Dion dan Dimas lalu menjelaskan apa yang harus dilakukan oleh Anggia. Memperjelas apa yang telah dijelaskan oleh Dimas sebelumnya.Anggia tersentak, sesekali keningnya berkerut, sesekali rahangnya mengeras, sesekali juga mengangguk-angguk. Anggia terdiam untuk beberapa saat setelah keduanya telah selesai menjelaskan. Selagi menunggu Anggia merespon, kedua orang itu kembali saling menenggak minuman di tangan masing-masing sambil menahan senyumnya. Sudah tidak sabar. "Orang itu kaya raya, Mbak Anggia. Kamu dan anakmu akan hidup bahagia nantinya kalau kamu berhasil meyakinkan lelaki itu!" Kata Dion. Mencoba mempengaruhi pikiran Anggia supaya mau diajak bekerja sama. "Dan selain itu, kamu juga akan mendapat bayaran yang tinggi dari kami berdua kalau kamu berhasil melaksanakan tugasmu dengan baik." Sambung Dimas setelah itu. Anggia menatap Dion dan Dimas bergantian, tapi tidak kunjung bersuara. Tiba-tiba rahang Anggia menggeras, tampak berpikir. Ia memperbaiki posisi duduk lebih
Aliando mengusap wajah dengan kasar, menatap lekat sang Ayah seraya berkacak pinggang."Kalau Ayah enggak tau caranya, enggak punya ide dan rencana sama sekali, kenapa Ayah sok-sok an bilang mau membantu merebut semua kekayaan Pak Harry dari tangan musuhnya?!" Aliando berseru kesal. Kemudian, Aliando menghembuskan napas berat, melanjutkan kalimatnya. "Ayah...dengarkan Al...yang akan Ayah hadapi itu...bukan orang sembarangan...mereka adalah kelompok mafia, Ayah! Sangat berbahaya!"Pak Damar balas menghela napas. Dia tahu itu. Ia juga tahu kalau tindakannya itu bisa dibilang bodoh. Ceroboh. Tapi ia sudah terlanjur. Sudah tidak bisa mundur lagi. Satu-satunya cara adalah dengan meminta bantuan kepada putranya. Apalagi putranya itu pernah membantu menyerang markas musuhnya Pak Harry dan berhasil mengalahkannya. Aliando yang sekarang sudah jadi orang yang berkuasa. Siapa yang berani menyinggungnya, mencari masalah dengannya, maka, tamat sudah riwayatnya! "Kan ada kamu, Al. Masak
"Emang aku udah enggak mau berhubungan sama mereka lagi, Nad seperti janjiku sama kamu --tapi kalau kali ini itu benar-benar idenya Ayah. Enggak ada hubungannya sama sekali sama aku." Jelas Aliando.Setelahnya harap-harap cemas karena tidak ingin emosi Nadine jadi meluap. Aliando menghela napas, kemudian melanjutkan kalimatnya. "Ayah udah terlanjur bilang seperti itu sama mereka, sayang dan Ayah meminta bantuan kepadaku karna Ayah tidak ada ide dan rencana sama sekali. Aku terpaksa mengiyakan mau membantu Ayah karna yang akan Ayah hadapi itu adalah kelompok mafia. Mereka sangat berbahaya, sayang. Ak-aku tidak mau Ayah kenapa-napa nantinya." Kata Aliando lagi. Suaranya melemah di ujung kalimat. Mata Nadine membeliak seketika itu. Menatap suaminya dan Pak Damar bergantian. Benar kah hal itu?Nadine menelan ludah, jadi ikutan mencemaskan Ayah mertuanya. Ia juga tidak mau jika terjadi sesuatu dengan Ayah mertuanya. "Iya. Itu benar, Nad. Benar apa yang barusan dikatakan oleh Alia
Mobil terus berdatangan silih berganti, berhenti di halaman rumahnya Rizal, mobil-mobil itu menurunkan para tukang pukul, yang kemudian langsung bergabung dengan para tukang pukul lainnya. Semangat Raisa langsung membara seketika itu tatkala melihat aktivitas yang sedang dilakukan oleh para tukang pukul -yang sedang melakukan persiapan untuk nanti malam.Raisa terkejut saat Ferdian, Heru dan Reza (mereka adalah anak buahnya yang tetap setia kepada Ayahnya dan dirinya) -datang dengan membawa pasukan.Tentu saja Raisa sangat senang. Ternyata mereka bertiga berhasil merekrut tambahan pasukan dan hal itu pasti akan menambah kekuatan. Mereka bertiga berkata kepada Raisa kalau tukang pukul yang mereka bawa itu adalah campuran dari tukang pukul sebelumnya (yang memilih setia) dan tukang pukul baru. Mendengar hal tersebut, membuat Raisa jadi sedikit terharu. Ternyata masih ada anak buahnya yang setia. Raisa dan Pak Harry merasa sudah cukup dengan pasukannya saat ini, kekuatannya suda
"Eh, pengkhianat. Aku menelfonmu itu bukan mau berbasa-basi denganmu. Aku menelfonmu itu karna mau memberitahu kalau malam ini --aku akan menyerangmu dan aku akan merebut kembali semua apa yang sudah kamu rebut dari kami sebelumnya!" Ucap Raisa dengan suara lantang. Kedua matanya menyala-nyala -memancarkan aura kemarahan. Namun ucapan Raisa malah mendapat sambutan gelak tawa di sebrang sana. Ucapan Raisa yang penuh percaya diri itu malah dianggap sebuah lelucon oleh Gading.Mendengar Gading yang malah tertawa, membuat Raisa jadi geram. Gading tidak percaya? Jika ia bisa melakukan hal itu?Raisa mendengus sebal, satu tangannya terkepal kuat. Namun Raisa tak sengaja melihat jika Ayahnya sedang memberi kode kepadanya, ia pun langsung melirik Ayahnya -yang seakan-akan menyuruh dirinya untuk jangan tersulut emosi.Raisa mengangguk, menurut. Kemudian, memejamkan matanya kuat-kuat, mencoba menekan amarahnya supaya tidak meledak-ledak saja detik ini juga. Ayahnya itu benar. Lebih baik
Sehabis menurunkan ponsel dari telinga, menyerahkanya kepada Raisa, Pak Harry menatap Raisa dan Pak Damar bergantian dengan wajah mengeras dan gigi gemeretak. Kedua tangannya terkepal kuat.Kilat tajam tampak menghiasi kedua matanya. Penuh dengan semangat yang berkobar. Mereka bertiga lalu kompak saling bertukar pandang satu sama lain, sebelum akhirnya saling balas mengangguk. Persiapan sudah selesai, tinggal briefing, setelah itu, mereka akan segera beraksi. Pandangan Pak Harry lalu beralih menatap Pak Damar. Ketegangan yang beberapa detik yang lalu tampak menguasai wajahnya kini secara perlahan mengendur, menghela napas lebih dulu, sebelum kemudian berkata. "Aku serahkan semuanya padamu, Pak Damar. Ingat. Kita --di sini sama-sama diuntungkan!" Pak Damar mangguk-mangguk. Mengerti. Kemudian, pandangan Pak Harry beralih kepada Raisa. Berpesan kepada putrinya itu untuk menjaga diri, berjanji pulang dalam keadaan baik-baik saja dan kalau bisa membawa kabar baik. Raisa mangguk-
Akan tetapi, setelah ia mencari info mengenai laki-laki itu lebih lanjut, ternyata dia hanya orang biasa. Bahkan, semua info yang dia dapatkan rata-rata menyebutkan bahwa laki-laki itu payah, dikatai sampah dan tidak berguna. Namun hal yang membuat Gading heran adalah kenapa waktu itu dia bisa datang bersama pasukan dan bodyguard terlatih? Bisa mengalahkan Pak Raka dan pasukannya? Itu sedikit aneh dan janggal menurutnya!Tangan kanan Gading menggeleng. "Tidak, Boss. Laki-laki bernama Aliando itu tidak ikut menyerang dengan pasukannya Nona Raisa kali ini. Tapi, justru, Ayahnya lah yang memimpin penyerangan itu secara langsung!" Kata tangan kanannya lagi. Gading memutar bola matanya -seketika.Kemudian, refleks menoleh, memastikan ia tidak salah dengar. "Apa? Malahan Ayahnya yang memimpin penyerangan itu secara langsung?!" Mulut Gading kontan ternganga sekilas. Tentu saja hal itu mengejutkannya. Tangan kanan Gading mengangguk. Membenarkan. Hal itu malah jadi semakin aneh. Ke
Setelah tangan kanannya itu pergi, hendak mempersiapkan segalanya untuk menyambut kedatangan pasukannya Raisa, Gading masih terlihat duduk santai di kursi kebanggaannya sejak beberapa menit lalu sambil menikmati gelas berisi vodka di tangannya. Ditambah, senyum penuh kemenangan tampak menghiasi bibirnya. Dia tidak mengkhawatirkan apa pun. Dia yakin sekali akan menang. Mungkin jika laki-laki bernama Aliando itu ikut dalam penyerangan kali ini, baru ia akan sedikit khawatir. Akan tetapi, kalau soal Pak Damar (yang memimpin penyerangan kali ini) sama sekali tidak membuatnya khawatir. Bahkan, ia malah tertawa terpingkal pingkal dibuatnya. Meskipun orang tua itu adalah Ayahnya Aliando, tapi orang tua itu tidak punya nama sama sekali di dunia hitam ; hanya orang tua bodoh yang sok berani, mungkin saja hanya kepo ingin belajar menembak. Apa yang dia lakukan itu, sama saja dengan mengantarkan nyawanya sendiri. Ketika mengingat hal itu, Gading tidak tahan untuk tidak tertawa.Gading ja