Home / Pendekar / Bara Dendam di Perbatasan / 58 - Pengujung Dendam

Share

58 - Pengujung Dendam

Author: Kebo Rawis
last update Last Updated: 2024-09-21 08:07:57

MULANYA Seta agak keteteran menghadapi keroyokan keempat lawan. Namun setelah berjalan beberapa saat, mulai terlihat bahwa dua dari empat lawannya tersebut sudah tak bertenaga.

Dengan cerdik sang prajurit lantas memusatkan serangannya pada dua orang tersebut. Dua lelaki yang punggungnya terluka parah, dan telah kehilangan begitu banyak darah.

Sembari berkelit menghindari tusukan dan sambaran golok Ranajaya serta satu anak buahnya yang lain, Seta berhasil mengirim tendangan keras ke dua lelaki yang menjadi sasaran utamanya.

"Hiaaaat!"

Des! Des!

Dua lelaki tersebut terpekik. Dada mereka serasa sesak bukan main saat kaki Seta singgah. Tubuh keduanya terjajar mundur. Baru berhenti saat punggung mereka yang sudah terluka menghantam dinding gua.

Setelah itu kedua lelaki tersebut jatuh duduk, lalu terguling di lantai gua. Begitu tubuh mereka mencium permukaan batu, kedua lelaki itu tak bergerak-gera

Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Bara Dendam di Perbatasan   59 - Lembu Segara

    PEDANG di tangan Seta yang sudah terayun mendadak berhenti. Menggantung di udara, hanya satu jengkal di atas kulit leher Ranajaya. Lelaki bercambang bauk lebat yang sudah pasrah itu jadi bernapas lega.Sementara Seta sontak palingkan kepala ke arah mulut gua. Suara teriakan tadi berasal dari sana. Keningnya langsung berkerut dalam sewaktu melihat siapa saja yang masuk.Tak kurang dari sepuluh lelaki memasuki gua. Satu orang berjalan duluan di depan, agaknya bertindak sebagai pemimpin. Sedangkan yang lainnya mengikuti di belakang lelaki tersebut.Dari tampilan mereka, sang wira tamtama tahu betul orang-orang yang baru datang tersebut adalah para prajurit Jenggala seperti dirinya."Ada apa ini? Mengapa tiba-tiba ada banyak prajurit di tempat ini?" batin Seta bertanya-tanya.Lelaki yang paling depan adalah seorang berusia kisaran tiga puluhan tahun. Berwajah cakap, badannya tegap, dengan dada bidang dan pe

    Last Updated : 2024-09-21
  • Bara Dendam di Perbatasan   60 - Perangkap

    DENGAN kepala masih diliputi keheranan, Seta mau tak mau ladeni empat prajurit yang menyerangnya. Segunung pertanyaan yang muncul di benak harus dibenamkannya dalam-dalam.Sementara itu empat mata pedang yang terarah ke tubuh Seta semakin mendekat. Terarah pada empat bagian berbeda. Yakni dada, perut, punggung, dan batang leher.Keempatnya merupakan sasaran mematikan. Serta datang dari empat penjuru mata angin sekaligus! Berkelebat cepat mengeluarkan suara berkesiau nan menggidikkan.Wuttt! Wuttt!Seta tentu saja tak mau mati konyol. Sembari menggeram kasar tangannya bergerak cepat. Lalu, sret! Ia kembali mencabut pedang yang tergantung di pinggang.Dalam satu gerakan cepat sang prajurit bergerak memutar. Pedang di tangannya digerakkan sedemikian rupa membentuk tameng. Mementahkan semua sambaran pedang yang menuju ke tubuhnya.Trang! Trang! Trang!Suara berdentrangan keras menggema

    Last Updated : 2024-09-22
  • Bara Dendam di Perbatasan   61 - Api di Lumbung

    TANPA perlawanan lagi Seta akhirnya berhasil diringkus. Setelah dikeluarkan dari dalam jaring perangkap, kedua tangan sang wira tamtama diikat kencang-kencang ke belakang tubuh.Seisi gua lantas digedelah. Apa-apa yang dirasa terkait dengan komplotan Ranajaya dibawa sebagai barang bukti. Sedangkan anak buah lelaki tersebut dibawa semuanya, termasuk mereka-mereka yang terluka.Setelah itu barulah para prajurit Jenggala itu bergerak keluar dari gua. Terus turun melintasi air terjun. Lalu berarak menyusuri jalan setapak di sela-sela semak belukar.Seta yang menjadi tawanan ditempatkan bersama-sama Ranajaya dan anak buahnya. Membuat sang prajurit merutuk panjang-pendek di dalam hati."Sial! Seharusnya lelaki jahanam itu sudah mati di tanganku tadi. Yang terjadi kemudian malah begini. Dasar bodoh!" makinya pada diri sendiri.Sepanjang perjalanan itu Seta harus menahan kesal. Pasalnya ia berjalan tepat di bel

    Last Updated : 2024-09-22
  • Bara Dendam di Perbatasan   62 - Penjara Kotaraja

    TUMPUKAN kulit padi yang terserak di lantai dengan mudah terlalap api. Gabah yang disusun tinggi kemudian ikut terbakar. Dengan cepat kobaran api pun membesar. Melalap apa saja yang ada di sana.Seta menjadi tegang. Benda panas kemerahan tahu-tahu saja sudah melingkar di sekelilingnya. Hawa panas menyengat seketika menyergap kulit sang prajurit. Keringatnya bercucuran deras.Sementara di tempat lain, Ranajaya tampak menyeringai lebar. Tatapan matanya menyorotkan kesenangan yang berbalut kebengisan. Lalu tawa lelaki bercambang bauk itu pecah membelah keheningan malam."Tolong! Tolong aku!" jerit Seta ketika api mulai merayap, membakar sekujur tubuhnya.Sang prajurit coba gerakkan tangannya yang terikat erat, namun sia-sia. Anehnya, kakinya yang tak terikat tiba-tiba saja menjadi lemah. Tak dapat pula digerakkan.Ketakutan merayapi diri Seta. Bukan karena menyadari dirinya bakal mati terbakar. Lebih-lebih

    Last Updated : 2024-09-23
  • Bara Dendam di Perbatasan   63 - Gerombolan Penyerang

    BENAR dugaan Seta. Tak lama kemudian muncul beberapa sosok di tempat tersebut. Mereka berhenti tepat di hadapan ruang tahanan Seta.Seta sontak berdiri. Sepasang matanya memandang tak berkesip pada sosok-sosok tersebut. Yang tak lain beberapa orang prajurit, dipimpin seorang perwira rendah."Buka!" seru perwira rendah tersebut dengan kasar. Memberi perintah pada prajurit yang bersamanya.Salah seorang prajurit melangkah maju. Tangannya yang memegang kunci bergerak. Membuka gembok pada pintu ruang tahanan. Diiringi suara berisik nyaring beradunya logam.Belum sepenuhnya pintu ruang tahanan terbuka, perwira rendah tadi sudah masuk ke dalam."Ah, Seta! Sungguh tidak aku sangka ternyata kau benar-benar masih hidup," ujar perwira rendah tersebut begitu berada di hadapan Seta.Yang diajak bicara beri sikap menghormat. Bagaimanapun Seta hanyalah seorang wira tamtama, sedangkan orang di hadapannya it

    Last Updated : 2024-09-23
  • Bara Dendam di Perbatasan   Bab 64

    AKIBAT terlalu sibuk mencari-cari pedangnya yang entah di mana, Seta menjadi lengah. Sambaran pedang dua prajurit di hadapannya semakin dekat. Terlihat sulit dihindari.Untung saja kesadaran Seta pulih di saat yang tepat. Sejengkal lagi mata tajam dua pedang menggores kulitnya, sang wira tamtama Jenggala cepat lengkungkan punggung ke belakang. Diturunkan serendah mungkin.Wuutt! Wuutt!Sambaran dua pedang hanya menemui udara kosong. Lewat satu jengkal di atas perut Seta.Sang prajurit lantas ulurkan kedua tangannya, mencapai lantai ruangan. Dalam sekali sentak, tubuhnya kemudian berjungkir balik menjauhi lawan.Sembari berjungkir balik begitu, kedua kaki Seta dihantamkan ke depan. Menendang pergelangan tangan dua prajurit yang masih terbengong-bengong karena serangan mereka meleset.Des! Des!“Aaaa!”Yang ditendang berseru kaget. Tubuh mereka sontak terjajar

    Last Updated : 2024-09-24
  • Bara Dendam di Perbatasan   Bab 65

    MELIHAT empat prajurit yang dibawanya dirobohkan Seta, si perwira rendah jadi menggeram marah. Kedua tangannya dilipat ke pinggang. Tatapan matanya nyalang memerah menatap sang wira tamtama.Meski demikian diam-diam perwira rendah tersebut memuji di dalam hati. Mau tak mau ia harus mengakui jika kemampuan Seta sudah meningkat pesat.“Hmm, rupanya dia menghilang selama ini untuk memperdalam kemampuan olah kanuragan. Pantas saja empat prajurit pilihan yang aku bawa tadi dapat dikalahkannya,” batin perwira rendah tersebut.“Benar perkiraanku. Adalah keputusan bodoh tidak langsung menghabisinya saat berada di Gua Selogiri waktu itu. Prajurit satu ini bisa jadi duri dalam daging bagi rencanaku!” tambah sang perwira rendah.Sementara itu Seta melangkah mendekat. Lalu berhenti sejarak satu depa (sekitar 1,86 meter) dari hadapan perwira rendah di hadapannya.“Aku tidak menyangka ka

    Last Updated : 2024-09-24
  • Bara Dendam di Perbatasan   Bab 66

    SETA lantas melangkah keluar dari dalam ruang tahanan. Namun baru saja tangannya membuka pintu ruangan tersebut, terdengar suara berdesing dari arah belakang.Sing!Sontak Seta miringkan tubuhnya ke samping. Sebilah pedang lewat persis satu jengkal dari bahunya.Pucatlah wajah sang prajurit mengetahui hal itu. Sempat terlambat menghindar, pasti batang lehernya sudah kena babat putus oleh sambaran pedang tajam tersebut.“Pembokong keparat!” geram Seta.Sembari berkata begitu sang prajurit balikkan badannnya. Sebelah kakinya terangkat, melepas satu tendangan memutar ke arah pembokong di belakang.Des!“Aaaa!”Serangan balasan yang tak disangka-sangka itu mendarat telak di rahang lawan. Terdengar jeritan mengaduh. Lalu berisik suara tembok ruang tahanan terhantam benda besar lagi berat. Ditutup nyaring bunyi berkelontangan.Rupanya yang baru saja melakukan bokongan adalah salah

    Last Updated : 2024-09-25

Latest chapter

  • Bara Dendam di Perbatasan   Bab 192

    Taman Sari Jenggala yang tenang pagi itu dipenuhi aroma bunga melati dan gemercik suara air dari kolam. Di bawah naungan pendapa yang indah, Sri Prabu Girindra dan Permaisuri tengah duduk menanti kedatangan Seta. Wajah keduanya serius, meskipun Permaisuri tampak lebih tenang dibanding Sri Prabu yang sesekali menatap jauh ke arah cakrawala.Tak lama, Seta tiba, diantar seorang wira tamtama. Ia melangkah mantap, meski dalam hati ia bertanya-tanya apa yang akan dibicarakan oleh penguasa tertinggi Jenggala itu.Seta segera memberi hormat dengan membungkukkan badan. “Hamba menghadap, Gusti Prabu, Gusti Permaisuri,” ucapnya.Sri Prabu mengangguk ringan, sementara Permaisuri tersenyum lembut. Ia menunjuk ke tikar di depan mereka. “Duduklah, Seta,” katanya. “Kami ingin berbicara panjang lebar denganmu.”Seta menurut, duduk bersila dengan sopan. Ia menanti kata-kata yang akan keluar dari kedua penguasa Jenggala ini.Perma

  • Bara Dendam di Perbatasan   Bab 191

    Mentari pagi yang baru saja terbit menyinari tanah Jenggala dengan lembut, tetapi suasana di alun-alun kerajaan dipenuhi ketegangan. Sejumlah warga telah berkumpul, berbisik-bisik dan menunggu momen yang akan menjadi peringatan kelam dalam sejarah Jenggala.Di tengah kerumunan itu, Seta berdiri bersama Ki Sajiwa, keduanya diam membisu. Sorot mata Seta menunjukkan campuran antara kemarahan, kesedihan, dan kelelahan yang mendalam.Tak jauh dari situ, rombongan prajurit yang dipimpin Rakryan Rangga tiba di gerbang penjara. Empat wira tamtama gagah berjaga di luar, dan begitu Rakryan Rangga muncul, mereka segera membuka jalan. Dengan langkah tegas, Rakryan Rangga masuk ke ruang tahanan.Dyah Wisesa sedang duduk bersila di lantai kerangkengnya, wajahnya tak lagi menyiratkan kesombongan, tetapi tatapannya masih penuh rasa penasaran. Ketika melihat Rakryan Rangga datang bersama pasukan kecilnya, ia berdiri perlahan dan tersenyum sinis.“Aku yakin kalian da

  • Bara Dendam di Perbatasan   Bab 190

    Pagi itu, suasana balairung istana Jenggala dipenuhi keheningan yang mencekam. Hanya suara burung-burung pagi yang terdengar dari luar, menyusup melalui celah-celah dinding istana.Sri Prabu Girindra duduk di atas singgasananya dengan wajah yang tampak muram. Mata tajamnya menatap lurus ke depan, sementara tangannya menggenggam lengan singgasana dengan erat, menahan gejolak emosi yang tak terlihat.Di hadapannya berdiri Dyah Daru dan Rakryan Rangga, dua sosok yang paling dipercaya untuk memberikan pandangan jernih dalam menghadapi persoalan pelik ini. Mereka berdua menunggu dengan hormat, membiarkan Sri Prabu menjadi yang pertama membuka pembicaraan.“Adikku Daru, Rakryan Rangga,” ujar Sri Prabu dengan nada berat. “Kalian tahu mengapa aku memanggil kalian kemari pagi ini.”Dyah Daru mengangguk pelan. “Hamba mengerti, Gusti Prabu,” jawabnya dengan penuh hormat.Rakryan Rangga hanya membungkukkan badan tanpa berani

  • Bara Dendam di Perbatasan   Bab 189

    Suasana di penjara istana terasa mencekam. Dinding batu yang dingin dan bau lembap menyelubungi setiap sudut ruangan.Seta melangkah dengan kaki yang penuh tekad. Ia datang untuk menemui seorang tahanan yang kini terkurung dalam kerangkeng besi, di ujung penjara yang paling jauh.Dyah Wisesa, sang bangsawan yang dulu begitu dihormati, kini duduk di sudut kerangkeng, wajahnya tampak suram, penuh dengan keputusasaan. Ia tampak jauh lebih lemah dibandingkan ketika siang tadi dihadapkan pada Sri Prabu Girindra.Namun, meskipun penampilan Dyah Wisesa tak seperti dulu, kebencian yang ada di dalam dirinya masih tampak jelas, tersirat di balik matanya yang tajam.Setelah tiba di depan ruang tahanan di mana Dyah Wisesa dikurung, Seta tak membuang waktu. Ia mendekat, meletakkan tangan di atas jeruji penjara. Matanya menatap tajam ke arah Dyah Wisesa, bibirnya bergetar menahan amarah yang sudah tidak bisa dikendalikan lagi.“Dyah Wisesa,” ujar Set

  • Bara Dendam di Perbatasan   Bab 188

    Malam di Kotaraja Jenggala begitu hening. Hanya sesekali terdengar suara angin yang menerpa pepohonan di taman istana.Di balkon kamar istana, Sri Prabu Girindra berdiri memandangi bulan yang menggantung di langit, sinarnya memantulkan warna perak pada segala sesuatu di bawahnya. Wajah sang raja tampak diliputi kekalutan, meski ia berdiri dengan tubuh tegap.Langkah lembut terdengar dari dalam kamar. Permaisuri, mengenakan kain sutra lembut dengan selendang melilit bahunya, melangkah menghampiri. Ia membawa ketenangan dalam setiap gerakannya, dan senyumnya yang hangat mengusir dinginnya malam.“Kakang Prabu, kenapa belum tidur?” tanyanya lembut sambil menyentuh lengan suaminya.Sri Prabu menoleh, lalu tersenyum tipis. “Aku belum mengantuk, mana bisa tidur? Pikiran ini masih terlalu penuh untuk bisa terlelap ke alam impian.”Permaisuri menarik tangan Sri Prabu Girindra, menggenggam jari-jari suaminya itu dengan lembut.

  • Bara Dendam di Perbatasan   Bab 187

    Mata keris Dyah Wisesa berkilat di bawah sinar matahari, meluncur cepat mengarah ke leher Seta. Namun, dengan ketenangan luar biasa, Seta memiringkan tubuhnya pada detik terakhir, membiarkan keris itu hanya mencium angin.Sambil menghindar, Seta sambil menangkap pergelangan tangan Dyah Wisesa dengan cengkeraman kuat, memutar tubuhnya, dan menggunakan momentum itu untuk melepaskan keris dari genggaman lawannya.“Kau terlalu lamban,” ujar Seta dingin, melemparkan keris itu jauh dari jangkauan Dyah Wisesa.Namun, Dyah Wisesa belum menyerah. Ia melancarkan pukulan dan tendangan bertubi-tubi, setiap serangannya berusaha menembus pertahanan Seta.Yang tidak diketahui Dyah Wisesa, lawannya adalah seorang prajurit pilihan nan terlatih, dengan gerak tubuh yang terukur dan efisien. Belum lagi hasil gemblengan Ki Sajiwa di Teluk Lawa menambah kecepatan dan ketangkasan gerakan Seta.Maka, setiap serangan Dyah Wisesa tidak hanya gagal mengenai sasar

  • Bara Dendam di Perbatasan   Bab 186

    Ketegangan di balairung istana mencapai puncak. Dyah Wisesa yang sudah dikuasai amarah menghunus kerisnya, mengarahkan senjata itu langsung ke dada Sri Prabu Girindra.Namun sebelum mata keris sempat menyentuh kulit sang raja, sebuah bayangan bergerak lebih cepat dari semua yang ada di balairung.“Seta!” seru Ki Sajiwa saat menyadari siapa yang barusan bergerak, tetapi panggilannya terlambat.Seta telah melesat bagaikan panah yang lepas dari busurnya. Dengan satu gerakan lincah, ia menghadang Dyah Wisesa.Tangan kanan sang wira tamtama terjulur, menangkis serangan dengan telapak tangan yang penuh tenaga dalam. Denting logam terdengar nyaring ketika keris Dyah Wisesa terpental ke udara.“Brak!”Satu dorongan keras dari Seta membuat Dyah Wisesa terjengkang jauh ke belakang, hingga menabrak tiang penyangga balairung.Para pejabat dan prajurit yang menyaksikan terhenyak, terkejut oleh keberanian Seta melawan seoran

  • Bara Dendam di Perbatasan   Bab 185

    Balairung istana yang sebelumnya mencekam kini terasa semakin tegang. Semua orang, mulai dari para pejabat hingga prajurit yang berjaga, menanti kelanjutan persidangan yang membawa Jenggala ke dalam gejolak.Dyah Daru, yang berdiri tegak di dekat Dyah Wisesa, menghela napas panjang. Ia kemudian melangkah maju, menyampaikan sesuatu yang membuat suasana makin panas.“Paduka Prabu,” ujar Dyah Daru sambil membungkuk hormat, “izinkan hamba menyampaikan satu hal lagi yang hamba ketahui tentang Kakanda Wisesa.""Katakan, Daru," sahut Sri Prabu cepat."Dini hari tadi, Kakang Wisesa dan pasukannya bersiap melarikan diri ke Panjalu. Untungnya, hamba dan Rakryan Rangga bergerak tepat waktu sehingga dapat menggagalkan rencana tersebut. Hamba bersama pasukan berhasil mengadang mereka sebelum mencapai perbatasan."Sementara itu, kami juga berhasil membuat Arya Jatikusuma beserta pasukannya berbalik arah menuju Kotaraja, padahal mereka semula he

  • Bara Dendam di Perbatasan   Bab 184

    Balairung istana semakin terasa mencekam. Matahari yang mulai tinggi memancarkan cahaya keemasan melalui celah-celah jendela, tetapi suasana di dalam ruangan tetap suram.Dyah Wisesa berdiri tegak dengan kepala menunduk, wajahnya penuh amarah yang ditahan. Di hadapan Sri Prabu Girindra, ia terlihat seperti seorang kesatria yang terpojok tetapi menolak menyerah.Sri Prabu, yang duduk dengan wibawa di atas singgasana, menatap adiknya itu dengan sorot mata penuh kekecewaan.“Wisesa, sampai kapan kau akan terus menyangkal? Tidakkah kau sadar bahwa segala bukti dan kesaksian mulai mengarah padamu? Aku bertanya sekali lagi, apakah benar kau bekerja sama dengan Dyah Srengga untuk menggagalkan cucuku menjadi putera mahkota sekaligus mengganggu takhta Jenggala?”Dyah Wisesa mengangkat wajah. Tatapannya tegas dan penuh rasa tersinggung.“Paduka Prabu, semua tuduhan itu tidak lebih dari fitnah keji. Hamba telah menjadi korban satu komplotan

DMCA.com Protection Status