Share

Bab 3

Ronald, kamu menganggap semua ini bawa sial ya? Itu istri dan anakmu sendiri!

Aku hanya bisa menyaksikan dengan penuh penyesalan. Ingin sekali rasanya aku meraih kerah bajunya untuk bertanya, tetapi aku hanya bisa menjadi penonton yang malang.

Dokter mencegatnya dan memintanya untuk membayar biaya kremasi, tapi ibu mertuaku langsung marah. "Lihatlah rumah sakit nggak bermoral ini! Kalian malah mungut biaya sembarangan sama kami. Ini jelas-jelas pemerasan!"

Ronald mengerutkan keningnya dengan samar-samar, tapi aku sangat mengenal setiap ekspresinya. Ini adalah tanda bahwa dia merasa jijik. Tak kusangka, ternyata dia juga bisa merasa jijik pada ibunya sendiri.

Sekarang ini, uang bukan lagi masalah bagi Ronald. Dia hanya ingin menyelesaikan semuanya secepatnya. Oleh karena itu, dia hanya mengeluarkan beberapa lembar uang kertas tanpa memedulikan siapa yang dibayarnya.

"Pak Ronald, mengenai Bu Sheny ...."

Sesuai dugaan, Ronald lagi-lagi memotong perkataan dokter, "Aku nggak punya kesabaran untuk main-main beginian. Suruh dia tahu diri saja."

Ronald menyipitkan matanya melihat jari yang terulur dari tubuhku. Di sana ada cincin pernikahan yang dia berikan padaku. Saat itu, harga cincin itu tidak lebih dari empat juta rupiah. Jantungku berdebar-debar dengan penuh harap. Mungkin saja, Ronald akan mengenali cincin itu!

"Dasar murahan."

Rohku merasakan kepedihan yang mendalam seakan tersayat-sayat.

....

Perusahaan Ronald kini menghadapi krisis keuangan terbesar kedua sejak didirikan. Krisis terbesar pertama yang dialaminya waktu itu adalah karena ayahku.

Saat itu, Ronald baru saja dicampakkan oleh Willianti. Aku yang tidak sabaran segera mendekatinya dan menjadi wanita penghibur demi dirinya dengan mempertaruhkan harga diriku.

Ayahku marah besar dan membuat keributan di hadapan media. Karena itulah, ibu mertuaku mulai membenciku dan menganggapku sebagai pembawa sial bagi Ronald. Saat itu, Ronald juga bersikap sangat dingin padaku.

"Kalau bukan karena kamu, semua kerja kerasku nggak akan sia-sia! Sheny, pantas saja nggak ada yang mencintaimu!"

Hanya saja, mereka tidak tahu bahwa aku sampai mengancam ayahku dengan kematian demi membantu Ronald. Ayahku yang hanyalah seorang pekerja biasa, akhirnya mengumpulkan ratusan juta demi modal usaha Ronald.

....

Tiba-tiba, Willianti berjalan masuk ke kantor sambil menangis. Dia terkejut melihat kotak makanan yang dilempar Ronald.

"Makanan sampah begini berani dikirim ke kantor? Ganti sama makanan dari restoran yang dulu!" bentak Ronald dengan marah. Asistennya hanya bisa menjawab dengan suara gemetaran karena takut berkata jujur.

Ronald menderita penyakit lambung. Oleh karena itu, aku selalu mempelajari resep masakan hanya demi membuatnya makan lebih banyak. Tak kusangka, aku tidak bisa memenangkan hatinya saat masih hidup, tapi malah bisa membuatnya merindukan masakanku setelah aku meninggal.

"Kak Ronald, biar aku saja yang masak untukmu!" pungkas Willianti sambil berlinang air mata. Wajahnya terlihat begitu polos dan murni.

Ronald memegang tangannya dengan lembut sambil memijatnya dengan hati-hati. "Tanganmu nggak seharusnya melakukan hal-hal seperti ini."

Aku hampir saja tertawa mendengarnya. Lalu memangnya aku dilahirkan untuk jadi tukang masak?

Ronald sibuk hingga kelelahan, tapi akhirnya dia sempat pulang ke rumah. Di rumah, semuanya masih sama seperti sebelumnya. Di atas meja masih ada bunga yang kuletakkan sebelum meninggal, di balkon masih ada pakaian yang kujemur, bahkan di dalam kulkas masih ada makanan yang kusiapkan untuknya.

Sayangnya, Ronald tidak pernah menganggapku sama sekali. Bahkan, makanan yang kumasakkan untuknya baru bisa sampai ke tangannya melalui sang asisten. Dilihat dari semua ini, jelas sekali bahwa dia memang tidak pernah mencintaiku.

"Sheny, nggak usah sembunyi lagi. Kalau aku sudah mengalah, seharusnya kamu tahu diri."

Ronald berbicara pada udara, tetapi tidak ada jawaban sama sekali. Aku selalu memperlakukan Ronald dengan baik. Mana pernah dia mengalami penghinaan seperti ini?

Karena marah besar, dia mulai menghancurkan semua benda yang berhubungan denganku. Bunga yang kutanam dicabut sampai akarnya, pakaian yang kujemur dibuang begitu saja ke lantai, bahkan makanan di kulkas juga dibuang ke tempat sampah.

Setelah melampiaskan amarahnya, dia menekan nomor teleponku dan berkata bahwa dia akan memberiku satu kesempatan lagi.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status