Antonio terus memperhatikan gadis itu yang tengah duduk tak berdaya di sandaran kursi kayu yang masih lengkap dengan tali yang melilit tubuhnya. Langkah kakinya mulai mendekat kala melihat sesuatu yang tak wajar di beberapa bagian tubuh gadis itu. Sesekali ia memicingkan matanya untuk memperjelas apa yang ia lihat. Tampak beberapa luka lebam dan memar terlukis di sana.
“Siapa yang melakukan ini? Kenapa mereka tak bilang padaku jika gadis ini sudah ditemukan?” Raut wajah Antonio seketika memerah, salah satu tangannya mulai mengepal sebelum akhirnya memanggil pengawalnya. “Pengawal!!” “Siaapp Tuan!” Beberapa pria berbadan besar itu seketika datang menghampirinya. Tak menunggu lama, Antonio pun segera memerintahkan anak buahnya untuk melepaskan gadis itu. “Lepaskan gadis itu!” ujarnya sembari menunjuk ke arah Rachel yang masih terkulai lemas. “Ta-tapi Tuan, bukankah gadis itu berbahaya?” “Ini perintah!” Gertak Antonio yang akhirnya membuat para pengawalnya tak berkutik. Dengan langkah yang sedikit mengendap ia segera membukakan seutas tali yang melilit gadis itu. Benda panjang yang digunakan untuk melilit itu pun satu persatu mulai dilepaskan, terlihat sepintas beberapa garis ikatan itu membekas di beberapa area tangan dan kaki Rachel. “Bawa dia ke kamar dan siapkan makanan serta buah-buahan yang lezat untuknya!”. “Ta-tapi Tuan...” “Apa kau mau melanggar perintahku?” “Ti-tidak, Tuan. Baik akan segera saya laksanakan” Beberapa saat kemudian derap langkah kaki yang tampak tergesa-gesa muncul dihadapan mereka. “TIDAK!! Kenapa gadis itu dilepaskan!” teriak Rudi, salah satu pengawal yang tempo hari menangkap Rachel. Ia langsung mempercepat langkahnya sembari menghadap Antonio. “Tuan! Kenapa engkau melepaskan gadis itu, bukankah dia sudah mencelakaimu?” cecarnya lagi yang sudah menaruh curiga pada Rachel. “Tidak. Sebenarnya dia hanya berusaha menolongku saja. Jangan salah pahami gadis itu. Dia adalah calon Tuan Mudamu” ujar Antonio yang seketika membalikkan tubuhnya yang kini menatap Rudi. “A-apa..” Ujar Rudi yang masih tak percaya dengan pernyataan yang baru saja terucap dari bibir Tuannya itu. Melihat Antonio yang diam dan menatap tajam ke arahnya seolah membungkam Rudi yang seketika langsung sedikit menundukkan kepalanya. “Pindahkan gadis itu ke kamar, dan siapkan beberapa hidangan lezat untuknya lalu pergilah!” “Ba-baik Tuan...” *** Tak berselang lama kemudian, Rachel pun mulai tersadar dari tidur panjangnya. Perlahan netranya terbuka. Sedikit samar terlihat beberapa benda yang tampak berkilau bahkan sama sekali tak pernah terlintas dibenaknya jika ia bisa berada di tempat seperti itu. Seketika ia kembali mengedarkan pandangannya ke segala arah. Bak putri raja, tempat tidurnya yang tampak mewah dihiasi dengan beberapa pernak-pernik di kelambu berwarna emas itu tampak membuatnya semakin indah. Tak hanya itu. Bantal, guling, selimut bahkan meja rias pun semua berwarna emas. Dengan bias cahaya remang yang kontras dengan semua perabot dikamar ini membuat kondisi kamar menjadi sangat mewah dan indah. Merasa tak percaya, Rachel sesekali menepuk pipinya. “Apakah aku sedang bermimpi?” Tak puas dengan apa yang dirasakan, Rachel kembali menepuk pipinya. Namun kali ini lebih keras dari sebelumnya. “Aaauuu..!! Ah sakit, berarti aku tidak mimpi. Tapi aku dimana sekarang?” Rachel yang berusaha mengumpulkan nyawanya yang seperti berada di dunia lain kini mulai beranjak dari tempat tidurnya. Tak berselang lama kini ia mendapati beberapa bercak merah di pipinya yang membentuk seperti jari. Mencium aroma makanan lezat yang sudah terhidang di hadapannya pun membuat perutnya yang keroncongan mulai semakin lapar dan segera ingin menyantap apa yang sudah tersaji di kamar itu. “Aku lapar sekali, tapi ini di mana ya? Apakah makanan ini boleh dimakan? Kenapa tidak ada orang?” Rachel seketika duduk di sofa sembari mengingat apa yang sebenarnya terjadi dan apa yang membuatnya kembali terbangun di tempat yang sama dalam kondisi yang berbeda. Salah satu tangannya yang masih menyangga kepalanya kini dikejutkan dengan sebuah ketukan di pintu kamar itu. Seketika derap napas Rachel pun mulai terperanjat. “Astaghfirullahalazim... Penculik itu. Iyaa, kan aku kemarin diculik pas mau pulang kerja. Itu pasti penculiknya! Ya Allah bagaimana ini!” KLEEK Sebuah benda pipih yang terbuat dari kayu itu pun terdengar terbuka gagang pintu mulai terdengar dan diiringi hentakan kaki yang mulai menggema terasa seolah suara itu semakin dekat. Hingga terlihat seorang pria paruh baya yang sedikit bungkuk itu tampak menatap Rachel dengan tatapan teduh. Hentakan kakinya semakin terdengar bahkan kini berada tepat di depan Rachel. “Aku belum sempat menanyakan namamu. Siapa namamu Nak?” “Oh saya Rachel Kek”. “Apakah kau memiliki keluarga?” “Sebenarnya saya sudah yatim piatu Kek, jadi semenjak itu saya tinggal bersama Om dan Bibi saya”. “Aku melihat beberapa luka lebam dan memar di beberapa bagian tubuhmu. Siapa yang melakukannya?” “Uhmm...” “Jangan takut, katakanlah...” “Bibi saya Kek.. Tapi tidak apa-apa saya sering kok mengalami ini”. Mendengar hal itu sepintas terlihat sedikit senyum yang terlukis di bibir si Kakek dan dibarengi mata yang berkaca-kaca. “Jika kau tak keberatan, kau boleh memanggilku Ayah. Dan kau boleh datang kemari kapanpun kau mau”. Mendengar itu kini Rachel yang terlihat berkaca-kaca. Tak terasa cairan bening itu pun mengucur dari kelopak matanya. “Aku yakin kau gadis yang baik. Tapi aku juga yakin hanya kau yang mampu menjadi penerusku. Apakah kau bersedia Nak?” Tak sepatah katapun terucap dari bibir gadis itu. Bahkan cairan bening itu pun terus mengalir di pipinya. “Kau tak harus menjawab sekarang Nak. Pulanglah, dan kembalilah jika kau sudah merasa yakin. Pintu rumah ini selalu terbuka untukmu”. “Baiklah Kek, terimakasih tawarannya... Permisi “ ujar Rachel usai berpamitan pun ia langsung beranjak pergi untuk pulang ke rumah Mira. Sesampainya di rumah, tak urungnya Rachel dibuat tercengang dengan kondisi rumah tantenya yang sangat sepi. Tak seorang pun terlihat di sana. Rachel sesekali mengedarkan pandangan dan perhatiannya beralih pada sebuah benda keras berwarna hitam bergaris cokelat dan bertali putih itu tampak tersandar pada dinding teras samping pintu masuk. Rachel yang merasa tak asing pun seketika mengernyitkan dahi sembari mengingat siapa pemilik sepatu itu. Perlahan ia mengangkatnya sembari memperhatikan dan tiba-tiba... “Ah.... Aaaah... Enak sekali Yang. Aku tidak kuat...” “Aliya? Apakah benar itu suaranya?” Rachel seketika langsung masuk dan mendobrak kamar Aliya yang merupakan sumber suara itu. BRAAAK!! “Aliya!” Seketika mata Rachel berkaca-kaca usai melihat apa yang terjadi. Aliya tampak tersenyum sinis dan bergelut manja sembari menutupi tubuhnya dengan selimut. Sementara Dafa, sang kekasih yang selama ini menjadi alasannya untuk tetap hidup, tampak terkejut usai melihat Rachel mematung di depan mereka. “Dafa...!” “Apaan sih..!” Bentak Aliya yang terlihat masih ingin melakukannya kembali. Sementara Dafa yang sudah telanjang dada seketika langsung beranjak dari tempat tidurnya. Raut wajah sayup yang dibungkus dengan rasa panik terukir jelas di wajahnya. “Da-dafa...” Tak terasa isak tangisnya mulai menderu sesak. Cairan bening itu kini mulai mengucur deras seolah meluapkan rasa sakit yang tak terungkap. Rachel seperti tak percaya dengan apa yang terjadi di hadapannya. Raut wajahnya tampak sayup, langkahnya pun mulai melambat bahkan nyaris ambruk. Seseorang yang selama ini menjadi penyemangat hidupnya, menempati ruang terluas dihatinya, mencintai dan menyayanginya. Tapi kini semua tampak berbeda. Lidahnya mendadak kelu, tak sepatah kata terucap dari bibirnya. Bahkan semua yang terlihat pun kini tampak muram. Tubuhnya yang terkulai lemas kini hanya bisa berusaha untuk tetap kuat melihat apa yang terjadi. Cairan bening itu terus mengguyur raut wajahnya yang sayup. Napasnya yang menderu sesak seolah merasakan seribu pisau tajam menusuknya yang kembali membuatnya lemah. Benda pipih mengkilat itu seperti tak pernah memberikannya waktu untuk bertahan. Semua terjadi begitu cepat. Seseorang yang selama ini menjadi penyemangat hidupnya kini berperilaku sebaliknya. Sulit dipercaya dengan fakta yang ada. Semua tampak seperti mimpi buruk yang terlihat nyata oleh netranya. Dafa tak hanya menjadi kekasihnya, tapi melebihi keluarganya. Bahkan ia sudah menempati ruang terluas di hati Rachel selain almarhum orang tuanya. Bahkan Dafa selalu mencintai dan menyayangi Rachel. Menerima Rachel apa adanya, memberi semangat dan selalu menjadi garda terdepan jika Rachel terluka. Namun kini sebaliknya, alih-alih menjadi pelindung, justru Dafa lah yang kini menjadi penyebab Rachel terluka. “Kenapa kau melihatku seperti itu?” ujar Dafa sembari mengusap puncak kepala Aliya. “Kau..” “Kenapa? Tidakkah kau menyadari lekuk tubuhmu yang seperti kudanil? Sudah dekil, gendut, jelek lagi. Huuuftt... Aku baru menyadari sekarang jika aku terlalu tampan untukmu,” ujar Dafa sebelum akhirnya melumat bibir Aliya dihadapan Rachel. Rachel berusaha untuk tetap kuat meski cairan bening itu terus mengalir dari kelopak matanya. Tak sepatah kata pun ia lontarkan untuk membalas hinaan kekasihnya itu. Menurutnya apa yang terlihat sudah cukup menjelaskan siapa Dafa yang sebenarnya. Saat Rachel hendak keluar dari kamar Aliya, tiba-tiba Rachel berbalik dan... PLAAKK!! Sebuah tamparan keras pun mendarat di salah satu pipi Dafa. Hingga terlukis beberapa jari Rachel di sana. “Eh kamu tu gak punya otak ya! Pantes aja Dafa kepincut sama aku. Iyaa kan sayang...” pungkas Aliya mencari kesempatan sembari mengusapkan puncak kepalanya pada Dafa yang sedang menahan perih di salah satu pipinya. “Hey! Kenapa kau menamparku!” “Aku rasa itu kenang-kenangan yang cocok untukmu. Terimakasih untuk selama ini.” Tak cukup hanya mendapat perlakuan buruk dari Sang kekasih, tapi juga dari Mira yang langsung melayangkan tangannya pada puncak kepala Rachel saat hendak keluar dari kamar Aliya. “Dari mana saja kamu!” bentak Mira yang sudah tampak naik pitam. “Aku mencarimu di tempat kerja sambil berteriak seperti orang gila! Dan sekarang kau kembali. Apa kau sudah bosan hidup, hingga kau berani kabur dariku! Dasar anak tak tau diri!” “Maaf Tante, aku....” “Pergi kau dari sini. Aku tak sudi lagi memberi tumpangan hidup untuk sampah sepertimu!” Bentak Mira kembali seraya menunjuk ke arah pintu keluar. “Tante...” “Pergi sana! Dasar sampah!! Pantas saja orang tuamu yang miskin itu cepat mati, lihat saja dirimu yang sama sekali tak berguna! Cuiiiiihhh!!” Sekian detik kemudian terasa cairan kental yang keluar dari mulut Mira itu melekat pada pelipis wajah Rachel. Isakan tangis gadis 20 tahun itu yang semula menderu sesak kini sebaliknya. Entah mengapa kali ini cairan bening itu tampak mengering. Raut wajahnya yang semula sayup pun kini tampak berbeda. Ia terus menatap tajam ke arah Mira sembari mengepal kedua tangannya. Ia sama sekali tak pernah membalas semua cacian, makian dan segala umpatan yang tak pernah berhenti keluar dari mulut Tantenya itu. Sama sekali tak terlihat belas kasih yang tersisa pada Rachel yang sudah dirawatnya sejak kecil. Kasih sayang yang dulu sempat ia dapatkan dari Tantenya itu seolah semua sirna hanya karena masalah ekonomi yang terus mendesak tanpa adanya peninggalan apapun dari orang tua Rachel. Keadaan yang sudah tidak kondusif membuat Rachel tak mungkin masih bertahan. Ia pun langsung memutuskan untuk pergi meninggalkan rumah saudaranya. Apakah Rachel menerima tawaran Sang Kakek?Mengingat segala sesuatu yang sudah terjadi cairan bening itu kembali mengucur deras dari kelopak mata Rachel. Dadanya bergemuruh sesak menahan Isak tangisnya yang begitu berat. Langkahnya melambat kala Rachel bersandar pada salah satu pohon dipinggir jalan yang ia lewati. Dan perlahan semua tampak menghitam. Ditengah kesadarannya, sempat terlihat beberapa sosok pria berbadan besar berdiri di depannya. Beberapa sosok pria itu semakin mendekat hingga akhirnya menyatu dengan kegelapan. Tubuhnya perlahan merasa melayang. Entah apa yang membuatnya terasa begitu ringan seolah menembus sebuah kegelapan. ***Bak merasa terlahir di dunia dalam versi yang berbeda. Rachel kembali terbangun dikamar yang sama. Seolah kembali menjadi putri raja yang bergelimang harta. Kamar mewah yang beberapa sisi dipannya berwarna emas itu kini kembali ia nikmati. Rachel yang belum sepenuhnya pulih berusaha mengingat apa yang terjadi. Salah satu tangannya menyangga kepalanya yang masih terasa sakit. Netrany
Langit sudah mulai menghitam menyisakan warna jingga yang memudar perlahan, tapi sama sekali tak terlihat tanda-tanda Rachel sudah pulang. Antonio tampak gelisah, kedua tangannya mengepal sembari berjalan mondar-mandir di teras depan rumahnya.Netranya terus mengedar ke segala arah. Firasat buruk terus menghantui, mengingat posisinya sebagai Bos Mafia tentu tak mudah baginya menjaga Rachel yang notabene akan menjadi generasi penerusnya. Rintangan dan ancaman akan selalu ada dari berbagai pihak yang merupakan musuhnya. Raut wajahnya yang tenang dan sangar, tak mampu menutupi kepanikannya yang berharap anak angkatnya baik-baik saja. Di tengah kepanikan, tiba-tiba ponselnya berdering yang menandakan ada sebuah panggilan masuk. Antonio yang berharap telepon dari putrinya itu pun langsung mengangkat tanpa melihat nama kontaknya.“Putriku, cepatlah pulang. Dimana kau sekarang? Apa kau baik-baik saja!” ujar Antonio yang tampak khawatir dengan keadaan putrinya. “Wow! Sepertinya ada yang b
“Bagaimana keadaan ayah saya, dok?” tanya Rachel dengan cemas, matanya terpaku pada dokter yang menangani Antonio, berharap ada harapan untuk sang ayah.“Mari masuk, saya akan jelaskan di dalam,” jawab dokter itu, wajahnya terlihat enggan.“Baiklah…” Rachel mengikuti langkah dokter dengan langkah ragu.Di dalam ruangan, dokter itu tampak berat hati untuk berbicara. Wajahnya tampak lelah dan sayup. “Dok! Tolong katakan padaku! Apa yang sebenarnya terjadi?” desak Rachel, menarik lengan dokter bername tag Heri itu dengan tangan gemetar.Akhirnya, dengan suara lirih, dokter itu mengungkapkan yang paling ditakuti Rachel.“Maafkan kami, Ayahmu…”“Ayah saya kenapa, dok?!” Rachel hampir tidak bisa menahan firasat buruknya.“Ayahmu telah berpulang…”“TIDAK! Ayaaaaah!!” teriak Rachel, merasakan dunia runtuh seketika. Ia langsung memeluk tubuh Antonio yang terbaring kaku, wajahnya pucat. Sang dokter dengan perlahan menutup tubuh ayahnya dengan selimut.Beberapa petugas rumah sakit mulai bersiap
Keesokan harinya, usai melaksanakan sholat Subuh, Rachel dikejutkan dengan derap langkah kaki yang terdengar berhenti di depan pintu kamarnya, diikuti oleh ketukan pintu yang perlahan.“Ayah?” tanya Rachel, tampak terkejut melihat ayahnya yang berdiri mematung di depan pintu kamarnya.“Boleh ayah masuk? Ada yang ingin ayah bicarakan padamu,” ujar Antonio, menatap serius dengan sedikit tergesa, lalu menghampiri putrinya.“Iyaa, Ayah. Ada apa?”“Nak, Ayah sudah sangat tua. Ayah tidak bisa terus-menerus menjagamu dengan tenaga Ayah. Ayah hanya bisa melindungimu dengan ilmu yang akan Ayah wariskan padamu.”“Maksud Ayah? Apakah para penjahat itu akan datang lagi? Kenapa kita tidak lapor polisi saja, Ayah?”Antonio tak menjelaskan siapa dirinya secara gamblang. Ia hanya ingin melindungi putrinya dengan caranya sendiri, tanpa menanamkan rasa curiga yang lebih dalam.Mungkin akan terdengar berat, atau bahkan bisa menimbulkan lebih banyak pertanyaan ketika nanti Rachel mulai menjalani pelatiha
“Bangun kamu! Bangun!! Dasar anak tak tau diri! Sudah jam berapa ini!!” bentak Mira usai mengguyur air dingin pada Rachel yang langsung terjingkat. Napas Rachel sempat terengah sembari menahan dinginnya air yang mengguyur tubuhnya. Tangannya bergetar sembari terus meringkuk tubuhnya yang kedinginan. Rachel Lovania, gadis yang sudah menyandang status yatim piatu itu kini harus tinggal bersama Om dan Tantenya. Keluarga baru yang kini berperan sebagai pengganti orang tuanya. Sepasang suami istri yang tidak selalu memperlalukan Rachel dengan baik layaknya seorang anak, bahkan tak jauh lebih baik dari seonggok sampah yang sudah dibuang. Gadis yang masih berusia 20 tahun itu baru saja mendapatkan pekerjaan sebagai kurir makanan di sebuah restoran cepat saji yang tak jauh dari tempatnya tinggalnya. Gadis berpostur gemuk, bermata cekung dan berkulit sawo matang itu harus bekerja keras karena beasiswa yang ia dapatkan harus diberikan pada Aliya. Saudara sepupunya sendiri. Tambah lagi
Tak sepatah kata pun terucap dari bibir sang kakek. Tubuhnya terlihat terkulai lemas bahkan seperti kesulitan bernapas. Rachel yang tak tahu harus bagaimana akhirnya berteriak dan berharap pria-pria berbadan besar itu mau menolongnya. Alih-alih mengucapkan terima kasih, Rachel justru di usir dan beberapa diantara mereka menatap tajam seperti menaruh rasa curiga padanya. “Hey! Apa yang kau lakukan! Pergi sana!” bentak salah seorang dari mereka yang seperti menaruh curiga pada Rachel. Rachel tak bisa berbuat banyak, dan ia pun langsung bergegas pergi usai melihat sang Kakek yang sudah diurus dengan para pria berbadan besar itu. Sesampainya di rumah, Rachel masih merasa tak enak karena sempat ada sedikit keributan saat ia berusaha menolong si kakek. Letak kesalahanku dimana ya? Bukannya tadi terlihat jelas jika aku hanya menolong? Tapi kenapa mereka seperti menaruh rasa curiga padaku? Bahkan langsung mengusirku. Benak Rachel mulai berkecamuk apalagi saat teringat nasehat Mang U
Keesokan harinya, usai melaksanakan sholat Subuh, Rachel dikejutkan dengan derap langkah kaki yang terdengar berhenti di depan pintu kamarnya, diikuti oleh ketukan pintu yang perlahan.“Ayah?” tanya Rachel, tampak terkejut melihat ayahnya yang berdiri mematung di depan pintu kamarnya.“Boleh ayah masuk? Ada yang ingin ayah bicarakan padamu,” ujar Antonio, menatap serius dengan sedikit tergesa, lalu menghampiri putrinya.“Iyaa, Ayah. Ada apa?”“Nak, Ayah sudah sangat tua. Ayah tidak bisa terus-menerus menjagamu dengan tenaga Ayah. Ayah hanya bisa melindungimu dengan ilmu yang akan Ayah wariskan padamu.”“Maksud Ayah? Apakah para penjahat itu akan datang lagi? Kenapa kita tidak lapor polisi saja, Ayah?”Antonio tak menjelaskan siapa dirinya secara gamblang. Ia hanya ingin melindungi putrinya dengan caranya sendiri, tanpa menanamkan rasa curiga yang lebih dalam.Mungkin akan terdengar berat, atau bahkan bisa menimbulkan lebih banyak pertanyaan ketika nanti Rachel mulai menjalani pelatiha
“Bagaimana keadaan ayah saya, dok?” tanya Rachel dengan cemas, matanya terpaku pada dokter yang menangani Antonio, berharap ada harapan untuk sang ayah.“Mari masuk, saya akan jelaskan di dalam,” jawab dokter itu, wajahnya terlihat enggan.“Baiklah…” Rachel mengikuti langkah dokter dengan langkah ragu.Di dalam ruangan, dokter itu tampak berat hati untuk berbicara. Wajahnya tampak lelah dan sayup. “Dok! Tolong katakan padaku! Apa yang sebenarnya terjadi?” desak Rachel, menarik lengan dokter bername tag Heri itu dengan tangan gemetar.Akhirnya, dengan suara lirih, dokter itu mengungkapkan yang paling ditakuti Rachel.“Maafkan kami, Ayahmu…”“Ayah saya kenapa, dok?!” Rachel hampir tidak bisa menahan firasat buruknya.“Ayahmu telah berpulang…”“TIDAK! Ayaaaaah!!” teriak Rachel, merasakan dunia runtuh seketika. Ia langsung memeluk tubuh Antonio yang terbaring kaku, wajahnya pucat. Sang dokter dengan perlahan menutup tubuh ayahnya dengan selimut.Beberapa petugas rumah sakit mulai bersiap
Langit sudah mulai menghitam menyisakan warna jingga yang memudar perlahan, tapi sama sekali tak terlihat tanda-tanda Rachel sudah pulang. Antonio tampak gelisah, kedua tangannya mengepal sembari berjalan mondar-mandir di teras depan rumahnya.Netranya terus mengedar ke segala arah. Firasat buruk terus menghantui, mengingat posisinya sebagai Bos Mafia tentu tak mudah baginya menjaga Rachel yang notabene akan menjadi generasi penerusnya. Rintangan dan ancaman akan selalu ada dari berbagai pihak yang merupakan musuhnya. Raut wajahnya yang tenang dan sangar, tak mampu menutupi kepanikannya yang berharap anak angkatnya baik-baik saja. Di tengah kepanikan, tiba-tiba ponselnya berdering yang menandakan ada sebuah panggilan masuk. Antonio yang berharap telepon dari putrinya itu pun langsung mengangkat tanpa melihat nama kontaknya.“Putriku, cepatlah pulang. Dimana kau sekarang? Apa kau baik-baik saja!” ujar Antonio yang tampak khawatir dengan keadaan putrinya. “Wow! Sepertinya ada yang b
Mengingat segala sesuatu yang sudah terjadi cairan bening itu kembali mengucur deras dari kelopak mata Rachel. Dadanya bergemuruh sesak menahan Isak tangisnya yang begitu berat. Langkahnya melambat kala Rachel bersandar pada salah satu pohon dipinggir jalan yang ia lewati. Dan perlahan semua tampak menghitam. Ditengah kesadarannya, sempat terlihat beberapa sosok pria berbadan besar berdiri di depannya. Beberapa sosok pria itu semakin mendekat hingga akhirnya menyatu dengan kegelapan. Tubuhnya perlahan merasa melayang. Entah apa yang membuatnya terasa begitu ringan seolah menembus sebuah kegelapan. ***Bak merasa terlahir di dunia dalam versi yang berbeda. Rachel kembali terbangun dikamar yang sama. Seolah kembali menjadi putri raja yang bergelimang harta. Kamar mewah yang beberapa sisi dipannya berwarna emas itu kini kembali ia nikmati. Rachel yang belum sepenuhnya pulih berusaha mengingat apa yang terjadi. Salah satu tangannya menyangga kepalanya yang masih terasa sakit. Netrany
Antonio terus memperhatikan gadis itu yang tengah duduk tak berdaya di sandaran kursi kayu yang masih lengkap dengan tali yang melilit tubuhnya. Langkah kakinya mulai mendekat kala melihat sesuatu yang tak wajar di beberapa bagian tubuh gadis itu. Sesekali ia memicingkan matanya untuk memperjelas apa yang ia lihat. Tampak beberapa luka lebam dan memar terlukis di sana. “Siapa yang melakukan ini? Kenapa mereka tak bilang padaku jika gadis ini sudah ditemukan?” Raut wajah Antonio seketika memerah, salah satu tangannya mulai mengepal sebelum akhirnya memanggil pengawalnya. “Pengawal!!” “Siaapp Tuan!” Beberapa pria berbadan besar itu seketika datang menghampirinya. Tak menunggu lama, Antonio pun segera memerintahkan anak buahnya untuk melepaskan gadis itu. “Lepaskan gadis itu!” ujarnya sembari menunjuk ke arah Rachel yang masih terkulai lemas. “Ta-tapi Tuan, bukankah gadis itu berbahaya?” “Ini perintah!” Gertak Antonio yang akhirnya membuat para pengawalnya tak berkutik.
Tak sepatah kata pun terucap dari bibir sang kakek. Tubuhnya terlihat terkulai lemas bahkan seperti kesulitan bernapas. Rachel yang tak tahu harus bagaimana akhirnya berteriak dan berharap pria-pria berbadan besar itu mau menolongnya. Alih-alih mengucapkan terima kasih, Rachel justru di usir dan beberapa diantara mereka menatap tajam seperti menaruh rasa curiga padanya. “Hey! Apa yang kau lakukan! Pergi sana!” bentak salah seorang dari mereka yang seperti menaruh curiga pada Rachel. Rachel tak bisa berbuat banyak, dan ia pun langsung bergegas pergi usai melihat sang Kakek yang sudah diurus dengan para pria berbadan besar itu. Sesampainya di rumah, Rachel masih merasa tak enak karena sempat ada sedikit keributan saat ia berusaha menolong si kakek. Letak kesalahanku dimana ya? Bukannya tadi terlihat jelas jika aku hanya menolong? Tapi kenapa mereka seperti menaruh rasa curiga padaku? Bahkan langsung mengusirku. Benak Rachel mulai berkecamuk apalagi saat teringat nasehat Mang U
“Bangun kamu! Bangun!! Dasar anak tak tau diri! Sudah jam berapa ini!!” bentak Mira usai mengguyur air dingin pada Rachel yang langsung terjingkat. Napas Rachel sempat terengah sembari menahan dinginnya air yang mengguyur tubuhnya. Tangannya bergetar sembari terus meringkuk tubuhnya yang kedinginan. Rachel Lovania, gadis yang sudah menyandang status yatim piatu itu kini harus tinggal bersama Om dan Tantenya. Keluarga baru yang kini berperan sebagai pengganti orang tuanya. Sepasang suami istri yang tidak selalu memperlalukan Rachel dengan baik layaknya seorang anak, bahkan tak jauh lebih baik dari seonggok sampah yang sudah dibuang. Gadis yang masih berusia 20 tahun itu baru saja mendapatkan pekerjaan sebagai kurir makanan di sebuah restoran cepat saji yang tak jauh dari tempatnya tinggalnya. Gadis berpostur gemuk, bermata cekung dan berkulit sawo matang itu harus bekerja keras karena beasiswa yang ia dapatkan harus diberikan pada Aliya. Saudara sepupunya sendiri. Tambah lagi