PEDANG di tangan Seta yang sudah terayun mendadak berhenti. Menggantung di udara, hanya satu jengkal di atas kulit leher Ranajaya. Lelaki bercambang bauk lebat yang sudah pasrah itu jadi bernapas lega.
Sementara Seta sontak palingkan kepala ke arah mulut gua. Suara teriakan tadi berasal dari sana. Keningnya langsung berkerut dalam sewaktu melihat siapa saja yang masuk.
Tak kurang dari sepuluh lelaki memasuki gua. Satu orang berjalan duluan di depan, agaknya bertindak sebagai pemimpin. Sedangkan yang lainnya mengikuti di belakang lelaki tersebut.
Dari tampilan mereka, sang wira tamtama tahu betul orang-orang yang baru datang tersebut adalah para prajurit Jenggala seperti dirinya.
"Ada apa ini? Mengapa tiba-tiba ada banyak prajurit di tempat ini?" batin Seta bertanya-tanya.
Lelaki yang paling depan adalah seorang berusia kisaran tiga puluhan tahun. Berwajah cakap, badannya tegap, dengan dada bidang dan pe
DENGAN kepala masih diliputi keheranan, Seta mau tak mau ladeni empat prajurit yang menyerangnya. Segunung pertanyaan yang muncul di benak harus dibenamkannya dalam-dalam.Sementara itu empat mata pedang yang terarah ke tubuh Seta semakin mendekat. Terarah pada empat bagian berbeda. Yakni dada, perut, punggung, dan batang leher.Keempatnya merupakan sasaran mematikan. Serta datang dari empat penjuru mata angin sekaligus! Berkelebat cepat mengeluarkan suara berkesiau nan menggidikkan.Wuttt! Wuttt!Seta tentu saja tak mau mati konyol. Sembari menggeram kasar tangannya bergerak cepat. Lalu, sret! Ia kembali mencabut pedang yang tergantung di pinggang.Dalam satu gerakan cepat sang prajurit bergerak memutar. Pedang di tangannya digerakkan sedemikian rupa membentuk tameng. Mementahkan semua sambaran pedang yang menuju ke tubuhnya.Trang! Trang! Trang!Suara berdentrangan keras menggema
TANPA perlawanan lagi Seta akhirnya berhasil diringkus. Setelah dikeluarkan dari dalam jaring perangkap, kedua tangan sang wira tamtama diikat kencang-kencang ke belakang tubuh.Seisi gua lantas digedelah. Apa-apa yang dirasa terkait dengan komplotan Ranajaya dibawa sebagai barang bukti. Sedangkan anak buah lelaki tersebut dibawa semuanya, termasuk mereka-mereka yang terluka.Setelah itu barulah para prajurit Jenggala itu bergerak keluar dari gua. Terus turun melintasi air terjun. Lalu berarak menyusuri jalan setapak di sela-sela semak belukar.Seta yang menjadi tawanan ditempatkan bersama-sama Ranajaya dan anak buahnya. Membuat sang prajurit merutuk panjang-pendek di dalam hati."Sial! Seharusnya lelaki jahanam itu sudah mati di tanganku tadi. Yang terjadi kemudian malah begini. Dasar bodoh!" makinya pada diri sendiri.Sepanjang perjalanan itu Seta harus menahan kesal. Pasalnya ia berjalan tepat di bel
TUMPUKAN kulit padi yang terserak di lantai dengan mudah terlalap api. Gabah yang disusun tinggi kemudian ikut terbakar. Dengan cepat kobaran api pun membesar. Melalap apa saja yang ada di sana.Seta menjadi tegang. Benda panas kemerahan tahu-tahu saja sudah melingkar di sekelilingnya. Hawa panas menyengat seketika menyergap kulit sang prajurit. Keringatnya bercucuran deras.Sementara di tempat lain, Ranajaya tampak menyeringai lebar. Tatapan matanya menyorotkan kesenangan yang berbalut kebengisan. Lalu tawa lelaki bercambang bauk itu pecah membelah keheningan malam."Tolong! Tolong aku!" jerit Seta ketika api mulai merayap, membakar sekujur tubuhnya.Sang prajurit coba gerakkan tangannya yang terikat erat, namun sia-sia. Anehnya, kakinya yang tak terikat tiba-tiba saja menjadi lemah. Tak dapat pula digerakkan.Ketakutan merayapi diri Seta. Bukan karena menyadari dirinya bakal mati terbakar. Lebih-lebih
BENAR dugaan Seta. Tak lama kemudian muncul beberapa sosok di tempat tersebut. Mereka berhenti tepat di hadapan ruang tahanan Seta.Seta sontak berdiri. Sepasang matanya memandang tak berkesip pada sosok-sosok tersebut. Yang tak lain beberapa orang prajurit, dipimpin seorang perwira rendah."Buka!" seru perwira rendah tersebut dengan kasar. Memberi perintah pada prajurit yang bersamanya.Salah seorang prajurit melangkah maju. Tangannya yang memegang kunci bergerak. Membuka gembok pada pintu ruang tahanan. Diiringi suara berisik nyaring beradunya logam.Belum sepenuhnya pintu ruang tahanan terbuka, perwira rendah tadi sudah masuk ke dalam."Ah, Seta! Sungguh tidak aku sangka ternyata kau benar-benar masih hidup," ujar perwira rendah tersebut begitu berada di hadapan Seta.Yang diajak bicara beri sikap menghormat. Bagaimanapun Seta hanyalah seorang wira tamtama, sedangkan orang di hadapannya it
AKIBAT terlalu sibuk mencari-cari pedangnya yang entah di mana, Seta menjadi lengah. Sambaran pedang dua prajurit di hadapannya semakin dekat. Terlihat sulit dihindari.Untung saja kesadaran Seta pulih di saat yang tepat. Sejengkal lagi mata tajam dua pedang menggores kulitnya, sang wira tamtama Jenggala cepat lengkungkan punggung ke belakang. Diturunkan serendah mungkin.Wuutt! Wuutt!Sambaran dua pedang hanya menemui udara kosong. Lewat satu jengkal di atas perut Seta.Sang prajurit lantas ulurkan kedua tangannya, mencapai lantai ruangan. Dalam sekali sentak, tubuhnya kemudian berjungkir balik menjauhi lawan.Sembari berjungkir balik begitu, kedua kaki Seta dihantamkan ke depan. Menendang pergelangan tangan dua prajurit yang masih terbengong-bengong karena serangan mereka meleset.Des! Des!“Aaaa!”Yang ditendang berseru kaget. Tubuh mereka sontak terjajar
MELIHAT empat prajurit yang dibawanya dirobohkan Seta, si perwira rendah jadi menggeram marah. Kedua tangannya dilipat ke pinggang. Tatapan matanya nyalang memerah menatap sang wira tamtama.Meski demikian diam-diam perwira rendah tersebut memuji di dalam hati. Mau tak mau ia harus mengakui jika kemampuan Seta sudah meningkat pesat.“Hmm, rupanya dia menghilang selama ini untuk memperdalam kemampuan olah kanuragan. Pantas saja empat prajurit pilihan yang aku bawa tadi dapat dikalahkannya,” batin perwira rendah tersebut.“Benar perkiraanku. Adalah keputusan bodoh tidak langsung menghabisinya saat berada di Gua Selogiri waktu itu. Prajurit satu ini bisa jadi duri dalam daging bagi rencanaku!” tambah sang perwira rendah.Sementara itu Seta melangkah mendekat. Lalu berhenti sejarak satu depa (sekitar 1,86 meter) dari hadapan perwira rendah di hadapannya.“Aku tidak menyangka ka
SETA lantas melangkah keluar dari dalam ruang tahanan. Namun baru saja tangannya membuka pintu ruangan tersebut, terdengar suara berdesing dari arah belakang.Sing!Sontak Seta miringkan tubuhnya ke samping. Sebilah pedang lewat persis satu jengkal dari bahunya.Pucatlah wajah sang prajurit mengetahui hal itu. Sempat terlambat menghindar, pasti batang lehernya sudah kena babat putus oleh sambaran pedang tajam tersebut.“Pembokong keparat!” geram Seta.Sembari berkata begitu sang prajurit balikkan badannnya. Sebelah kakinya terangkat, melepas satu tendangan memutar ke arah pembokong di belakang.Des!“Aaaa!”Serangan balasan yang tak disangka-sangka itu mendarat telak di rahang lawan. Terdengar jeritan mengaduh. Lalu berisik suara tembok ruang tahanan terhantam benda besar lagi berat. Ditutup nyaring bunyi berkelontangan.Rupanya yang baru saja melakukan bokongan adalah salah
SEBAGAI prajurit, Seta tentu paham seluk beluk keraton. Bahkan juga kawasan jeron beteng Kkotaraja. Karenanya ia tahu saat itu dirinya sedang berada di mana.Hal itu membuat sang prajurit dapat dengan mudah menyelinap dari satu bangunan ke bangunan lain. Dari satu sudut tersembunyi, ke sudut yang lain.Sementara dari kejauhan, terdengar suara ramai teriakan banyak orang. Seta tajamkan pendengaran. Tak lama kemudian gerahamnya bergemeletuk keras.“Sial! Para prajurit di ruang tahanan bawah tanah itu pasti sudah tahu apa yang sebenarnya terjadi,” batin Seta gusar.Sang prajurit lantas arahkan pandangan matanya ke sekeliling. Mengamat-amati keadaan. Terlihat olehnya beberapa orang magalah (prajurit bersenjata tombak) berdiri siaga di gerbang-gerbang yang memisahkan bangsal-bangsal besar di dalam keraton tersebut.Setelah menimbang-nimbang sesaat, Seta berkesimpulan akan lebih mudah baginya untu