendela. Andi mencoba mengabaikan dan merasionalisasi apa yang dilihatnya, tetapi kakinya bergetar, tubuhnya tak mampu berdiri.Ponselnya bergetar di atas meja samping, memancarkan sedikit cahaya yang menerangi ruangan. Itu pesan dari Mira."Mira? Jam segini?" Andi bergumam, membuka ponselnya dengan tangan yang gemetar.Mira: "Andi, kamu baik-baik saja? Aku nggak bisa tidur. Ada suara di luar rumahku."Andi membaca pesan itu dengan panik, merasa ada sesuatu yang tidak beres.Andi: "

    Last Updated : 2024-11-12
  • Bayangan Dibalik Cermin   Antara Hidup dan Mati

    Pagi yang seharusnya terang terasa kelam dan suram di sekitar rumah Dukun Ratna. Andi, Rani, dan Mira masih tergeletak di lantai ruang ritual, tubuh mereka menggigil setelah berhasil keluar dari kegelapan yang nyaris menelan mereka semalam. Matahari tampak samar tertutup kabut tebal, memberikan perasaan seolah hari itu pun enggan menyinari mereka. Andi merasakan berat di dadanya, seperti ada yang masih menghantui jiwanya. Ia mencoba mengingat detik-detik terakhir sebelum mereka pingsan, namun semuanya kabur. Hanya satu yang dia ingat: tawa sosok itu, menggema seakan tertanam di dalam pikirannya. Mira perlahan membuka matanya dan berusaha bangkit. "Apa yang barusan terjadi, Andi? Apa kita masih hidup?" Andi tidak langsung menjawab. Ia memegang pundak Mira, mencoba memberikan ketenangan meski dia sendiri pun ketakutan. "Aku... tidak tahu. Tapi yang pasti, kita harus keluar dari rumah ini." Rani, yang berdiri dengan wajah pucat, mengangguk setuju. "Benar. Rumah ini penuh dengan ha

    Last Updated : 2024-11-13
  • Bayangan Dibalik Cermin   Dalam Jeratan Dunia Lain

    Lorong-lorong gelap di sekitar Andi, Rani, dan Mira tampak semakin menyempit, seolah-olah rumah tua itu berubah bentuk untuk menjebak mereka di dalamnya. Bayangan-bayangan samar terus bergerak di sisi-sisi dinding, menampilkan wajah-wajah pucat dengan mata kosong yang mengikuti setiap langkah mereka."Kita harus bergerak cepat," bisik Andi, meskipun suaranya sendiri bergetar ketakutan. "Jika kita berhenti, mereka akan semakin mendekat."Rani mengangguk lemah, sementara Mira, yang masih terhuyung-huyung, mencoba menguatkan diri. "Aku... aku tidak yakin bisa melangkah lebih jauh. Rasanya seperti ada yang menghisap energi kita di sini."Suara-suara bisikan terdengar lagi di telinga mereka, bisikan halus yang menyebut nama mereka dengan nada mengerikan. Andi berusaha menutup telinganya, namun bisikan itu semakin keras, semakin nyata."Apa kalian mendengar itu?" bisik Mira, matanya mulai berkaca-kaca."Ya... sepertinya mereka tahu nama kita," jawab Rani sambil menggigil. "Bagaimana mungkin

    Last Updated : 2024-11-14

Latest chapter

  • Bayangan Dibalik Cermin   Terperangkap

    Malam itu, setelah peristiwa di perpustakaan, Andi dan Mira memutuskan untuk kembali ke apartemen Andi. Mereka merasa buku yang baru ditemukan itu mungkin adalah kunci untuk mengakhiri teror yang mereka alami. Namun, atmosfer di apartemen terasa semakin berat, seakan-akan mereka telah membawa sesuatu yang lebih gelap dari sebelumnya. “Andi, kita nggak bisa terus-terusan begini,” ujar Mira dengan suara serak. Ia duduk di sofa dengan tubuh gemetar, matanya terus mengawasi pintu depan. “Aku tahu, Mir. Tapi kita nggak punya pilihan lain. Kalau kita nggak mencari tahu lebih banyak, mereka nggak akan pernah berhenti.” Andi meletakkan buku tua itu di meja, membukanya perlahan-lahan. Buku itu dipenuhi simbol-simbol dan tulisan yang hampir tidak terbaca. Beberapa halaman bahkan terlihat seperti terbakar di tepinya. Mira menatap halaman itu dengan ngeri. “Kamu yakin ini bakal membantu kita? Gimana kalau malah memperburuk keadaan?” Andi menghela napas. “Aku nggak tahu. Tapi aku rasa, s

  • Bayangan Dibalik Cermin   Bayangan

    Setelah satu bulan berlalu sejak peristiwa menyeramkan yang menimpa mereka, Andi dan Mira akhirnya merasa lega. Kehidupan mereka perlahan kembali normal, meskipun bayangan malam itu masih sesekali menghantui pikiran mereka. Buku hitam yang menjadi pusat dari semua masalah itu telah mereka kubur di tempat yang jauh dari pemukiman. Namun, ada rasa khawatir yang tak pernah benar-benar hilang dari hati mereka.Hari ini, adalah hari pertama semester baru di universitas. Andi duduk di kursi kantin kampus, menyesap kopi sambil membaca catatan kuliahnya. Mira duduk di hadapannya, sibuk menulis sesuatu di buku jurnal kecilnya.“Kamu nggak merasa aneh?” tanya Mira tiba-tiba, memutus keheningan di antara mereka. “Aneh gimana?” balas Andi, tanpa mengalihkan pandangannya dari catatan. “Kayak... semuanya terlalu tenang. Setelah apa yang kita alami, aku merasa seharusnya hidup kita nggak akan pernah normal lagi.” Andi mendesah, meletakkan catatannya di meja. “Mungkin ini pertanda baik. Kita berha

  • Bayangan Dibalik Cermin   Akhir dari Kegelapan

    Suara tawa anak kecil yang menggema di sekitar rumah kayu tua itu membuat bulu kuduk Andi dan Mira berdiri. Udara di dalam ruangan tiba-tiba terasa lebih dingin, membuat napas mereka mengembun. Andi mencoba berpikir jernih, tetapi pikirannya terus-menerus terpecah oleh suara-suara aneh yang datang dari dinding dan lantai. “Dia masih di sini, Andi,” bisik Mira sambil bergetar, matanya terus memandang ke arah jendela. “Apa pun itu, dia nggak akan biarin kita pergi.”Andi menatap simbol-simbol bercahaya di dinding yang perlahan mulai redup. "Mungkin ada sesuatu yang kita lewatkan. Buku ini..." Ia membuka kembali buku hitam itu dan membalik halamannya dengan cepat, berharap menemukan jawaban.Mira menggenggam lengan Andi, suaranya penuh kepanikan. “Andi, kita nggak punya waktu! Lihat itu!” Dari luar jendela, sosok anak kecil itu berubah. Tubuhnya mulai memanjang, kulitnya merekah, memperlihatkan jaringan berdarah di bawahnya. Matanya menyala putih, sementara giginya yang tajam semakin

  • Bayangan Dibalik Cermin   Kebenaran

    Andi dan Mira berjalan dengan langkah berat, menggenggam satu sama lain seolah-olah itu adalah satu-satunya hal yang bisa membuat mereka tetap hidup. Hutan di sekitar mereka berubah semakin aneh—pohon-pohon seakan bergerak, bayangan gelap melintas di sudut mata mereka, dan suara langkah-langkah berat terdengar mengikuti mereka dari kejauhan.“Andi, apa ini akan pernah berakhir?” suara Mira bergetar. “Aku nggak yakin kita bisa keluar dari sini hidup-hidup.”Andi menelan ludah, mencoba mengusir rasa takut yang mulai menguasainya. “Kita harus bisa, Mira. Aku nggak akan biarin sesuatu menyakitimu. Kita sudah sejauh ini, dan kita nggak boleh berhenti.”Namun, langkah mereka terhenti tiba-tiba saat sebuah suara mendesing keras memenuhi udara. Suara itu menyerupai jeritan manusia, tetapi terlalu melengking untuk dianggap normal. Dari balik kabut, sesosok makhluk tinggi dengan tubuh kurus dan wajah memanjang muncul perlahan. Matanya menyala merah, dan tubuhnya bergerak dengan cara yang tidak

  • Bayangan Dibalik Cermin   Dia datang!

    Andi dan Mira mengikuti wanita tua itu tanpa banyak bertanya, meskipun hati mereka penuh kebingungan dan ketakutan. Suara langkah kaki mereka menggema di antara keheningan hutan, dan hanya sesekali terdengar suara lonceng kecil yang menggantung di tongkat wanita tersebut.“Andi,” bisik Mira, menatap punggung wanita tua di depan mereka. “Kita yakin mau ikut dia? Gimana kalau dia juga bagian dari semua ini?”Andi menoleh, berbisik pelan. “Kita nggak punya pilihan, Mira. Kalau kita tetap di sini tanpa petunjuk, kita pasti mati.”Mira tidak menjawab, hanya menggenggam lengan Andi lebih erat. Langkah mereka terus maju, melewati akar-akar pohon yang melilit seperti tangan yang ingin menjangkau mereka. Kabut di sekitar mulai menipis, tetapi itu justru membuat suasana semakin mencekam. Pohon-pohon besar dengan cabang-cabang menyerupai tangan mencakar langit berdiri angkuh di sekitar mereka.Wanita tua itu tiba-tiba berhenti. Ia mengangkat tongkatnya dan menancapkannya ke tanah. “Kita berhenti

  • Bayangan Dibalik Cermin   Persekutuan Gelap

    Andi dan Mira berjalan perlahan di tengah kabut yang semakin pekat. Hawa dingin menyelimut, dan suara-suara aneh terus terdengar di sekitar mereka. Langkah kaki mereka terasa berat, seolah tanah tempat mereka berpijak menyedot energi mereka. Suara geraman halus mulai terdengar dari kejauhan, membuat mereka berdua saling pandang dengan ketakutan.“Andi... aku nggak bisa. Rasanya... rasanya kakiku berat banget,” ujar Mira, tubuhnya gemetar hebat.Andi berhenti dan menoleh ke Mira. “Aku tahu ini sulit, tapi kita harus terus bergerak. Kalau kita berhenti, mereka akan menemukan kita.”Tiba-tiba terdengar suara tawa pelan, seperti suara anak kecil yang sedang bermain. Suara itu bergema, datang dari berbagai arah. Mira langsung mencengkeram lengan Andi dengan kuat.“Andi... itu suara apa?” bisiknya, suaranya hampir tak terdengar.Andi memandangi sekeliling, berusaha mencari asal suara. Namun, kabut terlalu tebal. “Aku nggak tahu, tapi kita nggak boleh berhenti. Ayo, Mira. Berdiri. Kita harus

  • Bayangan Dibalik Cermin   Pengorbanan yang Tertunda

    Angin malam semakin menusuk tulang. Andi dan Mira masih duduk di bawah pohon besar, tubuh mereka gemetar. Kejadian barusan masih membekas di pikiran mereka, seolah bayangan makhluk tanpa wajah dan suara raungannya terus menggema di udara. Pria tua itu berdiri tak jauh dari mereka, diam dengan tatapan dingin yang membuat suasana semakin mencekam.“Aku sudah bilang, kalian harus segera membuat keputusan,” kata pria tua itu pelan, tetapi nadanya penuh tekanan. “Semakin lama kalian menunda, semakin banyak arwah yang datang.”Mira memeluk lututnya, air matanya tak terbendung. “Aku nggak bisa, Andi. Aku nggak sanggup. Aku nggak mau mati di sini...”Andi menghela napas panjang, mencoba menenangkan pikirannya meskipun rasa takut terus menghantui. “Kita pasti bisa menemukan jalan lain. Aku nggak percaya bahwa pengorbanan itu satu-satunya cara. Pasti ada celah di semua ini.”Pria tua itu mendengus pelan, lalu mengetukkan tongkat kayunya ke tanah. “Kalian masih belum mengerti. Hutan ini adalah

  • Bayangan Dibalik Cermin   Pengorbanan

    Keheningan melingkupi gubuk kecil itu. Andi dan Mira hanya saling menatap dengan napas yang masih tersengal, mencoba mencerna ucapan pria tua di hadapan mereka. Pria itu tidak banyak bergerak, hanya memandangi keduanya dengan mata tajam yang terasa seperti menembus jiwa mereka. "Menyerahkan sesuatu yang paling berharga? Apa maksud Anda?" suara Mira terdengar lirih, nyaris berbisik. Pria tua itu memejamkan matanya sejenak, seperti mencoba mencari kata-kata yang tepat. "Hutan ini adalah batas antara dunia hidup dan mati. Siapa pun yang masuk tanpa izin harus membayar harga. Dan harga itu tidak murah." Andi bangkit dari duduknya, wajahnya merah penuh amarah. "Kami tidak pernah minta datang ke sini! Kami tersesat! Bagaimana bisa kami disuruh membayar sesuatu yang bahkan tidak kami pahami?!" Pria tua itu tetap tenang. Ia menunjuk Andi dengan tongkat kayunya. "Marah tidak akan mengubah takdirmu, Nak. Kalian sudah melangkah terlalu jauh. Kini pilihan kalian hanya dua: menyerahkan se

  • Bayangan Dibalik Cermin   Rantai Kengerian

    Andi dan Mira, masih terengah-engah, bersandar di sebatang pohon besar di tepi danau. Tubuh mereka basah kuyup dan menggigil, bukan hanya karena dinginnya air, tetapi juga ketakutan yang mencengkram mereka."Apa yang terjadi tadi, Mira? Apa sebenarnya tempat ini?" Andi akhirnya membuka suara, meski suaranya parau dan hampir tak terdengar. Mira menggeleng perlahan, wajahnya pucat. "Aku... aku juga nggak tahu, Andi. Semua ini nggak masuk akal. Kita berenang ke tengah danau, tapi malah muncul makhluk-makhluk itu." "Makhluk? Mereka... mereka seperti mayat hidup." Andi memejamkan matanya sejenak, berusaha menghapus bayangan tangan-tangan dingin yang mencengkeramnya di dalam air. Namun, percakapan mereka terhenti ketika suara tawa pelan mulai terdengar di kejauhan. Tawa itu rendah, teredam, tetapi cukup jelas untuk membuat bulu kuduk mereka berdiri. Andi langsung berdiri, menarik Mira ke sampingnya. "Kau dengar itu, kan?" Mira mengangguk, wajahnya semakin tegang. "Tawa... tawa siapa

DMCA.com Protection Status