Rani memimpin teman-temannya kembali ke ruangan tempat mereka menemukan boneka. Setiap langkah terasa berat, seolah kegelapan menempel pada mereka, meresap ke dalam jiwa. Andi, yang berada di belakang, merasakan ada sesuatu yang mengikuti mereka. “Aku tidak suka dengan suasana di sini. Seperti ada yang memperhatikan kita,” bisiknya.
“Jangan berpikir yang aneh-aneh, Andi!” Mira membalas, suaranya bergetar. “Kita harus fokus. Kita sudah hampir sampai.” Ketika mereka tiba di ruangan itu, Rani berusaha menenangkan teman-temannya. “Ingat, kita harus tetap bersatu. Kita bisa mengatasi ini.” Budi melihat ke sekeliling, matanya berusaha menangkap setiap detail. “Coba kita cari tahu lebih banyak tentang sosok itu. Mungkin ada petunjuk yang bisa membantu kita,” ujarnya. “Baik. Kita harus melihat kotak kayu yang kita temukan,” Rani menjawab, berusaha mengingat di mana mereka meninggalkannya. “Di sinilah kita menemukan benda-benda aneh itu.” Mereka bergegas menuju tempat di mana kotak kayu itu tergeletak. Rani meraihnya dan membuka tutupnya. Di dalamnya, ada beberapa benda tua—sebuah kalung, sebuah boneka yang tampak rusak, dan sebuah buku kecil. “Apa ini?” Rani bertanya, mengangkat buku itu. “Sepertinya ada tulisan di sini.” “Coba baca!” Mira menyuruh, mendekat untuk melihat lebih jelas. “Mungkin ada informasi yang bisa membantu kita.” Rani membuka halaman buku yang berdebu dan mulai membaca dengan suara pelan. “Kisah seorang gadis yang terperangkap dalam kegelapan… Dia terikat oleh kesedihan dan kehilangan, tidak bisa menemukan jalan pulang.” Rani membaca sambil merasakan hawa dingin menyelimuti mereka. “Dia... dia perlu mengorbankan sesuatu yang paling dia cintai untuk mendapatkan kebebasan.” “Berarti kita harus menemukan apa yang dia cintai!” Budi berkata, nada suaranya tegang. “Tapi apa itu? Kita tidak tahu apa-apa tentang dia.” “Bisa jadi boneka ini,” Rani menunjuk boneka yang rusak itu. “Dia tampak sangat penting. Mungkin dia pernah milik gadis itu.” “Coba kita periksa lebih lanjut,” Andi berkata, mengambil boneka itu dan memeriksa setiap detailnya. “Ada sesuatu yang aneh dengan boneka ini. Seperti ada energi yang terhubung.” Mira merasakan ketegangan. “Tapi bagaimana kita bisa menggunakan ini untuk melawan sosok itu? Dia jelas lebih kuat daripada kita.” Rani berusaha untuk tetap optimis. “Mungkin kita bisa memanggil gadis itu. Jika dia bisa mendengar kita, mungkin dia bisa membantu kita keluar dari sini.” “Bagaimana cara memanggilnya?” tanya Budi skeptis. “Kita tidak tahu apa-apa tentang dia.” “Cobalah, Rani!” Mira menambahkan. “Kita tidak punya pilihan lain. Kita sudah terjebak di sini.” Rani mengangguk, mengambil napas dalam-dalam dan memegang boneka itu erat-erat. “Hai, jika ada siapa pun di sini, kami memanggilmu! Kami ingin membantu! Kami ingin tahu bagaimana caramu keluar dari tempat ini!” Setelah beberapa detik, tidak ada jawaban. Rani merasa cemas. “Apa yang harus kita lakukan?” “Tunggu!” Andi berteriak, menatap boneka itu. “Apakah kalian merasakan itu? Sepertinya ada getaran dari boneka!” Rani memperhatikan boneka yang sepertinya bergetar di tangannya. “Apa ini? Apa kamu di sini?” Tiba-tiba, cahaya dari boneka memancar, dan sosok samar muncul di depan mereka—gadis muda dengan pakaian putih yang kumuh. Wajahnya penuh kesedihan, dan matanya terlihat kosong. “Kau memanggilku?” tanyanya, suaranya lembut tetapi terdengar mengerikan di telinga mereka. “Kami… kami tidak bermaksud mengganggu,” Rani berkata, terpesona oleh kehadiran sosok itu. “Kami ingin membantu kamu keluar dari sini!” Gadis itu menatap mereka, tampak bingung. “Bantu? Kenapa? Kalian tidak bisa menyelamatkan diriku. Aku terikat di sini karena kesalahanku sendiri.” “Kami tidak akan meninggalkanmu!” Mira berkata dengan penuh semangat. “Kami semua terjebak di sini, dan kami perlu menemukan cara keluar!” Gadis itu terdiam sejenak, kemudian tersenyum samar. “Kalian benar. Jika kalian membantu aku, mungkin kalian juga bisa menemukan jalan keluar. Tapi ada risiko.” “Apa risikonya?” tanya Budi, merasa ragu. “Dia tidak akan membiarkan kalian pergi dengan mudah,” jawab gadis itu. “Sosok itu akan melakukan apa pun untuk menjaga ku tetap terkurung di sini.” “Anda tidak perlu khawatir,” Rani meyakinkan. “Kami akan melawan apa pun yang datang. Kami tidak takut!” Sosok itu mengangguk, tapi terlihat ragu. “Kau harus siap. Jika kalian ingin melawan kegelapan ini, kalian harus menemukan kekuatan di dalam diri kalian.” “Apakah ada cara untuk membebaskanmu?” Andi bertanya. “Apa yang harus kita lakukan?” “Bawa aku kembali ke tempat di mana aku terikat,” jawab gadis itu. “Di sana, aku bisa membantu kalian memahami kekuatan yang dimiliki tempat ini.” Mereka mengangguk, saling berpegangan tangan untuk memberi dukungan satu sama lain. “Kami akan membawamu ke sana,” Rani berkata, suaranya penuh tekad. “Ayo, kita tidak punya banyak waktu!” Mereka bergegas menuju tempat di mana mereka pertama kali bertemu dengan sosok misterius. Namun, saat mereka melangkah ke lorong, suara langkah kaki bergetar di belakang mereka. “Itu dia!” Mira berteriak, panik. “Kita harus cepat!” Sosok itu muncul kembali, kali ini tampak lebih marah dan mengerikan. “Kau pikir bisa mengalahkanku? Kalian tidak akan pernah pergi!” “Rani! Ayo, cepat!” Budi berteriak, menarik Rani untuk berlari lebih cepat. Gadis itu berlari di samping mereka, membimbing mereka ke arah yang tepat. “Jangan takut! Dia hanya mencoba menakut-nakuti kalian!” Mereka mencapai tempat di mana sosok itu pertama kali muncul. Rani merasa jantungnya berdegup kencang. “Di sini! Apa yang harus kita lakukan?” Gadis itu mengangkat tangan, mengeluarkan energi dari dalam dirinya. “Kalian harus bersatu. Kami perlu mengeluarkan kekuatan dari dalam diri kalian. Panggil namaku dan ucapkan keinginan kalian untuk melawan!” Rani menggenggam tangan teman-temannya, lalu berteriak, “Kami memanggilmu! Kami ingin melawan kegelapan ini! Bantu kami!” Saat mereka mengucapkan kata-kata itu, cahaya mulai bersinar dari masing-masing tangan mereka, memancarkan energi yang kuat. Sosok misterius tampak semakin marah. “Tidak! Ini tidak mungkin!” Cahaya itu semakin membesar, dan gadis itu berteriak, “Sekarang, fokuskan kekuatan kalian dan tunjukkan pada dia bahwa kalian tidak akan menyerah!” “Berhenti!” Rani berteriak. “Kami tidak akan membiarkanmu menguasai kami!” Cahaya semakin kuat, membentuk sebuah lingkaran di sekitar mereka. Sosok itu mencoba merangsek maju, tetapi terhalang oleh cahaya yang memancar. “Kau tidak bisa melakukannya! Kalian tidak tahu betapa kuatnya aku!” “Jangan biarkan dia mempengaruhi kita!” Mira berteriak. “Kita bisa mengalahkannya!” Dengan penuh semangat, mereka terus memusatkan energi, dan cahaya itu mulai membentuk sosok gadis yang mereka panggil. Gadis itu tampak semakin kuat, wajahnya bersemangat dan penuh harapan. “Bersama kita bisa mengalahkan kegelapan ini!” dia teriak, bergabung dengan cahaya yang dipancarkan Rani dan teman-temannya. Sosok itu semakin marah, menggeram dengan suara yang mengguncang dinding. “Kalian tidak akan pernah bisa melawanku! Aku adalah kegelapan!” “Tapi kita adalah harapan!” Rani berteriak, dan semua bergandeng tangan, menciptakan kekuatan yang semakin kuat. “Sekarang!” gadis itu berteriak. “Kirimkan kegelapan kembali ke tempatnya!” Mereka semua mengangkat tangan, memusatkan energi mereka. “Kegelapan, pergi dari sini! Kami tidak akan membiarkanmu mengendalikan kami!” Cahaya membesar dan melesat ke arah sosok itu, membuatnya terhuyung mundur. Suara jeritan terdengar, dan sosok itu merintih saat cahaya menyelimuti dirinya, menariknya ke dalam kegelapan. “Tidak! Ini tidak mungkin!” Dalam sekejap, sosok itu lenyap dalam cahaya, dan keheningan menyelimuti ruangan. Rani dan teman-temannya terengah-engah, menatap satu sama lain dengan rasa lega dan kemenangan. “Kita berhasil!” Mira berseru, dan mereka semua saling berpelukan. Namun, saat mereka merayakan kemenangan itu, Rani merasakan ada sesuatu yang masih mengganjal. “Tapi, gadis itu… Apakah dia selamat?” “Dia harusnya baik-baik saja,” Andi menjawab, namun wajahnya tampak cemas. “Kita harus menemukan cara untuk membawanya pulang.” “Benar,” Rani setuju. “Kita tidak bisa meninggalkannya di sini.” Saat mereka berpaling ke arah tempat di mana gadis itu sebelumnya berdiri, mereka melihat cahaya samar berkilau, seolah memberi harapan baru. “Dia masih ada di sini,” Budi berkata, menunjuk ke arah cahaya itu. “Dia pasti akan selalu bersama kita.” Dengan rasa harapan yang baru, mereka melangkah maju, bersatu untuk mencari jalan keluar dari kegelapan yang mengintai, menyadari bahwa perjalanan mereka belum sepenuhnya berakhir.Setelah berhasil mengusir sosok kegelapan, Rani dan teman-temannya merasa sedikit lebih tenang, tetapi ketegangan masih terasa di udara. Mereka berdiri di tengah ruangan yang kini sunyi, mengingat kembali sosok gadis yang telah membantu mereka. Rani menggenggam boneka yang rusak dengan erat, berpikir tentang bagaimana cara membantu gadis itu lebih lanjut.“Jadi, apa langkah kita selanjutnya?” tanya Mira, menyapu pandangan ke sekeliling ruangan yang gelap. “Kita sudah mengalahkan sosok itu, tapi rasanya belum aman.”“Ya, kita perlu mencari tahu lebih lanjut tentang tempat ini,” Rani menjawab, suaranya penuh tekad. “Mungkin ada petunjuk lain yang bisa membantu kita memahami apa yang terjadi di sini.”“Setuju. Kita tidak bisa tinggal diam,” Budi menambahkan, terlihat gelisah. “Kita tidak tahu kapan kegelapan itu akan kembali.”Andi mengangguk, tetapi wajahnya masih tampak cemas. “Tapi kita harus hati-hati. Kita sudah melihat betapa berbahayanya tempat ini.”“Berhenti berpikir yang aneh-a
Rani dan teman-temannya terengah-engah, masih terpengaruh oleh pertempuran mereka melawan kegelapan yang menakutkan. Mereka berdiri di tengah ruangan, mengatur napas sebelum melanjutkan pencarian mereka. Rani memeriksa tongkat yang sebelumnya ia gunakan, berharap benda itu masih memiliki kekuatan.“Sekarang kita harus mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi di sini,” Rani berkata, suaranya penuh tekad. “Kita tidak bisa hanya mengandalkan keberanian semata.”“Setuju. Kita perlu mendapatkan lebih banyak informasi,” Andi menjawab, menatap ke arah tumpukan buku yang masih tergeletak di atas meja. “Mungkin ada sesuatu di buku-buku itu yang bisa membantu kita.”Mira melangkah lebih dekat ke meja dan mulai membuka buku-buku satu per satu. “Ini semua tampaknya tentang ritual kuno,” katanya, suaranya sedikit bergetar. “Tapi sulit untuk memahami semuanya.”“Coba kita fokus pada bagian yang menyebutkan tentang sosok-sosok yang kita lihat tadi,” Budi menyarankan, mengamati halaman-halaman buku.
Setelah berhasil mengusir sosok-sosok kegelapan sementara, Rani dan teman-temannya berkumpul kembali di salah satu sudut ruangan. Rasa lega sebentar tadi kini berubah menjadi ketakutan baru saat mereka menyadari bahwa mereka masih belum keluar dari rumah mengerikan ini. "Jadi, apa yang kita lakukan sekarang?" tanya Mira dengan suara bergetar. Tangannya masih gemetar, dan dia memeluk dirinya sendiri seolah berusaha menenangkan diri. “Kita harus menemukan ‘Refleksi Kegelapan’ itu,” jawab Rani. “Sepertinya itu satu-satunya jalan keluar kita.” “Ya, tapi... di mana kita bisa menemukannya?” Andi menimpali, matanya menyapu sekeliling ruangan yang remang. “Tempat ini seperti labirin. Apa kita tahu ke mana harus pergi?” Budi, yang masih memegang tongkat, melangkah ke depan. “Aku rasa, kita harus tetap bersama dan mencari ruangan lain. Jangan berpencar.” Mereka semua mengangguk setuju, meski rasa takut masih jelas terlihat di wajah masing-masing. Saat mereka melangkah keluar, koridor yang
Mereka berhasil keluar dari ruang bawah tanah, namun rasa lega itu tidak berlangsung lama. Rumah itu, dengan segala kegelapannya, seakan memiliki keinginan sendiri untuk menahan mereka.Andi membuka ponsel dan melihat waktu, lalu mengerutkan dahi. “Hei, ini… waktu di ponselku berhenti.”Mira mengerutkan kening. “Berhenti? Maksudmu mati?”Andi menggeleng, menunjukkan layarnya yang masih menyala. “Bukan mati, tapi jamnya nggak bergerak. Tadi aku ingat pukul 11:45, tapi ini masih di waktu yang sama.”Rani mendesah. “Rumah ini benar-benar aneh. Waktu di sini mungkin memang tidak berjalan seperti biasanya.”Tiba-tiba, terdengar suara berbisik dari lorong depan, suara yang samar, tapi jelas bukan suara mereka. Semua langsung menghentikan langkah dan saling berpandangan. Suara itu terdengar seperti seseorang yang berbicara dalam nada penuh penderitaan, namun kata-katanya tak bisa mereka pahami.Mira menelan ludah. “Apa… kalian dengar itu?”Budi mengangguk, wajahnya semakin pucat. “Jangan-jan
Saat sosok perempuan itu berbalik dan tersenyum, suasana yang tadinya penuh ketegangan seakan berubah menjadi lebih aneh dan misterius. Senyuman itu bukan senyuman biasa. Itu adalah senyuman penuh penderitaan, senyuman yang seolah berasal dari dunia lain. Mata sosok itu kosong, seperti melihat ke dalam jiwa mereka, dan tubuhnya bergerak dengan cara yang tidak manusiawi.Rani merasa ada yang salah, tetapi dia tidak bisa menghentikan dirinya untuk terus mengikuti sosok itu. Langkah mereka semakin lambat, tetapi tetap memaksa mereka bergerak maju, seolah ada kekuatan tak terlihat yang menarik mereka.Andi berbisik pelan, matanya tidak pernah lepas dari sosok itu. “Kita harus berhenti. Ada sesuatu yang tidak beres dengan dia.”Mira menggenggam tangan Rani, mencoba mencari kenyamanan di tengah ketegangan yang mencekam. “Apa yang sebenarnya kita cari di sini? Apa yang kita harapkan dengan mengikuti sosok ini?”“Entahlah,” jawab Rani dengan suara serak. “Tapi kita tidak punya pilihan lain.”
Hening. Tidak ada suara, tidak ada cahaya. Hanya keheningan yang menyeramkan seolah-olah dunia ini telah kehilangan segala bentuk kehidupan. Di tengah kegelapan, Rani, Mira, dan Andi berdiri membeku, napas mereka terengah-engah, dada mereka terasa berat. Keputusasaan yang tak terjelaskan mulai menggerogoti hati mereka.“Dimana kita?” Mira berbisik, matanya berputar ke segala arah, mencoba menangkap secercah cahaya atau apapun yang bisa memberi mereka harapan. Tapi yang dia lihat hanya kekosongan.“Kita… terperangkap,” suara Andi parau, hampir tak terdengar. “Entah di mana, tapi aku merasa ini bukan tempat biasa.”Rani meremas tangannya sendiri, berusaha menenangkan jantungnya yang berdebar tak karuan. “Tidak mungkin… kita harus bisa keluar dari sini,” gumamnya, lebih untuk meyakinkan dirinya sendiri daripada yang lain. Tapi dalam hatinya, ia tahu mereka berada di luar batas dunia manusia.Langkah kaki terdengar di kejauhan, suara itu menggema, seolah ada sesuatu yang bergerak mendekat
Suasana malam itu gelap dan sunyi, hanya suara angin yang berdesir di antara pepohonan di sekitar rumah tua yang sudah lama ditinggalkan. Rumah itu terletak di pinggiran desa, jauh dari keramaian. Ketika Rani dan teman-temannya—Budi, Mira, dan Andi—menginjakkan kaki di halaman rumah, mereka merasakan aura aneh yang mengelilingi bangunan tersebut."Kenapa kita harus ke sini, sih?" tanya Mira, sambil menggigit bibirnya. "Tempat ini bikin aku merinding.""Ah, kamu lebay! Ini kan hanya rumah kosong. Kita cuma mau eksplorasi sedikit," jawab Rani, berusaha terdengar optimis. "Lagipula, ini akan jadi cerita seru untuk diunggah ke media sosial."“Setuju!” Budi mengangguk. “Ayo, kita masuk.”Dengan sedikit rasa ragu, mereka semua memasuki rumah tua itu. Pintunya berderit pelan saat terbuka, mengeluarkan aroma lembap dan debu yang menempel di setiap sudut. Budi menyalakan senter yang dibawanya, dan cahaya kuning temaram menyinari interior yang suram."Jangan bilang kalian percaya mitos tentang
Suara jeritan Mira menggema di dalam rumah tua yang gelap saat sosok misterius itu melangkah lebih dekat. Kegelapan semakin menyelimuti mereka, menciptakan suasana mencekam yang membuat jantung mereka berdegup kencang. “Rani! Apa yang harus kita lakukan?” tanya Budi dengan suara bergetar, matanya melebar karena ketakutan. “Kita tidak bisa tetap di sini!”“Aku—aku tidak tahu!” Rani menjawab dengan napas yang tersengal. “Tapi kita tidak bisa membiarkan dia menangkap kita!”Andi melihat sekeliling, berusaha mencari jalan keluar. “Coba cari pintu lain! Mungkin ada cara untuk melarikan diri!”Saat mereka berlari ke sudut ruangan, sosok itu berbicara dengan suara dalam dan menyeramkan. “Kau tidak akan bisa melarikan diri. Tempat ini adalah milikku, dan kalian sudah terjebak di dalamnya.”“Siapa kau?” tanya Rani, berusaha berani meski hatinya bergetar. “Kenapa kau menghalangi kami?”“Aku adalah bayangan dari apa yang hilang,” jawab sosok itu sambil tersenyum sinis, matanya bersinar merah da