“Bangun kamu! Bangun!! Dasar anak tak tau diri! Sudah jam berapa ini!!” bentak Mira usai mengguyur air dingin pada Rachel yang langsung terjingkat.
Napas Rachel sempat terengah sembari menahan dinginnya air yang mengguyur tubuhnya. Tangannya bergetar sembari terus meringkuk tubuhnya yang kedinginan. Rachel Lovania, gadis yang sudah menyandang status yatim piatu itu kini harus tinggal bersama Om dan Tantenya. Keluarga baru yang kini berperan sebagai pengganti orang tuanya. Sepasang suami istri yang tidak selalu memperlalukan Rachel dengan baik layaknya seorang anak, bahkan tak jauh lebih baik dari seonggok sampah yang sudah dibuang. Gadis yang masih berusia 20 tahun itu baru saja mendapatkan pekerjaan sebagai kurir makanan di sebuah restoran cepat saji yang tak jauh dari tempatnya tinggalnya. Gadis berpostur gemuk, bermata cekung dan berkulit sawo matang itu harus bekerja keras karena beasiswa yang ia dapatkan harus diberikan pada Aliya. Saudara sepupunya sendiri. Tambah lagi Om dan Tantenya yang tidak punya biaya, membuat harapan Rachel untuk kuliah semakin pupus. Tak banyak yang bisa ia lakukan selain pasrah dengan keadaan. Suara ayam jantan berkokok menjelang subuh memekakkan telinga Rachel dibarengi gerimis kala itu yang semakin deras membuatnya masih ingin bersembunyi di balik selimutnya yang hangat. Sekian detik kemudian suara itu berganti rintik hujan yang bergesekan dengan genteng rumahnya yang kembali membuat Rachel tak ingin bangun. Mendengar segala ocehan dan luapan emosi Mira, ingin sekali rasanya Rachel menutup kedua telinga menggunakan bantal guling dan kembali melanjutkan tidur. Apalagi cuaca pagi yang sangat dingin membuatnya hanyut dalam kehangatan selimutnya yang sedikit tebal. Kaki dan tangannya yang semula baik-baik saja pun kini mulai semakin menggigil kedinginan. Tak berselang lama tiba-tiba terdengar derap langkah kaki yang seperti mengarah ke kamar Rachel. Hentakan langkah itu terdengar semakin jelas dan terhenti tepat di depan pintu kamarnya. Tiba-tiba... BRAAAKK Usai menggebrak pintu kamar Rachel, tak berselang lama sisa air di ember yang dibawanya pun kembali diguyurkan pada Rachel yang masih terlihat kalut. Guyuran cairan bening itu seketika membuat tubuh Rachel semakin basah kuyup. “Ta-tante..” “Bersih-bersih dan bikin sarapan sana! Numpang itu harusnya sadar diri!” Bentak Mira sembari membanting ember yang tadi dibawanya. “Bukankah aku keponakan Tante?” pungkas Rachel yang berusaha meluapkan isi hatinya. “Trus kenapa! Tidak ku buang di jalanan saja seharusnya kau sudah bersyukur! Satu yang harus kau ingat Rachel. Aku tak mau memelihara benalu di rumahku. Jika kau masih ingin tinggal di sini, kau harus menuruti semua perintahku”. Tak berselang lama terdengar derap langkah kakinya yang keluar dari kamar Rachel sembari mendengus kasar. Tak sepatah katapun terucap dari bibir Rachel. Guyuran air dingin itu seolah menyamarkan cairan bening yang terus mengalir di kelopak matanya. Sesekali ia menyeka cairan itu yang tak berhenti mengalir. Rachel yang sudah lama tinggal bersama Om dan Tantenya sudah biasa jika harus menjalankan pekerjaan rumah sebelum berangkat kerja. Dan itu selalu ia lakukan saat masih sekolah dulu hingga saat ini. Tak jarang ia mendapatkan perlakuan kasar dari Tantenya yang terpaksa merawat Rachel yang orang tuanya tidak meninggalkan harta sepeser pun untuknya. Rumah kayu sederhana yang beralaskan esbes itu sering kali bocor ketika hujan dan kembali membuat percikan air di dalam rumah. Tak jarang sprai kamar Rachel basah hingga beberapa ember berjejer untuk menampung air yang berjatuhan karena esbes bocor. Hari ini adalah hari pertama Rachel bekerja di sebuah restoran cepat saji sebagai kurir pengantar makanan. Di usianya yang masih terbilang sangat muda ia memutuskan untuk langsung bekerja karena beasiswa yang berhasil ia dapatkan harus di serahkan untuk sepupunya. “Huuufft.... Capek banget” Ujar Rachel usai melirik jam dinding kamar yang sudah menunjukkan pukul 05.30 pagi. “Untung udah selesai semua” ujarnya kembali sebelum bersiap-siap untuk berangkat kerja. Usai menyelesaikan pekerjaan rumah, ia pun langsung bergegas berangkat kerja. Karena jarak rumah Rachel yang tak terlalu jauh ke restoran itu Rachel memutuskan untuk berjalan kaki agar bisa menghemat ongkos. Hirup pikuk kendaraan berlalu lalang semakin terlihat jelas di pelupuk matanya. Debu dan polusi yang bertebaran kemana-mana mengingatkan kondisi Rachel saat ini yang tak jauh berbeda darinya saat berada di rumah. Tak sadar cairan bening itu kembali menetes di kelopak matanya. “Sehina itukah aku dimata Tante Mira?” gumamnya dalam hati. Sesekali ia menatap ke arah jam tangannya yang sudah menunjukkan pukul 07.45 Rachel segera mempercepat langkahnya agar tidak terlambat ke tempat kerjanya yang baru. Beberapa saat kemudian terlihat bangunan megah yang di setiap sisinya tampak beberapa tenda kecil dan terlihat beberapa orang sedang berbincang di sana sembari menikmati hidangannya. Rachel kembali mengedarkan matanya dan terlihat kendaraan banyak yang berdatangan bahkan beberapa keluar dari tempat itu. *** Rachel langsung bergegas masuk ke ruang ganti karyawan. Di sana ia langsung mengenakan atribut lengkap yang bercorak merah dan bertuliskan sesuai dengan nama brand tempat ia bekerja. “Hai, anak baru ya?” “Eh iyaa Kak, kenalin saya Rachel” “Oh hai, Rachel. Kamu bagian nganterin makanan kan? Ntar ngambilnya di sana ya” “Baik Kak, terimakasih” Mengenal sedikit lebih jauh tentang dunia F&B Rachel yang masih sangat baru sekaligus introvert sangat kesulitan beradaptasi dan menyesuaikan diri dengan teman-teman kerjanya. Tapi ia berusaha keras untuk tetap menjalankan tugasnya dengan baik. “Rachel, kamu tolong anter ke alamat ini ya. Nanti jika kau bingung tanya saja dengan orang-orang yang tinggal di sekitarnya”. “Baik Kak”. “Ingat ya, beliau ini pelanggan setia kita. Jadi jangan sampai membuat kesalahan” ujar Pak Dio sebagai supervisor di restoran itu. Rachel menganggukkan kepalanya sebelum akhirnya bergegas pergi. Kali ini dia mengantarkan makanan itu berdua dengan rekannya. Beberapa kotak paket makanan sudah tertata rapi di mobil khusus delivery. Sudah beberapa paket makanan diantar ke alamat tujuan. Tak terasa sudah tinggal satu alamat lagi yang masih tersisa. “Kita sekarang tinggal nganter ke mana?” “Ke sini Mang...” ujar Rachel sembari menyodorkan sebuah catatan kecil yang tadi ia terima dari seniornya. “Ya sudah, ayo naik” pungkasnya sembari menyuruh Rachel naik ke mobil. Hari ini Rachel mengantarkan makanan berdua dengan mang Udin seorang driver yang khusus bagian delivery di restoran cepat saji itu. Selama perjalanan, Mang Udin tak henti-hentinya selalu mengingatkan Rachel untuk terus berhati-hati saat mengantar makanan ke alamat Perusahaan yang itu. “Memangnya kenapa Mang? Tadi Pak Dio juga bicara seperti itu. Beliau juga sempat bilang kalau ini pelanggan setia kita. Benarkah begitu?” “Sebenarnya tidak hanya itu Rachel. Suatu saat nanti kau pasti akan tahu." Rachel masih tak mengerti ada apa sebenarnya dengan pelanggannya yang satu ini. Karena melihat gerak-gerik Mang Udin sedikit terlihat raut wajah yang tak biasa, bahkan cenderung menutupi rasa cemas berlebihan. Sebenarnya apa yang sedang disembunyikan dariku? Gumam Rachel dalam hati. Pria berusia 37 tahun itu sesekali terlihat menyeka peluhnya yang terus membasahi dahi. Terlebih saat ia menghentikan mobilnya tepat di depan Perusahaan besar yang sangat mewah dan megah itu. Perusahaan yang terletak di ujung itu terbentang luas pagar keamanan yang diujungnya terdapat kawat duri. Perusahaan itu terlihat cantik tapi juga menyeramkan. Terlebih saat melihat beberapa pria berbadan besar berjejer di sana. Mereka menatap Rachel dan Mang Udin dengan tatapan tajam. Dengan pakaian serba hitam dan berbadan tegap bak Paspampres yang sedang mengawal presiden. Rachel yang awalnya biasa saja pun kini ikut merasakan ketakutan yang luar biasa mengingat pesan Pak Dio dan Mang Udin sebelumnya. Tapi Rachel tak punya pilihan lain dan berusaha untuk tetap profesional. Usai mengambil paket makanan itu ia menyempatkan diri untuk sedikit menghela napasnya karena sedikit gugup. Dengan derap langkah kaki yang bergetar Rachel terus melangkah hingga berada tepat di depan salah seorang pengawal itu. “Permisi Pak, maaf saya mau mengantarkan makanan untuk Pak Antonio Dirgantara”. Tak terdengar sedikit pun kalimat terucap dari bibir pria berbadan besar itu, bahkan ia terus menatap tajam ke arah Rachel. Hingga akhirnya... “Ikuti aku!” Dengan segenap nyali yang masih tersisa, Rachel pun langsung mengikuti pria itu dibelakang. Dan setelah masuk, Rachel mulai janggal dengan perusahaan itu. Selain letaknya di ujung dan di tempat yang cenderung sangat sepi, sama sekali tak terlihat karyawan yang berlalu lalang. Bahkan sama sekali tak terdengar suara mesin menyala di sana. Semua tampak sepi dan misterius. Hanya ada para pengawal berbadan besar yang terus mengamati setiap langkah Rachel yang mengikuti salah satu kawanan mereka untuk mengantarkan makanan. Hingga tiba di sebuah lorong yang berada di sudut perusahaan itu. Dada Rachel mulai bergemuruh usai melihat bahwa di lorong itu ada sebuah tempat tersembunyi yang merupakan kantor sang Bos perusahaan. Setelah sampai. Sang ajudan pun langsung menekan tombol bel pintu itu dan setelah pintu terbuka otomatis. Sama sekali tak terlihat sosok bos perusahaan itu. Karena bangkunya mengahadap ke arah tembok kantornya. “Tuan, makanan pesanan anda sudah datang” ujar sang ajudan. “Bawa kemari” ujarnya singkat tanpa menunjukkan wajahnya. Hanya lambaian salah satu tangannya yang memberi kode agar ajudannya itu pergi meninggalkannya. “Siapp!” sang ajudan yang sudah paham pun langsung meninggalkan tempat itu. “Masuklah! Jangan macam-macam. Atau kau akan ku buat menyesal!” Bisik pria itu sebelum menyuruh Rachel untuk masuk. Rachel hanya sedikit menganggukkan kepalanya. Dan setelah masuk, pintu itu otomatis tertutup. “Ma-maaf Tu-tuaan i-i-ini...” “Jangan takut, ambil ini dan pergilah” Ujar pria itu yang hanya meletakkan beberapa lembar uang untuk membayar pesanan itu sebelum Rachel diizinkan untuk pergi. Rachel yang sudah keringat dingin pun langsung mengambil uang itu lalu pergi. Beberapa saat setelah keluar tiba-tiba terdengar suara gemuruh seseorang yang seperti sedang menahan rasa sakit. Rachel pun memberanikan diri untuk mencari sumber suara itu, hingga akhirnya ia melihat seorang Kakek yang terlihat hampir pingsan sembari memegangi dadanya. “Astaghfirullahalazim Kakek, Kakek kenapa?”Tak sepatah kata pun terucap dari bibir sang kakek. Tubuhnya terlihat terkulai lemas bahkan seperti kesulitan bernapas. Rachel yang tak tahu harus bagaimana akhirnya berteriak dan berharap pria-pria berbadan besar itu mau menolongnya. Alih-alih mengucapkan terima kasih, Rachel justru di usir dan beberapa diantara mereka menatap tajam seperti menaruh rasa curiga padanya. “Hey! Apa yang kau lakukan! Pergi sana!” bentak salah seorang dari mereka yang seperti menaruh curiga pada Rachel. Rachel tak bisa berbuat banyak, dan ia pun langsung bergegas pergi usai melihat sang Kakek yang sudah diurus dengan para pria berbadan besar itu. Sesampainya di rumah, Rachel masih merasa tak enak karena sempat ada sedikit keributan saat ia berusaha menolong si kakek. Letak kesalahanku dimana ya? Bukannya tadi terlihat jelas jika aku hanya menolong? Tapi kenapa mereka seperti menaruh rasa curiga padaku? Bahkan langsung mengusirku. Benak Rachel mulai berkecamuk apalagi saat teringat nasehat Mang U
Antonio terus memperhatikan gadis itu yang tengah duduk tak berdaya di sandaran kursi kayu yang masih lengkap dengan tali yang melilit tubuhnya. Langkah kakinya mulai mendekat kala melihat sesuatu yang tak wajar di beberapa bagian tubuh gadis itu. Sesekali ia memicingkan matanya untuk memperjelas apa yang ia lihat. Tampak beberapa luka lebam dan memar terlukis di sana. “Siapa yang melakukan ini? Kenapa mereka tak bilang padaku jika gadis ini sudah ditemukan?” Raut wajah Antonio seketika memerah, salah satu tangannya mulai mengepal sebelum akhirnya memanggil pengawalnya. “Pengawal!!” “Siaapp Tuan!” Beberapa pria berbadan besar itu seketika datang menghampirinya. Tak menunggu lama, Antonio pun segera memerintahkan anak buahnya untuk melepaskan gadis itu. “Lepaskan gadis itu!” ujarnya sembari menunjuk ke arah Rachel yang masih terkulai lemas. “Ta-tapi Tuan, bukankah gadis itu berbahaya?” “Ini perintah!” Gertak Antonio yang akhirnya membuat para pengawalnya tak berkutik.
Mengingat segala sesuatu yang sudah terjadi cairan bening itu kembali mengucur deras dari kelopak mata Rachel. Dadanya bergemuruh sesak menahan Isak tangisnya yang begitu berat. Langkahnya melambat kala Rachel bersandar pada salah satu pohon dipinggir jalan yang ia lewati. Dan perlahan semua tampak menghitam. Ditengah kesadarannya, sempat terlihat beberapa sosok pria berbadan besar berdiri di depannya. Beberapa sosok pria itu semakin mendekat hingga akhirnya menyatu dengan kegelapan. Tubuhnya perlahan merasa melayang. Entah apa yang membuatnya terasa begitu ringan seolah menembus sebuah kegelapan. ***Bak merasa terlahir di dunia dalam versi yang berbeda. Rachel kembali terbangun dikamar yang sama. Seolah kembali menjadi putri raja yang bergelimang harta. Kamar mewah yang beberapa sisi dipannya berwarna emas itu kini kembali ia nikmati. Rachel yang belum sepenuhnya pulih berusaha mengingat apa yang terjadi. Salah satu tangannya menyangga kepalanya yang masih terasa sakit. Netrany
Langit sudah mulai menghitam menyisakan warna jingga yang memudar perlahan, tapi sama sekali tak terlihat tanda-tanda Rachel sudah pulang. Antonio tampak gelisah, kedua tangannya mengepal sembari berjalan mondar-mandir di teras depan rumahnya.Netranya terus mengedar ke segala arah. Firasat buruk terus menghantui, mengingat posisinya sebagai Bos Mafia tentu tak mudah baginya menjaga Rachel yang notabene akan menjadi generasi penerusnya. Rintangan dan ancaman akan selalu ada dari berbagai pihak yang merupakan musuhnya. Raut wajahnya yang tenang dan sangar, tak mampu menutupi kepanikannya yang berharap anak angkatnya baik-baik saja. Di tengah kepanikan, tiba-tiba ponselnya berdering yang menandakan ada sebuah panggilan masuk. Antonio yang berharap telepon dari putrinya itu pun langsung mengangkat tanpa melihat nama kontaknya.“Putriku, cepatlah pulang. Dimana kau sekarang? Apa kau baik-baik saja!” ujar Antonio yang tampak khawatir dengan keadaan putrinya. “Wow! Sepertinya ada yang b
“Bagaimana keadaan ayah saya, dok?” tanya Rachel dengan cemas, matanya terpaku pada dokter yang menangani Antonio, berharap ada harapan untuk sang ayah.“Mari masuk, saya akan jelaskan di dalam,” jawab dokter itu, wajahnya terlihat enggan.“Baiklah…” Rachel mengikuti langkah dokter dengan langkah ragu.Di dalam ruangan, dokter itu tampak berat hati untuk berbicara. Wajahnya tampak lelah dan sayup. “Dok! Tolong katakan padaku! Apa yang sebenarnya terjadi?” desak Rachel, menarik lengan dokter bername tag Heri itu dengan tangan gemetar.Akhirnya, dengan suara lirih, dokter itu mengungkapkan yang paling ditakuti Rachel.“Maafkan kami, Ayahmu…”“Ayah saya kenapa, dok?!” Rachel hampir tidak bisa menahan firasat buruknya.“Ayahmu telah berpulang…”“TIDAK! Ayaaaaah!!” teriak Rachel, merasakan dunia runtuh seketika. Ia langsung memeluk tubuh Antonio yang terbaring kaku, wajahnya pucat. Sang dokter dengan perlahan menutup tubuh ayahnya dengan selimut.Beberapa petugas rumah sakit mulai bersiap
Keesokan harinya, usai melaksanakan sholat Subuh, Rachel dikejutkan dengan derap langkah kaki yang terdengar berhenti di depan pintu kamarnya, diikuti oleh ketukan pintu yang perlahan.“Ayah?” tanya Rachel, tampak terkejut melihat ayahnya yang berdiri mematung di depan pintu kamarnya.“Boleh ayah masuk? Ada yang ingin ayah bicarakan padamu,” ujar Antonio, menatap serius dengan sedikit tergesa, lalu menghampiri putrinya.“Iyaa, Ayah. Ada apa?”“Nak, Ayah sudah sangat tua. Ayah tidak bisa terus-menerus menjagamu dengan tenaga Ayah. Ayah hanya bisa melindungimu dengan ilmu yang akan Ayah wariskan padamu.”“Maksud Ayah? Apakah para penjahat itu akan datang lagi? Kenapa kita tidak lapor polisi saja, Ayah?”Antonio tak menjelaskan siapa dirinya secara gamblang. Ia hanya ingin melindungi putrinya dengan caranya sendiri, tanpa menanamkan rasa curiga yang lebih dalam.Mungkin akan terdengar berat, atau bahkan bisa menimbulkan lebih banyak pertanyaan ketika nanti Rachel mulai menjalani pelatiha
Keesokan harinya, usai melaksanakan sholat Subuh, Rachel dikejutkan dengan derap langkah kaki yang terdengar berhenti di depan pintu kamarnya, diikuti oleh ketukan pintu yang perlahan.“Ayah?” tanya Rachel, tampak terkejut melihat ayahnya yang berdiri mematung di depan pintu kamarnya.“Boleh ayah masuk? Ada yang ingin ayah bicarakan padamu,” ujar Antonio, menatap serius dengan sedikit tergesa, lalu menghampiri putrinya.“Iyaa, Ayah. Ada apa?”“Nak, Ayah sudah sangat tua. Ayah tidak bisa terus-menerus menjagamu dengan tenaga Ayah. Ayah hanya bisa melindungimu dengan ilmu yang akan Ayah wariskan padamu.”“Maksud Ayah? Apakah para penjahat itu akan datang lagi? Kenapa kita tidak lapor polisi saja, Ayah?”Antonio tak menjelaskan siapa dirinya secara gamblang. Ia hanya ingin melindungi putrinya dengan caranya sendiri, tanpa menanamkan rasa curiga yang lebih dalam.Mungkin akan terdengar berat, atau bahkan bisa menimbulkan lebih banyak pertanyaan ketika nanti Rachel mulai menjalani pelatiha
“Bagaimana keadaan ayah saya, dok?” tanya Rachel dengan cemas, matanya terpaku pada dokter yang menangani Antonio, berharap ada harapan untuk sang ayah.“Mari masuk, saya akan jelaskan di dalam,” jawab dokter itu, wajahnya terlihat enggan.“Baiklah…” Rachel mengikuti langkah dokter dengan langkah ragu.Di dalam ruangan, dokter itu tampak berat hati untuk berbicara. Wajahnya tampak lelah dan sayup. “Dok! Tolong katakan padaku! Apa yang sebenarnya terjadi?” desak Rachel, menarik lengan dokter bername tag Heri itu dengan tangan gemetar.Akhirnya, dengan suara lirih, dokter itu mengungkapkan yang paling ditakuti Rachel.“Maafkan kami, Ayahmu…”“Ayah saya kenapa, dok?!” Rachel hampir tidak bisa menahan firasat buruknya.“Ayahmu telah berpulang…”“TIDAK! Ayaaaaah!!” teriak Rachel, merasakan dunia runtuh seketika. Ia langsung memeluk tubuh Antonio yang terbaring kaku, wajahnya pucat. Sang dokter dengan perlahan menutup tubuh ayahnya dengan selimut.Beberapa petugas rumah sakit mulai bersiap
Langit sudah mulai menghitam menyisakan warna jingga yang memudar perlahan, tapi sama sekali tak terlihat tanda-tanda Rachel sudah pulang. Antonio tampak gelisah, kedua tangannya mengepal sembari berjalan mondar-mandir di teras depan rumahnya.Netranya terus mengedar ke segala arah. Firasat buruk terus menghantui, mengingat posisinya sebagai Bos Mafia tentu tak mudah baginya menjaga Rachel yang notabene akan menjadi generasi penerusnya. Rintangan dan ancaman akan selalu ada dari berbagai pihak yang merupakan musuhnya. Raut wajahnya yang tenang dan sangar, tak mampu menutupi kepanikannya yang berharap anak angkatnya baik-baik saja. Di tengah kepanikan, tiba-tiba ponselnya berdering yang menandakan ada sebuah panggilan masuk. Antonio yang berharap telepon dari putrinya itu pun langsung mengangkat tanpa melihat nama kontaknya.“Putriku, cepatlah pulang. Dimana kau sekarang? Apa kau baik-baik saja!” ujar Antonio yang tampak khawatir dengan keadaan putrinya. “Wow! Sepertinya ada yang b
Mengingat segala sesuatu yang sudah terjadi cairan bening itu kembali mengucur deras dari kelopak mata Rachel. Dadanya bergemuruh sesak menahan Isak tangisnya yang begitu berat. Langkahnya melambat kala Rachel bersandar pada salah satu pohon dipinggir jalan yang ia lewati. Dan perlahan semua tampak menghitam. Ditengah kesadarannya, sempat terlihat beberapa sosok pria berbadan besar berdiri di depannya. Beberapa sosok pria itu semakin mendekat hingga akhirnya menyatu dengan kegelapan. Tubuhnya perlahan merasa melayang. Entah apa yang membuatnya terasa begitu ringan seolah menembus sebuah kegelapan. ***Bak merasa terlahir di dunia dalam versi yang berbeda. Rachel kembali terbangun dikamar yang sama. Seolah kembali menjadi putri raja yang bergelimang harta. Kamar mewah yang beberapa sisi dipannya berwarna emas itu kini kembali ia nikmati. Rachel yang belum sepenuhnya pulih berusaha mengingat apa yang terjadi. Salah satu tangannya menyangga kepalanya yang masih terasa sakit. Netrany
Antonio terus memperhatikan gadis itu yang tengah duduk tak berdaya di sandaran kursi kayu yang masih lengkap dengan tali yang melilit tubuhnya. Langkah kakinya mulai mendekat kala melihat sesuatu yang tak wajar di beberapa bagian tubuh gadis itu. Sesekali ia memicingkan matanya untuk memperjelas apa yang ia lihat. Tampak beberapa luka lebam dan memar terlukis di sana. “Siapa yang melakukan ini? Kenapa mereka tak bilang padaku jika gadis ini sudah ditemukan?” Raut wajah Antonio seketika memerah, salah satu tangannya mulai mengepal sebelum akhirnya memanggil pengawalnya. “Pengawal!!” “Siaapp Tuan!” Beberapa pria berbadan besar itu seketika datang menghampirinya. Tak menunggu lama, Antonio pun segera memerintahkan anak buahnya untuk melepaskan gadis itu. “Lepaskan gadis itu!” ujarnya sembari menunjuk ke arah Rachel yang masih terkulai lemas. “Ta-tapi Tuan, bukankah gadis itu berbahaya?” “Ini perintah!” Gertak Antonio yang akhirnya membuat para pengawalnya tak berkutik.
Tak sepatah kata pun terucap dari bibir sang kakek. Tubuhnya terlihat terkulai lemas bahkan seperti kesulitan bernapas. Rachel yang tak tahu harus bagaimana akhirnya berteriak dan berharap pria-pria berbadan besar itu mau menolongnya. Alih-alih mengucapkan terima kasih, Rachel justru di usir dan beberapa diantara mereka menatap tajam seperti menaruh rasa curiga padanya. “Hey! Apa yang kau lakukan! Pergi sana!” bentak salah seorang dari mereka yang seperti menaruh curiga pada Rachel. Rachel tak bisa berbuat banyak, dan ia pun langsung bergegas pergi usai melihat sang Kakek yang sudah diurus dengan para pria berbadan besar itu. Sesampainya di rumah, Rachel masih merasa tak enak karena sempat ada sedikit keributan saat ia berusaha menolong si kakek. Letak kesalahanku dimana ya? Bukannya tadi terlihat jelas jika aku hanya menolong? Tapi kenapa mereka seperti menaruh rasa curiga padaku? Bahkan langsung mengusirku. Benak Rachel mulai berkecamuk apalagi saat teringat nasehat Mang U
“Bangun kamu! Bangun!! Dasar anak tak tau diri! Sudah jam berapa ini!!” bentak Mira usai mengguyur air dingin pada Rachel yang langsung terjingkat. Napas Rachel sempat terengah sembari menahan dinginnya air yang mengguyur tubuhnya. Tangannya bergetar sembari terus meringkuk tubuhnya yang kedinginan. Rachel Lovania, gadis yang sudah menyandang status yatim piatu itu kini harus tinggal bersama Om dan Tantenya. Keluarga baru yang kini berperan sebagai pengganti orang tuanya. Sepasang suami istri yang tidak selalu memperlalukan Rachel dengan baik layaknya seorang anak, bahkan tak jauh lebih baik dari seonggok sampah yang sudah dibuang. Gadis yang masih berusia 20 tahun itu baru saja mendapatkan pekerjaan sebagai kurir makanan di sebuah restoran cepat saji yang tak jauh dari tempatnya tinggalnya. Gadis berpostur gemuk, bermata cekung dan berkulit sawo matang itu harus bekerja keras karena beasiswa yang ia dapatkan harus diberikan pada Aliya. Saudara sepupunya sendiri. Tambah lagi